Anda di halaman 1dari 39

BAB 2

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Beton Bertulang


Menurut SK-SNI 03-2847-2000 beton didefinisikan sebagai campuran antara
semen portland/semen hidrolik yang lain, agregat kasar (split), agregat halus, dan air
dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton dapat
disesain dengan berbagai macam kekuatan sesuai dengan yang dikehendaki.
Perencanaan pembuatan beton dilakukan dengan menggunakan metode mix design.
Sedangkan beton bertulang adalah struktur komposit yang sangat baik untuk
digunakan pada konstruksi bangunan. Pada struktur beton bertulang terdapat
berbagai keunggulan akibat dari pengabungan dua buah bahan, yaitu beton (semen
portland/semen hidrolik yang lain, agregat kasar (split), agregat halus (pasir), dan air)
dan baja sebagai tulangan. Beberapa kekurangan dari beton dapat ditutupi oleh
kelebihan baja, begitu juga sebaliknya.

2.2 Pelat Lantai


Pelat lantai adalah bangian struktur yang berfungsi sebagai landasan penerima
beban-beban yang menumpu diatas pelat lantai dan kemudian menyalurkannya ke
balok. Pelat lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, merupakan lantai
tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan tingkat yang lain. Pelat lantai
didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan dengan
ketebalan plat lantai tertentu. Ketebalan pelat lantai ditentukan oleh : besarnya
lendutan, lebar bentangan, material pembuat pelat lantai, beban yang didukung, dan
fungsi ruangan.
Pelat lantai didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi semua persyaratan
struktur (kekuatan, kekakuan, dan kestabilan) agar penguna bangunan dapat merasa
nyaman. Desain pelat lantai juga direncanakan rata, lurus, dan mempunyai elevasi
yang sama (tidak miring). Untuk kepentingan pengaliran air pelat lantai juga dapat
dibuat miring agar tidak ada genangan air.
Pelat lantai merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang
permukaan yang lurus, datar dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan
dimensinya yang lain. Struktur pelat bisa saja dimodelkan dengan elemen 3 dimensi

1
2

yang mempunyai tebal h, panjang b, dan lebar a. Adapun fungsi dari pelat lantai
adalah untuk menerima beban yang akan disalurkan ke struktur lainnya.
Pada pelat lantai merupakan beton bertulang yang diberi tulangan baja
dengan posisi melintang dan memanjang yang diikat menggunakan kawat bendrat,
serta tidak menempel pada permukaan pelat baik bagian bawah maupun atas.
Adapun ukuran diameter, jarak antar tulangan, posisi tulangan tambahan bergantung
pada bentuk pelat, kemampuan yang diinginkan untuk pelat menerima lendutan yang
diijinkan.

2.2.1 Fungsi Pelat Lantai


Adapun fungsi plat lantai adalah sebagai berikut :
• Sebagai landasan beban yang bertumpu diatasnya.
• Sebagai pemisah ruang bawah dan ruang atas.
• Sebagai tempat berpijak penghuni di lantai atas.
• Untuk menempatkan kabel listrik dan lampu pada ruang bawah.
• Meredam suara dari ruang atas maupun dari ruang bawah.
• Menambah kekakuan bangunan pada arah horizontal.
• Sebagai pengikat kolom dan balok.

2.2.2 Penentuan Ketebalan Pelat Lantai


Berdasarkan SKSNI-T-15-1991-03 tebal pelat lantai disyaratkan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
• Tebal minumum pelat yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya harus
memenuhi tebal dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tebal minumum pelat ( Sumber : SKSNI-T-15-1991-03 Tata Cara

Perhitungan Struktur untuk Bangunan Gedung).


Tanpa Penebalan Dengan Penebalan
Tegangan Leleh
Panel Interior Panel Exterior
(fy) Mpa Panel Panel
Balok Pinggir Balok Pinggir
Interior Interior
Ya Tidak Ya Tidak
300 ln/33 ln/36 ln/36 ln/36 ln/40 ln/40
400 ln/33 ln/33 ln/33 ln/33 ln/36 ln/36

Untuk fy diantara 300 dan 400 Mpa, digunakan interpolasi linier dan tebal
pelat minimum pelat tanpa balok interior tidak boleh kurang dari nilai berikut:
a. Pelat tanpa penebalan
b. Pelat dengan penebalan

• Tebal pelat dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada sisinya harus :


. 
h 
(2.1)
 . 


tetapi tidak boleh kurang dari




. 
h 
(2.2)
 

dan tidak boleh lebih dari




. 
h 
(2.3)


2.2.3 Beban pada Pelat Lantai


Menurut “Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983” Pasal 1.1.
mengenai ketentuan pembebanan, yaitu:
a. Struktur gedung direncanakan kekuatannya terhadap pembebanan-
pembebanan oleh:
• Beban Mati, dinyatakan dengan lambang M
• Beban Hidup, dinyatakan dengan lambang H
• Beban Angin, dinyatakan dengan lambang A
• Beban Gempa, dinyatakan dengan lambang G
• Beban Khusus, dinyatakan dengan lambang K
b. Kombinasi pembebanan yang harus ditinjau adalah sebagai berikut:
4

• Pembebanan Tetap :M+H


• Pembebanan sementara :M+H+A
M+H+G
• Pembebanan Khusus :M+H+K
M+H+A+G
M+H+G+K
c. Apabila beban hidup, baik yang membebani gedung atau bagian gedung
secara penuh maupun sebagian, secara tersendiri atau dalam kombinasi
dengan beban-beban lain, memnerikan pengaruh yang menguntungkan bagi
struktur gedung itu, maka pembebanan atau kombinasi pembebanan tersebut
tidak boleh ditinjau dalam perencanaan struktur atau unsur struktur tersebut.
d. Untuk keadaan-keadaan tertentu baban mati, baban hidup dan beban angin
dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksi. Pengurangan beban-beban
tersebut harus dilakukan apabila hal itu menghasilkan keadaan yang lebih
berbahaya untuk struktur atau unsur struktur yang ditinjau.
Beban mati sendiri adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang
bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-
mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tetap yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari gedung itu. Sedangkan beban hidup adalah semua beban yang
terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk
beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah,
mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
gedung dan dapat diganti dengan selama masa hidup dari gedung itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut (Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983)
Untuk beban angin, gempa, dan khusus dalam perhitungan ini dianggap tidak
ada, jadi untuk sementara diabaikan.
Beban mati (D) dalam 1 meter persegi pelat lantai yang diperitungkan adalah
sebagai berikut ini; Beton dengan ketebalan 10 cm, berat = 0,10 x 2400 kg/m3 =
240 kg/m2. Untuk beban hidupnya (L) menurut “Peraturan Pembebanan Indonesia
untuk Gedung 1983”, karena bagunan digunakan untuk bangunan kantor nilai beban
hidupnya adalah 250 kg/m3.
Beban total menurut SNI T-15-1991-03 adalah 0,85 (1,2D+1,6L) = 0,85 ((1,2
x 240 kg/m3)+(1,6 x 250 kg/m3)) = 584.80 kg/m3. Jadi tinggi beban air yang
digunakan untuk pembebanan adalah sebesar 584.80-240= 344.8 kg/m2 dibulatkan
menjadi 350 kg/m2 atau 35 cm tinggi air.

2.2.4 Pelat Lentur


Menurut Katili, I. “Aplikasi Metode Elemen Hingga pada Pelat Lentur”, pelat
adalah suatu struktur solid 3 dimensi (Gambar 2.1) yang mempunyai tebal h (arah z)
lebih kecil dibandingkan dengan diemensi lainnya yaitu : panjang Lx (dalam arah x)
dan lebar Ly (dalam arah-y). Dalam model teori yang telah dikembangkan , analisa
dan modelisasi struktur pelat dapat disederhanakan menjadi sebuah bidang datar
yang disebut permukaan referensi, yaitu bidang tengah pelat atau bidang xy (z=0).
Diskripsi ini dapat dilihat pada gambar 2.1. dengan permodelan ini semua relasi
(persamaan keseimbangan, tegangan, deformasi, hukum Hooke dan ekspresi energi)
struktur solid 3D akan digeneralisasikan menjadi model solid 2D dengan mengikuti
hipotesa-hipotesa yang diambil sesuai dengan model teori yang dipergunakan.

Gambar 2.1 Diskripsi Geometri Pelat.


( Sumber : Katili, I. “ Aplikasi Metode Elemen Hingga pada Pelat Lentur “, 2000).

2.2.4.1 Tegangan dan Regangan Lentur Pada Pelat


Menurut William Weaver, JR Paul R. Johnston “Elemen Hingga untuk
Analisis Struktur” tahun 1993, jika suatu pelat tipis dibebani dalam arah normal
terhadap permukaannya, pelat tersebut akan melendut, dan dikatakan pelat tersebut
mengalami lenturan (state of flexure). Pada balok kondisi, tegangan dan regangan
lentur sudah merupakan hal yang biasa dan sederhana karena hanya merupakan
masalah satu dimensi saja, namun tidak demikain untuk pelat. Tegangan dan
regangan lentur pada pelat akan lebih rumit karena sudah mencakup dua dimensi.
6

Dalam gambar 2.2 memperlihatkan sebuah elemen pelat lentur yang kecil
sekali, dengan bidang x-y sebagai bidang netralnya. Tebal elemen ini sesuai dengan
tebal pelat t , sedangkan panjang dan lebarnya adalah dx dan dy.
Gambar 2.2 Lenturan dalam Pelat.
(Sumber : William Weaver, JR Paul R. Johnston “ Elemen Hingga untuk Analisis
Struktur “, 1993).

Kita tinjau suatu keping khusus pada elemen ini yang terletak sejauh z dari
bidang netral. Pada keping ini diperlihatkan jenis-jenis tegangan dan regangan yang
sangat mempengaruhi deformasi dalam pelat yang melendut. Regangan yang bekerja
pada bidang keping ini adalah:

 #  #
∈   , ∈"  " , $"   % " (2.4)

Anggapan dasar dalam teori lenturan pelat tipis adalah bidang normal sumbu
netral akan tetap lurus selama deformasi. Oleh karena itu, kita dapat menyatakan
peralihan u dan v dalam w, sebagai :
) )
&  '(  *  '( " (2.5)

Subtitusikan persamaan (b) ke dalam persamaan (a) akan menghasilkan :


+ + # + )
∈  '( + , ∈"  '( " +, $"  '2( " (2.6)

Persamaan ini menunjukkan hubungan regangan peralihan dalam pelat yang


melentur. Hubungan ini melibatkan satu macam translasi yang lain (u dan v)
merupakan variasi linier terhadap bidang netral seperti yang ditunjukkan dalam
persamaan (b). selanjutnya, regangan normal -. dan regangan geser $. dan $".
dalam analisis pelat tipis biasanya diabaikan.
8

2.2.5 Pengujian Pembebanan Pelat Lantai Menurut SNI 03-2847-2002


Pengujian pembebanan pelat lantai menurut SNI 03-2847-2002 “Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung” pada ayat 22.3
sampai dengan 22.5.

2.2.5.1 Prosedur Uji Beban


Perencanaan dan pelaksanaan uji-beban serta besarnya intensitas beban uji
harus mengikuti ketentuan berikut :
a. Jumlah dan pengaturan pada pola bentangan atau panel yang dibebani harus
dipilih sedemikian rupa agar didapatkan nilai lendutan dan tegangan
maksimum di daerah yang keritis dari komponen struktur yang kekuatannya
diragukan. Penggunaan beberapa pola pembebanan harus dilakukan, bila pola
pembebanan tunggal yang digunakan tidak akan menghasilkan secara
bersamaan nilai maksimum respon struktur, seperti lendutan, puntir atau
tegangan yang diperlukan untuk membuktikan cukup tidaknya kekuatan
struktur.
b. Beban uji total, termasuk beban mati yang sudah ada pada struktur, tidak
boleh lebih kurang daripada 0,85 (1,2D + 1,6L). Pengurangan nilai L
diijinkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pedoman perencanaan
pembebanan untuk rumah dan gedung).
c. Uji-beban tidak boleh dilakukan terhadap struktur atau bagian struktur yang
berumur kurang dari 56 hari. Namun, bila pemilik struktur bangunan,
pemborong, dan seluruh pihak yang terlibat menyetujui, maka uji beban
tersebut boleh dilakukan pada umur yang lebih awal.

2.2.5.2 Kriteria Pembebanan


a. Bacaan nilai awal untuk setiap respon struktur yang diukur (seperti: lendutan,
rotasi, regangan, slip, lebar retak) harus diperoleh dalam waktu tidak lebih
dari satu jam sebelum pengaplikasian tahapan beban pertama. Pengukuran
harus dilakukan pada lokasi dimana respon maksimum diharapkan akan
terjadi. Pengukuran tambahan harus dilakukan bila diperlukan.
b. Beban uji harus diaplikasikan dalam tidak kurang dari empat tahapan
peningkatan beban yang sama.
c. Beban uji merata harus diaplikasikan sedemikian untuk menjamin
tercapainya keseragaman distribusi beban pada struktur atau bagian struktur
yang diuji. Terjadinya kondisi lengkung dari beban uji harus dihindari.

d. Rangkaian pengukuran respon struktur harus dilakukan pada setiap saat


setelah tahapan pembebanan diaplikasikan, dan pada saat beban total telah
diaplikasikan pada struktur selama tidak kurang dari 24 jam.
e. Beban uji total harus segera dilepaskan setelah seluruh pengukuran respon
yang didefinisikan dalam 22.5.2 (d) diatas telah dilakukan.
f. Rangkaian pengukuran akhir harus dilakukan pada 24 jam setelah beban uji
dilepaskan.

2.2.5.3 Syarat Penerimaan Beban


a. Bagian struktur yang diuji-beban tidak boleh memperhatikan tanda-tanda
kegagalan/keruntuhan. Retak-belah dan pecah pada bagian beton yang
tertekan dapat dianggap sebagai indikasi kegagalan / keruntuhan.
b. Lendutan maksimum terukur harus memenuhi salah satu dari kondisi berikut:
Lendutan maksimum terukur : ∆012 3 4  5/200008
Lendutan permanen terukur : ∆9012 3 ∆012 /4
Bila lendutan maksimum dan lendutan permanen terukur tidak memenuhi
persamaan diatas maka pengujian diulang.
Uji-beban-diulang tidak boleh dilakukan lebih awal dari 72 jam setelah
pelepasan beban-uji yang pertama. Bagian dari struktur yang diuji-ulang
dianggap memenuhi persyaratan bila sifat pemulihan lendutan memenuhi
kondisi berukut:
Lendutan permanen : ∆9012 3 ∆012 /5
dimana ∆9012 adalah lendutan maksimum yang diukur selama uji-beban
kedua relatif terhadap posisi struktur pada saat awal uji-beban kedua.
c. Komponen struktur yang diuji-beban tidak boleh memperlihatkan retakan
yang menunjukkan terjadinya awal dari keruntuhan geser.
d. Pada daerah komponen struktur yang tidak dipasangi tulangan transversal
(geser), timbulnya retak struktur yang membentuk sudut terhadap sumbu
longitudinal dan mempunyai proyeksi horizontal yang lebih panjang dari
tinggi irisan penampang di titik tengah retakan, harus dievalusi lebih lanjut.
10

e. Pada daerah penjangkaran dan sambungan lewatan, timbulnya sekumpulan


retak pendek miring atau datar di sepanjang sumbu tulangan, harus dievaluasi
lebih lanjut.
Material yang digunakan dalam percobaan pembebanan adalah air, karena
material ini tidak memiliki beban kejut / hentakan dan tanpa pelengkungan terhadap
beban-beban seperti yang disyaratkan dalam SNI 03-2847-2002 “Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung” diatas.

2.3 Analisis dengan Program SAP2000


Menurut Wiryanto Dewobroto, Program komputer rekayasa (SAP2000, GT-
Strudl, ANSYS, dll) berbeda dengan program komputer umum (EXCEL, AutoCAD,
Words, dll) , karena pengguna dituntut untuk memahami latar belakang metoda
maupun batasan dari program tersebut. Developer program secara tegas menyatakan
tidak mau bertanggung jawab untuk setiap kesalahan yang timbul dari pemakaian
program. Umumnya manual yang melengkapi program cukup lengkap , bahkan
terlalu lengkap (baca: sangat tebal) sedangkan semakin hari program yang dibuat
menjadi semakin mudah digunakan tanpa harus membaca manual maka mempelajari
secara mendalam materi manual program sering terabaikan. Oleh karena itu dengan
disajikannya contoh penyelesaian program dan hitungan manual pembanding yang
detail tetapi ringkas tentu sangat berguna.
Program SAP2000 menyediakan fitur dan modul terintegrasi yang lengkap
untuk desain struktur baja dan beton bertulang. Pengguna diberi kemudahan untuk
membuat, menganalisis, dan memodifikasi model struktur yang direncanakan dengan
memakai user interface yang sama. Dalam lingkungan pemakaian yang interaktif
maka dapat dievalusi penampang struktur berdasarkan design-code internasional
seperti: U.S.A (ACI 1999, AASHTO 1997), Canadian (CSA 1994), British (BSI
1989), European (CEN 1992), dan New Zealand (NZS 3101-95).
Fasilitas perancangan berdasarkan design-code yang baku ternyata tidak
terlalu kaku karena pengguna mempunyai peluang untuk merubah parameter-
parameter tertentu untuk disesuaikan dengan peraturan perencanaan lokal. Sebagai
contoh, telah diketahui bahwa peraturan perencanaan beton yang digunakan di
Indonesia merupakan derivasi dari ACI 1989 sehingga dengan sedikit penyesuaian.
2.3.1 Permodelan Pelat L
Lantai dengan SAP2000
2.3.1.1 Membuat model struktur pelat lantai
a. Klik menu File
F > New Model.
b. Di bagian bawah kiri ubah satuan menjadi Kgf,m,C.
c. Klik kotak 3D sebagaimana gambar dibawah ini :

Gambar 2.3 Langkah modeling SAP2000.

d. Isi kotak isian sebagai berikut :

Gambar 2.4 Penentuan grid pada SAP2000.

e. Klik OK, lalu


alu akan didapat :
12

Gambar 2.5 Hasil penentuan grid.

f. Jika ingin menutup jendela klik tanda “X” pada setiap jendela.

2.3.1.2 Material
• Klik menu Define > Material.
Material
Cara paling mudah adalah dengan menggunakan Add New Material
Quick.. Memilih material yang paling mendekati dan selanjutnya nama
dan nilai parameternya.
• Untuk Beton f’c bisa menggunakan Concrete – Chinese C20.
• Untuk Tulangan U
U-24 bisa menggunakan Rebar – Chinese HPB235
HPB235.
• Untuk Tulangan U
U-24 bisa menggunakan Rebar – Chinese HPB335
HPB335.
Begitu juga selanjutnya, menggunakan angka-angka
angka angka yang
mendekati.
• Klik menu Add New Material Quick.
Quick

Gambar 2.6 Define material.


• Pilih Material Type Concrete dan spesifikasi Chinese C20 lalu klik OK.

Gambar 2.7 Define material beton.

• Pilih C20 Klik Modify / Show material.

Gambar 2.8 Modify material beton.

• Ubah nama C20 menjadi BETON220.


BETON
• Pastikan digunakan nilai berikut:
• Weight per Unit Volume (BJ) = 2.400 Kg/m3
• Poisson Ratio = 0,2
• Masukkan nilai f’c = 2.205.000 Kg/m2
• Modulus of Elasticity,
Elasticity E = 2,048E+9 Kg/m2
14

Gambar 2.9 Pengisian material beton K-220 poisson ratio 0,2.

• Klik OK.

Gambar 2.10 Hasil define material beton K-220 K-220 poisson ratio 0,2.
• Buat kembali material beton K220 tetapi dengan nilai poisson ratio yang
berbeda (1,5).

Gambar 2.11 Hasil define material beton K-220 poisson ratio 0,2.

• Ubah nama BETON220


BETON2 menjadi BETON220-1.5.
• Pastikan digunakan nilai berikut:
• Weight per Unit Volume (BJ) = 2.400 Kg/m3
• Poisson Ratio = 0,15
• Masukkan nilai f’c = 2.205.000 Kg/m2
• Modulus of Elasticity,
Elasticity E = 2,048E+9 Kg/m2
16

Gambar 2.12 Pengisian material beton K-220 poisson ratio 0,15.

• Klik OK.

Gambar 2.13 Hasil define material beton K-220 poisson ratio 0,15.
• Klik menu Add New Material Quick.
Quick
• Pilih Material Type Rebar dan Specification Chinese HPB235 lalu klik
OK.

Gambar 2.14 Define material besi.

• Pilih HPB235,
HPB235 beri centang pada Show Advanced Property,
Property lalu klik
Modify / Show Material
Material.
• Ubah nama “HPB235”
“ menjadi “TULANGAN24”.
• Klik Modify / Show Material Property.
• Pastikan digunakan nilai berikut :
• Weight per Unit Volume (BJ) = 7.850 Kg/m3.
• Masukkan nilai fy = 24.000.000 Kg/m2.
18

Gambar 2.15
2 Pengisian material besi.

• Klik OK.

16 Hasil define material besi U-24.


Gambar 2.16
2.3.1.3 Penampang pelat lantai
a. Klik menu Define
efine > Section Property > Area Section > Add New
Section.
b. Pada Area Section Pilih Add New Section.

Gambar 2.17 Define material pelat lantai poisson ratio (v) = 0,2
0,2.

c. Kemudian klik Add New Section.


• Isikan Pelat10 pada Section Name.
• Isikan BETON220
BETON2 pada Material Name.
• Isikan 0.1 pada Thickness Membrane.
• Isikan 0.1 pada Thickness Bending.
20

Gambar 2.18 Pengisian define material pelat poisson ratio (v)=0,2.

d. Kemudian klik Modify/Show Shell Design Parameter

Gambar 2.19 Pengisian define penulangan material pelat poisson ratio = 0,2
0,2.
e. Klik Set Modifier
Modifier.
• Masukkan nilai Membrane f11 Modier = 0.25.
• Masukkan nilai Membrane f22 Modier = 0.25.
• Masukkan nilai Membrane f12 Modier = 0.25.
• Masukkan nilai Membrane m11 Modier = 0.25.
• Masukkan nilai Membrane m22 Modier = 0.25.
• Masukkan nilai Membrane m12 Modier = 0.25.

Gambar 2.20 Set modifier pelat lantai.

f. Klik OK.
g. Klik OK.
h. Buat define satu lagi untuk pelat dengan v=0.15.
i. Letakkan kursur pada pelat yang dibuat tadi, kemudian klik Add Copy of
Section.
22

Gambar 2.21 Define material pelat lantai dengan poisson ratio = 0,15.

j. Ubah sesuai dengan dibawah ini.

Gambar 2.22 Define pelat lantai dengan poisson ratio = 0,15.


k. Klik OK.

Gambar 2.23 Hasil define pelat lantai dengan poisson ratio = 0,


0,15.

l. Klik OK.

2.3.1.4 Memasang penampang pelat lantai.


Ubah pengaturan tampilan sebagai berikut :
a. Klik tanda Klik Delete di keyboard.
b. Klik pada Lebels.
Lebels
c. Klik pada Fill Object
Object.
d. Klik pada Apply to All Windows
Windows.

Gambar 2.24 Tools untuk memudahkan dalam pemasangan pelat


pelat.

Untuk memasang pelat lantai lakukan dengan klik X-Y


X Y pada toolbar
view.

e. Klik tanda untuk memasang lantai.


24

f. Blok lokasi pelat lantai yang akan dipasang dengan penampang


LANTAI10 dengan bantuan grid yang sudah ada.
g. Lakukan pada semua bagian yang akan dipasang lantai.

Gambar 2.25
2 Pemasangan pelat lantai.

2.3.1.5 Memasang perletakan


a. Pilih posisi pada setiap ujung pelat yang akan diberikan perletakan.

Gambar 2.26 Menentukan perletakan pada pelat.


pelat

b. Klik semua bagian yang akan diberi perletakan.


c. Klik Assign > Joint > Restraints
Restraints.
d. Klik pada Fast Restrains roll
ro (karena pada penelitian ini perletakan
didefinisikan sebagai
gai perletakan rol).
Gambar 2.27 Pemilihan jenis perletakan.

2.3.1.6 Mendefifinisikan Tipe Beban.


Beban Hidup
a. Klik menu Define > Load Patern.
Patern
b. Ketik Hidup pada Load Pattern Name.
c. Pilih LIVE pada Type.
d. Pastikan bahwa nilai faktor pengali berat sendiri (Self
elf Weigh Multiplier
Multiplier)
= 0.
e. Klik Tombol Add New Load.
f. Klik OK.

Gambar 2.28 Define beban.

2.3.1.7 Memasang beban mati.


a. Pilih semua pelat yang akan diberi beban mati.
26

Gambar 2.29
29 Memasang beban mati pelat.

b. Klik menu Assign > Area Load > Uniform (Shell)


(Shell).
c. Pastikan Dead pada Load Pattern Name
Name.
d. Pastikan Direction = Gravity.
Gravity
e. Ketik -1 pada Uniform Load.
Load
f. Klik OK.

Gambar 2.30 Mengisi beban mati.

2.3.1.8 Memasang beban hidup


a. Pilih semua pelat yang akan diberi beban hidup.
b. Klik menu Assign > Area Load > Uniform (Shell)
(Shell).
c. Pilih Hidup pada Options.
Options
d. Ketik 350 Kg/cm2 pada Uniform Load.
e. Klik OK.
.
Gambar 2.31 Mengisi nilai beban hidup.

2.3.1.9 Kombinasi Beban.


Beban
a. Klik menu Define > Load Combination > Add New Combo.
Combo.
b. Beri nama Comb1 pada Load Combination Name.
c. Pada Scala Factor DEAD beri angka 1,02 dan HIDUP 1,36..
d. Klik Add.

Gambar 2.32 Define kombinasi beban.

e. Beri nama Comb2 pada Load Combination Name.


f. Pilih DEAD pada Load Case Name dan beri angka 1,02
02 pada Scala
Factor.
28

g. Klik Add.
h. Pilih HIDUP pada Load Case Name dan beri angka 1,36 pada Scala
Factor.
i. Klik Add.

Gambar 2.33 Input


nput kombinasi beban pada combo2.
combo2

j. Klik OK.
k. Klik OK.

2.3.1.10 Pemilihan Peraturan Perencanaan.


a. Klik menu analize > Set Anaysis Options.
• Klik Space Frame.
Frame
• Klik tombol OK.
Gambar 2.34 Define perencanaan perhitungan.

b. Klik Menu Design > Concrete Frame Design


• Pilih Design Code ACI 318-99.
• Ubah nilai reduksi kekuatan menjadi 0.8; 0.65; 0.7.
• Klik OK.

Gambar 2.35 Pengaturan pedoman desain menggunakan ACI 318


318-99.
30

2.3.1.11 Melakukan analisis struktur


a. Klik menu Analize > Run Analysis.
• Klik Modal.
• Klik tombol Run / Do Not Run.
• Periksa bahwa DEAD dan HIDUP dalam kondisi Run pada kotak
Action.
• Klik tombol Run Now
Now.

Gambar 2.36
36 Menganalisa model struktur.

b. Periksa pesan kesalahan yang tampil, seharusnya tidak ada kesalahan /


error atau peringatan / warning.

Gambar 2.37
37 Hasil analisa permodelan pelat.

c. Cek penurunan yang terjadi setelah pembebanan dengan cara klik kanan
pada titik dimana diletakkan dial indicator. Titik ini selanjutnya
digunakan sebagai pedoman titik berikutnya. Hal ini dilakukan sebanyak
24 kali sesuai dengan yang dilakukan pada saat percobaan pembebanan.
Gambar 2.38 Mengetahui nilai lendutan.

2.4 Campuran Beton (Mix Design)


Perancangan campuran beton dilakukan untuk mendapatkan campuran beton
dengan kekuatan yang dinginkan. Beberapa metode pencampuran yang dapat
dilakukan diantaranya dengan cara Inggris (The
The British Mix Design Method),
Method metode
ini tercantum dalam Design of Normal Mixes di Indonesia dikenal dengan DOE
(Department
Department of Environtment, Building Research Establishment Britain
Britain).
Perancangan dengan cara DOE ini dipakai sebagai standar perancangan oleh
Departemen Pekerjaan Umum di Indonesia dan dimuat dalam buku Standar No.SK.
SNI. 03-2834-2000
2000 dengan judul bukunya: “Tata
Tata Cara Pembuatan Rencana
Campuran Beton Normal
Normal”.
Sedangkan tujuan
ujuan dari pencampuran beton ini adalah agar dapat mengetahui
proporsi campuran, sehingga diperoleh mutu beton yang diinginkan sesuai dengan
perencanaan, selain itu perancangan adukan beton dimaksudkan untuk mendapatkan
beton yang sebaik-baiknya.
baiknya.

Berikut ini adalah syarat beton yang baik:


baik
a. Kuat tekannya memenuhi syarat.
b. Mudah dikerjakan.
c. Tahan lama (awet).
d. Murah atau ekonomis.
32

2.4.1 Formulir Perencanaan Campuran Beton


Tabel 2.2 Perancangan campuran beton.

Keterangan Lambang Satuan


Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan F'c 22.825 Mpa
Nilai tambah M 12 Mpa
Kuat tekan rata-rata F'cr 34.825 Mpa
FAS (nilai didapat dari grafik dan tabel) FAS 0.6
Nilai Slump (diketahui atau didapat dari
tabel) 12 cm
Jumlah air yang dibutuhkan agregat halus
(dari tabel) Wh 175 liter
Jumlah air yang dibutuhkan agregat kasar
(dari tabel) Wk 205 liter
Jumlah air yang dibutuhkan A 185 liter/m3
Jumlah semen S 308.333 kg
Jumlah semen minimum (dari tabel) S 275 kg
Penyesuaian nilai FAS FAS 0.6
Jumlah semen penyesuain FAS S 308.333 kg
Zona agregat halus (dari tabel) Daerah III
Ukuran max agregat kasar 40 mm
% agregat halus (dari grafik) 28 %
(% agregat kasar (dari grafik) 72 %
SSD Halus 2.33
SSD Kasar 2.59
Berat jenis relatif Bj 2.5172 kg/m3
Berat isi beton (dari grafik) 2320 kg/m3
Kadar agregat gabungan 1826.67
Kadar agregat halus 511.467
Kadar agregat kasar 1315.2

Tabel 2.3 Proporsi / perbandingan campuran beton.

Keterangan Lambang Satuan


Kadar air agregat halus Ah 11.2 %
Kadar air agregat kasar Ak 1.44 %
Penyerapan agregat halus A1 5.31 %
Penyerapan agregat kasar A2 1.32 %
Air 199.458 liter
Agregat Halus 552.709 kg
Agregat Kasar 1420.433 kg
Semen 333 kg
2.5 Mutu Beton
Pengetesan mutu beton ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan beton saat
pembebanan. Hasil dari ini akan didapatkan nilai karakteristik beton yang kemudian
digunakan untuk di input ke dalam program agar nilai karakteristik beton dilapangan
dan diperhitungan sama. Dalam peraturan SNI 03-2847-2002 “Tata Cara Perhitungan
Beton Untuk Bangunan Gedung”. Bahwa sampel minimum persatu hari pelaksanaan
pengecoran adalah 3 benda uji. Namum pada penelitian ini hanya diambil 2 benda uji
saja dikarenakan keterbatasan cetakan sampel beton silinder.

Tabel 2.4 Tabel pengujian sampel beton.

Luas Hasil
Beban
Sampel Penampang Kuat Tekan
(kN)
(cm2) Kg/cm2 Mpa
1 400 176,715 226 18,79
2 380 176,715 215 17,85

Setelah dilakukan pengetesan didapat nilai mutu beton sebesar 215 Kg/cm2
(17,85 Mpa) dan 226 kg/cm2 (18,75 Mpa).

Gambar 2.39 Test mutu beton.

Nilai ini turun dari yang diharapkan yang seharusnya 275 Kg/cm2 menjadi
215 Kg/cm2 dan 226 Kg/cm2. Dalam SNI 03-6815-2002, yang menyebabkan variasi
pembebanan adalah sebagai berikut:
34

Tabel 2.5 Tabel penyebab utama fariasi kekuatan.


(Sumber : SNI 03-6815-2002 “ Tata Cara Mengevaluasi Hasil Uji Kekuatan Beton”).

No Variasi dalam perilaku beton Ketidaksesuaian dalam metode


pengujian
1 Perubahan dalam rasio air-semen: Prosedur pengambilan benda uji yang
• Kontrol air yang jelek. tidak tepat:
• Variasi yang sangat besar dari
kelembaban dalam agregat.
• Perubahan sifat.
2 Variasi dalam kebutuhan air: Variasi yang disebabkan oleh teknik
• Ukuran butir agregat, pembuatan. Pengangkatan dan
penyerapan, bentuk partikel. pemeliharaan silinder yang baru dibuat,
• Perilaku semen dan bahan. kualitas mold yang jelek.
Pencampur
• Waktu antar dan temperature.
3 Variasi dalam karakteristik dan Perubahan dalam pemeliharaan:
proporsi bahan-bahan beton: • Variasi suhu.
• Agregat. • Kelembaban yang bervariasi.
• Semen. • Penundaan membawa silinder ke
• Puzolan. dalam laboratorium.
• Bahan pencampur.
4 Variasi dalam pengangkutan, Prosedur pengujian yang kurang baik:
penempatan dan pemadatan. • Kaping silinder.
• Pengujian tekan.
5 Variasi temperature dan
pemeliharaan.

Namun penuruan hasil uji sampel beton pada percobaan ini dikarenakan
beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut ini:
• Tidak dilakukannya pengetesan kadar air agregat halus dan agregat kasar,
padahal kedua agregat tersebut terkena air hujan sehingga kondisinya basah.
• Pada agregat kasar banyak terdapat sampah-sampah organik, sehingga
dimungkinkan menurunkan kekuatan beton.
• Kadar lumpur pada agregat terlalu tinggi.
• Alat ukur sudah lama tidak dikalibrasi.

Karena kedua hasil tidak sama maka keduanya diambil rata-


rata-ratanya yaitu
sebesar 220,5 Kg/cm2. Selanjutnya nilai lapangan ini digunakan dalam mengisi nilai
fc’ pada permodelan SAP2000.

2.6 Pembebanan Dilapangan.


Dilapangan
Beton bertulang yang sudah dicetak dan sudah berumur 28 hari kemudian
dilakukan pembebanan untuk mengetahui lendutan yang terjadi dalam kondisi
lapangannya (praktek). Pembebanan dilakukan dengan menggunakan material air,
karena air memiliki beban yang seragam
seragam dan tinggi airnya dapat diatur sesuai dengan
keingginan. Pada saat pembesian pelat dilakukan pemasangan besi dengan diameter
yang lebih besar dengan maksud digunakan sebagai tahanan air. Pada sekeliling besi
dibuat pengikat (sengkang)
(sengkang yang kemudian diberi papan / triplek agar berbetuk
seperti bak persegi. Untuk menampung air digunakan terpal yang menempati papan
yang disandarkan pada besi yang dibuat tadi.

Gambar 2.40 Konsep pembebanan dilapangan.


(Sumber: Modeling AutoCAD 3D).
Pembebanan dilakukan dalam waktu 24 jam dan pada setiap jamnya
dilakukan pengecekan / pencatatan nilai lendutan yang terjadi pada setiap titik dial
Indicator. Dial indicator dipasang sebanyak 9 titik pada diagonalnya. Pemasangan
36

dial indicator harus sesuai dengan perencaanaan, untuk itu pada saat pemasangan
dilakukan dengan menarik benang pada diagonalnya. Setelah memasang benang dan
titik dial sudah ditentukan maka langkah selanjutnya adalah memasang dial indicator
pada titik yang direncanakan tadi. Karena tinggi skafolding yang cukup tinggi maka
dial indicator diberikan penyangga (support)
( ) menggunakan besi yang diikat dengan
skafolding. Dial indicator harus berdiri tegak, oleh karena itu saat pemasangan
dilakukan pengecekan kelurusannya. Dan yang perlu diingat bahwa sebelum diisi air
posisi dial indicator harus dalam keadaan nol semua.

Gambar 2.41 Titik ppenempatan dial indicator / gauge.


(Sumber: Modeling AutoCAD 3D).
3D)

Pengisian air dilakukan dengan mengalirkan air ke dalam bak penampungan


350 kg/cm2) sesuai dengan perhitungan. Setelah air terisi
dengan tinggi air 35 cm (350
setinggi 35 cm selanjutnya dilakukan pencatatan pada setiap jamnya sampai pada
jam ke-24.

Gambar 2.42 Permodelan pembebanan dilapangan.


(Sumber: Modeling AutoCAD 3D).

2.7 Perbedaan Penelitian ini dengan Penelitian Sebelumnya.


Dalam penelitian ini menggunakan beberapa jurnal yang dipelajari. Berikut
ini adalah perbandingan jurnal dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
antara lain:
a. Studi oleh Sukrawa, M. (2011) menjelaskan analisa pada pelat yang terdapat
pada jembatan dek baja dengan overlay beton bertulang.
b. Pranata, dkk. (2013) dalam jurnalnya
jurnalnya melakukan analisa terhadap kegagalan
struktur bangunan pada rumah tinggal dengan menggunakan metode elemen
hingga linier;
c. Maricar, S. (2014) menganalisa perencanaan pelat bangungan gedung dengan
menggunakan metode Marcus dan hasil perencaannya disajikan dalam bentuk
grafik dan tabel;
d. Hamid, D (2009) memberikan penjelasan tentang analisa stabilitas pelat
beton bertulang yang memiliki perletakan elastis. Dalam penelitian ini,
menggunakan metode elemen hingga untuk menganalisa permasalahan;
38

e. Jati, G. G. (2013) telah melakukan penelitian dalam pelat yang mengalami


lentur. Adapun pelat tersebut terbuat dari beton bertulang dan berongga bola.
Permasalahan dalam jurnal ini dianalisa dengan menggunakan metode
elemen hingga non linier;
f. Azhari, Ariyani, F. A. (2013) menerangkan tentang permasalahan yang
terjadi pada portal yang dianalisa dengan menggunakan metode elemen
hingga.
g. Pranata, dkk. (2008) mengkaji tentang daktilitas pada struktur gedung beton
bertulang dengan ruang lingkup riwayat hidup dan analisa beban berat
dorong;
h. Diana, W. (2011) melakukan perbandingan pada pelat yang mengalami
lendutan dengan menggunakan metode Beam on Elastic Foundation (BoEF)
dan metode Finite Element (FEM).

Yang didapat dalam penelitian ini adalah nilai lendutan yang terjadi dalam
pelat, adapun penelitian yang memiliki kedekatan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Hamid, D (2009), Maricar, S. (2014) dan Pranata, dkk. (2008).
Untuk lebih lanjut akan dibahas dalam BAB 3.

Anda mungkin juga menyukai