Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

“AKAD SALAM”

DOSEN PEMGAMPU :

SYAIFUL ILMI, S.Pd., M.Si

DI SUSUN OLEH :

AHMAD MUFIED 11825001

NUR AZIZAH 11825039

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul “AKAD SALAM” yang dibuat oleh
kelompok 10 atas nama Ahmad Mufied dan Nur Azizah penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat
manusia.

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Terima
kasih kami ucapkan kepada Dosen Fiqih Ibadah, terkhusus oleh bapak Syaiful
Ilmi, S.Pd., M.Si. dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu
pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.Maka dari itu
kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua
yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Fiqih yang kami
harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Wa’alaikumsalam Wr.Wb

Pontianak, 14 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1  Latar Belakang........................................................................................... 1

1.2  Rumusan Masalah...................................................................................... 2

1.3  Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3

A) Pengertian Salam......................................................................................... 3

B) Dasar Hukum Salam.................................................................................... 3

C) Syarat dan Rukun Salam.............................................................................. 5

D)Praktek Akad Salam dalam Perbankan Syari’ah.......................................... 7

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 11

E) Kesimpulan.................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli


dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah
disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang
demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan
keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-untungan). Pembeli
(biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk mendapatkan barang
sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.Sebagaimana ia
juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan
dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.

Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar


dibanding pembeli, diantaranya penjual mendapatkan modal untuk menjalankan
usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan
mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian
selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut
untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa
ada kewajiban apapun.Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan
pembeli, karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang
pesanan berjarak cukup lama.

Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh
Islam guna menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah
disebutkannya syari'at jual-beli salam seusai larangan memakan riba.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Pengertian Salam?

2. Apa Dasar Hukum Salam?

3. Apa saja syarat dan Rukun Salam?

4. Bagaimana Praktek Akad Salam dalam Perbankan Syari’ah

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Salam

2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Salam.

3. Untuk Mengetahui Komponen Syarat dan Rukun Salam.

4. Untuk Mengetahui Praktek Akad Salam dalam Perbankan Syariah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Salam

Pengertian Akad Salam

Akad Salam/Jual Beli Salam adalah jual beli yang penerimaan barangnya
ditangguhkan dengan pembayaran harga tunai. Penjualan yang karakteristik
tanggungannya (barang) telah terdiskripsikan diawal dengan harga atau modal
kerja dibayarkan didepan. Dengan kata lain, untuk membayarkan harga didepan
dan pengiriman barang terspesifikasi untuk masa yang akan datang yang telah
ditentukan.

Dua ulama mazhab yaitu Syafi’I dan Hambali mendefinisikan akad salam
adalah sebagai sebuah akad tehadap barang yang teridentifikasi spesifikasinya
yang akan dikirimkan pada waktu tertentu dengan penyerahan harga (uang) ketika
dalam sesi kontrak (majelis akad).

Adapun Maliki mendefinisikan salam adalah sebuah transaksi jual-beli


yang dilakukan dengan memberikan harga (uang) dimuka dan
pengiriman/penyerahan barang pada waktu tertentu di masa yang akan datang.

B. Dasar Hukum Akad Salam

Terdapat dalam Q.S Al-baqarah ayat 282 yang artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, jika kamu berpiutang hingga masa (janji) yang ditetapkan,
hendaklah kamu tuliskan perjanjian itu.

Sebagai dasar hukum jual beli salam adalah:

Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282:

3
Artinya “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki,
maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu,
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah
kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu “.

Hadis riwayat Ibn Majah:

Artinya: Dari Shuhaib ra, bahwasanya Nabi SAW berkata; ada tiga hal yang
padanya berkah yaitu jual beli tangguh, jual beli muqaradhah (mudharabah) dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan dirumah sendiri bukan untuk
dijual. Hadis riwayat Ibn Majah.Dengan dasar dua dalil ini, maka transaksi atau
jual beli dengan salam dibolehkan. Tujuannya adalah memperoleh kemudahan
dalam menjalankan bisnis, karena barangnya boleh dikirim belakangan. Jika

4
terjadi penipuan atau barang tidak sesuai dengan pesanan, maka nasabah atau
pengusaha mempunyai hak khiyar yaitu berhak membatalkannya atau
meneruskannya dengan konpensasi seperti mengurangi harganya.

C. Syarat dan Rukun Salam

Syarat Salam

Sighah. Akad hendaklah dengan perkataan “salam”.

-Pembayaran harga hendaklah dengan segera, yaitu secara tunai. Jika harga itu
bukan dengan uang, tetapi dalam bentuk barang maka barang itu hendaklah
diketahui dan dinyatakan jumlahnya.

-Penjual al-salam hanya dibolehkan pada barang-barang yang dapat ditentukan


secara tepat dari segi bentuk, bilangan, timbangan, ukuran, jenis, kualitas dan sifat
asasi yangee lain yang akan menjadikan harga barang berbeda-beda.

-Tiada ketentuan syarat mengenai penangguhan menyerahkan barang yang dijual


beli. Jadi, harga dan barang yang diperjualbelikan hendaklah bukan dari bahan
ribawi yang sama asas seperti emas dengan uang, rupiah dengan dollar, dan beras
dengan gula.

-Hendaklah ditetapkan sifat asasi bagi barang yang diperjualbelikan.

-Hendaklah ditetapkan jumlah barang yang diperjualbelikan.

-Barang itu hendaklah dari jenis barang yang boleh diserahkan apabila sampai
masa penyerahannya.

-Penyerahan barang. Hendaklah ditentukan masa masa penyerahan barang yang


diperjualbelikan.

-Hendaklah ditentukan tempat penyerahan barang tersebut.

5
Rukun Salam

-Pembeli yang disebut al- muslim

-Penjual yang disebut al- muslam ilaihi

-Ra’s al-mal (harga pesanan atau modal yang dibayarkan)

-Barang yang disebut al-muslam fihi

-Sighat: Ijab dan Qabul dengan perkataan “salam”

-Sedangkan persyaratan secara rinci dapat dilihat dari rukun-rukun salam syarat
Aqidain:

-Muslim (pembeli atau pemesan) dan syarat muslam ilaih (penjual /penerima


pesanan).

-Harus mengerti hukum

-Suka Rela, tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau merasa ditekan.

-Syarat Ra’s al-Mal (Uang yang dibayarkan)

-Hukum awal yang berkaitan dengan pembayaran adalah bahwa ia harus dalam


bentuk uang tunai.

-Modal harus diserahkan pada saat akad (tunai): modal dalam bentuk hutang tidak
diperbolehkan karena akan berdampak pada jual beli hutang dengan hutang.
Demikian pembayaran salam tidak boleh berbentuk pembebasan kewajiban yang
harus dibayar oleh muslam ilah (penjual/penerima pesanan). Hal ini merupakan
untuk mencegah praktek riba melalui mekanisme salam.

6
-Syarat Muslam Fihi (barang yang dipesan)

-Dibentuk dengan sifat-sifat tertentu, jenis, kualitas dan jumlahnya.

-Harus bisa diidentifikasi secara jelas agar mengurangi kesalahan akibat


kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut, tentang klasifikasi
kualitas serta mengenai   jumlahnya.

-Penyerahan barang dilakukan pada saat berada dimajelis akad.

-Tempat penyerahan barang harus disepakati oleh pihak-pihak yang berakad.

Para Ulama melarang penggantian barang yang dipesan (Muslam Fihi)


dengan barang lainnya. Penggantian ini tidak diperkenankan, karena meskipun
belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik muslam alaihi, tetapi sudah
milik pemesan (Fi Dzimmah). Bila barang tersebut ditukar dengan barang yang
memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para
ulama membolehkannya.

D. Praktek Akad Salam dalam Perbankan Syariah

Bank syariah merupakan suatu lembaga perantara keuangan yang


menghimpun dana dari pihak-pihak yang ingin mengamanahkan atau menyimpan
dananya ke lembaga tersebut kemudian menyalurkannya kepada pihak-pihak yang
membutuhkan. Dana tersebut diambil dari dana pihak pertama yang berasal dari
para pemodal dan pemegang saham, Dana pihak kedua yang berasal dari pinjaman
lembaga keuangan baik bank maupun non bank dan pinjaman ke Bank Indonesia
(BI),Dana pihak ketiga yang berasal dari dana simpanan dan tabungan serta
deposito.

7
Bank syariah memiliki berbagai macam sistem pembiayaan diantaranya
yaitu pembiayaan dengan prinsip jual beli. Dalam prinsip jual beli pada perbankan
syariah terdapat tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai
sandaran pokok dalam hal pembiayaan modal kerja dan investasi. Ketiga produk
tersebut yaitu pembiayaan ba'I al-murabahah, ba'I as-salam, dan ba'I al-ishtisna.

Dalam dunia perbankan syariah salam merupakan suatu akad  jual beli
layaknya Murabahah. Perbedaan mendasar hanya terletak pada pembayaran serta
penyerahan objek yang diperjualbelikan Dalam akad salam pembeli wajib
menyerahkan uang muka atas objek yang dibelinya lalu barang diserahterimakan
dalam kurun waktu tertentu.

Salam dapat diaplikasikan sebagai bagian dari pembiayaan yang dapat


diberikan oleh bank kepada nasabah debitur yang membutuhkan modal guna
menjalankan usahanya sedangkan bank dapat memperoleh hasil dari usaha
nasabah lalu menjualnya kepada yang berkepentingan Ini lebih dikenal dengan
salam pararel.

Aplikasi akad salam dalam  bank bertindak sebagai pembeli, sementara


nasabah sebagai penjual.Ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank
akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara
tunai maupun cicilan. Harga beli bank adalah harga pokok ditambah keuntungan

Ba'i as-salam biasanya dipergunakan bagi pembiayaan bagi petani dengan jangka
waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh Bank adalah
barang seperti padi, jagung, dan cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan
barang- barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, dilakukanlah akad ba'i
as-salam kepada pembeli kedua misalnya kepada bulog, pedagang pasar induk
atau grosir. Inilah yang dalam perbankan islam dikenal sebagai salam paralel  

Ba'i as-salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan barang industry misalnya
produk garmen (pakaian jadi) yang ukurannya sudah dikenal umum. Caranya saat
nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank mere!erensikan

8
penggunaan produk tersebut. Hal tersebut berarti bahwa bank memesan dari
pembuat garmen tersebut dan membayarnya pada waktu pembayaran kontrak.
Bank kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang
telah direkomondasikan oleh produsen garmen tersebut. Bila garmen tersebut
udah selesai diproduksi, produk tersebut diantarkan kepada rekanan tersebut.
Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun
tunai.

Secara praktis pelaksanaan kegiatan salam dalam perbankan syariah cenderung


dilakukan dalam format salam parallel. Hal ini dapat dipahami karena pertama
kegiatan salam oleh bank syariah merupakan akibat dari adanya permintaan
barang oleh nasabah, dan kedua bank syariah bukanlah produsen dari barang
dimaksud.Berdasarkan kompilasi SOP yang disampaikan oleh Bank syariah.

Tabel Ringkasan Tahapan Akad Salam dan Salam Paralel Menurut SOP Bank
Syariah

 Adanya permintaan barang tertentu dengan spesifikasi yang jelas, oleh


nasabah pembeli kepada bank syariah sebagai penjual
 Wa'ad nasabah untuk membeli barang dengan harga dan waktu tangguh
pengiriman barang yang disepakati.
 Mencari produsen yang sanggup untuk menyediakan bayang dimaksud
(sesuai batas waktu yang disepakati dengan harga yang lebih rendah).
 Pengikatan I antara bank sebagai penjual dan nasabah pembeli untuk
membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada
waktu yang telah ditentukan.
 Pembayaran oleh nasabah pembeli dilakukan sebagian di awal akad dan
sisanya sebelum barang diterima (atau sisanya disepakati untuk diangsur).
 Pengikatan II antara bank sebagai pembeli dan nasabah produsen untuk
membeli barang dengan spesifikasi tertentu yang akan diserahkan pada
waktu yang telah ditentukan.

9
 Pembayaran dilakukan segera oleh bank sebagai pembeli kepada nasabah
produsen pada saat pengikatan dilakukan.
 Pengiriman barang dilakukan langsung oleh nasabah produsen kepada
nasabah pembeli pada waktu yang ditentukan.

Dari hasil telaahan atas SOP akad salam, terdapat beberapa hal yang dapat
dicermati lebih jauh:

 Secara umum, pemahaman bank syariah menunjukan bahwa akad salam


dilakukan tidak terbatas pada hasil pertanian saja. Setiap pembelian barang
apa pun yang memerlukan tahapan pemesanan, proses produksi, serta
penangguhan pengiriman dapat menggunakan akad salam.
 Praktek akad salam di bank syariah hampir selalu dilakukan dalam format
salam parallel. Dalam akad pertama antara nasabah pembeli dan bank
syariah, nasabah tidak membayar di muka barang yang dibeli, tetapi
meminta bank syariah untuk membiayai pengadaannya terlebih dahulu.
Sedangkan dalam akad kedua, bank syariah memesan barang dengan
pembayaran di muka dan penyerahan tangguh.
 Keuntungan bank syariah atas praktek salam paralel diperoleh dari selisih
antara harga beli (dari nasabah produsen) dan harga jual (kepada nasabah
pembeli). Pengakuan piutang salam dilakukan sebagai piutang uang
(sebagai akibat kegiatan penyediaan dana) dari pada piutang barang
(sebagai akibat kegiatan jual beli).

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Akad Salam ialah pembeli memesan barang dengan memberitahukan


sifat-sifat serta kualitasnya  kepadaa penjual dan setelah ada kesepakatan.
Dengan kata lain , pembelian barang dengan membayar uang lebih dahulu dan
barang yang beli diserahkan kemudian.

Akad Salam/Jual Beli Salam adalah jual beli yang penerimaan barangnya
ditangguhkan dengan pembayaran harga tunai. Penjualan yang karakteristik
tanggungannya (barang) telah terdiskripsikan diawal dengan harga atau modal
kerja dibayarkan didepan.

Sighah. Akad hendaklah dengan perkataan “salam”.

Pembayaran harga hendaklah dengan segera, yaitu secara tunai. Jika harga itu
bukan dengan uang, tetapi dalam bentuk barang maka barang itu hendaklah
diketahui dan dinyatakan jumlahnya.

Penjual al-salam hanya dibolehkan pada barang-barang yang dapat ditentukan


secara tepat dari segi bentuk, bilangan, timbangan, ukuran, jenis, kualitas dan
sifat asasi yangee lain yang akan menjadikan harga barang berbeda-beda.

Tiada ketentuan syarat mengenai penangguhan menyerahkan barang yang dijual


beli. Jadi, harga dan barang yang diperjualbelikan hendaklah bukan dari bahan
ribawi yang sama asas seperti emas dengan uang, rupiah dengan dollar, dan
beras dengan gula.

Hendaklah ditetapkan sifat asasi bagi barang yang diperjualbelikan.

Hendaklah ditetapkan jumlah barang yang diperjualbelikan.

11
Barang itu hendaklahdari jenis barang yang boleh diserahkan apabila sampai
masa penyerahannya.

Penyerahan barang. Hendaklah ditentukan masa masa penyerahan barang yang


diperjualbelikan.

DAFTAR PUSTAKA

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga


Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.

Moh. Rifai, Konsep Perbankan Syari’ah, Wicaksana, Semarang, 2002.

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, Gema Insani,


Jakarta, 2001.

[1] Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di


Lembaga Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 132.

[2]  Moh Rifai, Konsep Perbankan Syari’ah, CV Wicaksana, Semarang 2002, hlm.


68-69.

[3] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, Gema Insani,


Jakarta, 2001,hlm. 108.

[4]Ibid., hlm. 110.

[5]Moh. Rifai, Op. Cit., hlm. 72.

[6]Ibid., hlm. 72.

12

Anda mungkin juga menyukai