MODUL 1
Inpres No. 9 tahun 1982 tersebut kemudian diperkuat dengan Keppres No. 43 tahun
1991 tentang Konservasi energi, yang isinya merinci lebih jauh petunjuk langkah-langkah
konservasi energi melalui:
b. Diklat konservasi
f. Standarisasi
Keppres No. 43 tahun 1991 ini, selain mencakup aspek teknis, juga mencakup aspek
pelaksanaan dan implementasi seperti kebijakan di bidang investasi, perkreditan, serta harga
dan tarif energi. Selanjutnya Inpres No. 10 tahun 2005, tentang penghematan energi,
dikeluarkan dengan mempertimbangkan potensi ancaman krisis energi listrik karena pasokan
listrik yang tersedia, yaitu kapasitas terpasang, tidak mampu mengimbangi pertumbuhan
permintaan konsumsi listrik nasional dengan pertumbuhan rata-rata 7% pertahun. Kebutuhan
energi listrik dari dua sektor utama yaitu rumah tangga dan industri, bahkan mengalami
peningkatan dengan laju kenaikan rata-rata 10% sampai dengan 15% pertahun.
Sementara pada saat yang bersamaan, kemampuan penyediaan listrik oleh negara
melalui PT. PLN (Persero) masih terbatas, bahkan terdapat indikasi bahwa kemampuan
MODUL 1 AUDIT ENERGY IR.YURIADI KUSUMA M.Sc.
tersebut mulai menurun. Salah satu penyebab penurunan kemampuan pemasokan tersebut
adalah karena sebagian besar pembangkit tenaga listrik yang dimiliki oleh PT PLN (Persero)
menggunakan bahan bakar fosil, yaitu minyak atau batubara, sebagai sumber energi
penggeraknya, sementara ketersediaan bahan bakar fosil semakin menipis.
Inpres No. 10 tahun 2005 tersebut di atas dikeluarkan sebagai langkah Pemerintah untuk
menjamin ketahanan dan kecukupan pasokan energi di dalam negeri, dalam rangka
memelihara kelangsungan perekonomian nasional, yang diikuti dengan Peraturan Menteri
No. 0031 tahun 2005, tentang tata cara pelaksanaan penghematan energi, yang mengatur
konservasi energi pada instansi pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Dampak lain dari krisis energi tersebut adalah akan diberlakukannya tarif dua kali lipat
bagi perusahaan atau industri disaat beban puncak, yang memang harganya lebih mahal. Ini
merupakan upaya mendorong pelanggan sektor industri untuk melakukan penghematan
energi. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, diperoleh indikasi yang menunjukkan
peluang penghematan energi disektor industri cukup besar, yaitu mencapai 10% sampai
dengan 30%.
Dari beberapa kajian yang telah dilakukan, pakar energi telah melakukan kajian
penghematan energi, dan membaginya dalam 5 kategori yaitu:
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa Indonesia tergolong
negara pengguna energi yang boros. Parameter yang digunakan untuk mengukur pemborosan
energi adalah elastisitas dan intensitas energi. Elastisitas energi adalah perbandingan antara
pertumbuhan konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi. Elastisitas energi Indonesia berada
pada kisaran 1,04 – 1,35 dalam kurun waktu 1985 – 2000, sementara negara-negara maju
berada pada kisaran 0,55 – 0,65 pada kurun waktu yang sama.
Sedangkan yang dimaksud dengan Intensitas Energi adalah perbandingan antara jumlah
konsumsi energi per pendapatan domestik bruto (PDB). Semakin efesien suatu negara dalam
pola konsumsi energi, intensitas energinya akan semakin kecil. Intensitas energi Indonesia
mencapai angka 400, empat kali lipat dibanding Jepang yang berada pada angka 100,
sementara negara-negara Amerika Utara berada pada angka 300, negara-negara Organization
for Economics Cooperation and Development (OECD) pada 200 dan Thailand pada 350.
1. Ruang Iingkup
1.1 Standar ini memuat prosedur audit energi pada bangunan gedung.
1.2 Standar ini diperuntukkan bagi semua pihak yang terlibat dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pengelolaan gedung.
1.3 Bangunan gedung yang dicakup dalam standar ini meliputi perkantoran, hotel,
pertokoan/pusat belanja, rumah sakit, apartemen dan rumah tinggal.
2. Acuan
teknik yang dipakai untuk menghitung besarnya konsumsi energi pada bangunan gedung
dan mengenali cara-cara untuk penghematannya.
3.2 energi
kemampuan dari suatu sistem untuk melakukan kerja pada sistem yang lain.
3.10 target
hasil yang harus dicapai.
4.1.1.1 Dokumentasi bangunan yang dibutuhkan adalah gambar teknik bangunan sesuai
pelaksanaen konstruksi (as built drawing), terdiri dari :
a) Tapak, denah dan potongan bangunan gedung seluruh lantai.
b) Denah instalasi pencahayaan bangunan seluruh lantai.
c) Diagram satu garis listrik, lengkap dengan penjelasan penggunaan daya listriknya dan
besarnya penyambungan daya listrik PLN serta besarnya daya listrik cadangan dari Diesel
Generating Set.
4.1.1.2 Pembayaran rekening listrik bulanan bangunan gedung selama satu tahun terakhir
dan rekening pembelian bahan bakar minyak (bbm), bahan bakar gas (bbg), dan air.
5.2 Apabila besarnya IKE hasil penghitungan ternyata sama atau kurang dari IKE target,
maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan untuk memperoleh IKE
yang Iebih rendah lagi.
5.3 Bila hasilnya Iebih dari IKE target, berarti ada peluang untuk melanjutkan proses audit
energi rinci berikutnya guna memperoleh penghematan energi.
6.1 Apabila peluang hemat energi telah diidentifikasi, selanjutnya perlu ditindak lanjuti
dengan analisis peluang hemat energi, yaitu dengan cara membandingkan potensi perolehan
hemat energi dengan biaya yang harus dibayar untuk pelaksanaan rencana penghematan
energi yang direkomendasikan.
6.2 Analisis peluang hemat energi dapat juga dilakukan dengan penggunaan program
komputer yang telah direncanakan untuk kepentingan itu dan diakui oleh masyarakat profesi.
6.3 Penghematan energi pada bangunan gedung harus tetap memperhatikan kenyamanan
penghuni. Analisis peluang hemat energi dilakukan dengan usaha antara lain:
MODUL 1 AUDIT ENERGY IR.YURIADI KUSUMA M.Sc.
7 Laporan
Laporan audit energi terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:
8 Rekomendasi
Rekomendasi yang dibuat mencakup masalah :