Morgan Bab 42
Morgan Bab 42
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Appendisitis
2.1.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak dan dewasa.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan.
Patologi appendiks dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya
pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup
appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk
masa periapendikuler yang dikenal dengan istilah infiltrate apendiks.
2.1.2 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hyperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah
erosi mukosa apendiks akibat parasite seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
3
2.1.3 Diagnosis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang peritoneum
lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan
ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney. Nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempercepat mudahnya
perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh
sakit perut bila berjalan atau batuk.
Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:6
Gejala dan tanda: Skor
Nyeri berpindah 1
Anoreksia 1
Mual-muntah 1
Nyeri fossa iliaka kanan 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan suhu > 37,30C 1
Jumlah leukosit > 10x103/L 2
Jumlah neutrofil > 75% 1
________________________________________________
Total skor: 10
Keterangan Alavarado score :6
Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point
Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of
Hematogram:
4
1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut
5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi
7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1 – 4 : observasi
5 – 6 : antibiotik
7 – 10 : operasi dini
2.1.4 Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Pada
apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali pada apendisitis gangrenosa atau peritonitis purulenta
generalisata.
Apendektomi dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus
yang telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotik kombinasi
yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan
tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, baru dilakukan
apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut,
jika konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses,
dianjurkan operasi secepatnya.
Adanya fekalit didalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam
terjadinya perforasi apendiks. Perforasi apendiks akan mengakibatkan
peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin
hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan
kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut,
mungkin disertai dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan.
Peristaltik usus dapat menurun sampai menghilang akibat adanya ileus
paralitik.
5
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman Gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan
pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan. Perlu dilakukan
laparatomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang
adekuat secara mudah serta pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini
banyak dilaporkan pengelolaan apendisitis perforasi secara laparaskopi
apendektomi. Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan
mudah. Hasilnya dilaporkan tidak berbada jauh dibandingkan dengan
laparatomi terbuka, terapi keuntungannya adalah lama rawat lebih
pendek dan secara kosmetik lebih baik.
6
2.2.1 Perubahan Pada Sistem Pediatrik
a. Sistem Respiratori
Dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, neonatus
dan bayi memiliki otot interkostal dan diafragma yang lebih lemah, ventilasi
yang kurang efisien, iga lebih horizontal dan lentur, dan perut menonjol. Alveoli
sepenuhnya matang pada sekitar usia 8 tahun. Tingkat pernapasan meningkat
pada neonatus dan secara bertahap akan sama seperti nilai normal dewasa saat
remaja. Nilai volume tidal dan ruang mati perkilogram hampir sama pada saat
pengembangan paru. Udara yang lebih sedikit dan saluran udara yang lebih
kecil menyebabkan peningkatan resistensi saluran napas, sehingga kerja
pernapasan meningkat dan otot-otot pernapasan mudah lelah.
Neonatus dan bayi memiliki alveoli lebih sedikit dan lebih kecil, sehingga
mengurangi kemampuan kerja paru-paru; sebaliknya, tulang rusuk dan tulang
rawan pada neonatus dan bayi membuat dinding dada nya sangat patuh. Kedua
hal ini mendorong jatuhnya dinding dada selama inspeksi dan volume paru
residual yang relatif rendah pada saat ekspirasi. Penurunan yang dihasilkan
dalam Functional Residual Capacity (FRC) membatasi cadangan oksigen
selama periode apnea (misalnya, upaya intubasi) dan merupakan predisposisi
neonatus dan bayi untuk atelektasi dan hipoksemia.
Dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, neonatus
dan bayi memiliki kepala dan lidah yang secara proporsional lebih besar,
saluran hidung yang lebih sempit, epiglotis yang lebih panjang, dan trakea dan
leher yang lebih pendek. Bentuk anatomi ini membuat neonatus dan bayi
bernafas melalui hidung sampai sekitar usia 5 bulan. Tulang rawan krikoid
adalah titik tersempit dari jalan nafas pada anak di bawah 5 tahun sedangkan
pada orang dewasa, titik tersempit jalan nafasnya adalah glottis (pita suara).
Satu milimeter edema mukosa akan memiliki efek yang lebih besar secara
proporsional pada aliran gas saluran napas anak-anak karena diameternya lebih
kecil.
7
b. Sistem Kardiovaskular
Stroke volume jantung relatif tetap karena ventrikel kiri yang belum matang
pada neonatus dan bayi. Sehingga cardiac output sangat sensitif terhadap
perubahan denyut jantung. Meskipun denyut jantung basal lebih besar pada
neonatus dan bayi daripada orang dewasa, aktivasi dari sistem saraf simpatis,
overdosis anestesi, atau hipoksia dapat dengan cepat memicu bradikardia dan
penurunan yang hebat pada curah jantung. Bayi sakit yang menjalani prosedur
bedah darurat atau berkepanjangan tampak sangat rentan terhadap episode
bradicardia yang dapat menyebabkan hipotensi, asistol, dan kematian
intraoperatif. Sistem saraf simpatis dan refleks baroreseptor tidak sepenuhnya
matang. Sistem kardiovaskular bayi menunjukkan respons tumpul terhadap
katekolamin eksogen. Jantung yang immatur lebih sensitif terhadap depresi
dengan anestesi volatil dan opioid yang menyebabkan bradikardia. Bayi kurang
mampu merespon hipovelemia dengan kompensasi vasokontriksi. Pengurangan
volume intravaskular pada neonatus dan bayi dapat ditandai oleh hipotensi
tanpa takikardia.
8
depresi pernafasan, peningkatan resistensi pembuluh darah paru, dan perubahan
respons terhadap anestesi, neuromuscular blocker, dan agen lainnya.
e. Homeostasis Glukosa
Neonatus memiliki simpanan glikogen yang relative kurang, membuatnya
menjadi lebih mudah hipoglikemia. Secara umum, neonatus yang berisiko
mengalami hipoglikemia adalah neonatus prematur atau kecil usia kehamilan,
menerima nutrisi parenteral, dan keturunan dari ibu yang diabetes.
Neonatus dan bayi memiliki kadar air total yang lebih besar secara
proporsional (70-75%) dibandingkan orang dewasa (50-60%). Kadar air total
tubuh menurun sementara kadar lemak dan otot meningkat seiring
bertambahnya usia. Sehingga volume distribusi untuk sebagian besar obat-
9
obatan intravena secara proporsional lebih besar pada neonatus, bayi dan
anak-anak, dan dosis optimal (per kilogram) biasanya lebih besar daripada
anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Massa otot yang lebih kecil pada
neonatus dapat memperpanjang durasi kerja (dengan menunda redistribusi ke
otot) obat-obatan seperti propofol dan fentanyl. Neonatus juga memiliki laju
filtrasi glomerulus yang relatif rendah, aliran darah hati rendah, fungsi tubulus
ginjal yang belum sesuai, dan sistem enzim hati yang belum matang.
Peningkatan tekanan intraabdomen dan operasi pada abdomen semakin
mengurangi aliran darah hati. Semua faktor ini dapat mengganggu
penanganan obat oleh ginjal, metabolisme hati, atau ekskresi empedu pada
neonatus dan bayi. Neonatus juga memiliki ikatan protein yang rendah untuk
beberapa obat, terutama obat anestesi lokal, dan antibiotik.
10
depresan jantung. Halothane (sekarang lebih jarang digunakan) membuat
jantung peka terhadap katekolamin. Depresi kardiovaskular, bradikardia, dan
aritmia lebih jarang terjadi pada sevoflurane dibandingkan dengan halothane.
Halothane dan sevoflurane lebih kecil kemungkinannya daripada agen volatil
lainnya untuk mengiritasi jalan napas atau menyebabkan laringospasme selama
induksi. Secara umum, anestesi volatil menyebabkan depresi ventilasi lebih
sering pada bayi daripada pada anak yang lebih besar. Sevoflurane tampaknya
menghasilkan paling sedikit depresi pernapasan. Tidak ada kejadian toksisitas
ginjal yang dilaporkan terkait dengan produksi fluoride anorganik selama
anestesi menggunakan sevoflurane pada anak-anak. Sevoflurane menjadi agen
inhalasi yang lebih banyak digunakan pada induksi anestesi untuk pediatrik.
11
Anak-anak memerlukan dosis thiopental yang relatif lebih besar
dibandingkan dengan orang dewasa. Waktu paruh eliminasi lebih pendek dan
pembersihan plasma lebih besar dari pada orang dewasa. Sebaliknya,
neonatus, tampaknya lebih sensitif terhadap barbiturat. Neonatus memiliki
ikatan protein yang lebih sedikit, dan waktu paruh lebih lama. Dosis induksi
tiopental untuk neonatus adalah 3-4 mg / kg sedangkan 5-6 mg / kg untuk
bayi.
Opioid tampaknya lebih kuat pada neonatus daripada pada anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa. Morphine sulfate, terutama dalam dosis berulang,
harus digunakan dengan hati-hati pada neonatus karena konjugasi hati yang
rendah dan pembersihan ginjal dari metabolit morfin menurun. Jalur sitokrom
P-450 matang pada akhir periode neonatal. Pasien anak yang lebih tua
memiliki tingkat biotransformasi dan eliminasi yang relatif lebih besar sebagai
akibat dari aliran darah hati yang tinggi. Jarak bersih remifentanil meningkat
pada neonatus dan bayi tetapi waktu paruh eliminasi tetap sama dengan orang
dewasa. Midazolam memiliki waktu pembersihan tercepat dari semua
golongan benzodiazepin; Namun, pembersihan midazolam secara signifikan
berkurang pada neonatus dibandingkan dengan anak yang lebih tua.
Dexmedetomidine telah digunakan untuk sedasi dan sebagai suplemen untuk
anestesi umum pada anak. Pada pasien yang tidak diberikan jalur intravena,
dexmedetomidine dapat diberikan intranasal (1-2 mcg/kg) untuk sedasi.
12
Semua relaksan otot umumnya memiliki onset yang lebih cepat pada
pasien anak-anak karena waktu sirkulasi yang lebih pendek daripada orang
dewasa. Pada anak-anak dan orang dewasa, succinylcholine intravena (1-1,5
mg / kg) memiliki onset tercepat. Bayi diberikan dosis succinylcholine (2-3
mg / kg) yang jauh lebih besar daripada anak-anak yang lebih tua dan orang
dewasa karena volume distribusinya yang relatif lebih besar. Selain itu,
berdasarkan berat badan, anak-anak yang lebih tua memerlukan dosis yang
lebih besar daripada orang dewasa untuk beberapa agen penghambat
neuromuskuler, misalnya atracurium.
Respon neonatus terhadap relaksan otot nondepolarisasi bervariasi.
Ketidakmatangan fungsi hati neonatal memperpanjang durasi kerja obat-
obatan yang tergantung terutama pada metabolisme hati (misalnya,
pancuronium, vecuronium, dan rocuronium). Atracurium dan cisatracurium
tidak bergantung pada biotransformasi hati dan kerjanya sebagai relaksan otot
kerja-menengah.
Anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa mengalami aritmia
jantung, hiperkalemia, rhabdo-myolisis, mioglobinemia, kejang masseter, dan
hipertermia yang terkait dengan succinylcholine. Ketika seorang anak
mengalami henti jantung setelah pemberian succinylcholine, pengobatan
segera untuk hiperkalemia harus dilakukan. Upaya resusitasi yang
berkepanjangan mungkin diperlukan. Karena itu succinylcholine dihindari
untuk intubasi pada anak-anak dan remaja.
Atracurium atau cisatracurium lebih banyak digunakan pada bayi muda,
terutama untuk prosedur pendek, karena obat ini secara konsisten
menunjukkan durasi pendek hingga menengah. Seperti pada orang dewasa,
efek penambahan relaksan otot dosis (biasanya 25-30% dari dosis awal) harus
dipantau dengan stimulator saraf perifer. Blokade nondepolarisasi dapat
dibalikkan dengan neostigmin (0,03-0,07 mg / kg) atau edroponium (0,5-1 mg
/ kg) bersama dengan agen antikolinergik (glikopirrolat, 0,01 mg / kg, atau
atropin, 0,01-0,02 mg / kg).
13
2.2.6 Risiko Anesthetik Pediatrik
Registry Pediatric Perioperative Cardiac Arrest (POCA) menyediakan
basis data yang berguna untuk menilai risiko anestesi pada anak. Hal ini
mencakup laporan yang berasal dari sekitar satu juta anestesi pediatrik yang
diberikan sejak tahun 1994. Catatan kasus anak-anak yang mengalami
serangan jantung atau kematian selama administrasi atau pemulihan dari
anestesi diselidiki terkait kemungkinan berhubungan dengan anestesi. Hampir
semua pasien menerima anestesi umum saja atau dikombinasikan dengan
anestesi regional. Dalam analisis awal yang mencakup 289 kasus henti
jantung, anestesi dinilai berkontribusi terhadap 150 kasus. Dengan demikian
risiko henti jantung pada kasus anestesi pediatrik menunjukkan angka sekitar
1,4 dari 10.000. Mortalitas keseluruhan 26% dilaporkan karena henti jantung.
Sekitar 6% mengalami cedera permanen, tetapi mayoritas (68%) tidak
memiliki atau hanya mengalami cedera sementara. Mortalitas ditemukan
sebanyak 4% dalam status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA)
1 dan 2 pasien dibandingkan dengan 37% pada status fisik ASA 3-5. Seperti
halnya orang dewasa, dua prediksi utama mortalitas adalah status fisik ASA 3-
5 dan operasi darurat.
Mekanisme pernapasan termasuk spasme laring, obstruksi jalan napas, dan
intubasi yang sulit juga dapat terjadi. Dalam kebanyakan kasus laringospasme
terjadi selama induksi. Hampir semua pasien yang mengalami obstruksi jalan
napas atau sulit untuk diintubasi memiliki setidaknya satu penyakit mendasar
lainnya.
14
kemungkinan kematian, anak-anak terutama khawatir tentang rasa sakit dan
perpisahan dari orang tua mereka. Program persiapan pra-bedah seperti
brosur, video, atau hiburan dapat sangat membantu dalam mempersiapkan
anak dan orang tua. Beberapa rumah sakit anak-anak memiliki kamar induksi
yang berdekatan dengan kamar operasi mereka untuk memungkinkan
kehadiran orang tua dan lingkungan yang lebih tenang.
Secara sosial, kunjungan preanestesi dilakukan untuk mempersiapkan
pasien dan keluarganya sebelum dilakukan tindakan anestesi. Perkenalan
dengan orang tua pasien sangat penting untuk memberikan penjelasan
mengenai masalah anestesi dan pembedahan yang akan dilakukan.
15
B. Tes Laboratorium
Beberapa pusat pediatrik tidak memerlukan tes laboratorium pra operasi
pada anak-anak yang sehat yang menjalani prosedur minor. Hal ini
menempatkan tanggung jawab pada ahli anestesi, ahli bedah, dan dokter anak
untuk mengidentifikasi pasien yang harus menjalani tes pra operasi untuk
prosedur bedah tertentu.
E. Premedikasi
Ada beberapa rekomendasi untuk premedikasi pasien anak. Pre medikasi
obat penenang biasanya tidak dilakukan untuk neonatus dan bayi yang sakit.
Anak-anak yang nampaknya menunjukkan kecemasan yang tidak terkendali
harus diberikan obat penenang, seperti midazolam (0,3-0,5 mg / kg,
maksimum 15 mg). Rute oral umumnya lebih banyak digunakan karena
mengurangi risiko trauma daripada injeksi intramuskuler, tetapi
membutuhkan 20-45 menit untuk efeknya. Dosis midazolam yang lebih kecil
telah digunakan dalam kombinasi dengan ketamin oral (4-6 mg / kg) untuk
pasien rawat inap. Untuk pasien yang tidak kooperatif, midazolam
intramuskular (0,1-0,15 mg / kg, maksimum 10 mg) atau ketamin (2-3 mg /
16
kg) dengan atropin (0,02 mg / kg) dapat membantu. Midazolam rektal (0,5-1
mg / kg, maksimum 20 mg) juga dapat diberikan dalam kasus-kasus seperti itu
sementara anak berada dalam pelukan orangtua.
F. Monitoring
Monitoring diperlukan untuk bayi dan anak-anak umumnya serupa dengan
persyaratan untuk orang dewasa dengan sedikit perbedaan. Batas alarm harus
disesuaikan dengan tepat. Bantalan elektrokardiografi yang lebih kecil
mungkin diperlukan agar tidak mengganggu daerah bedah steril. Manset
tekanan darah harus dipasang dengan benar. Stetoskop dipersiapkan untuk
memonitor detak jantung, kualitas suara jantung, dan patensi jalan napas.
Monitor terkadang perlu dipasangkan terlebih dahulu (atau dipasang kembali)
setelah induksi anestesi pada pasien yang kurang kooperatif.
Pulse oxymetri dan capnography memegang peran penting pada bayi dan anak
usia muda karena kejadian hipoksia yang disebabkan karena tidak adekuatnya
ventilasi dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perioperative.
Suhu harus dipantau secara ketat pada pasien anak-anak karena memiliki
risiko lebih besar untuk hipertermia dan potensi yang lebih besar untuk
hipotermia. Risiko hipotermia dapat dikurangi dengan mempertahankan
lingkungan ruang operasi yang hangat (26 ° C atau lebih hangat).
G. Induksi
Anestesi umum biasanya diinduksi dengan teknik intravena atau inhalasi.
Induksi dengan ketamin intramuskular (5-10 mg / kg) dicadangkan untuk
situasi tertentu.
- Induksi Intravena
Urutan induksi yang sama dapat digunakan seperti pada orang dewasa:
propofol (2-3 mg / kg) diikuti oleh relaksan otot non-depolarisasi (misalnya,
rocuronium, cisatracurium, atracurium) atau succinylcholine. Pemberian
atropine direkomendasikan sebelum sebelum pemberian succinylcholine.
17
Sebagai alternatif (dan sangat umum dilakukan dalam praktik pediatrik),
intubasi dapat dilakukan dengan kombinasi propofol, lidokain, dan opiat,
dengan atau tanpa agen yang dihirup.
- Induksi inhalasi
Banyak anak-anak tidak tiba di ruang operasi dengan saluran intravena dan
hampir semua takut dengan jarum. Sevoflurane dapat digunakan untuk
membuat anak kecil pingsan dalam beberapa menit. Ahli anestesi dapat
memperdalam tingkat anestesi dengan meningkatkan konsentrasi anestesi
volatil, dan menempatkan LMA atau intubasi pasien di bawah anestesi
sevoflurane.
Persiapan Anesthesia
1. STATIC :
- Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau tidak, serta
Stethoscope.
- Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu ukuran
dibawah dan diatasnya.
- Airway : alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh yakni pipa
orofaringeal Guedel atau pipa nasofaringeal.
- Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
- Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT
- Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit napas
- Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan napas.
2. Peralatan Elektronik :
o Lampu ruangan
o Mesin anesthesia
o Mesin penghangat tempat tidur
o Infusion pump
o Syringe pump
18
o Defibrilator
3. Sumber Gas : O2, N2O , Halothane, Isoflurane dan gas sejenis serta
dipantau dengan penggunaan flowmeter
Tabel 2.5 sumber gas15
H. Intubasi Trakea
Seratus persen oksigen harus diberikan sebelum intubasi untuk
meningkatkan keselamatan pasien selama proses intubasi. Pilihan relaksan
otot telah dibahas sebelumnya. Untuk intubasi yang terjaga pada neonatus
atau bayi, preoksigenasi yang memadai dan insuflasi oksigen berkelanjutan
selama laringoskopi dapat membantu mencegah hipoksemia.
Oksiput bayi yang menonjol cenderung menempatkan kepala dalam posisi
tertekuk sebelum intubasi. Ini dapat dikoreksi dengan sedikit mengangkat
bahu dengan handuk dan meletakkan kepala di atas bantal berbentuk donat.
Pada anak yang lebih besar, jaringan tonsil yang menonjol dapat menghambat
visualisasi laring.
Diameter yang sesuai di dalam tabung endotrakeal dapat diperkirakan dengan
formula berdasarkan usia:
19
12 + Usia / 2 = Panjang tabung (dalam cm)
I. Maintanance
Anestesi dapat dipertahankan pada pasien anak dengan agen yang sama
seperti pada orang dewasa. Beberapa dokter beralih ke isoflurane setelah
induksi sevoflurane dengan harapan mengurangi kemungkinan agitasi atau
delirium pasca operasi. Jika sevoflurane dilanjutkan untuk pemeliharaan,
20
pemberian opioid (mis. Fentanyl, 1-1,5 mcg / kg) 15-20 menit sebelum akhir
prosedur dapat mengurangi insidensi delirium dan agitasi yang muncul.
21
biasanya diganti dengan larutan garam seimbang (misalnya, Ringer laktat)
atau 1⁄2NS.
22
Tabel 10 Skor Aldrete
Yang Dinilai Nilai
Pergerakan
- Gerak Bertujuan 2
- Gerak tak bertujuan 1
- Diam 0
Pernapasan
- Teratur, batuk, menangis 2
- Depresi 1
- Perlu dibantu 0
Warna
- Merah muda 2
- Pucat 1
- Sianosis 0
Tekanan darah
- Berubah sekitar 20% 2
- Berubah 20-30% 1
- berubah lebih dari 30% 0
Kesadaran
- Benar-benar sadar 2
- Bereaksi 1
- Tak bereaksi 0
Catatan : Dianggap sudah pulih dari anestesi dan dapat pindah ke ruang
pemulihan ke ruang perawatan apabila skor >8.
23