Anda di halaman 1dari 16

KRITERIA KEBENARAN ILMIAH DAN NILAI KEGUNAAN ILMU

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Makalah pada Mata Kuliah
Filsafat Ilmu semester I Program Studi
Pendidikan Agama

Islam Oleh:

ZAKIAH KHAIRUNNISA Y

861082021009

Dosen Pembimbing:
Dr. Zakaria, S. Pd., M. Si.

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE
2021
2

KATA PENGANTAR

‫ْــــــــــــــــــم هللاِ ال َّر حْ َم ِن ال َّر ِحي ِْم‬


ِ ‫بِس‬

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh


Puji syukur kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan hidayah, taufik, dan
inayah-Nya kepada kita semua. Syukur Alhamdulillah karena atas petunjuk dan
kemudahan yang diberikan kepada saya sebagai penulis dalam penyelesaian salah
satu tugas mata kuliah filsafat ilmu, adapun materi yang dibahas mengenai Kriteria
Kebenaran Ilmiah dan Nilai Kegunaan Ilmu.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita sang
revolusi akbar Nabi Muhammad saw. karena beliau adalah salah satu figur umat yang
mampu memberikan syafa’at kelak di hari kiamat. Dalam penyusunan makalah ini
tak semudah apa yang dibayangkan, banyak kesulitan dan hambatan yang dilalui
dalam penyusunan makalah ini. Akan tetapi, berkat izin danrRahmat Allah swt.
penulis mampu menyelesaikannya.
Harapan saya sebagai penyusun makalah, yaitu semoga apa yang terdapat
dalam lembaran kertas ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Tak lupa pula
penulis haturkan maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam
makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Watampone, 24 Oktober 2021

Penyusun

i
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Kriteria Kebenaran Ilmiah 3
B. Nilai dan Kegunaan Ilmu 8

BAB III PENUTUP

A. Simpulan 13

B. Saran 14

DAFTAR RUJUKAN

ii
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi atas segala sesuatu, sehingga
secara alamiah manusia berpikir untuk mencari kebenaran. Dimana dengan
pemikiran itu maka terciptalah pengetahuan. Pengetahuan tidak hanya tercipta dari
suatu pemikiran manusia saja, pengetahuan juga ada yang berasal dari pengalaman
hidup manusia.Mencintai pengetahuan adalah awal proses manusia mau
menggunakan daya pikirnya, sehingga mampu membedakan mana yang riil dan
mana yang ilusi. Orang Yunani awalnya sangat percaya pada dongeng dan takhayul.
Seiring dengan perkembangan zaman, kemudian berubahlah pola pikir orang-orang
terdahulu menjadi pola pikir yang berdasar pada pengalaman, rasio dan dibuktikan
kebenarannya dengan penelitian.1
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan makalah ini, sebagai muslim/
muslimah, maka perlu kita perhatikan dan perlu kita ingat bahwa sumber
pengetahuan adalah dari Yang Maha Mengetahui dan Yang Maha Memiliki Ilmu.
Seluruh Ilmu pengetahuan adalah bersumber dari Allah SWT.“Ia-lah yang
menciptakan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu, tetapi sedikit saja kamu
bersyukur!”(Q.S. Al-Mukminuun ayat 78)”. Filsafat dipahami sebagai suatu
kemampuan berpikir dengan menggunakan Rasio dalam menyelidiki suatu objek
atau mencari kebenaran yang ada dalam objek yang menjadi sasaran.
Kebenaran itu sendiri belum pasti melekat dalam objek. Terkadang hanya
dapat di benarkan oleh persepsi-persepsi belaka, tanpa mempertimbangkan nilai-
nilai universal dalam filsafat. Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran dalam
perenungannya akan menemukan tiga bentuk eksistensi, yaitu agama, ilmu
pengetahuan dan filsafat. Agama mengantarkan pada kebenaran dan filsafat

1
Jujun S. Suriasumatri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Muliasari), 1999, hal.
18.

1
5

membuka jalan untuk mencari kebenaran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah yang dijadikan sebagai sub bahasan yaitu:
1. Apa saja kriteria kebenaran ilmiah?
2. Bagaimana nilai dan kegunaan ilmu?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan


1. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah:
a. Untuk mengetahui kriteria kebenaran ilmiah.
b. Untuk mengetahui nilai dan kegunaan ilmu.
2. Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :
a.Kegunaan teoritis yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsi dan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu filsafat pada khususnya serta untuk referensi bagi peneliti maupun
pembaca.
b.Kegunaan praktis yaitu penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran
kepada mahasiswa mengenai kriteria kebenaran ilmiah dan nilai kegunaan
ilmu.
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kriteria Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah  adalah suatu pengetahuan yang jelas dan


pasti kebenarannya menurut norma-norma keilmuan. Kebenaran ilmiah cenderung
bersifat objektif, di dalamnya terkandung sejurnlah pengetahuan menurut sudut
pandang yang berbeda-beda, tetapi saling bersesuaian.2 Adanya kebenaran itu selalu
dihubungkan dengan pengetahuan manusia (subjek yang
mengetahui) mengenai objek. jadi, kebenaran itu ada pada seberapa jauh subjek
mempunyai pengetahuan mengenai objek. Sedangkan pengetahuan berasal mula dari
banyak sumber. Sumber-sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai ukuran
kebenaran.
Dalam kaitan dengan filsafat, kebenaran menurut Maufur merupakan tujuan
yang hendak dicapai oleh filsafat maupun ilmu pengetahuan. Kebenaran memiliki
anggapan dasar (asumsi) bahwa kebenaran itu berlaku atau diakui, karena ia memang
menggambarkan atau menyatakan realitas yang sesungguhnya.3
Secara metafisis, kebenaran ilmu pengetahuan bertumpu pada objeknya melalui
penelitian dengan dukungan metode serta sarana penelitian yang dapat memperoleh
pengetahuan. Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri, karena tidak ada yang
kontradiksi di dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul tergantung pada
kemampuan menteorikan fakta. Bangunan suatu pengetahuan secara epistemologi
bertumpu pada asumsi metafisis tertentu, dari metafisis ini menuntut suatu cara atau
metode yang sesuai untuk mengetahui objek. Dengan kata lain metode yang
dikembangkan merupakan konsekuensi logis dari watak objek. Maka secara
epistemologi kebenaran merupakan kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai yang
2 3
Susanto. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis,  Dan
Aksiologis. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013). Cet. 3. Hlm. 85
3
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Filsafat Ilmu.
(Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2010). Hlm. 135
7

diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya notabene menjadi objek pengetahuan.


Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui
subjek dan realitas sebagaimana adanya.4
Ilmu dalam menemukan kebenaran, ,menyandarkan dirinya kepada kriteria atau
teori kebenaran yaitu: teori korespondensi, teori koherensi, dan teori pragmatis.
Namun pendapat sebagian yang lain hanya membicarakan dua teori saja, yaitu teori
korespondensi dan teori koherensi karena pragmatisme dijadikan sebagai pelengkap
dua teori tersebut. Berikut adalah teori tentang kriteria kebenaran:
1. Teori Koherensi
Teori kebenaran koherensi berpandangan bahwa kebenaran ialah kesesuain
antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah diketahui, diterima,
dan diakui kebanarannya. Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu sistem
yang unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Jerome R. Ravertz menambahkan,
uji coba suatu ilmu adalah bahwa ia harus memberikan pengaturan-pengaturan
teoritis yang menjangkau luas, konsisten, dan koheren.
Matematika merupakan salah satu contoh pengetahuan yang sistem
penyusunan pembuktiannya didasarkan pada koherensi, pernyataan yang dianggap
benar berupa aksioma disusun secara teorema kemudian dikembangkan melaui
kaedah-kaedah matematika berupa sistem yang konsisten.
Dengan demikian, suatu pernyataan dianggap benar apabila telah dibuktikan
benar dan tahan uji (testable). Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru
yang benar atau dengan teori lama yang benar maka teori itu akan gugur atau batal
dengan sendirinya.

2. Teori Korespondensi
Pernyataan dianggap benar jika materi yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan
tersebut. Pengetahuan itu dikatakan benar apabila di dalamnya terdapat kesesuaian
4
Sonny Keraf dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Epistemologis, (Jakarta:
Kanisius, 2002), h. 66
8

antara subjek dan objek. Hal ini karena puncak dari proses kognitif
(kesadaran/pengetahuan) manusia terdapat di dalam budi atau pikiran manusia
(intelectus), maka pengetahuan adalah benar bila terdapat di dalam budi pikiran
subjek itu benar sesuai dengan apa yang ada di dalam objek. Suatu pernyataan
benar apabila terdapat fakta yang sesuai menyatakan apa adanya. Kebenaran
adalah kesesuaian dengan fakta, selaras dengan realitas, serasi (correspondens)
dengan situasi aktual.5
Teori korespondensi ini merupakan teori kebenaran yang paling awal,
sehingga dapat digolongkan kepada teori kebenaran tradisional, karena Aristoteles
sejak awal (sebelum abad modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus
sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.6
3. Teori Pragmatisme
Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau tidak.
Elemennya adalah pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-
fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu khususnya dalam realitas
kehidupan, artinya suatu penyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan
manusia.
Dari berbagai macam teori kebenaran itu yang dianggap sebagai kriteria atau
ukuran kebenaran ilmiah (ilmu pengetahuan), teori koherensi berdasarkan logika
deduktif atau silogisme yang menarik kesimpulan khusus dari hal yang umum dengan
akal sebagai sarana utamanya merupakan teori kebanaran ilmiah. Selain itu teori
korespondensi dengan logika induktif atau empiris yang menarik kesimpulan umum
dari hal yang khusus dengan pancaindra dan pengalaman sebagai sarana utamanya,

5
A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis, (Jakarat: Bumi Aksara, 2011), cet. II, h. 87
6
H. M. Abbas, Kebenaran Ilmiah dalam Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta: Intan Pariwara, 1997), h. 87
9

juga merupakan satu dari teori yang benar tentang kebenaran. Ini dua hal yang urgen
ketika melihat keadaan atau menjawab keragu-raguan.7

B. Nilai dan Kegunaan Ilmu


1. Pengertian Nilai dan Kegunaan Ilmu (Aksiologi)
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan
logos artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika.  Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan aksiologi
disamakan dengan value and valuation.8
Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih
sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih
luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan
kesucian. 
Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah
nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainya atau nilai dia. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja
dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai. Aksiologi merupakan cabang
filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Berikut ini beberapa definisi tentang aksiologi menurut para ahli :

a. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan


kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. 

b. Menurut Wibisono dalam Surajiyo, aksiologi adalah nilai-nilai sebagai


tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian
dan penggalian, serta penerapan ilmu.  

7
Jujun S. Suriasumatri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Muliasari), 1999, hal.
59.

8
Mukhtar Latif, Filsafat Ilmu, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hal. 25.
10

c. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai


berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu
teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan
deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.  
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal
utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan
penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah
bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia
dari sudut indah dan jelek. 
e. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan.9

Berdasarkan definisi-definisi mengenai aksiologi diatas, terlihat dengan jelas


bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika.

2. Nilai Etika dan Estetika


Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan
manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam
meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia,
martabat manusia, dan kelestarian atau manusia.

a. Nilai etika
Membicarakan pengertian etika tidak akan pernah terlepas dari sejarah
kemunculannya yang dimulai dari periode klasik, akan tetapi berdasarkan

9
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. 2009, hal.
18.
11

naskah-naskah kuno yang ditemukan dan diterjemahkan ternyata karya-karya


pemikiran Yunani klasik jauh lebih dulu ditulis. Itu diketahui berdasarkan
konteks mata rantai sejarah ketika bangsa Arab menaklukan sebuah wilayah,
bahasa asli Negara tersebut tidak dihilangkan perjalan sejarah tersebut sampai
pada suatu kesimpulan bahwa etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang
berarti adat kebiasaan, dalam istilah lain para ahli dalam bidang etika
menyebutkan dengan moral. Etika merupakan salah satu teori yang
dibicarakan ketika membahas teori tentang nilai dan ilmu kesusilaan yang
membahas perbuatan baik dan melakukan kebenaran. Sedangkan moral adalah
bentuk pelaksanaannya dalam kehidupan. Perkembangan etika tidak lepas dari
substansinya bahwa etika merupakan suatu ilmu yang membicarakan masalah
perbuatan dan tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan buruk. Istilah
lain dari etika adalah moral, susila, budi pekerti atau akhlak. Etika dalam
bahasa Arab disebut Akhlaq, merupakan jamak dari kata khuluq yang berarti
adat kebiasaan, perangai, tabiat, watak, adab dan agama.
b. Nilai estetika
Penilaian baik dan buruk kerap dikaitkan dengan tingkah laku dan moral
atau tindakan manusia, sedangkan nilai indah dan tak indah cenderung
diarahkan ke dalam segala hal yang berkaitan dengan seni. Estetika berusaha
untuk menemukan nilai indah secara umum yang kemudian dalam
perkembangannya bermunculan beberapa teori yang berkaitan dengan
estetika.
Estetika berasal dari bahasa Yunani “aisthetika” pertama kali digunakan
oleh filsuf Alexander Gotlieb Baumgarten pada 1735 yang diartikan sebagai
ilmu tentang hal yang biasa diarasakan lewat perasaan. Estetika adalah salah
satu cabang filsafat yang berkaitan dengan seni. Secara sederhana diartikan
estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk
dan bagaimana seseorang bisa merasakan estetika sebagai sebuah filosofi
12

yang mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian


terhadap sentiment dan rasa.
Menurut Plato, keindahan adalah realitas yang sebenarnya dan tidak
pernah berubah-ubah. Bagi Plotinus keindahan itu merupakan pancaran akal
ilahi. Bila yang hakikat (Ilahi), ia menyatakan dirinya atau memancarkan sinar
atau dalam realitas penuh, maka itulah keindahan.  Kant dalam studi ilmiah
psikologi tentang estetika menyatakan, akal itu memiliki indera ketiga atas
piker dan kemauan yaitu indera rasa yang memiliki kekhususan, kesenangan
estetika.10
3. Kegunaan Aksiologi terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu
agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi
seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun. S. Suriasumatri yaitu
bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat
atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka
yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu
merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia
untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu
tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya.
Untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung
suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu

10
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam Teori dan Praktik, Bandung: CV Pustaka Setia,
2010, hal.42.
13

sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka


sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari
teori-teori filsafat ilmu.
b. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima
kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai
pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani
kehidupan.
c. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui
didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu
itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu
dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari
cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan
amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara
tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua
masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.11

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
11
Jujun S. Suriasumatri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Muliasari), 1999,
hal. 62.
14

Kebenaran ilmiah didapat melalui penelitian ilmiah yang dibangun atas


teori tertentu,berkembang melalui penelitian ilmiah, yang sistematis, terkontrol, dan
didasarkan atas data empiris. Teori itu dapat diuji dalam hal keajegan dan
kemantapan internalnya, sehingga menghasilkan suatu pengetahuan yang jelas dan
pasti kebenarannya menurut norma-norma keilmuan.
Dari berbagai teori kebenaran, dalam filsafat ilmu ditemukan dua teori yang
dijadikan kriteria atau ukuran kebenaran ilmiah (ilmu pengetahuan), yaitu teori
koherensi dan teori korespondensi, karena keduanya berdasarkan logika. Teori
koherensi menyimpulkan kebenaranpernyataannya terdapat bersifat koherensi atau
konsistensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar, sebab sesuatu
adalah anggota dari suatu sistem yang unsur-unsurnya berhubungan secara logis.
Sedangkan teori korespondensi menyimpulkan pernyataan benar jika materi yang
dikandung pada pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang
dituju oleh pernyataan tersebut. Kebenaran terdapat fakta yang sesuai dan
menyatakan apa adanya, selaras dengan realitas, serasi dengan situasi aktual.
Seorang ilmuwan mempunyai tanggungjawab agar produk keilmuwan sampai
dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Dalam menggunakan ilmu kita
harus menggunakannya untuk kepentingan bersama karena ilmu merupakan alat
untuk meningkatkan taraf hidup dan bermanfaat bagi setiap orang apabila ilmu yang
kita dapat digunakan berdasarkan nilai atau etika, kodrat dan martabat manusia. Maka
dari itu kegunaan dan manfaat dari ilmu itu sendiri dikaji dalam aksiologi.

B. Saran

Setelah penulis mencurahkan segenap kemampuan dalam penulisan makalah

ini, namun kenyataanya masih jauh dari kesempurnaan serta hasilnya belum
15

mencapai target yang diharapkan. Olehnya itu penulis menyarankan kepada para

pembaca memberi masukan berupa kritikan yang bersifat membangun.

DAFTAR RUJUKAN
16

Abbas, H. M. Kebenaran Ilmiah dalam Filsafat Ilmu Sebagai Dasar


Pengembangan Ilmu Pengetahuan. (Yogyakarta: Intan Pariwara, 1997).

Jujun S. Suriasumatri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Muliasari).


1999.

Keraf, Sonny dan Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Epistemologis.


(Jakarta: Kanisius, 2002).

Latif , Mukhtar. Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Supriyadi, Dedi. Pengantar Filsafat Islam Teori dan Praktik. Bandung: CV Pustaka
Setia. 2010.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.


2009.

Susanto. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis,  Dan Aksiologis. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013). Cet. 3.

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Filsafat Ilmu.
(Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2010).

Wahana, Paulus. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Diamond,


2016.
Wahyudi, Imam. Refleksi Tentang Kebenaran Ilmu dalam Jurnal Filsafat. Jilid 38(3).
2004.

Anda mungkin juga menyukai