Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kecemburuan, pola

attachment, dewasa awal dan pacaran.

2.1 Attachment

2.1.1 Definisi Attachment

Bowlby adalah tokoh pertama yang melakukan penelitian dan

mengemukakan teori mengenai attachment dan tetap menjadi dasar teori bagi

penelitian-penelitian lanjutannya. Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007)

mengemukakan bahwa attachment adalah ikatan emosional yang dialami oleh anak

ketika berinteraksi dengan figur tertentu, dimana anak menginginkan kedekatan

dengan figur tersebut dalam situasi-situasi tertentu seperti ketika ketakutan dan

kelelahan.

Hazan dan Shaver (dalam Feeney & Noller, 1996) mengekplorasi ide Bowlby

mengenai attachment. Menurut Hazan dan Shaver, ikatan emosional yang

berkembang pada hubungan romantis di masa dewasa memiliki fungsi yang sama

dengan ikatan emosional antara anak dengan pengasuhnya.

2.1.2 Perkembangan Teori Attachment Pada Masa Dewasa

Setiap individu memiliki ikatan dengan orang lain, tetapi setiap individu

memiliki kualitas ikatan berbeda. Ada individu yang cepat untuk akrab atau dekat

dengan orang baru, tidak malu untuk memulai suatu percakapan, jika memiliki

1
pasangan akan merasa nyaman dan tenang dengan keberadaan pasangannya. Tetapi

ada juga individu yang sulit untuk membina suatu hubungan dengan orang lain,

baik berupa hubungan percintaan atau hubungan pertemanan. Individu seperti ini

biasanya pemalu dan tidak pernah berani untuk mengekspresikan perasaannya. Ia

juga biasanya merasa takut jika memiliki pasangan. Ia merasa pasangannya akan

berlaku tidak jujur terhadap dirinya.

Ainsworth (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) melakukan penelitian yang

disebut dengan strange situation. Strange Situation adalah meneliti kedekatan antara

orang dewasa (ibu) dengan anaknya. Melalui penelitian ini didapatkan tiga jenis

attachment yaitu secure attachment, avoidant attachment dan anxious/ambivalent

attachment.

Penelitian akan teori attachment dalam konteks hubungan romantis dewasa

pertama kali dilakukan oleh Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007).

Mereka mengatakan bahwa pacaran adalah bagian dari pembentukan attachment.

Mereka menemukan tiga tipe attachment yang terdapat pada individu dewasa

berdasarkan sejarah pengalaman pengasuhan individu di masa kecilnya dengan

menggunakan self- report. Pertama, secure attachment dimiliki oleh individu yang

pada masa kanak-kanaknya memiliki hubungan yang akrab dengan kedua orang tua,

ketika dewasa menjadi pribadi yang mudah bergaul, percaya diri, memiliki

hubungan yang romantis dan penuh kasih dengan pasangannya. Kedua, avoidance

attachment dimiliki oleh individu yang pada masa kanak-kanaknya sering mendapat

perlakuan yang dingin, tidak bersahabat, dan bahkan penolakan dari ibunya, ketika

dewasa mereka takut akan keintiman dengan pasangan dan kesulitan menerima

2
kekurangan pasangan. Ketiga, anxiety attachment dimiliki oleh individu yang

pada masa kanak-kanaknya memiliki pengalaman dengan ayah yang dipandang

kurang adil, ketika dewasa menjadi individu yang kurang percaya diri, mudah jatuh

cinta, tetapi sulit menemukan cinta sejati, penuh rasa ingin memiliki pasangan,

penuh rasa cemburu, penuh dengan hasrat seksual dan emosional.

Sejalan dengan pemikiran Ainsworth mengenai attachment, Brennan, Clark,

Shaver, Fraley dan Waller (dalam Collins & Feeney, 2004) mengemukakan bahwa

ketiga tipe attachment itu dapat dirangkum menjadi dua dimensi attachment pada

orang dewasa yaitu anxiety dan avoidance. Pola attachment anxiety merupakan

perasaan tentang keberhargaan dirinya (self-worth) berkaitan dengan seberapa tinggi

individu merasa khawatir bahwa ia akan ditolak, ditinggalkan atau tidak dicintai oleh

figure attachment atau significant others. Pola attachment avoidance berkaitan

dengan seberapa jauh individu membatasi intimasi dan ketergantungan pada orang

lain. Dari dua dimensi tersebut, dapat ditemukan empat macam pola attachment yang

akan tergolong dengan sendirinya, yaitu antara lain secure (anxiety rendah &

avoidance rendah), preoccupied (anxiety tinggi & avoidance rendah), fearful

(anxiety tinggi & avoidance tinggi) dan dismissing (anxiety rendah & avoidance

tinggi).

Perkembangan teori akan tiga tipe attachment Hazan dan Shaver dilakukan

Bartholomew dan Horowitz dengan menggunakan metode wawancara (Mikulincer

& Shaver, 2007). Dalam penelitian Bartholomew & Horowitz, menemukan adanya

perbedaan karakteristik individu yang tergolong memiliki tipe avoidant attachment.

Individu yang diklasifikasikan ke dalam pola avoidant attachment ternyata tidak

3
merasa tertekan dalam hubungan romantis dan tidak menganggap penting sebuah

hubungan romantis. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Hazan dan

Shaver yang menemukan bahwa individu dengan avoidant attachment merasa

tertekan dalam hubungan romantis dan merasa tidak nyaman ketika berhubungan

dekat dengan orang lain. Perbedaan hasil dari karakteristik individu dewasa yang

diklasifikasikan dalam pola avoidant attachment ini yang akhirnya mendorong

penelitian-penelitian selanjutnya untuk menggali lebih dalam pola-pola attachment

pada individu dewasa.

Penelitian selanjutnya mengenai tipe attachment pada hubungan romantis

dewasa dilakukan oleh Bartholomew & Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver,

2007). Mereka melanjutkan penyelidikan didasarkan oleh pandangan akan working

models of attachment yang dikemukakan oleh Bowlby. Mereka mengemukakan

bahwa working models of attachment terdiri dari dua dimensi yang melandasi pola-

pola attachment pada individu dewasa, yang terdiri dari:

1. Models of self yang menggambarkan penilaian akan seberapa

berharganya diri sehingga memunculkan harapan bahwa orang lain akan

memberi respon terhadap mereka secara positif.

2. Models of others yang menggambarkan penilaian seberapa orang lain

dapat dipercaya dan diharapkan untuk memberikan dukungan dan

perlindungan yang dibutuhkan

4
Bartholomew dan Horowitz (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) mengatakan

kombinasi dari model of self dan models of others dapat dikombinasikan untuk

menjelaskan empat pola attachment dalam hubungan romantis dewasa yang

terbentuk yaitu secure attachment, preoccupied attachment, avoidant-fearful

attachment dan avoidant-dismissing attachment.

2.2 Kecemburuan (Jealousy)

2.2.1. Pengertian Kecemburuan

Dalam penelitian ini kecemburuan yang dimaksud adalah kecemburuan

romantis, dan definisi inti yang akan dipakai oleh peneliti adalah yang menurut

Mullen (1991, dalam Marazziti, 2010) yaitu fenomena kompleks yang dapat

didefinisikan sebagai persepsi ancaman akan kehilangan nilai-nilai dalam suatu

hubungan yang disebabkan saingan nyata ataupun imajinasi yang meliputi afektif,

kognisi dan perilaku.

Beberapa pendapat tentang pengertian lain tentang kecemburuan yang

memiliki kemiripan karakteristik dengan pengertian dari Mullen akan adanya

ancaman orang ketiga dan rasa takut kehilangan orang yang dicintainya, diutarakan

oleh:

a. Parrot dan Smith (dalam Bird & Melville, 1994)

menyatakan bahwa ketika individu bereaksi dengan keraguan,

ketidakpercayaan dan kecurigaan karena ketakutan pasangan akan

meninggalkannya, perasaan kesepian, dikhianati dan ketidakpercayaan

akan hadir bersama-sama dengan kecemburuan.

5
b. Salovey (1991) yang berpendapat bahwa kecemburuan adalah emosi yang

dialami ketika seseorang merasa hubungan dengan pasangan terancam dan

mengakibatkan hilangnya kepemilikan, biasanya ini akan timbul apabila

ada pihak ketiga dalam hubungan tersebut.

c. Clanton (dalam Buss, 2000) mendefinisikan kecemburuan

sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang mengekspresikan

ketakutan akan kehilangan pasangan atau ketidaknyamanan atas suatu

pengalaman nyata ataupun pengalaman imaginasi terhadap pasangannya

yang membentuk hubungan dengan pihak atau orang ketiga.

d. Daly dan Wilson (dalam Buss 2000) mendefinisikan

kecemburuan sebagai suatu keadaan (state) yang terbangkitkan oleh suatu

ancaman yang dirasakan terhadap suatu hubungan, yang kemudian

memotivasi munculnya perilaku yang bertujuan untuk membalas

kecemburuan tersebut. Ia menambahkan ada tiga faset dari kecemburuan.

Pertama, kecemburuan merupakan suatu keadaan, yang berarti bersifat

sementara atau episodik, bukan merupakan suatu penderitaan yang

permanen. Kedua, kecemburuan merupakan suatu respon terhadap suatu

ancaman kepada hubungan yang berarti. Ketiga, kecemburuan memotivasi

perilaku tertentu dalam menghadapi ancaman, misalnya memberikan

ancaman seksual atau ancaman finansial.

6
2.2.2. Tipe Kecemburuan

Menurut Marazziti, Consoli, Albanese, Laquidara dan Baroni (2010) ada

beberapa tipe kecemburuan, yaitu:

a) Kecemburuan obsesif (obsessionality): ditandai dengan perasaan cemburu

tanpa sadar yang mana individu itu pada akhirnya menyadari rasa tersebut

terlalu berlebihan dan tidak realistis tetapi tetap diperjuangkan dengan

banyak penekanan terhadap pasangannya.

b) Kecemburuan depressive (self-esteem): ditandai dengan rasa

ketidakcukupan dan rendah diri dibandingkan dengan pasangannya

sehingga ia tidak mempercayai kesetiaan pasangannya dan akhirnya

pasangannya berpotensi menjalin hubungan jarak jauh dengan

pasangannya.

c) Kecemburuan perpisahan atau takut kehilangan (fear of loss): ditandai

dengan tidak mampu menerima kehilangan pasangan di masa mendatang,

sehingga membuat hubungan menjadi ketergantungan, dan individu selalu

ingin di dekat pasangan dan menunjukan tanda-tanda tertekan jika

berpisah.

d) Kecemburuan paranoid (suspisciousness): ditandai dengan kecurigaan

ekstrim, seperti menginterpretasikan dan mengendalikan tingkah laku

pasangan. Tidak memberikan kepercayaan terhadap pasangan meskipun

pasangannya setia.

7
e) Kecemburuan sensitivitas (interpersonal sensitivity): ditandai dengan

sensitivitas yang berlebihan terhadap pasangan dengan stimulus dan

situasi eksternal, segalanya dianggap berpotensi agresif terhadap dirinya

baik orang atau sesuatu yang tidak dikenalnya.

2.2.3. Ciri-Ciri Orang yang Mengalami Kecemburuan

Menurut Dryden dan Gordon (1994), orang yang mengalami kecemburuan

memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

a) Merendahkan diri sendiri: Sikap yang paling menonjol dari orang yang

pencemburu adalah rasa kurang menerima diri sendiri. Umumnya

memiliki sedikit atau sama sekali tidak ada penghargaan atau kebanggaan

terhadap diri sendiri.

b) Rasa sensitif yang berlebihan, karena orang-orang pencemburu selalu

merasa dikritik orang lain, meski tidak ada orang lain yang bermaksud

begitu. Apabila dikomentari sesuatu akan menimbulkan salah paham dan

komentar itu dianggap sebagai kritik terhadap tingkah lakunya, meskipun

orang lain sudah memilih kata-kata yang baik tetapi tetap saja salah

mengartikan kata-kata tersebut.

c) Pemerasan emosional, seorang pencemburu menganggap tidak cocok dan

tidak mempunyai harga diri, menjadi kurang keyakinan untuk

mengungkapkan dan berbicara apa yang diinginkan sehingga ia berusaha

agar dapat diterima orang lain dengan cara melemparkan perasaan

8
bersalah kepada orang lain yang menjadi sasaran dari permintaannya

sendiri.

d) Bersikap terlalu curiga merupakan bagian dari gangguan mental para

pencemburu, tidak hanya terlampau sensitif terhadap setiap kritik dan

selalu menyimpulkan kritikan untuk diri sendiri padahal sebenarnya bukan

ditujukan kepada dirinya. Hal lainnya seperti merasa curiga tanpa

kejelasan terhadap sikap dan motif orang lain.

2.2.5 Aspek-aspek Kecemburuan

Menurut Pines (1998), aspek kecemburuan adalah :

1) Aspek pikiran, yang terdiri dari perbandingan dengan menyaingi,

mengasihani diri sendiri, menyalahkan diri, sikap kepemilikan, khawatir

tentang image, pemikiran tentang balas dendam, dan pikiran mengalah.

2) Aspek emosi, yang terdiri dari sakit, kesedihan, kemarahan, rasa tidak

berdaya, iri hati, takut, dan penghinaaan.

3) Aspek perilaku, yang terdiri dari ingin pingsan (shock), gugup dan

gemetar, jantung berdebar kencang, hilang nafsu makan, tangan

berkeringat atau gemetar, konstan pertanyaan dan mencari keyakinan,

tindakan agresif, bahkan kekerasan.

9
2.2.6 Penyebab Terjadinya Kecemburuan

Brehm (2002) menyatakan ada dua faktor yang dapat menyebabkan seseorang

merasakan kecemburuan yaitu:

a) Faktor Personal

Baik pria maupun wanita pada dasarnya tidak berbeda dalam

kecenderungannya untuk merasakan kecemburuan, tetapi terdapat perbedaan-

perbedaan individual yang dapat menyebabkan seseorang lebih mudah dan

intens dalam merasakan kecemburuan, diantaranya sebagai berikut :

1) Dependence

Berscheid (dalam Brehm,1992) menyatakan bahwa individu

yang sangat tergantung terhadap pasangannya, menyakini bahwa

hanya pasangannya saja yang dapat membuat dirinya bahagia dan

tidak ada orang lain yang dapat menggantikannya, maka akan semakin

besar pula rasa cemburu yang dialami individu tersebut. Sikap

dependence ini juga menjelaskan alasan mengapa beberapa orang tetap

mempertahankan hubungan yang mereka jalin meskipun menyakitkan

bagi mereka dikarenakan individu tersebut berfikir bahwa mereka

tidak memiliki alternatif lain di luar hubungan yang mereka jalin.

Sikap dependence juga erat kaitannya dengan sikap posesif yang hadir,

dimana seseorang yang bergantung dengan pacarnya akan berusaha

sekuat mungkin untuk menjaga dan mengawasi setiap gerak-gerik dari

pasangannya (Pinto & Hollandsworth, Caroll, 2005 dalam Brehm,

1992).

10
2) Mate Value

Seseorang yang menganggap pasangannya sebagai individu

yang akan disukai banyak orang. Misalnya penampilan fisik yang

menarik, kaya, sejahtera ataupun berbakat- dibandingkan dirinya,

seseorang tersebut akan lebih mudah merasakan kecemasan, jika ada

orang lain yang lebih baik dari dirinya yang dapat mendampingi

pacarnya tersebut. Mate value juga dapat berarti ketika seseorang

menganggap bahwa dalam diri pasangannya terdapat kriteria-kriteria

yang ia sukai dan sangat cocok dengan dirinya, maka hal ini dapat

membuat individu tersebut semakin takut kehilangan pasangannya.

Hal ini juga dapat menjadi suatu ancaman ketika individu menyadari

bahwa pacarnya tersebut dapat melakukan atau mendapatkan orang

lain yang lebih baik dari mereka.

3) Sexual Exclusivity

Individu yang menganut nilai sexual exclusivity, menginginkan

dan mengharapkan pasangannya tetap setia hanya kepada dirinya saja,

dan tidak memperbolehkan pasangannya untuk melakukan hubungan

seksual dengan orang lain dan aktivitas intim lainnya, semakin besar

kemungkinan dirinya untuk mengalami kecemburuan.

4) Past Experience

Pengalaman berpacaran seseorang dapat mempengaruhi

munculnya kecemburuan pada hubungan yang akan dan sedang

dijalin. Individu yang dulunya memiliki pasangan yang tidak setia dan

11
mengalami kekecewaan pada hubungan sebelumnya, dapat

menurunkan kepercayaan individu tersebut kepada pasangannya yang

sekarang. Hal ini akan menyebabkan individu tersebut lebih mudah

untuk merasa cemburu dan curiga, karena semakin rendah

kepercayaan individu terhadap pasangannya,maka akan semakin

mudah individu tersebut untuk merasakan kecemburuan.

b) Berdasarkan Sifat Stimulus Terjadinya Kecemburuan

Buss (dalam Brehm 2002) menyatakan bahwa stimulus yang dapat

menimbulkan kecemburuan, pada dasarnya diakibatkan oleh ketidaksetiaan

(infidelity) yang dilakukan oleh pasangan. Buss membagi stimulus tersebut

dalam dua bentuk, yaitu :

1) Kecemburuan Seksual

Kecemburuan seksual, kecemburuan yang terjadi dikarenakan

adanya ketidaksetiaan seksual yang dilakukan pasangan.

Ketidaksetiaan seksual adalah ketidaksetiaan yang dilakukan pasangan

bersama pihak ketiga yang di dalamnya melibatkan hubungan fisik,

seperti pelukan, ciuman dan hubungan seksual

2) Kecemburuan Emosional

Kecemburuan emosional, kecemburuan yang timbul

dikarenakan adanya ketidaksetiaan emosional yang dilakukan

pasangan. Ketidaksetiaan emosional adalah ketidaksetiaan yang

dilakukan pasangan terhadap pihak ketiga tanpa melibatkan hubungan

12
fisik, melainkan lebih menekankan kepada keakraban suatu hubungan,

seperti rindu atau ingin selalu berbicara dengan pihak ketiga tersebut.

2.3 Dewasa Muda

Dewasa muda merupakan salah satu tahapan dalam perkembangan

kehidupan manusia. Masa dewasa muda diawali dengan masa transisi dari masa

remaja menuju masa dewasa yang melibatkan eksperimentasi dan eksplorasi yang

disebut sebagai emerging adulthood (Arnett dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2005).

Perkembangan dewasa dibagi menjadi tiga yaitu, dewasa muda (young adulthood)

dengan usia berkisar antara 20 sampai 40 tahun. Dewasa menengah (middle

adulthood) dengan usia berkisar antara 40 sampai 65 tahun dan dewasa akhir (late

adulthood) dengan usia mulai 65 tahun ke atas (Papalia, Olds, & Feldman, 2005).

Ada beberapa tugas perkembangan dewasa muda menurut Turner &

Helms ( 1995), yaitu:

1) Mencari dan memilih pasangan hidup

2) Belajar menyesuaikan diri dan hidup secara harmonis dengan pasangan

3) Membentuk keluarga dan berperan menjadi orangtua

4) Membesarkan anak dan memenuhi kebutuhan mereka

5) Belajar menata rumah tangga dan memikul tanggung jawab

6) Mengembangkan karir atau melanjutkan pendidikan

7) Memenuhi tanggung jawab sebagai warga Negara

8) Menemukan kelompok sosial yang sesuai

13
Dari tugas perkembangan di atas terlihat bahwa tugas terpenting dari dewasa

muda adalah untuk membentuk hubungan intim yang dekat dengan orang lain. Hal

ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Erickson (Papalia, Olds, & Feldman, 2005),

dimana permasalahan utama individu yang berada dalam tahap perkembangan

dewasa muda adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, individu berusaha

untuk membuat komitmen pribadi maupun dengan orang lain. Jika tidak berhasil

maka ia dapat mengalami isolasi dan tenggelam dalam dirinya sendiri (Papalia, Olds,

& Feldman, 2005).

Menurut Rosenfeld dan Stark (dalam Bird & Melville, 1994) masa tersebut

ditandai dengan perubahan pandangan mengenai diri sendiri dan dunia, apa pendapat

kita mengenai diri sendiri, apa yang kita harapkan dapat kita lakukan, bagaimana cara

kita melakukannya, dan bagaimana perasaan kita terhadap apa yang telah kita capai.

Ada beberapa batasan usia dewasa muda yang dikemukakan oleh

beberapa tokoh. Levinson (dalam Berk, 2007) membagi masa dewasa muda menjadi

4 sub periode dengan batasan usia 17 - 40 tahun, sebagai berikut :

1. Peralihan masa dewasa awal : 17 - 23 tahun

2. Memasuki masa dewasa : 24 - 28 tahun

3. Peralihan usia 30 tahun : 28 - 33 tahun

4. Puncak dari kehidupan dewasa muda : 33 - 40 tahun

Berdasarkan beberapa periode usia dewasa muda tersebut, peneliti lebih

tertarik dan memfokuskan penelitian ini pada periode masa dewasa awal. Hal ini

dikarenakan peneliti berasumsi bahwa hubungan pacaran sudah dialami pada masa

periode ini dan sudah berpikir serius dalam menjalani sebuah hubungan.

14
2.4 Pacaran

2.4.1 Pengertian Pacaran

Pacaran adalah aktivitas sosial yang memperbolehkan dua orang yang berbeda

jenis kelaminnya untuk terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada

hubungan keluarga (Dacey & Kenny, 1997). Menurut Saxton (dalam Bowman,

1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai

aktivitas bersama antara dua orang yang biasanya dilakukan oleh kaum muda yang

belum menikah dan berlainan jenis.

Menurut Duvall dan Miller (1985), fungsi dari pacaran adalah untuk mencari

pasangan hidup. Melalui tahapan berpacaran, individu berusaha mencari seseorang

yang disukai dan menimbulkan perasaan nyaman dalam diri mereka untuk kemudian

dikenal lebih dalam lagi. Melalui pengungkapan diri, pasangan mampu menjelaskan

maksud dari tingkah laku mereka, sehingga tidak terjadi salah pengertian serta

meningkatkan perasaan suka dan cinta diantara keduanya (Derlega dalam Bird dan

Melville, 1994).

2.4.2 Tahap-tahap Pacaran

Terdapat tahap-tahap pacaran sebelum sampai memasuki jenjang pernikahan.

Tahap-tahap pacaran ini merupakan tahap yang dilalui bagi seseorang yang menjalani

masa pacaran. Menurut Duvall & Miller (1985) ada beberapa tingkatan dalam

pacaran, yaitu adalah sebagai berikut:

15
1) Casual Dating

Tahap ini biasanya dimulai dengan “pacaran keliling” pada orang muda.

Orang dalam tahap ini biasanya berpacaran dengan beberapa orang dalam

satu waktu.

2) Regular Dating

Ketika seseorang untuk alasan yang bermacam-macam memilih sebagai

pasangan yang lebih disukai, kemungkinan besar hubungan itu akan

menetap. Pasangan pada tahap ini seringkali pergi bersama dengan

pasangannya dan mengurangi atau menghentikan hubungan dengan

pasangan yang lain. Tahap perkembangan hubungan ini terjadi ketika

seorang atau kedua pasangan berharap bahwa mereka akan saling melihat

satu sama lain lebih sering dibanding yang lain. Jika hubungan ini dapat

memenuhi kebutuhan pasangannya, hubungan ini akan meningkat secara

eksklusif (terpisah dari yang lain).

3) Steady Dating

Tahap ini adalah fase yang serius dan lebih kuat dari fase dating regularly.

Pasangan dalam tahap ini biasa memberikan beberapa simbol nyata

sebagai bentuk komitmen mereka terhadap pasangannya serta sebagai

wujud keseriusan mereka dalam hubungan tersebut.

4) Engagement (Tunangan)

Tahap pengakuan kepada publik bahwa pasangan ini berencana untuk

menikah.

16
2.5 Kerangka Berpikir

Dimulai dari pemikiran bahwa seseorang yang berada pada tahap

perkembangan dewasa awal memiliki tugas-tugas tertentu, yang salah satunya adalah

memilih da mencari pasangan hidup. Setiap orang memiliki suatu ikatan emosional

terhadap seseorang atau attachment. Attachment ini cenderung menetap dari masa

kanak-kanak hingga masa dewasanya. Pada masa dewasa, attachment tersebut

berkembang kepada orang terdekatnya yaitu pasangannya yang biasanya dialami

dalam hubungan pacaran. Orang dewasa akan merasa aman atau secure hanya dengan

mengetahui bahwa pasangan mereka selalu ada saat dibutuhkan. Dari wujud

attachment itulah orang dewasa jadi memiliki perasaan takut diabaikan atau

kehilangan pasangannya, dan hal inilah yang memungkinkan munculnya rasa

kecemburuan.

17

Anda mungkin juga menyukai