Anda di halaman 1dari 19

Tujuh Bentuk Korupsi

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31
Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh
bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang
bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.

Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kerugian keuangan negara

Menurut Prof. Komariah sebagaimana dikutip Hukumonline.com, UU No. 31/1999 menganut konsep kerugian negara
dalam arti delik formil. Unsur "dapat merugikan keuangan negara" seharusnya diartikan merugikan negara dalam arti
langsung maupun tidak langsung. Artinya, suatu tindakan otomatis dapat dianggap merugikan keuangan negara
apabila tindakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Hal tersebut juga dapat kita lihat dalam  penjelasan 2 ayat (1) UU No. 31/1999 yang menyatakan kata dapat sebelum
frasa merugikan keuangan atau perekonomian negara menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik
formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan
bukan dengan timbulnya akibat.

2. Suap-menyuap

Untuk mengetahui pengertian suap- menyuap dapat kita lihat dalam rumusan pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang
No. 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap :

- Pasal 2 

"memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang
menyangkut kepentingan umum"

- Pasal 3 

"menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau
janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan
dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum""

3. Penggelapan dalam jabatan

Menurut R. Soesilo (1968.258), penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal
362. Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan masih harus
“diambilnya” sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak
dengan jalan kejahatan.

Menurut rumusan Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP terdapat empat jenis tindak pidana penggelapan yaitu
penggelapan biasa, penggelapan ringan, Penggelapan dengan Pemberatan dan Penggelapan dalam Lingkungan
Keluarga. 

Penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dari rumusan pasal- pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU
No. 20 Tahun 2001 merujuk kepada Penggelapan dengan Pemberatan yakni penggelapan yang dilakukan oleh
orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat
upah (Pasal 374 KUHP).

4. Pemerasan
Berdasarkan pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 pemerasan adalah tindakan/
perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri

5. Perbuatan curang

Untuk memahami unsur perbuatan curang dalam tindak pidana korupsi, mari kita lihat tumusan pasal 7 dan pasal 12
huruf h UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
Pasal 7 ayat (1) huruf a samai dengan huruf d

pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu m
enyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau bara
ng, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;

setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang; atau

setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam huruf c.

Pasal 7 ayat (2)

"Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan
Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)"

Pasal 12 huruf h :

"Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara
yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan"

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan

Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi di mana seorang PN yang
mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga

memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan

wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi

kualitas dan kinerja yang seharusnya

Faktor Penyebab Konflik Kepentingan :


 Kekuasaan dan kewenangan Pegawai Negeri;
 Perangkapan jabatan;
 Hubungan afiliasi;
 Gratifikasi;
 Kelemahan sistem organisasi;
 Kepentingan pribadi

7. Gratifikasi

Tindak pidana korupsi menerima gratifikasi sebagaimana dimuat dalam Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No.
20 Tahun 2001 dirumuskan sebagai berikut:

ayat (1) :
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan:

Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut bukan
merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap
dibuktikan oleh penuntut umum: 

ayat (2) :

Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan
pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). 

Nilai dan Prinsip Anti Korupsi

Dalam berbagai buku dan pembahasan disebutkan bahwa nilai-nilai anti korupsi berjumlah 9, yaitu :

1. Kejujuran
Kejujuran berasal dari kata jujur yang dapat di definisikan sebagai sebuah tindakan maupun ucapan yang
lurus, tidak berbohong dan tidak curang. Dalam berbagai buku juga disebutkan bahwa jujur memiliki makna
satunya kata dan perbuatan. Jujur ilah merupakan salah satu nilai yang paling utama dalam anti korupsi,
karena tanpa kejujuran seseorang tidak akan mendapat kepercayaan dalam berbagai hal, termasuk dalam
kehidupan sosial. Bagi seorang mahasiswa kejujuran sangat penting dan dapat diwujudkan dalam bentuk
tidak melakukan kecurangan akademik, misalnya tidak mencontek, tidak melakukan plagiarisme dan tidak
memalsukan nilai. Lebih luas, contoh kejujuran secara umum dimasyarakat ialah dengan selalu berkata
jujur, jujur dalam menunaikan tugas dan kewajiban, misalnya sebagai seorang aparat penegak hukum
ataupun sebagai masyarakat umum dengan membayar pajak.

2. Kepedulian
Arti kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan. Rasa kepedulian dapat
dilakukan terhadap lingkungan sekitar dan berbagai hal yang berkembang didalamnya.Nilai kepedulian
sebagai mahasiswa dapat diwujudkan dengan berusaha memantau jalannya proses pembelajaran,
memantau sistem pengelolaan sumber daya dikampus serta memantau kondisi infrastruktur di kampus.
Selain itu, secara umum sebagai masyarakat dapat diwujudkan dengan peduli terhadap sesama seperti
dengan turut membantu jika terjadi bencana alam, serta turut membantu meningkatkan lingkungan sekitar
tempat tinggal maupun di lingkungan tempat bekerja baik dari sisi lingkungan alam maupun sosial terhadap
individu dan kelompok lain.
3. Kemandirian
Di dalam beberapa buku pembelajaran, dikatakan bahwa mandiri berarti dapat berdiri diatas kaki sendiri,
artinya tidak banyak bergantung kepada orang lain dalam berbagai hal. Kemandirian dianggap sebagai
suatu hal yang penting harus dimiliki oleh seorang pemimpin, karena tanpa kemandirian seseorang tidak
akan mampu memimpin orang lain.

4. Kedisiplinan
Definisi dari kata disiplin ialah ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan. Sebaliknya untuk mengatur
kehidupan manusia memerlukan hidup yang disiplin. Manfaat dari disiplin ialah seseorang dapat mencapai
tujuan dengan waktu yang lebih efisien. Kedisiplinan memiliki dampak yang sama dengan nilai-nilai
antikorupsi lainnya yaitu dapat menumbuhkan kepercayaan dari orang lain dalam berbagai hal. Kedisiplinan
dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan kepada
seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku, mengerjakan segala sesuatu dengan tepat waktu, dan fokus
pada pekerjaan.

5. Tanggung Jawab
Kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh
dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan). Seseorang yang memiliki tanggung jawab akan memiliki
kecenderungan menyelesaikan tugas dengan lebih baik. Seseorang yang dapat menunaikan tanggung
jawabnya sekecil apa-pun itu dengan baik akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Penerapan nilai
tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk belajar dengan sungguh-sungguh, lulus tepat
waktu dengan nilai baik, mengerjakan tugas akademik dengan baik, menjaga amanah dan kepercayaan
yang diberikan.

6. Kerja Keras
Kerja keras didasari dengan adanya kemauan. Di dalam kemauan terkandung ketekadan, ketekunan, daya
tahan, daya kerja, pendirian keberanian, ketabahan, keteguhan dan pantang mundur. Bekerja keras
merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target. Akan tetapi bekerja keras
akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya pengetahuan.

7. Kesederhanaan
Gaya hidup merupakan suatu hal yang sangat penting bagi interaksi dengan masyarakat di sekitar. Dengan
gaya hidup yang sederhana manusia dibiasakan untuk tidak hidup boros, tidak sesuai dengan
kemampuannya. Dengan gaya hidup yang sederhana, seseorang juga dibina untuk memprioritaskan
kebutuhan diatas keinginannya.

8. Keberanian
Keberanian dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui
kesalahan, berani bertanggung jawab, dan sebagainya. Keberanian sangat diperlukan untuk mencapai
kesuksesan dan keberanian akan semakin matang jika diiringi dengan keyakinan, serta keyakinan akan
semakin kuat jika pengetahuannya juga kuat.

9. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah dan tidak memihak. Keadilan dari
sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam pancasila
sila ke-2 dan ke-5, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun
sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan tidak melanggar hukum.
Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat sektoral tetapi meliputi
ideologi. Untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur
dalam keadilan.

 Sedangkan prinsip-prinsip anti korupsi, yaitu :

1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung
jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure),
baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga. Akuntabilitas publik secara
tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi
dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah
otoritas eksternal (Dubnik : 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam arti yang lebih fundamental merujuk
kepada kemampuan seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan. (Pierre : 2007). Seseorang yang
diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan
mengharapkan kinerja (Prasojo : 2005). Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam
mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan,
akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001). Dalam
pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme
pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja
administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung
maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.
2. Transparansi
Prinsip transparansi penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan
semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui
oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural
kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan
kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan
kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi semua orang untuk melanjutkan hidupnya
di masa mendatang. Dalam prosesnya transparansi dibagi menjadi lima, yaitu :
–       Proses penganggaran,
–       Proses penyusunan kegiatan,
–       Proses pembahasan,
–       Proses pengawasan, dan
–       Proses evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan
pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran.
Di dalam proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses pembahasan
tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi
penggalangan (pemungutan dana), mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender,
pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis.
Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan berkaitan dengan kepentingan
publik dan lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri.
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan bukan hanya
pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap output kerja-kerja
pembangunan.

3. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran)
dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran dalam bentuk lainnya. Sifat-sifat
prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari lima hal penting komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi,
kejujuran dan informatif. Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget).
Fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi
berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit
dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip
fairness di dalam proses perencanaan pembangunan. Kejujuran mengandung arti tidak adanya bias
perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang disengaja yang berasal dari pertimbangan teknis maupun
politis. Kejujuran merupakan bagian pokok dari prinsip fairness. Penerapan sifat informatif agar dapat
tercapainya sistem informasi pelaporan yang teratur dan informatif. Sistem informatif ini dijadikan sebagai
dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan selain itu sifat ini merupakan ciri khas
dari kejujuran.

4. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan
negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti korupsi,
namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi,
undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus
mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara. Aspek-aspek
kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti
korupsi akan efektif apabila didalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan
kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya. Kebijakan yang telah dibuat
dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan yaitu kepolisian, kejaksaan,
pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan
nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang
anti korupsi. Lebih jauh lagi kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pemberantasan korupsi.

5. Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua
bentuk korupsi. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan
partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan
pelaksanaannya. Kontrol kebijakan evolusi yaitu dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang
dianggap lebih layak. Kontrol kebijakan reformasi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang
dianggap tidak sesuai.

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir
seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik,
sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak upaya
pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam
berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan
sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat
korupsi akan menghancurkan negeri ini. Ini dapat menjadi indikator bahwa nilai-nilai dan prinsip anti korupsi seperti
yang telah diterangkan diatas penerapannya masih sangat jauh dari harapan. Banyak nilai-nilai yang terabaikan dan
tidak dengan sungguh-sungguh dijalani sehingga penyimpangannya menjadi hal yang biasa.
Tak dapat dipungkiri untuk menanamkan nilai dan prinsip-prinsip anti korupsi perlu diajarkan sejak dini kepada
seluruh masyarakat secara umum. Saat ini sebagian besar baru terpusat pada golongan tertentu di tempat tertentu.
Untuk langkah yang lebih serius, seharusnya penanaman nilai dan prinsip anti korupsi ini harus di terapkan bukan
hanya di bangku kuliah saja sebagai contohnya, tetapi juga dilakukan secara merata di berbagai kalangan
masyarakat agar hasil yang didapatkan juga bisa maksimal secara merata.
Yang ironisnya lagi dalam berbagai sistem pemerintahan termasuk di berbagai lembaga negara praktik korupsi
seakan dibiarkan dengan sistem yang menuntun, bahkan memaksa yang berkepentingan untuk melakukan korupsi.
Contoh nyata sistem perkorupsian itu ialah sistem pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat, yang
bernama Korupsi. Sehingga penulis dapat menyebutkan bahwa “Pemilu merupakan sistem perkorupsian baru yang
terselubung menjadi penyakit di Indonesia”.

 Tindak Pidana Pencucian Uang

Pencucian uang (Inggris:Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan
agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang
merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri
oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan
yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan
integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Pencucian Uang umumnya dilakukan melalui tiga langkah tahapan: langkah pertama yakni uang/dana yang
dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana/kejahatan diubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan
kecurigaan melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai cara (tahap penempatan/placement);
langkah kedua adalah melakukan transaksi keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan
memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak asal muasal dana
tersebut yang dengan kata lain menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana
tersebut (tahap pelapisan/layering); langkah ketiga (final) merupakan tahapan di mana pelaku memasukkan kembali
dana yang sudah kabur asal usulnya ke dalam harta kekayaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung,
diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai
kegiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana (tahap integrasi).

Hukum Pencucian Uang di Indonesia

Di Indonesia, hal ini diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan
dalam tiga tindak pidana:

Pertama

Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

Kedua

Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap Orang yang menerima atau menguasai
penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi
Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU
RI No. 8 Tahun 2010).

Ketiga

Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang
yang dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap
sama dengan melakukan pencucian uang.

Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling
lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010)

(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:

1. korupsi;
2. penyuapan;
3. narkotika;
4. psikotropika;
5. penyelundupan tenaga kerja;
6. penyelundupan migran;
7. di bidang perbankan;
8. di bidang pasar modal;
9. di bidang perasuransian;
10. kepabeanan;
11. cukai;
12. perdagangan orang;
13. perdagangan senjata gelap;
14. terorisme;
15. penculikan;
16. pencurian;
17. penggelapan;
18. penipuan;
19. pemalsuan uang;
20. perjudian;
21. prostitusi;
22. di bidang perpajakan;
23. di bidang kehutanan;
24. di bidang lingkungan hidup;
25. di bidang kelautan dan perikanan; atau
26. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

(2) Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau
tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Contoh kasus

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang (UU TPPU), tindak pidana pencucian uang dapat diklasifikasi ke dalam 3 (tiga) pasal, yaitu:

1. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 3

“Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,


menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau
perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
(sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dengan  tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan
dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).”

Contoh kasusnya adalah Pembelian Saham Maskapai Penerbangan Nasional Garuda Indonesia oleh
Muhammad Nazarudin, dimana pembelian saham yang dilakukannya hanya perusahaan-perusahaan dilingkungan
saja dengan tawaran lebih tinggi. Nazarudin melakukan ini untuk menyimpan uangnya ke dalam sistem yang lebih
aman dan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Hal ini dikatakan sebagai money
laundering.

Melirik pada UU Nomor 8 Tahun 2010 TPPU pasal 3, karena Nazarudin telah


menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke
luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (dalam hal ini membelanjakan
berupa saham maskapai penerbangan Garuda Indonesia) sehingga dapat terkena pidana penjara paling lama 20
tahun dan denda paling banyak Rp10 milyar.

2. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 4

“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,  peruntukan,  pengalihan  hak-hak
atau kepemilikan yang sebenarnya atas  Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana
penjara paling   lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).”

Misalnya Penyamaran dana yang dilakukan oleh si X yang merupakan karyawan Bank. Dalam kasus tersebut, X
melakukan perbuatan Tindak Pidana penggelapan dana nasabahnya dengan mengalihkan dana nasabah ke
tabungannya dan seterusnya. Selanjutnya, dana tersebut ditransfer ke beberapa tabungan adik, ibu serta suaminya.
Selain itu dana tersebut dipakai untuk membeli barang-barang seperti apartemen dan mobil. Atas perbuatan
tersebut, maka X telah menyamarkan asal-usul uang hasil penggelapan tersebut.

3. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 5


“Setiap orang yang menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar.”

Melanjutkan contoh kasus dari poin 2 di atas, maka adik, ibu beserta suaminya yang menerima transferan dari X dan
menikmatinya dengan dipakai untuk membeli beberapa barang seperti apartemen dan mobil, maka juga dapat
dikenakan Pasal 5 Undang-undang ini, karena mereka telah menerima uang yang baik diketahui atau seharusnya
patut diduga bahwa uang tersebut adalah hasil tindak pidana.

Teori-teori Penyebab Korupsi

Undang – Undang Tindak Pidana Korupsi

Peraturan pemerintah untuk pemberantasan korupsi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-undang No. 20
Tahun 2001 yang sering disebut UU Tipikor. UU Tipikor tersebut ditetapkan oleh pemerintah pusat pada 21
November 2001 dan berlaku sejak tanggal penetapan tersebut.

Dengan ditetapkannya UU No. 20 Tahun 2001, pemerintah mencabut UU. 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan
Berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah
Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

UU No. 20 Tahun 2001 juga memuat perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

UU ini menegaskan, tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Sehingga tindak pidana korupsi perlu
digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Tujuan UU Tipikor

 menjamin kepastian hukum,


 menghindari keragaman penafsiran hukum dan
 memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan adil dalam
memberantas tindak pidana korupsi.

Dalam UU Tipikor tercantum hukuman dan denda bagi pelaku korupsi atau yang disebut koruptor.

Di Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor, koruptor mendapat hukuman dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau
pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Dalam Pasal 3 UU Tipikor, pelaku korupsi dan menyalahgunakan kewenangan, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda minimal Rp 50
juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Sedangkan orang yang dengan sengaja mencegah secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi
juga dapat dipidana.

Di Pasal 21 UU Tipikor, pelaku akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12
tahun dan atau denda minimal Rp 150 juta dan maksimal Rp 600 juta.
Upaya Pemberantasan Korupsi

Upaya-upaya pemberantasan tindak pidana korupsi mencakup aspek preventif, detektif dan represif.

Upaya preventif

Strategi preventif adalah usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk menghilangkan atau meminimalkan
faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi.

Upaya preventif dilakukan dengan cara :

1. Pemberlakuan berbagai undang-undang yang mempersempit peluang korupsi,


2. Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk mencegah korupsi, misalnya Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggaraan Negara (KPKPN),
3. Pelaksanaan sistem rekrutmen aparat secara adil dan terbuka,
4. Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga independen masyarakat untuk memantau kinerja para
penyelenggara negara,
5. Kampanye untuk menciptakan nilai anti korupsi secara nasional.

Upaya detektif

Strategi detektif adalah usaha yang diarahkan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi terjadinya kasus-kasus korupsi
dengan cepat, tepat dan biaya murah sehingga dapat ditindaklanjuti.

Upaya detektif dilakukan dengan cara :

1. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat,


2. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu,
3. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik,
4. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional,
5. Peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP) atau Satuan Pengawas
Intern (SPI) dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.

Upaya represif

Strategi represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses
secara cepat, tepat dengan biaya murah sehingga kepada para pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Upaya represif dapat dilakukan dengan cara :

1. Pembentukan Badan atau Komisi Anti Korupsi. Pemerintah pada 2003 dengan membentuk Komisi
Pemberantasan Korupsi ( KPK),
2. Penyidikan, penuntutan, peradilan dan penghukuman koruptor besar,
3. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas,
4. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus
menerus,
5. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu,
6. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya.

Tiga strategi Pemberantasan Korupsi KPK

Dikutip dari kpk.go.id, pemberantasan korupsi membutuhkan kesamaan pemahaman mengenai tindak pidana
korupsi itu sendiri. Dengan kesamaan persepsi, pemberantasan korupsi bisa dilakukan secara tepat dan terarah.

Adapun tiga strategi pemberantasan korupsi menurut KPK meliputi:


Perbaikan Sistem

 Sistem yang berjalan di Indonesia dinilai masih banyak yang memberikan peluang terjadinya tindak pidana korupsi.

Agar tidak bisa melakukan korupsi, diperlukan beberapa upaya perbaikan sistem:

1. Mendorong transparansi penyelenggara negara seperti yang dilakukan KPK menerima pelaporan Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan juga gratifikasi.
2. Memberikan rekomendasi langkah-langkah perbaikan kepada kementerian dan lembaga terkait.
3. Modernisasi pelayanan publik dengan teknologi digital (pelayanan publik secara online) dan sistem
pengawasan yang terintegrasi agar lebih transparan dan efektif.

Edukasi dan Kampanye

Edukasi dan kampanye dilakukan agar orang tidak mau melakukan korupsi. Edukasi dan kampanye adalah strategi
pembelajaran pendidikan antikorupsi dengan tujuan :

1. Membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai dampak korupsi,


2. Mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi,
3. Membangun perilaku dan budaya anti korupsi.

Sasaran edukasi dan kampanye anti korupsi tidak hanya kalangan umum dan mahasiswa tapi juga anak usia dini
yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak dan sekolah dasar.

Represif

Strategi represif ini bertujuan agar orang takut melakukan korupsi. Upaya ini diwujudkan dalam upaya penindakan
hukum untuk membawa koruptor ke pengadilan. Dalam strategi ini, tahapan yang dilakukan adalah:

1. Penanganan laporan pengaduan masyarakat (KPK melakukan proses verifikasi dan penelaahan),
2. Penyelidikan,
3. Penyidikan,
4. Penuntutan,

 Lembaga Pengawas Negara

Materi lengkap tentang lembaga pengawas negara dapat teman-teman unduh di sini.

Tokoh Antikorupsi di Indonesia

1. Mohammad Hatta

Nama Mohammad Hatta sudah tak asing lagi bagi bangsa Indonesia. Ia adalah salah satu pahlawan proklamasi
bersama Sukarno. Selain berjasa besar bagi kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta, sapaan akrabnya, juga memiliki
rekam jejak sebagai seorang sosok yang sangat anti terhadap korupsi.
Salah satu kisahnya ada pada 1970, ketika Bung Hatta dan rombongan mengunjungi Tanah Merah, Irian Jaya,
tempat ia sempat dibuang oleh kolonial Belanda. Di Irian Jaya, Bung Hatta disodori amplop berisi uang. Uang
tersebut sebenarnya bagian dari biaya perjalanan Bung Hatta yang ditanggung pemerintah.

Namun, Bung Hatta menolaknya. "Uang apa lagi...? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung
pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang
apa lagi ini?" kata Bung Hatta.

Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang pemerintah pun sebenarnya adalah uang rakyat. "Tidak, itu uang rakyat,
saya tidak mau terima.. Kembalikan," tegas Bung Hatta seperti dikutip dari buku berjudul Mengenang Bung
Hatta  (2002).

Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tercermin pada hal yang sederhana. Pada suatu ketika, Hatta menegur
sekretarisnya karena menggunakan tiga lembar kertas kantor Sekretariat Wakil Presiden untuk mengirim surat
pribadi. Menurut Hatta, kertas itu adalah aset negara yang merupakan uang rakyat. Hatta pun mengganti kertas
tersebut dengan uang pribadinya

2. Hoegeng

Gus Dur pernah berkata, "Hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap, yakni patung polisi, polisi tidur, dan
Hoegeng." Kalimat tersebut diutarakan Gus Dur lantaran Hoegeng memang merupakan ikon polisi jujur dan antisuap.
Sepak terjangnya sebagai seorang polisi yang amanah memang patut ditiru.

Ketika menjabat sebagai Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet, Hoegeng seharusnya mendapat mobil dinas dan
mobil keluarga. Ia menolak satu mobil, yaitu mobil keluarga. "Hoegeng mau simpan di mana lagi, Mas Dharto?
Hoegeng tak punya garasi lagi," katanya kepada sekretarisnya dalam Hoegeng, Polisi dan Menteri Teladan (2014).

Namun karena sudah ketentuan, mobil tersebut akhirnya diterima. Akan tetapi, mobil tersebut disimpan di rumah
sekretarisnya dan hanya akan dipakai ketika perlu saja.

Selain itu, Hoegeng juga pernah menerima hadiah mobil dari perusahaan Dasaad Musin Concern yang memegang
lisensi beberapa mobil merek Eropa dan Jepang. Namun, oleh Hoegeng surat pemberitahuan hadiah tersebut tak
ditanggapi dan malah diberikan kepada seorang teman.

Selain mobil, Hoegeng juga pernah menolak hadiah dua motor. Oleh Hoegeng, kedua motor tersebut langsung
dikembalilan pada hari kedatangan. Ia memang tak pernah mau menerima hadiah-hadiah yang tidak jelas
juntrungannya.

Ketika menjadi Kapolri, pemilik rumah yang disewa Hoegeng tidak mau dibayar. Ia akhirnya harus membayarnya
lewat wesel. Hoegeng memang sangat menghindari politik balas budi meski dalam bentuk yang paling sederhana.

Hoegeng berpesan mengenai cara memberantas korupsi yang menurutnya efektif.

"Kalau mau menghilangkan korupsi di negara ini, sebenarnya gampang. Ibaratnya, kalau kita harus dimulai dari atas
ke bawah. Membersihkan korupsi juga demikian. Harus dimulai dengan cara membersihkan korupsi di tingkat atas
atau pejabatnya lebih dulu, lalu ke turun badan atau level pejabat eselonnya dan akhirnya ke kaki hingga telapak
atau ke pengawal bawah," kata Hoegeng kepada anaknya Didit Hoegeng.

3. Baharuddin Lopa

Baharuddin Lopa adalah sosok lain dalam ikon antikorupsi di Indonesia. Namanya santer disebut sebagai Jaksa
Agung yang tegas dan tak pandang bulu dalam penegakan hukum. Lopa juga sangat galak terhadap setiap tindak
tanduk yang menjurus ke korupsi. Lopa adalah Jaksa Agung Republik Indonesia pada 6 Juni 2001 hingga meninggal
dunia pada 3 Juli 2001.

Pernah suatu ketika, Lopa ingin membeli mobil pribadi karena tidak mau menggunakan mobil dinas untuk kegiatan
keseharian. Lopa menghubungi Jusuf Kalla yang merupakan pengusaha otomotif dan menginginkan sedan yang
paling murah. Kalla pun membohongi Lopa dengan menawarkan Corolla seharga Rp 5 juta. Padahal harga
sesungguhnya Rp 27 juta. Karena tidak mau membeli dengan harga teman tersebut, Lopa akhirnya membayar mobil
tersebut dengan harga asli. Mobil tersebut lunas setelah dicicil selama tiga tahun.

"Ya... boleh terima mobil darimu karena memang tidak ada urusan apa pun. Tapi, suatu saat kau atau temanmu
punya urusan kemudian datang dan minta tolong. Saya tidak tegak lagi karena telah tersandera oleh pemberianmu
waktu itu," ungkap Lopa kepada Kalla di kemudian hari.

Baharuddin Lopa sangat anti terhadap suap. Lopa sering menerima parsel ketika hari raya, tapi semua parsel yang
dikirim ke rumahnya selalu dikembalikan. Suatu kali, anak-anak Lopa mengambil cokelat dalam parsel dan menutup
kembali bungkus parsel tersebut. Namun hal ini ternyata diketahui oleh Lopa.

"Jadi parsel itu mereka buka diambil cokelatnya, kemudian saya cari bungkus cokelat itu di toko, kemasannya apa,
mereknya apa harus sama, saya masukkan kembali dan saya bungkus kembali parsel itu lalu saya kembalikan," kata
Lopa bercerita kepada seorang sahabatnya.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad menganggap Lopa adalah sosok yang sangat bersahaja dan sederhana.
Sebagai seorang pejabat, Lopa pun tidak memiliki harta melimpah sampai akhir hidupnya.

"Rumahnya di Makassar sangat sederhana sebagai rumah seorang pejabat tinggi negara pada saat itu,
dibandingkan dengan para pejabat tinggi saat itu dan sekarang ini," tulis Abraham Samad dalam buku Apa dan
Siapa Baharuddin Lopa (2012).

HAK ASASI MANUSIA

Definisi Umum HAM

Definisi atau pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar (asasi) yang dimiliki manusia sejak ia lahir,
yang memang sudah diberikan (kodrat) kepada Tuhan kepada manusia yang harus saling dihormati dan dilindungi
satu sama lain.

HAM mulai diperbincangkan beberapa dekade terakhir, yang mana diharapkan dengan adanya konsep HAM yang
jelas maka setiap manusia di bumi ini mendapatkan hak dasar yang sama untuk hidup dengan layak sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Sebelum kita menjelajah lebih jauh tentang HAM, kita harus tahu dulu apa itu HAK dan apa itu Kewajiban. Karena
selama ini yang dibahas hanyalah hak asasi manusia bukan kewajiban asasi manusia.

HAM singkatan dari Hak Asasi Manusia. Ada tiga kata yang menjadi fondasi pemikiran utama, pertama adalah Hak,
hak adalah sesuatu yang harus didapatkan oleh seseorang sejak ia lahir dan atau sejak ia menyelesaikan
kewajiban. Kedua adalah asasi yang berarti dasar, dasar bisa diartikan sebagai minimum, dan ketiga adalah
manusia sebagai subyek yang mendapatkan hak asasinya.

Manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan dengan anugerah yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk
yang lain, tetapi walaupun manusia sebagai makhluk Tuhan yang sempurna tetapi tidak ada manusia yang
sempurna.

Kesempurnaan manusia terletak pada akal dan hati, dengan keduanya manusia diberi kebebasan untuk menentukan
dia mau menjadi seperti apa. Dan dengan kedua hal tersebut maka manusia mengonsepkan sebuah pemikiran
berupa hak-hak yang harus dimiliki oleh setiap manusia di muka bumi tanpa terkecuali, jika hak-hak tersebut tidak
terpenuhi maka dia tidak bisa dikatakan hidup layak sebagai seorang manusia.
Karena ada hak maka harus ada kewajiban, maka kewajiban yang paling utama manusia adalah menghormati hak-
hak orang lain atas dirinya. Kadang kala dengan mengatas namakan HAM seseorang melanggar hak-hak asasi milik
orang lain.

Pengertian Hak Asasi Manusia dari Berbagai Sudut Pandang

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ada sebuah teori fundamental yang banyak dipakai yaitu teori
kedaulatan rakyat yang dianut oleh John Bodin. Dalam teori tersebut pada dasarnya negara bisa dibentuk jika ada
dua asas yaitu pactum unionis dan pactum subjectionis.

Pactum unionis ialah sebuah perjanjian yang dilakukan oleh masing-masing individu untuk membentuk sebuah
negara, sedangkan pactum subjectionis ialah perjanjian masing-masing individu dengan negara yang dibentuk.
Perjanjian tersebut dimaksudkan bahwa negara atau pemerintah dalam menjalankan tugasnya semata-mata
melaksanakan mandat/perintah dari individu-individu (rakyat).

Mandat rakyat tersebut berupa perintah kepada pemerintah yang berkuasa untuk mengelola sumber daya di segala
bidang agar berjalannya roda pemerintahan dan kenegaraan berdasarkan konstitusi yang telah dibentuk dalam
perjanjian pactum subjectionis.

Dengan berdasarkan dua asas tersebut maka pemerintah wajib melindungi hak-hak individu rakyatnya dengan
kekuatan yang dimilikinya. Sehingga para warga negaranya dapat hidup dengan tenteram dan nyaman.

Konsep tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

Ide tentang HAM sendiri berawal atau muncul dari keyakinan manusia itu sendiri sebagai makhluk yang telah
diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat sama dan sederajat. Artinya manusia dilahirkan dalam keadaan
bebas dan mempunyai martabat, hak-hak yang sama. Karena itulah setiap manusia harus diperlakukan secara adil
serta beradab.

Sifat Hak Asasi Manusia (HAM) adalah umum dan universal, artinya HAM berlaku untuk semua manusia, tidak
mengenal ras, suku, bangsa dan agama. Masyarakat yang ada di seluruh dunia haruslah berusaha untuk menjaga
hak-hak satu sama lain, tidak menindas hak-hak orang lain yang secara sosial ataupun ekonomi berada dibawahnya.

Tetapi, memang faktanya dalam penegakan HAM tidaklah mudah baik dilakukan oleh negara maupun masyarakat.
Tetapi kita sebagai manusia yang berilmu, berakal dan beradab senantiasa harus berusaha untuk saling
menghormati hak-hak sesama.

Seperti pada penjelasan sebelumnya, HAM pada dasarnya adalah fitrah / anugerah yang memang sudah ada sejak
manusia itu lahir/eksis di dunia karena pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. Ada atau tidaknya pengakuan dari
orang lain tidak mempengaruhi hak seseorang, jadi ada atau tidaknya orang yang mengakui maka HAM tetaplah
dimiliki oleh seseorang.

Orang lain bisa melanggar HAM milik seseorang, tetapi tidak bisa menghapusnya.

Ciri-Ciri Hak Asasi Manusia

Sama seperti hak-hak yang lain, hak asasi manusia juga memiliki ciri-ciri khusus terutama karena ada asasinya.

Berikut ini adalah karakteristik khusus ham :

1. Hakiki

Hak asasi manusia (ham) ialah hak asasi (dasar) yang dimiliki oleh setiap manusia sejak ia dilahirkan,

2. Universal
HAM bersifat umum, tidak membeda-bedakan antara ras, suku, etnis, agama, negara dan berbangsa. Semua orang
punya hak yang sama sebagai fitrah seorang manusia,

3. Tidak Dapat Dicabut

HAM milik seseorang tidak bisa dicabut oleh seseorang yang lain,

4. Tidak Dapat Dibagi

HAM tiap orang memiliki kedudukan yang sama, hak yang sama baik dalam politik, ekonomi, sosbud, dll.

Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia (HAM)

HAM diakui dan disepakati oleh negara-negara di dunia melalui Piagam PBB atau disebut dengan Universal
Declaration of Human Rights (Pernyataan Sedunia Hak Asasi Manusia) yang berisi 30 pasal. Dan disepakati pada
tanggal 10 Desember 1948, sehingga hari hak asasi manusia jatuh pada tanggal 10 Desember.

Hak Asasi Manusia (HAM) menurut Piagam PBB atau UDHR adalah :

1. Hak untuk hidup,


2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum,
3. Hak untuk kemerdekaan hidup,
4. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran,
5. Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat,
6. Hak untuk memperoleh pekerjaan,
7. Hak menganut aliran kepercayaan (agama),
8. Hak untuk memperoleh nama baik,
9. Hak memiliki sesuatu.

1. HAM Menurut Instrumen HAM Internasional

HAM itu cakupannya sangat luas, karena itulah HAM juga bermacam-macam. Secara umum HAM dibedakan
menjadi 2 berdasarkan instrumen HAM internasional. Yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial,
dan Budaya (The International Covenant on Economics, Social and Cultural Rihts / ICESCR) dan Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (The International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR).

2. HAM berdasarkan Hak-Hak Sipil dan Politik

1. Hak untuk hidup


2. Hak untuk berserikat
3. Hak kebebasan berkumpul secara damai
4. Hak mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan (intimidasi)
5. Hak atas berpikir, mempunyai konsiensi dan beragama
6. Hak atas kesamaan di muka badan badan peradilan (mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum)
7. Hak atas kebebasan dan persamaan

3. HAM berdasarkan hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya

1. Hak atas pendidikan


2. Hak atas kehidupan yang layak
3. Hak atas pensiun
4. Hak untuk mendirikan sarikat kerja
5. Hak atas pekerjaan

4. HAM Secara Umum


1. Personal rights, hak asasi pribadi
2. Poverty rights, hak asasi ekonomi
3. Political rights, hak asasi politik
4. Rights of Legal Equality, hak asasi untuk memperoleh perlaukan yang sama di depan hukum dan
pemerintahan
5. Social and cultural rights, hak asasi sosial & kebudayaan
6. Procedural rights, hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan & perlindungan

Kewajiban Asasi Manusia

Selain ada hak asasi manusia, tentu ada kewajiban asasi manusia. Karena hak dan kewajiban keduanya tidak dapat
dipisahkan. Seseorang bisa mendapatkan haknya jika sudah menunaikan kewajibannya.

Adapun kewajiban dasar manusia adalah sebagai berikut :

1. Setiap orang yang ada di wilayah kedaulatan NKRI baik WNI ataupun WNA wajib untuk patuh pada undang-
undang hukum yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis (norma) serta hukum internasional.
2. Setiap warga negara wajib ikut bela negara.
3. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia milik orang lain.
4. Setiap orang wajib tunduk pada batasan-batasan yang berlaku (yang ditetapkan UU dan norma/adat
setempat).

Macam-macam Pelanggaran HAM Berat

Salah satu tantangan terberat dalam upaya penegakan HAM adalah adanya pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM
sendiri ada pelanggaran yang berat yaitu kejahatan Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan.

1. Kejahatan Genosida

Kejahatan Genosida adalah kejahatan yang sistematis bertujuan untuk memusnahkan suatu golongan / etnis /
bangsa / suku. Genosida termasuk jenis pelanggaran ham yang paling mengerikan dan sangat berbahaya untuk
kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Contoh kejahatan genosida adalah hitler pada perang dunia 2 yang berusaha memusnahkan orang-orang yahudi.
Kejahatan genosida dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :

1. Memindahkan paksa anak-anak dari satu kelompok ke kelompok lain, dengan tujuan menghentikan
pertumbuhan kelahiran dalam kelompok yang ingin di musnahkan.
2. Membunuh seluruh anggota kelompok,
3. Menciptakan sebuah kondisi yang memungkinkan untuk musnahnya suatu kelompok, baik fisik secara
menyeluruh atau sebagian, seperti dengan cara memutus saluran air, memblokade bantuan kemanusiaan,
dll.

2. Kejahatan Kemanusiaan

Kejahatan kemanusiaan adalah kejahatan yang dilakukan sebagai bagian dari kejahatan sistematis dan meluas
dengan tujuan langsung ke masyarakat sipil. Contoh kekejaman polpot presiden Kamboja (1975-1979).

Dalam serangan kejahatan kemanusiaan menimbulkan dampak yang mengerikan, antara lain :

1. Perbudakan
2. Pemusnahan
3. Pembunuhan
4. Pemindahan penduduk secara paksa (pengusiran)
5. Perampasan hak dan kemerdekaan
6. Penyiksaan
7. Kejahatan seksual
8. Kejahatan apartheid (deskriminatif)

Upaya untuk Penegakan HAM

Karena HAM ini adalah hak dasar yang wajib dimiliki oleh setiap orang dan wajib dilindungi oleh negara, dihormati
satu sama lain maka harus ada upaya yang nyata untuk melakukan penegakan HAM.

Dalam penegakan HAM ada dua metode atau cara , pertama penegakan HAM melalui pencegahan. Kedua,
penegakan HAM melalui penindakan.

1. Penegakan HAM Melalui Pencegahan

Pencegahan pelanggaran HAM adalah upaya yang dilakukan dalam rangka untuk menciptakan kondisi dimana HAM
dapat ditegakkan dan dihormati dengan kondusif dan tenang.

Adapun upaya-upaya penegakan HAM melalui pencegahan antara lain adalah :

1. Adanya UU yang mengatur tentang HAM, sehingga penegakan HAM bersifat mengikat untuk setiap warga
negara dalam wilayah.
2. Pembentukan lembaga-lembaga pemantau dan penegak HAM, baik nasional maupun internasional.
3. Pelaksanaan pendidikan HAM kepada masyarakat (edukasi), baik melalui pendidikan formal, pendidikan
tidak formal, maupun iklan layanan masyarakat.

Diantara ketiga tersebut yang paling menentukan adalah pelaksanaan pendidikan HAM. Masyarakat harus diberikan
pemahaman dan pengertian yang menyeluruh untuk saling menghargai satu sama lain.

Dalam budaya ketimuran, khususnya di Indonesia di semua suku dan daerah saling menghormati adalah norma tata
krama yang wajib dijunjung tinggi. Diatas hak pribadi ada hak umum, kalau dalam bahasa jawa ada istilah “njawani”
yang berarti benar-benar melaksanakan filosofi kehidupan jawa yaitu diantaranya menghormati satu sama lain.

2. Penegakan HAM Melalui Penindakan

Jika pelanggaran HAM sudah terlanjur terjadi, maka harus ditindak dan ditegakkan keadilan seadil-adilnya, supaya
korban kembali mendapatkan haknya yang telah dilanggar, dan pelaku mendapatkan balasan yang setimpal dan
diharapkan dapat bertobat.

Adapun upaya untuk penegakan HAM melalui penindakan antara lain :

1. Pendampingan (advokasi) kepada para korban pelanggaran HAM.


2. Penerimaan pengaduan atas pelanggaran HAM, dalam hal ini KOMNAS HAM atau lembaga-lembaga
hukum lainnya.
3. Investigasi terhadap kasus pelanggaran HAM, yang dilakukan oleh instansi-instansi yang bertanggung
jawab.
4. Penyelesaian kasus dengan cara mediasi, perdamaian, atau penilaian ahli.
5. Jika kasusnya sangat berat maka harus diselesaikan melalui jalur pengadilan.

Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Di Indonesia sama seperti negara-negara lain tidak lepas dari kasus pelanggaran-pelanggaran HAM baik berat
maupun ringan. Berikut ini adalah contoh-contoh pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia :

1. Kasus Pembunuhan Aktivis Munir

Munir adalah aktivis HAM Indonesia serta pendiri Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) dan
Imparsial meninggal saat sedang menuju Amsterdam di atas pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA-974.
Kematiannya diakibatkan oleh racun rsenic dalam jumlah tinggi menurut hasil forensi dari Institut Forensik Belanda
(NFI). Atas kasus ini, organisasi HAM di Indonesia membawa kasus ini ke Komisi HAM PBB, karena Munir salah satu
tokoh HAM internasional.

2. Kasus Kerusuhan di Timor-Timor Setelah Referendum 1999

Timor Leste dulunya adalah salah satu provinsi di NKRI, tetapi pada referendum yang dilakukan tahun 1999 akhirnya
Timor Leste menyatakan pisah dari NKRI. Hasil referendum ini menimbulkan gejolak sosial yang hebat, sehingga
terjadi kerusuhan massal dan pembakaran besar-besaran di wilayah tersebut, termasuk pembakaran di kota Dili.
Menurut KPP HAM, kasus Timor-Timor ini termasuk kasus pelanggaran HAM yang berat.

3. Kasus Pembunuhan Theys Hiyo E Luay (Tahun 2001)

Theys Hiyo adalah Ketua PDP atau Presidium Dewan Papua, ia meninggal secara tidak wajar tanggal 11 November
2011. Ia meninggal di dalam mobil yang ia tumpangi setelah mengikuti acara sumpah pemuda, sopir mobilnya
dikabarkan melarikan diri. Pada saat itu Theys sedang mengikuti persidangan atas dugaan makar dari wilayah NKRI
dengan mendirikan negara merdeka Papua.

4. Kasus Pembunuhan Aktivis Buruh : Marsinah

Marsinah adalah aktivis buruh dan karyawati dari perusahaan PT CPS, ia ditemukan meninggal di Dusun Jegong,
Nganjuk, Jatim tanggal 9 Mei 1993. Meninggalnya marsinah diduga keras karena keterlibatannya dalam demo buruh
terhadap PT CPS pada tanggal 3 & 4 Mei 1993. Pada  tanggal 30 September 1993, dibentuk tim untuk menyelidiki
kematiannya. Dari hasil investigasi ditetapkan 10 orang yang terduga terlibat dalam pembunuhan tersebut, tetapi dari
hasil persidangan semuanya bebas. Sehingga menimbulkan ketidakpuasan yang meluas di masyarakat.

5. Kasus Tanjung Priok tahun 1984

Pada tanggal 12 September 1984, terjadi bentrokan hebat di Tanjung Priok sehingga jatuh korban setidaknya 79
orang, 54 luka-luka dan 24 meninggal. Dalam kasus itu, Komnas HAM menduga ada pelanggaran ham berat
berupa : pembunuhan kilat, penangkapan, penyiksaan, dan penghilangan orang dengan paksa.

Dalam upaya penegakan HAM di Indonesia tentu saja ada hambatan dan tantangan yang dihadapi. Berikut ini
adalah hambatan dan tantangannya :

Hambatan Penegakan HAM di Indonesia

Dalam penegakan HAM, hambatannya bisa dibagi menjadi dua yaitu :

1. Hambatan HAM dari Luar Negeri

Hambatan dari luar negeri yang paling besar adalah masuknya ideologi-ideologi ke Indonesia. Ideologi ini tentu saja
bertentangan dengan ideologi yang di anut oleh Indonesia yaitu ideologi Pancasila.

Ideologi yang dari luar negeri adalah ideologi liberalisme, yang mengajarkan manusia sebagai makhluk yang bebas
dan merdeka. Dalam pemikiran ini kaum liberal menginginkan agar negara tidak terlalu ikut campur dalam berbagai
urusan, seperti ekonomi, agama, dll. Sepintas bagus, tetapi jika dibiarkan akan terjadi kesenjangan sosial dan
pelanggaran HAM hebat.

Ideologi lain seperti ideologi islam keras, yaitu ideologi yang ingin mendirikan negara khilafah di Indonesia. Padahal
Indonesia ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dan Indonesia
juga didirikan atas persetujuan banyak agama dan kelompok tidak hanya umat islam saja.

Jika ideologi dan pemikiran islam keras ini berlanjut maka akan terjadi pergolakan seperti yang terjadi di timur
tengah.

2. Hambatan HAM dari Dalam Negeri


Selain dari faktor eksternal, penegakan HAM juga ada hambatan dari dalam negeri yaitu dalam hal keadaan
geografis dan wilayah Indonesia. Negara ini sangat luas, dan wilayahnya didominasi dengan laut, sehingga
aksesnyapun tidaklah mudah.

Karena keadaan geografis dan infrastruktur yang tidak mendukung maka akan menjadi hambatan besar saat
pemerintah ingin memberikan sosialisasi HAM di daerah-daerah terpencil. Hambatan lain adalah manusia-
manusianya yang masih belum terlalu sadar akan pentingnya penegakan HAM, dalam hal ini bisa pada penegak
hukum yang masih menyalah gunakan kekuasaannya.

Tantangan Penegakan HAM di Indonesia

Tantangan penegakan HAM adalah makin banyaknya pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi, dan kasus
pelanggaran-pelanggaran yang tidak terselesaikan, dll.

Pada umumnya tantangan penegakan HAM antara lain :

1. Perhatian masyarakat dan media massa lebih terarah pada teroris dan korupsi daripada penanganan kasus
HAM (harusnya berimbang).
2. Terjadinya dendam masa lalu, yaitu karena di masa lalu mengalami ketidak adilan. Jika dibiarkan akan
menimbulkan gejolak di masyarakat.
3. Tidak profesionalnya penegak hukum / instansi terkait dalam penegakan ham.
4. Masih maraknya budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
5. Lemahnya kekuatan masyarakat / civil society yang bisa menekan pemerintahan untuk menagakkan HAM.

Instrumen HAM Internasional

Selain berupa undang-undang yang telah dijelaskan, HAM juga dilindungi dengan hukum internasional. Adapun
instrumen-instrumen HAM internasional sebagai berikut :

1. Hukum Kebiasaan adalah praktik umum yang diterima sebagai hukum, dan menjadi salah satu sumber
hukum di Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan sengketa internasional.
2. Piagam PBB
3. The International Bill of Human Rights
4. Traktat-traktat pada bidang Khusus HAM

Anda mungkin juga menyukai