Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KESATUAN SISTEMATIKA SILA-SILA PANCASILA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila

yang diampu oleh Dr. H. Sukarno, Msi.

Oleh
Kelompok 11 :

Diya malihatus sa'adah (211101020026)


Riza aulia putr (T20188084)

Siti maskurah (T20188107)

Umi farikhah (211101020025)

PROGRAM STUDY TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Kesatuan Sistematik Sila-Sila Pancasila” dengan
tepat waktu.Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
Baginda kita Nabi Muhammad s.a.w yang tentunya syafa'at dan rahmatnya
kita nanti-nantikan di akhirat nanti.

Makalah yang kami susun ini bertujuan untuk menambah wawasan


dan pengetahuan pembaca mengenai “Kesatuan Sistematika Sila-Sila
Pancasila”. Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih banyak
sekali kekurangan, sehingga bagi pembaca kami harapkan agar memberikan
kritik dan sarannya, semoga menjadi referensi wawasan pengetahuan dan
bisa bermanfaat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah membagi pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh daari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan
demi kesempurnaan makalah ini .

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat, terima kasih.


DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pancasila Sebagai Sistem............................................................................................


B. Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Sistem.............................................................
C. Kesatuan Sila Pertama Sampai Sila Kelima Pancasila...............................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................
B. Saran............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar Negara, dan juga menjadi falsafah
hidup bangsa Indonesia sejak dahulu. Sila-sila pancasila itu tidak terlepas
satu sama lain melainkan satu kesatuan yang bulat, baik dalam fungsi dan
keduduknnya sebagai dasar Negara maupun sebagai filsafat hidup bangsa.
Seperti yang telah diketahui bahwa pancasila itu juga merupakan
dasar Negara Indonesia, yang berarti dasar dari hukum tertinggi di
Indonesia atau sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Hal ini
terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan
Naskah Proklamasi Indonesia. Pancasila juga merupakan ideology terbuka,
yaitu bersifat khas dan orisinil. Kelima sila dalam pancasila ini memang
bersifat universal sehingga dapat ditemukan dalam gagasan berbagai
masyarakat lain.
Nasionalisme adalah Perasaan kebangsaan atau cinta terhadap
bangsanya yang sangat tinggi dan berlebihan sehingga memandang rendah
terhadap bangsa lain. Perasaan cinta yang tinggi atau bangga terhadap
tanah air dan tidak memandang rendah bangsa lain

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pancasila Sebagai Sistem ?
2. Bagaimana kesatuan sila-sila pancasila?
3. Bagaimana Kesatuan Sila Pertama Sampai Sila Kelima Pancasila

C. Tujuan Penulis
1. Untuk mengetahui Pancasila Sebagai Sistem
2. Untuk mengetahui kesatuan sila-sila pancasila sebagai sistem
3. Untuk mengetahui Kesatuan Sila Pertam Sampai Sila Kelima
Pancasila

1.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pancasil Sebagai Sistem


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu keeatuan bagian-bagian yang
saling hubungan, saling bekerja sarna untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut : Pertama, suatu kesatuan bagian-bagian. Kedua,
bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Ketiga, saling
berhubungan dan saling ketergantugan. Keempat, keseluruhannya
dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (tujuan sistem). Kelima,
terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila, setiap
sila pada hakikatnya merupakan suatu asas dan fungsi sendiri.-sendiri, namun
secara keseluruhan merupaksn suatu kesatuan yang sistematis.
lsi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar
filsafat safat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing
merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian sila-sila Pancasila itu
merupakan suatukesatuan dan keutuhan, artinya setiap ella merupakan unsur
(bagian yang mutlak) dari Pancasila. Ini berarti Pancasila merupakan suatu
kesatuan yang majemuk-tunggaI. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat
berdiri sendiri-sendiri, terlepas dari. sila-sila lainnya.
Sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat pads hakikatnya merupakan
suatu kesatuan organik. Antara sila-sila Pancasila itu saling berhubungan,
berkaitan, dan mengkualifikasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Pancasila pada hakikatnya merupakan.suatu sistem, dalam pengertian bagian-
bagian atau sila-silanya saling berhubungan seearaerat, sehingga membentuk
suatu struktur·yang menyelurub.
Kesatuan sila-sila Pancasila merupakan kesatuan yang memiliki hubungan
yang bertingkat dan berbentuk piramidal (kesatuan .yang bersifat hierarkhis
dan berbentuk piramidal), dan sebagai konsekuensinya merupakan
kesatuanyang saling mengkualifikasi.

B. kesatuan Sila-Sila Pancasila


1. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk piramidal. Pengertian
matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi
pancasila. Pancasila dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi
sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari intinya, urutan lima sila menunjukkan
suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya. Artinya sila-sila di
belakang merupakan pengkhususan dari sila-sila dimukanya.
Jika urut-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian, maka di
antara lima sila ada hubungan yang mengikat sam dengan lainnya, sehingga
Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Andai kata urut-urutan itu.
Dipandang sebagai tidak mutlak, berarti antara satu sila dengan sila lainnya
tidak ada sangkut pautnya, sehingga Pancasila itu menjadi terpecah-pecah.
Oleh karena itu, ia tidak dapat dipergunakan sebagai asas kerokhanian negara.
Setiap sila dapat diartikan dalam bermacam-macam maksud, sehingga
sebenarnya sarna saja dengan dak ada·Pancasila.
Kesatuan sila-sila Pancasi.la yang memiliki susunan hierarkhis piramidal
ini mengacu pada sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai basis dari. sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanlperwakilan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebaliknya, Ketuhanan yang
Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, berpersatuan,
berkerakyatan serta berkeadilan sosial, sehingga di dalam setiap sila
senantiasa terkandung sila-sila lainnya.
Dengan demikian dimungkinkan penyesuaian untuk keperluan serta
kepentingan yang sesuai .dengankeadaan, tempat dan waktu dalam realisasi
sila-sila Pancasila, tanpa terpisahkan dengan makna sila-sila lainnya dalam
hubungan hierarkhis piramidal.
2. Rumusan Pancasila yang bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
a) Sila pertama : Ketuhanan yang. Maha Esa meliputi dan menjiwai sila-
sila kemanusiaan yang adil danberadab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat· kebijaksanaan dalam
permusyawaratanlperwakilan serta keadilansosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
b) Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab diliputi dan dijiwai
oleh sila ketuhananyang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila
persatwm Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan , serta keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c) Sila ketiga : persatuan Indonesia diliputi dan dijiwai sila ketuhanan
yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi dan
menjiwai sila kerakyatan yang··dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
d) Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan diliputi dan dijiwai oleh sila-sila
ketuhanan yang maha esa , kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, serta. meIiputi dan menjiwai silakeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
e) Sila kelima : keadilan sosial bagi selurub rakyat Indonesia diliputi dan
dijiwai oleh sila-aila ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipinipin oIeh
hikmat permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya
merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi
kesatuan dasar ontologis, epistemologis, serta aksiologis dari sila-sila
Pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila Pancasila
bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal, yang digunakan
untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-
urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan
sila-sila Pancasila itu mengandung arti formal-Iogis. Selain kesatuan sila-
sila Pancasila itu hierarkhi dalam hal kuantitas, juga dalam hal isi sifatnya
menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Kesatuan yang
demikian ini meliputi kesatuan dasar ontologis, epistemologis, serta
aksiologis dari sila-sila Pancasila.
3. Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya menyangkut
sila-silanya saja melainkankan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila
Pancasila atau yang disebut juga dengan dasar ontologis sila-sila Pancasila.
Pancasila yang terdiri dari lima sila memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
Selain itu, Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang
memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga
disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung sila-sila Pancasila
adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yag berkeadilan
sosial pada hakikatnya adalah manusia. Demikian juga jikalalu kita pahami
dari filsafat negara bahwa Pancasila adalah dasar filsafat negara, adapun
pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu
sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar
antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia (Kaelan, 2012: 14).
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis
memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga, dan jiwa
jasmani dan rohani, sifat kodrat mansuia adalah sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi
berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan
sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhan
Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang
lainnya.
Hubungan kesesuaian antara negara dengan sila-sila Pancaisla adalah
berupa hubungan sebab akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan
Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil
adalah sebagai sebab adapun negara adalah sebagai akibat. Sebagai suatu
sistem filsafat landasan sial-sila Pancasila itu dalam hal isinya menunjukkan
suatu hakikat makna yanag bertingkat, serta ditinjau dari keluasannya
memiliki bentuk piramidal.

4. Dasar Epistemologis sila-sila Pancasila


Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari
dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-
nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar
dalam epistemologi yaitu: pertama tentang sumber pengetahuan manusia,
kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tetang watak
pengetahuan manusia. Persoalan epistemologi dalam hubungannya dengan
Pancasila dapat dirinci sebagai berikut:
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan manusia dan susunan pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana diketahui bersama
bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa
Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukan hanya merupakan
perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun
dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. 
Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila adalah bangsa Indonesia
sendiri yang memiliki nilai-nilai, adat istiadat, dan kebudayaan dan nilai
religius, maka diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila
Pancasila dengan Pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki
kessuaian yang bersifat korespondensi.
Berikutnya tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang
bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti
sila-sila Pancasila. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah berbentuk
hierarkhis dan berbentuk piramidal, dimana sila pertama Pancasila mendasari
dan menjiwai keempat sila lainnya serta sila kedua didasari sila pertama serta
mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat, dan kelima, sila ketiga
didasari dan dijiwai oleh sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai
sila-sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama,
kedua serta ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima, adapun sila
kelima didasari dan dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Demikianlah maka susunan sila-sila Pancasila memiliki sistam logis baik yang
menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. 
Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila
Pancasila. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal yaitu: pertama isi arti
sila-sila Pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila Pancasila. Isi
arti sila-sila Pancasila yang umum universal ini merupakan inti sari atau esensi
Pancasila sehingga merupakan tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada
bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi
praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit. Kedua, isi arti Pancasila
yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara
dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti
Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit yaitu isi arti Pancasila dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat
yang khusus konkrit serta dinamis.
Kemudian pandangan Pancasila tentang pengetahuan manusia. hakikat
manusia sebagai makhluk monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi
Pancasila.
Menurut Pancasila bahwa hakikat manusia sebagai makhluk monopluralis
adalah hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok, yaitu susunan
kodrat yang teridiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani).selain itu manusia
juga memiliki indra sehingga dalam proses reseptif indra merupakan alat
untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris. Maka
Pancasila juga mengakui kebenaran empiris terutama dalam kaitannya dengan
pengetahuan manusia yang bersifat positif. Potensi yang terdapat dalam diri
manusia untuk mendapatkan kebenaran terutama dalam kaitannya dengan
pengetahuan positif Pancasila juga mengakui kebenaran pengetahua manusia
yang bersumber pada intuisi. Manusia yang pada hakikatnya merupakan
makhluk Tuhan Yang maha Esa sesuai dengan sila pertama Pancasila yang
mengakui kebenaran Pancasila sebagai kebenaran yang tertinggi. Sedangkan
sila ketiga, keempat, dan kelima mengakui kebenaran bahwa pada hakikatnya
manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai suatu paham
epistemologi maka Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatya tidak bebas dari nilai karena harus diletakkan
pada moralitas kodrat manusia serta moralitas religius.

5. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila


Yang dimaksud dengan dasar aksiologis sila-sila Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada
hakikatnya juga merupakan kesatuan (Kaelan, 2012: 18). Dalam kehidupan,
terdapat banyak sekali jenis nilai yang disampaikan atau dikemukan oleh para
ahli. Notonagoro mengatakan bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong niali-nilai
kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material
dan nilai vital. 
Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang tergolong ke dalam
nilai kerohanian juga mengandung nilai-nilai lain yang lengkap dan harmonis,
baik itu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau
estetika, nilai kabaikan atau moral, maupun nilai-nilai kesucian. Substansi dari
Pancasila merupakan nilai-nilai dan norma-norma. Substansi Pancasila dengan
kelima silanya terdapat pada Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
dan keadilan.
Prinsip-prinsip tersebut telah menjelma ke tertib sosial, masyarakat,
bangsa Indonesia, yang dapat ditemukan pada adat istiadat, kebudayaan serta
kehidupan bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila pertama hingga
sila kelima merupakan cita-cita, harapan, dan dambaan bangsa Indonesia yang
akan diwujudkan dalam kehidupan. Bangsa Indonesia dalam hal ini
merupakan pendukung dari niali-nilai Pancasila. Sebagai pendukung
Pancasila, maka sudah seharusnyalah bangsa Indonesia menghargai,
mengakui, dan menerima, serta memandang Pancasila sebagai sesuatu yang
benar-benar bernilai dan berharga. Penghargaan, pengakuan, penerimaan, dan
pemandangan tersebut akan tampak jika telah mendarah daging ke dalam
sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau keempat hal diatas
telah mendarah daging ke dalam seluruh rakyat Indonesia maka akan
terbentuklah manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila.
Sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki tingkat
kualitas yang berbeda namun saling antara yang satu dengan yang lainnya
saling mengkait dan melengkapi dan tidak ada satu nilaipun yang
bertentangan. Dalam hal ini jika satu sila dilepas maka akan menyebabkan sila
tersebut kehilangan kedudukan dan fungsinya karena tidak akan berarti jika
tidak berada dalam kesatuan.  Kesatuan nilai-nilai Pancasila merupakan suatu
kesatuan yang utuh dan bulat atau disebut juga kesatuan organik. Tiap sila
mempunyai fungsi tersendiri yakni sila pertama dan kedua sebagai moral
negara, sila ketiga sebagai dasar negara, sila keempat sebagai sistem negara,
dan sila kelima sebagai tujuan negara.

C. Kesatuan Sila Pertam Sampai Sila Kelima Pancasila


a) Sila pertama: ketuhanan yang maha esa
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah  pencipta segala yang ada dan
semua makhluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu, Esa
dalam zat-Nya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa
zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat
Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh
siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan
keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta
isinya. Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma
atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal
pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang
benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan
ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada
setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan
beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi dan didalam Negara
Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha Esa,
tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan
anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara
Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa
(atheisme). Sebagai sila pertama Pancasila ketuhanan yang Maha Esa menjadi
sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai mendasari serta
membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan
persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara republic Indonesia yang
berdailat penuh, bersipat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia.
b) Sila kedua : kemanusia yang adil dan beradab
Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia.
Maka konsekuensinya dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain
hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral
Negara dan para penyelenggara Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan
sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah
lembaga masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia
untuk memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk manusia pula.
Maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat dan
sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis , terutama dalam pengertian
yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia
monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk social.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai
dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan
makhluk social. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara
individualis yang hanya menekankan sifat makhluk individu, namaun juga
bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat mahluk social , yang berarti
manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan .
c) Sila ketiga : persatuan Indonesia
Persatuan Indonesia di dasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan maha esa dan
sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasasari dan menjiwai sila
kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaa dalam
permusyawaratan/perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.hakikat sila ketiga tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut hakekat
persatuan di dasari dan di jiwai oleh sila ketuhanan dan kemanusiaan, mahwa
mahluk sebagai tuhan yang maha esa yang pertama yang harus di realisasiakan
adalah mewujutkan suatu perswatuan dalam suatu persekutuan hidup yang di
sebut Negara.maka pada hakikatnya yang bersatu adalah manusia sebagai
mahluk yang maha esa,adapun hasil persatuan di antara induvidu-
induvidu,pribadi-pribadi dalam suatu wilaya tertertentu sebagai rakyat
sehingga rakyat adalah unsur pokopk Negara.persekutuan hidup bersama
manusia dalam Negara untuk mewujudkan suatu tujuan bersam yaaitu
keadilan dalam kehidupan bersama (keadilan social) sehingga sila ketiga
mendasari dan menjiwai sila keempat dan sila kelima pancasila.
Sila kemanusiaan yang maha esa dan kemanusiaan meliputi seluruh hidup
manusia dan menjadi dasar dari pada sila-sila yang lainnya. Akan tetapi sila
persatuan dan kebanmgsaan ,kerakyatan dan keadilan social hanya meliputi
sebagai lingkungan hidp manusia sebagai penghususan dari pada sila kedua
dan sila pertama dan mengenai hidup bersama dalam masyarakat bangsa dan
Negara. Selain ketiga sila ini persatuan kerakyatan dan keadilan satu dengan
lainnya bersangkut paut dalam arti sila yang di muka menjadi dasar dari pada
sila-sila berikutnya.
d) Sila ke-empat: kerakyatan yang dipimpin oleh hikma dan kebijaksanaan
dalam permusyawaratan dan perwakilan
Maka pokok sila keempat ini adalah kerakyatan yaitu kesesuaiannya
dengan hakikat rakyat. Sila keempat ini di dasari dan menjiwai oleh sila
ketuhanan yang maha esa,kemanusiaan dan persatuan. Dalam keitanya dengan
kesatuan yang bertingkat maka hakikat sila keempat itu adalah sebagai
berikut,hakikat rakyat adalah penjumlahan manusia-manusia,semua
orang,semua warga dan suatu wilaya Negara tertentu. Maka secara ontolohgis
adanya rakyat adalah ditentukan dan sebagai akibat adanya manusia sebagai
mahluk tuhan yang maha esa yang menyatukan diri dalam suatu wilaya Negara
tertentu. Adanya sila keempat tersebut mendasari dan menjiwai sila keadilan
social (sila kelima pancasila). Hal ini mengandung arti bahwa Negara adalah
demi kesejahteraan rakya. Maka tujuan Negara adalah terwujudnya mesyarakat
yang berkeadilan,terwujutnya keadilan dalam hidup bersama (keadilan social)
e) Sila ke-lima: keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki makna pokok
keadilan yaitu hakekatnya kesesuaian dengan halkikat adil. Berbeda dengan
sila-sila lainya maka sila kelima di dasari dan dijiwai oleh keempat sila lainya
yuaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan. Hal ini
mengandung hakikat makna bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya
Negara kebangsaan dari manusia –manusia yang berketuhanan yang maha esa.
Sila keadilan social adalah tujuan dari kempat sila lainnya. Secara ontologis
hakikat keadilan sosial juga di tentukan oleh adanya hakikat  keadilan
sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua yaitu keadilan yang
terkandung dalam hakikat manusia monopluralis,yaitu kemanusiaan yang adil
terhadap diri sendiri,terhadap sesame dan terhadap tuhan yang maha atau
kausa priama. Penjelmaan dari keadilan kemanusiaan monopluralis tersebut
dalam bidang kehidupan bersama baik dalam lingkungan masyarakat, bangsa,
Negara dan kehidupan antar bangsa yaitu menyangkut sikap koadrat manusia
sebagai mahluk induvidu dan mahluk social yaitu dalam wujud keadilam dlam
hidup bersama atau keadilan social 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesatuan antara sila-sila Pancasila tidak hanya kesatuan yang
bersifat logis saja, kesatuan menurut isi, atau kesatuan formal logis
lainnya, namun sila-sila Pancasila memiliki suatu kesatuan meliputi
kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis dari
sila-sila Pancasila.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki makna
pokok keadilan yang hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Berbeda
dengan sila-sila sebelumnya, maka sila yang kelima ini didasari dan
dijiwai oleh empat sila sebelumnya yakni ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, dan kerakyatan. Hal ini mengandung hakikat makna bahwa
keadilan adalah sebagai akibat adanya negara kebangsaan dari manusia-
manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat masih jauh dari
kata sempurna, karena keterbatasan sumber buku dan referensi. Sehingga,
penyampaian materi kurang begitu dalam. Untuk kedepannya penulis
berharap, akan ada makalah atau modul yang lebih informative dan detail
dalam menjelaskan tentang materi diatas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan MS. 2002. Pendidikan Pancasila. Edisi Reformasi. Yogyakarta :


Paradigma

Winarno, S.PD, M.Si, Paradigma Baru : Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi


Aksara. Jakarta : 2007.

Anda mungkin juga menyukai