Masa usia dini pada anak-anak merupakan masa keemasan atau dikenali dengan
sebutan “golden age”. Pada masa itu pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat
singkat dan peka dalam kehidupannya dan terhadap lingkungannya. Kepekaan dalam
kehidupannya tersebut dikenali sebagai “critical and sensitive periods” yang menjadi penentu
masa kritis dan mudah bagi seorang anak menguasai Bahasa (Modul mata kuliah Asesemen
perilaku psikologi UBAYA, 2017). Walau dipahami bahwa masa usia dini adalah masa kritis
dan sensitif, akan tetapi tidak semua anak berkembang secara sama, karena perkembangan
pada anak juga bersifat dinamis dan plastis. Perkembangan yang bersifat plastis dan dinamis
maka dapat dipahami masing-masing dari anak tidak secara kaku dan mutlak bertumbuh
kembang pada waktu yang sama persis, walau tetap dalam waktu tertentu (continuum) yang
sesuai standar tahapan usia perkembangan anak (Modul mata kuliah Asesemen perilaku
psikologi UBAYA, 2017).
Masa usia dini sering ditandai dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam
perkembangan fisik, kognitif, sosial dan emosional. Masa ini merupakan masa untuk
meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan potensi fisik (motorik), intelektual,
emosional, sosial, bahasa, seni dan moral spiritual (Martani, 2013). Penelitian yang dilakukan
di dua tempat penitipan anak di Piracicaba, SP, Brazil tahun 2010 mendapatkan 30% anak
mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar dan motorik halus pada subjek berusia
12-17 bulan (Saoza, 2010). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI, 2006)
menyatakan bahwa 16% balita Indonesia mengalami gangguan perkembangan, baik
perkembangan motoric halus dan kasar, gangguan pendengaran, kecerdasan kurang dan
keterlambatan bicara. Menurut Dinas Kesehatan (Depkes RI, 2006) sebesar 62,02% anak usia
prasekolah mengalami gangguan perkembangan motorik, bahasa, dan personal sosial.
Pada usia dini anak harus mendapat stimulasi, jika stimulasi yang didapat kurang akan
mengakibatkan kemampuan sosialisasi, bahasa, motorik halus dan kasar menjadi terlambat
(Depkes RI, 2006). Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal dari seorang anak
tergantung pada potensi biologisnya. Tingkat tercapainya potensi biologis seseorang,
merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik,
lingkungan bio-fisik-psiko-sosial dan perilaku. Lingkungan yang menunjang akan
mengoptimalkan potensi genetik yang dipunyai seorang anak (Soetjiningsih, 2012). Faktor
lingkungan secara garis besar dibagi menjadi faktor pranatal dan post natal. Lingkungan post
natal secara umum dapat digolongkan menjadi lingkungan biologis (ras/suku bangsa, jenis
kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi
metabolisme, hormon), fisik (cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah, sanitasi, keadaan
rumah, radiasi), psikososial (stimulasi, motivasi belajar, ganjaran atau hukuman, kelompok
sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-orangtua) dan keluarga
beserta adat istiadat (pekerjaan, pendapatan keluarga, pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara,
jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat istiadat,
agama, urbanisasi, politik) (Soetjiningsih, 2012). Menurut Engle and Huffman (2010)
intervensi perkembangan anak tidak hanya tentang intake makanan, tetapi juga parenting (pola
asuh) dan kualitas interaksi ibu-anak, dan yang paling besar adalah \ status sosial-ekonomi.
Gangguan perkembangan bicara, bahasa anak dan atau komunikasi
berdampak pada banyak hal, di antaranya yaitu prestasi akademik sekolah, ketrampilan secara
umum, hubungan sosial dan pekerjaan. Pencegahan gangguan ini akan memberikan outcome
masa depan bangsa yang lebih baik (Brebner, C. et al, 2016).
Secara garis besar tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
intrinsik (genetik) dan ekstrinsik (lingkungan). Dalam soetjiningsih (2012) dijelaskan bahwa
secara intrinsik hal-hal yang mempengaruhi adalah kelainan kromosom, kerusakan otak, dan
permasalahan-permasalahan tidak normalnya bagian di dalam organ tubuh. Adapun faktor
ekstrinsik adalah psikis-sosial-budaya, ekonomi, Pendidikan, dan lingkungan seperti peran
orang tua, guru, teman, dan sebagainya.
Permasalahan tumbuh kembang dalam setiap aspek dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya sebagaimana dijelaskan di atas tidak bersifat tunggal tapi banyak aspek dan
faktor di dalamnya. Pertanyaan akan hal tersebut apakah cukup di sadari dengan baik oleh
orang tua dan pendidik. Apakah orang tua ikut berperan dalam tumbuh kembang anak secara
optimal.
Dalam proses penyusunan laporan ini peneliti mencoba melakukan tahap demi tahap
yang dimulai dengan melakukan tahap melakukan asesmen di lingkungan PAUD Tegar Tegal
Sari, para orang tua, dan pendidik. Asesmen dilakukan dengan metode Observasi, wawancara,
dan FGD. Dengan tahap asesmen diharapkan menjadi sebuah data yang akan digunakan
sebagai informasi mengenai perilaku amatan, dengan demikian akan semakin memperjelas
aspek kompetensi PAUD dan perkembangan anak (Aspek moral agama, fisik, kognitif, life
skill, bahasa, sosial emotional, kreatifitas (seni)) yang ada dan tidak muncul pada Subjek.
Kemudian mengidentifikasi kondisi yang membuat keadaan bertahan, memantau
perkembangan perilaku yang menunjukan tujuh aspek tertentu pada diri subjek, dan sebagai
bahan pembentukan langkah treatment / intervensi yang akan digunakan selanjutnya,
khususnya dalam bentuk Psiko-edukasi.
TINJAUAN TEORI
Definisi PAUD
PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang di lakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (paud.id, 2015)
PAUD mulai diselengarakan mengacu pada PERMENDIKBUD tahun 2001 Sejak
terbentuknya Direktorat PAUD (saat itu PADU) untuk membantu dan memperhatikan tumbuh
kembang anak dalam beberapa aspek perkembangan yang meliputi informasi bertambahnya
fungsi psikis dan fisik anak meliputi sensorik (mendengar, melihat, meraba, merasa, dan
menghidu), motorik (gerakan motorik kasar dan halus), kognitif (pengetahuan, kecerdasan),
komunikasi (berbicara dan bahasa), serta sikap religius, sosial-emosional dan kreativitas yang
dirumuskan dalam kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Pola Asuh
Menurut Steinberg, pengasuhan orang tua memiliki dua komponen, yaitu gaya
pengasuhan (parenting style) dan praktek pengasuhan (parenting practices). Gaya pengasuhan
didefinisikan sebagai sekumpulan sikap yang dikomunikasikan kepada anak dimana perilaku
orang tua diekspresikan sehingga menciptakan suasana emosional.
Diana Baumrind (Santrock, 2011), seorang ahli terkemuka, berargumen bahwa orang
tua tidak boleh menghukum ataupun menjauhkan diri. Melainkan, mereka harus
mengembangkan peraturan untuk anak-anak dan pada saat yang bersamaan juga bersikap
sportif dan mengasuh.
Baumrind (Santrock, 2011) mengatakan bahwa terdapat empat bentuk utama gaya
pengasuhan:
1. Pola asuh otoriter (authoritarian parenting)
Bersifat membatasi dan menghukum. Orang tua yang otoriter mendesak anak-anak
untuk mengikuti perintah mereka dan menghormati mereka. Mereka menempatkan batas dan
kendali yang tegas terhadap anak-anak mereka dan mengizinkan sedikit komunikasi verbal.
Sebagai contoh, orang tua yang otoriter mungkin berkata, “Lakukanlah menurut caraku. Tidak
ada diskusi!” anak-anak dari orang tua yang otoriter sering berperilaku dalam cara yang
kurang kompeten secara sosial. Mereka cenderung khawatir tentang perbandingan sosial, gagal
untuk memulai aktivitas, dan memiliki ketrampilan komunikasi yang buruk.
2. Pola asuh otoritatif (authoritave parenting)
Gaya pengasuhan yang positif yang mendorong anak-anak untuk mandiri, tetapi masih
menempatkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Pemberian dan penerimaan verbal
yang ekstensif dimungkinkan dan orang tua bersifat mengasuh dan mendukung.
3. Pola asuh yang mengabaikan (neglectful parenting)
Gaya pengasuhan tanpa keterlibatan orang tua, dimana orang tua menghabiskan sedikit
waktu bersama anak-anak mereka. Berhubungan dengan ketidakcakapan sosial yang buruk.
4. Pola asuh yang memanjakan (indulgent parenting)
Gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi
hanya menempatkan sedikit batasan atau larangan atas perilaku mereka. Orang tua ini
membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan dan mendapatkan apa
yang mereka inginkan karena mereka yakin bahwa kombinasi dari pengasuhan yang
mendukung dan kurangnya batasan, akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri.
Hasilnya adalah anak-anak ini biasanya tidak belajar untuk mengendalikan perilaku mereka
sendiri. Orang tua dengan pola asuh yang memanjakan tidak mempertimbangkan
perkembangan anak secara menyeluruh.
Pada laman resmi paud.id (2010) banyak dijelaska pengertian tiap aspek kompetensi
yang harus muncul dan dijarkan oleh para pendidik. Aspek itu adalah Aspek motorik
Pengertian Motorik – Gerak Motorik Anak Usia Dini (PAUD). Kata motorik merupakan
terjemahan dari kata motor yang artinya “dasar mekanika yang menyebabkan terjadinya suatu
gerak”.
Keempat unsur tersebut diatas tidak bisa bekerja secara sendiri-sendiri, tetapi selalu
terkoordinasi. Apabila salah satu unsur mengalami gangguan, gerak yang dilakukan dapat
mengalami gangguan pula.
Dengan kata lain, gerakan yang dilakukan oleh anak secara sadar dipengaruhi oleh
stimulus dari lingkungannya (informasi verbal atau lisan, gambar, dan alat lainnya) yang dapat
direspons oleh anak.
Aspek seni dan kreatiffitas, Pengertian Pembelajaran Seni Anak Usia Dini (PAUD).
Pengertian Pembelajaran Seni adalah sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh anak
dengan lebih banyak melibatkan kemampuan motorik, khususnya motorik halus.
Pada kelompok usia 4-6 tahun pemenuhan kebutuhan anak untuk berekspresi itu
mendapat bimbingan dan pembinaan secara sistematis dan berencana agar kesempatan
berekspresi yang diberikan kepada anak benar-benar mempunyai arti dan bermanfaat baginya.
Jika mulai sejak dini anak diberikan bimbingan dan pembinaan yang sebaik-baiknya
untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif dan menghayati emosi yang bergejolak dalam
dirinya, maka daya fantasi atau imajinasi, daya kreasi dan perasaan estetis, anak memperoleh
rangsangan untuk berkembang dengan anak.
Anak usia prasekolah adalah anak berusia 3-6 tahun yang merupakan sosok
individu, makhluk sosial kultural yang sedang mengalami suatu proses perkembangan yang
sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi dan
karakteristik tertentu.
Menurut Hurlock (2006), mengatakan bahwa usia prasekolah adalah usia 3-5 tahun dan
merupakan kurun yang disebut sebagai masa keemasan (the golden age). Di usia ini anak
mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai
berikut, berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris, rasa ingin tahu, imajinasi, belajar
menimbang rasa, munculnya kontrol internal(tubuh), belajar dari lingkungannya,
berkembangnya cara berfikir, berkembangnya kemampuan berbahasa, dan munculnya
perilaku (Hurlock, 2006).
Menurut Hurlock (2006) ciri-ciri anak prasekolah meliputi fisik, motorik, intelektual
dan sosial. Ciri fisik anak prasekolah yaitu otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang
menjadi besar dan keras. Anak prasekolah mempergunakan gerak kasar seperti berlari,
berjalan, memanjat, dan melompat sebagai bagian dari permainan mereka. Kemudian secara
motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil, menggunakan balok-balok dengan berbagai
ukuran dan bentuk. Selain itu juga anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan
cemburu. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman
sebayanya. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak sosial dengan orang-orang
yang ada diluar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada
temannya, orang-orang dewasa, dan saudara kandung di dalam keluarganya.
Perkembangan anak dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang secara garis besar
terbagi menjadi dua, yaitu faktor intrinsik (genetik) dan ekstrinsik (lingkungan). Soetjiningsih
(2012) menyebutkan Faktor Intrinsik adalah kegagalan berkembang terutama berkaitan dengan
terjadinya penyakit pada anak, yaitu Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan
sindroma Turner), Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan
dalam pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, Kelainan
pada organ tubuh seperti sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan gangguan
mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh. Hal lain adalah pencernaan
sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi.
Adapun Faktor Ekstrinsik seperti Faktor psikis dan sosial (misalnya tekanan emosional
akibat penolakan atau kekerasan dari orang tua), Faktor ekonomi. Keadaan ekonomi yang pas-
pasan dapat menyebabkan anak tidak memperoleh gizi yang cukup untuk perkembangan dan
pertumbuhannya, dan kemudian Faktor Lingkungan, seperti “bio-psiko-fisik-sosial” yang
mempengaruhi individu setiap hari. Hal tersebut meliputi Peran aktif orang tua, Lingkungan
yang merangsang semua aspek perkembangan anak, dan Pendidikan yang dia peroleh di
lingkungannya. Memperkuat dan menjadi kesimpulan dari penjelasan tersebut tentu dalam
modul ajar asesmen perilaku psikologi UBAYA (2017) disebutkan perkembangan seorang
anak tidak akan bisa dilepaskan dari nature (bawaan) dan nurture (pola aasuh dan lingkungan),
dan menjadi bagian dari nurture tersebut adalah bahwa tumbuh kembang anak harus dipahami
juga melalui konteks budaya dimana anak tersebut dibesarkan dan diasuh.
Teknik Asesmen
Rangkaian proses asesmen dilakukan dengan metode Observasi, Wawancara, Focus
group discussion.
Observasi yang digunakan dalam penelitian adalah jenis systematic naturalistic
observation serta metode observasi yang akan digunakan adalah jenis observasi non
partisipatif, dimana observer tidak melakukan tindakan intervensi apapun selain melakukan
observasi (Creswell, 1998). Adapun setting yang digunakan dalam observasi ini yaitu setting
secara natural (alamiah), yang mana kegiatan observasi dilakukan pada setting keseharian
subjek, yaitu di lingkungan PAUD (sekolah).
Metode yang digunakan dalam menggali data adalah wawancara, dengan jenis
wawancara semi terstruktur dan pertanyaan terbuka / tertutup. Wawancara adalah aktivitas
dialog yang dilakukan pewawancara (interviewer) dengan terwancara (interviewee) dengan
tujuan untuk memperoleh informasi (Suharsimi, 2009). Adapun wawancara dengan jenis semi
terstruktur adalah metode wawancara yang digunakan dengan mengacu pada daftar pertanyaan
yang telah dipersiapkan sebelumnya, tapi memiliki keleluasan untuk dikembangkan lagi saat
proses wawancara (Creswell, 1998). Jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan
terbuka dan sedikit pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka adalah sebuah pertanyaan yang
memberikan kesempatan bagi terwancara (interviewee) untuk merespon dengan luas dalam
menjawab (Creswell, 1998)
Adapun jenis obervasi yang digunakan adalah systematic naturalistic observation serta
metode observasi yang akan digunakan adalah jenis observasi non partisipatif, dimana
observer tidak melakukan tindakan intervensi apapun selain melakukan observasi (Creswell,
1998). Adapun setting yang digunakan dalam observasi ini yaitu setting secara natural
(alamiah), yang mana kegiatan observasi dilakukan pada setting keseharian subjek, yaitu di
lingkungan playgroup (sekolah) ataupun di lingkungan rumah subjek.
Metode yang digunakan dalam menggali data adalah wawancara, dengan jenis
wawancara semi terstruktur dan pertanyaan terbuka / tertutup. Wawancara adalah aktivitas
dialog yang dilakukan pewawancara (interviewer) dengan terwancara (interviewee) dengan
tujuan untuk memperoleh informasi (Suharsimi, 2009). Adapun wawancara dengan jenis semi
terstruktur adalah metode wawancara yang digunakan dengan mengacu pada daftar pertanyaan
yang telah dipersiapkan sebelumnya, tapi memiliki keleluasan untuk dikembangkan lagi saat
proses wawancara (Creswell, 1998). Jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan
terbuka dan sedikit pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka adalah sebuah pertanyaan yang
memberikan kesempatan bagi terwancara (interviewee) untuk merespon dengan luas dalam
menjawab (Creswell, 1998)
Instrumen Observasi
Identitas:
1. Nama : ………………………………..
2. Kelas/program : ………………………………..
3. Jenis Kelamin : ………………………………..
4. Tempat/tgl lahir : ………………………………..
5. Hari/tgl wawancara : ………………………………..
7. Wawancara/observasi ke : ………………………………..
8. Masalah: ………………………………..
9. Tempat wawancara/observasi : ………………………………..
10. Waktu/durasi : ………………………………..
11.nama orang tua:
12.perkerjaan orang tua:
Aspek Bahasa
N Indikator Tambahan breakdown Pengisi Checklist
O perilaku (optional) Observer Orang Pendidik
tua
1 Mengikuti dua atau
lebih petunjuk /
perintah yang
diberikan
2 Mendengar
cerita/lagu dengan
seksama
3 Merespon ketika
nama dipanggil
4 Mengucapkan Minimal berkata “saya mau
kalimat minimal 2-3 makan”
kata sederhana
5 Menjawab Minimal berkata “apa, siapa,
pertanyaan di mana”
sederhana
6 Menyebut nama diri
atau orang tua
7 Mengikuti/mengula
ngi bunyi dan kata
8 Menceritakan
pengalaman/apa
yang disuka
9 Menghasilkan
coretan dengan
menggunakan alat
tulis
10 Bertanya/berkoment
ar sesuai keperluan
atau tentang cerita
yang didengar
11 Menyampaikan
pesan ke
guru/teman/ortu dari
orang lain
12 Menyanyikan lagu
sederhana
13 Menggunakan kata Mengucapkan “lambat,
keterangan lucu, dll ”
14 Menyebutkan benda
sesuai fungsinya
15 Meniru bunyi-bunyi Hewan, kendaraan, dll
tertentu
16 Berpatisipasi dalam
percakapan dengan
teman
17 Menanyakan
gambar atau buku
yang dia lihat
18 Meminta dibacakan
19 Menjelaskan apa
yang terjadi di
dalam gambar
Aspek Kognitif
N Indikator Tambahan breakdown Pengisi Checklist
O perilaku (optional) Observer Orang Pendidik
tua
1 Menyebut benda-
benda atau bentuk
benda disekitar
2 Membedakan
warna dasar
(merah, kuning,
biru)
3 Membedakan rasa
dan bau
4 Membedakan
ukuran benda
(besar-kecil)
5 Membedakan rasa
dan bau
6 Menyusun benda
ke atas dan ke
samping
7 Memasang puzzle
minimal tiga
keeping
8 Menyebut angka
satu hingga lima
9 Membedakan
banyak dan sedikit
suatu benda
10 Membedakan
bunyi-bunyian
11 Menempatkan Membuang sampah pada
benda pada tempatnya
tempatnya
12 Menanyakan
keberadaan orang
yang dikenalnya
13 Mengenal jenis
kelamin
14 Mengelompokan Mengelompkan menurut
benda berdasar ciri bentuk, warna, ukuran, jenis,
tertentu dll
15 Menyebutkan
anggota keluarga
16 Menyebutkan Menyebutkan “saya yang
konsep bilangan kedua”
17 Menunjukan dan Mengatakan “ini lingkaran,
membedakan segi empat, dll”
bentuk geometri
18 Membedakan
posisi benda
berdasarkan jarak
(jauh-dekat)
19 Mengikuti perintah
tentang posisi
(duduk/baris di
belakang dan
depan)
20 Mengenali fungsi
uang
21 Mengenal waktu
pagi, siang, dan
malam
22 Mengenal konsep
sebentar dan lama
23 Mencari cara
untuk membangun
bentuk dari balok
mainan
Aspek Fisik/motorik
N Indikator Tambahan breakdown Pengisi Checklist
O perilaku (optional) Observer Orang Pendidik
tua
1 Meniru gerakan
senam
2 Bergerak mengikuti
musik
3 Berjalan dengan
kontrol yang baik
4 loncat 10-20cm
dengan dua kaki
kearah atas
5 Merayap dan
merangkak lurus ke
depan
6 Menghindari
rintangan
7 Melompat ke depan
dengan dua kaki
8 Naik turun tangga
dengan/tanpa
berpegangan
9 Masuk ke dalam
Lorong meja, kursi,
dll
10 Menggulirkan/melem
par bola dengan
satu/dua tangan
11 Memasukan bola
dengan satu/dua
tangan ke keranjang
12 Menangkap bola
13 Merobek /meremas
kertas dengan jari
14 Melipat, mencoret-
coret kertas dan media
lain
15 Mencapai tinggi dan
berat badan ideal
16 Makan sendiri dengan
dibantu
17 Berayun dan
bergelantungan
dengan dua tangan
18 Berdiri dengan
mengangkat satu kaki
19 Berjingkat-jingkat
dalam berjalan
20 Berjalan dengan
berbagai macam
variasi (lurus, zig zag)
21 Membuka dan
menutup risleting
22 Memotong dengan
gunting
23 Memengan benda
dengan benar (gelas
tanpa tumpah)
24 Merasakan benda
dengan meraba
Aspek Seni/kreatifitas
N Indikator Tambahan breakdown Pengisi Checklist
O perilaku (optional) Observer Orang Pendidik
tua
1 menggerakan
kepala, tangan,
atau kaki sesuai
irama lagu/music
2 Bersenandung kata
atau lirik lagu
tertentu
3 Menyanyikan
beberapa lagu
4 Bertepuk tangan
membentuk irama
5 Membuat bunyi-
bunyian dengan
berbagai alat
6 Melukis/mengamb
ar dengan jari
7 Melipat kertas
secara sederhana
8 Berkreasi pada Membikin olahan
kertas atau objek makanan, membentuk
kertas
9 Membuat coretan
tanpa berbentuk
Instrumen Wawancara
Guideline FGD
Hal apa saja yang penting diperhatikan untuk seorang anak agar dikatakan dia tumbuh
dan berkembang sewajarnya?
Idealnya anak ibu tumbuh dan berkembang dari sisi apa saja bu?
(Emosi, sosial, Bahasa/komunikasi, fisik dan motorik, moral dan agama, kreatifitas,
kemandirian?)
Faktor apa saja yang menurut ibu bisa membantu dalam tumbuh kembang anak atau
masalah dan harapan ibu tadi?
sejauh ini apa saja yang ibu perhatikan dari anak ibu dan menjadi catatan untuk
dikembangkan dan ditingkatkan
apa ibu merasa selama ini ada bebepa hal dari anak ibu yang ingin sekali ibu bisa
mengatasinya atau mencari jawaban bagaimana menanggulanginya?
Menurut ibu kenapa ya bisa seperti itu anak ibu (ada hal yang perlu ibu tanggani atau
kurang dari anak ibu)?
Menurut ibu hal itu bisa diatasi atau diselesaikan dengan cara seperti apa (hal-hal yang
dikeluhkan dan diceritakan)?
Bisa tidak ibu ceritakan pengalaman ibu selama ini mengatasi hal-hal yang ibu
keluhkan atau ingin sekali ibu mengetahui jawaban cara menanggulanginya tadi.
Dalam kata lain cara-cara ibu mengatasinya
Saya ulang harapan apa yang ibu inginkan mengenai anak ibu dan tumbuh
kembangnya?
apa yang menurut ibu masih ingin sekali ibu harapkan atau ada sesuatu di anak ibu
yang ibu ingin tidak ada.
Guideline Interview
Untuk orang tua:
Selama ini di lingkungan rumah siapa yang paling sering Bersama anak anda (kakek
nenek, ibu, ayah, pembantu)
Apa ibu bisa ceritakan kondisi lingkungan di rumah, seperti teman-teman bermainnya.
Aktivitas apa saja yang dilakukan anak ibu selepas sekolah, dan bagaimana pengaturan
waktu aktivitas tersebut.
Apakah anda dan bapak bekerja?
Siapa selama ini yang paling sering menemani anak anda di sekolah dan di rumah?
Apakah anda memantau perkembangan anak anda dalam belajar di sekolah
Apakah jika ada satu atau dua hal di sekolah yang anda atau guru sekolah rasa masih
kurang dari anak anda, maka anda akan coba cari pemecahannya saat di rumah
Apakah anda selalu memiliki waktu khusus untuk mengajak dan mengawasi anak anda
bermain di lingkungan luar rumah
Apakah ada waktu khusus anda atau bapak untuk bermain dengan anak anda
Apakah ada waktu khusus anda atau bapak dalam mengawasi apa yang dilakukan atau
yang di tonton anak anda
Apakah anda dan bapak memiliki cara atau peraturan sendiri untuk kebaikan
perkembangan anak anda (seperti fisik, keseimbangan, kecerdasan, berbahasa, dll)
Untuk Guru/Bunda:
Jika di sekolah anda rasa ada salah satu anak didik yang tidak sesuai harapan atau
perkembangannya dengan apa yang menjadi target sekolah atau menurut anda, maka
apa yang selama ini biasa anda lakukan kepadanya dan kepada orang tua murid.
Hasil Asesmen
Mk
3.6 bln
Islam
Suku jawa
Observer Firdaus Subj Bunga
/ Ardiansyah ek
30th
Interview
Ibu rumah tangga
er
Pendidikan SMA
Dari hasil Observasi menggunakan Behavior checklist yang diisi oleh
saya, orang tua dan guru melalui bantuan saya dalam mengisi, maka
didapatkan bahwa dari Aspek Moral dan agama, MK tidak mengikuti dengan
baik segala proses kegiatan belajar dan perilaku yang menunjukan kemampuan
dalam aspek moral dan agama seperti berdoa bersama, beryanyi lagu religi,
mengucapkan/memberi salam kepada guru, menjawab sapaan, membereskan
kembali barang yang sudah dia gunakan. Dia hanya sibuk dengan
keinginannya untuk jalan-jalan mengitari setiap sudut ruangan kelas. satu-
Hasil satunya yang tampak ada pada diri Mk adalah dia tidak menganggu teman atau
Observasi lingkungan kelas.
Pada aspek sosial, emosi, dan kemandirian Mk tidak banyak menampakan
perilaku yang ada pada aspek ini. Bermain Bersama teman, meniru apa yang
dilakukan teman, dapat ditinggal dalam waktu sebentar oleh ibunya, makan
minum sendiri, berkelompok Bersama teman-teman. Mk lebih senang sendiri,
bermain sendiri, atau duduk Bersama orang tuanya. Bahkan M tidak bisa
dibujuk saat dia tidak ingin berada di kelas atau marah saat minta sesuatu tidak
dikabulkan. Orang tuanya melengkapi proses penggalian data dengan behavior
checklist ini dengan mengatakan bahwa memang di rumah Mk memiliki emosi
yang susah untuk dikendalikan. Dirayu juga tidak bisa.
Pada aspek Bahasa/komunikasi Mk tampak tidak aktif. Mengucapkan dua-
tiga kata tidak pernah dia lakukan. Berkomunikasi dengan isyarat lebih sering
dia lakukan. Pernah sesekali orang tuanya bertanya apa yang dia mau, tapi dia
tetap memilih menggunakan jari telunjuknya untuk memberi isyarat, dan
mengucapkan satu kata yang tidak jelas. Dalam aspek ini M tidak pernah
mengikuti segala proses belajar yang dapat menstimulus kemampuan dia
berbahasa, seperti mengulang nama benda yang disebutkan oleh guru, ataupun
beryanyi Bersama. Ibu M tidak memberikan dukungan yang positif melihat
perilaku atau keadaan anaknya tersebut. Dia hanya diam saja, atau malah
membiarkan jika anaknya tiba-tiba ingin duduk dipangkuannya tanpa
mengikuti kegiatan di dalam kelas.
Pada aspek fisik/motorik M memiliki kemampuan yang cukup bagus. Dia
mampu berlari, meloncat kecil, dan mencoret-coret pada kertas gambar. Dalam
kelengkapan anggota tubuh juga tidak bermasalah.
Aspek seni dan kognisi M tidak menunjukan keadaan yang mengindikasikan
bahwa M perlu banyak yang ditingkatkan dari sisi ini. M mampu mengenali
tiap-tiap suara binatang dengan baik saat guru bertanya secara langsung pada
semua murid, dengan cara dia bunyikan terlebih dahulu suara itu. Dia juga
mampu menyusun balok dan mencoret-coret pada buku gambar dengan ritme
yang teratur.
Hasil FGD:
Orang tua Mk mengatakan bahwa persoalan kemampuan anaknya dalam
interaksi sosial, emosi, dan berkomunikasi sangat lambat. Jika Mk ditemukan
dengan teman-temannya Mk tidak bisa berinteraski dan berkomunikasi
layaknya teman-temanya yang lain. Diam, menyendiri, atau bermain sendiri
menjadi pilihannya. Bahkan jika teman-temannya mengajak Mk bermain dan
berbicara, Mk hanya senyum-senyum aja.
Sendi
Alim Usia 50 bulan,
Chandra anak pertama dari ibuk sum,
Observer Pratama Subj ibuk Sum
/ ek keseharian bekerja di pasar ManggaDua,
Interview kecuali hari senin – Rabu, Karena harus
er mendampingi Sendi di PAUD
14 november 2017:
Hasil
Observas 1. Aspek Agama, dari 15 indikator, Sendi memunculkan 5 indikator,
i antara lain, mengikuti bacaan doa, menyebut nama tuhan, mengucapkan
salam, tidak mengganggu teman, memelihara kebersihan. Dengan
catatan utuk membaca doa, menyebut nama tuhan dan mengucapkan
salam Sendi tidak bersuara dengan keras (dengan suara lirih).
2. Aspek sosial, emosional, dari 24 indikator seluruhnya tidak
dimunculkan oleh Sendi. Karena pada saat kegiatan PAUD Sendi hanya
terdiam dan tidak mau ikut dalam aktivitas.
3. Aspek Bahasa, dari 19 indikator, Sendi dapat memunculkan 7 indikator
diantaranya mengucapkan kalimat 2 - 3 kata, merespon ketika nama di
panggil, mengikuti atau mengulangi bunyi dan kata, menyebut nama
diri atau orang tua, menyampaikan pesan kepada orang tua, menjawab
pertanyaan dengan lirih, dan mengikuti dua atau lebih petunjuk /
perintah yang diberikan. Dengan catatan semua indikator tersebut
diucapkan dengan suara yang pelan (lirih)
4. Aspek Kognitif, dari 23 indikator Sendi dapat memunculkan 5 indikator
antara lain, menyebut benda – benda atau bentuk, menyebut angka satu
sampai lima, menanyakan keberadaan orang lain, menyebut anggota
keluarga, menyebut konsep bilangan.
5. Aspek Motorik, dari 24 indikator seluruhnya tidak dimunculkan oleh
Sendi. Karena Sendi hanya diam berdiri dan hanya duduk - duduk saja.
6. Aspek Seni/Kreatifitas, dari 9 indikator, Sendi dapat memunculkan 2
indikator, antara lain, berkreasi pada kertas atau objek dan membuat
coretan berbentuk.
Dari hasil pencatatan dan pengamatan, didapatkan Sendi pada saat di dalam
kelas PAUD hanya diam saja, contohnya ketika diajak untuk tepuk tangan, dia
hanya diam saja, dan ketika diajak untuk bernyanyi Sendi menggerakkan
mulunya tetapi tidak mengeluarkan suara. Namun hal yang berbeda
ditunjukkan oleh Sendi ketika jam kelas PAUD istirahat atau disudahi. Ekspresi
sendi begitu bahagia dan langsung mencari ibunya
20 november 2017
Observasi kali ini dilakukan pada saat PAUD TEGAR mengadakan lomba
fashion show dalam rangka memperingati hari pahlawan yang diadakan di
restoran cepat saji yang ada di dekat PAUD TEGAR. Dalam situasi ini Sendi
tetap menjadi seorang yang pendiam, tidak mau bersosiali sasi dengan teman –
teman sebayanya, mulai dari datang hingga pulang. Sendi selalu dengan
ibuknya, pada saat namanya di panggil untuk maju kedepan menunjukkan
keahliannya dalam bergaya Sendi nampak menunjukkan penolakkan
(menggengam ibuknya, menggelengkan kepala, dan diam saja), namun
akhirnya di paksa oleh ibuknya untuk maju dan akhirnya dia bersedia. Pada
saat menampilkan keahliannya, Sendi hanya jalan biasa (beda dengan teman –
temannya yang berlenggak lenggok) dan setelah itu langsung kembali ke
ibunya. Pada saat istirahat, para siswa – siswi diajak untuk mengunjungi dapur
restoran cepat saji tersebut, namun Sendi meminta ibunya untuk
mendampinginya, beda sekali dengan teman – temannya yang mau di tinggal
oleh orang tuanya.
21 november 2017:
Berdasarkan hasil observasi yang dilihat dari beberapa aspek, secara umum
subjek pada aspek moral dan agama terlihat bahwa ia mengerti hak milik
pribadi dan bukan miliknya oleh karena itu subjek cenderung mau mengalah
dan tidak suka mengganggu temannya, subjek juga terlihat bisa mengikuti
kegiatan berdoa saat setelah melakukan kegiatan. Pada aspek sosial,
emosional dan life skill subjek terlihat berpisah dengan orang tuanya dalam
waktu satu jam, dan subjek terlihat bisa bermain bersama teman walaupun
subjek tidak terlalu bisa bergabung dengan temannya, pada saat bermain
subejek terlihat bisa merapikan dan menyimpan mainannya, subjek juga
cenderung bisa menunggu pada saat harus menunggu giliran dan subjek
mampu bekerja dalam kelompok. pada aspek bahasa, subjek bisa mengikuti
dua atau lebih petunjuk yang di sampaikan, subjek juga merespons ketika
namanya di panggil, mengucapkan dua atau tiga kata sederhana dan
mengikuti atau mengulangi kata yang disampaikan walaupun masih terdengar
agak sulit. Pada aspek kognitif, subjek dapat menyebutkan benda-benda atau
bentuk disekitar dan dapat membedakan warna dasar dalam bahasa indonesia
dan beberapa dalam bahasa inggris. Selain itu subjek juga dapat
mengelompokkan benda berdasarkan ciri tertentu dan dapat mengikuti
perintah tentang posisi. Pada aspek fisik/motorik, subjek mampu berjalan
dengan kontrol yang baik. Namun pada aspek seni/kreatifitas masih belum
ada perilaku subjek yang muncul.
14 november 2017:
Interview dilaksanakan pada saat setelah jam kelas PAUD berakhir, interview
ini adalah interview awal, hanya sedikit data yang diperoleh dari interview
awal ini. Menurut ibuk Sum, Sendi menunjukkan perilaku yang berbeda saat
dirumah maupun disekolah PAUD. Menurut beliau ketika dirumah Sendi
seperti halnya anak lain, bermain, bercanda dengan teman – temannya tetapi
menurut ibuk sum teman rumah Sendi tidak ada yang bersekolah PAUD di
PAUD TEGAR. Beda halnya saat di PAUD, menurut beliau Sendi anak yang
pendiam, padahal ibuk Sum selalu menyuruh Sendi untuk bermain dengan
teman – temannya, tetapi Sendi tidak mau untuk bermain dengan teman –
temanya dan hanya diam saja.
21 november 2017:
Interview dilakukan pada saat setelah Sendi dan teman – temannya selesai
mengunjungi dapur. Dari interview yang sudah dilakukan ada beberapa data
yang dipatkan, yaitu kebiasaan Sendi yang selalu pendiam dan enggan
bersosialisasi dengan temannya dimulai sejak memasuki sekolah PAUD dari
bulan Januari. Menurut orang tua Sendi, Sendi sangat berbeda ketika dirumah,
dia bisa menjadi anak yang periang dan gembira, orang tua Sendi juga
mengkhawatirkan kebiasaan tersebut, karena setelah ini Sendi akan masuk TK.
Ibu Sendi kawatir jika disekolah TK nanti tidak bisa ditinggal, karena selalu
mencari ibunya. Saat peneliti bertanya apakah ada teman seruamh Sendi yang
bersekolah di PAUD TEGAR ? ibu Sum menjawab, tidak ada mas, teman
Sendi semuanya itu anak – anak TK dan SD kalo dirumah. Kebiasaan Sendi ini
menurut ibu Sum juga terjadi ketika saat berada di tempat mengaji. Sendi
menjadi anak yang pendiam dan tidak mau bersosiali sasi dengan teman -
temannya. Ibu Sum pernah menanyakan kebiasaan Sendi tersebut ke Sendi, dan
Sendi menajawab malu dengan teman – temanya karena tidak kenal. Saat
ditanya apakah pernah ada pengalaman yang membuat S menjadi malu ketika
berada di suatu kelas, ibu Sum menjawab tidak ada mas. Ibu Sum bercerita
bahwa kebutuhan Gizi Sendi terpenuhi dengan baik, Sendi suka makan sayur
dan pola makan yang teratur. Tetapi ibu Sum tidak mengerti kenapa anaknya
menjadi pendiam saat di PAUD dan tempat mengaji.
Interview dilaksanakan pada saat setelah jam kelas PAUD berakhir, interview
ini adalah interview awal, hanya sedikit data yang diperoleh dari interview
awal ini. Menurut ibuk Sum, Sendi menunjukkan perilaku yang berbeda saat
dirumah maupun disekolah PAUD. Menurut beliau ketika dirumah Sendi
seperti halnya anak lain, bermain, bercanda dengan teman – temannya tetapi
menurut ibuk sum teman rumah Sendi tidak ada yang bersekolah PAUD di
PAUD TEGAR. Beda halnya saat di PAUD, menurut beliau Sendi anak yang
pendiam, padahal ibuk Sum selalu menyuruh Sendi untuk bermain dengan
teman – temannya, tetapi Sendi tidak mau untuk bermain dengan teman –
temanya dan hanya diam saja.
Hasil FGD:
orang tua S banyak menceritakan jika anaknya kalau sudah minta sesuatu dan
tidak dituruti maka dia tidak bisa dirayu walau dengan tawaran yang lain. S
juga saat ketemu dengan lingkungan baru selalu lengket dan tidak bisa
dilepaskan/ditinggal oleh orang tuanya. Bahkan dia akan menanggis jika ada
orang baru yang dia baru kenal. Orang tua S berkata berharap sekali bisa
meningkatkan agar anaknya bisa bergaul dan emosinya tidak tinggi saat marah-
marah.
Pada hasil interview yang dilakukan dengan nenek subjek, subjek adalah anak
tunggal yang tinggal dengan kedua orangtua, nenek kakek dan sepupunya.
Kedua orangtua subjek bekerja pada pagi dan malam hari. Subjek seringkali
bermain dengan nenek kakeknya dan saudara-saudara sepupunya. Selain itu
subjek seringkali belajar sendiri menggunakan HP dengan melihat youtube.
Setelah ibunya pulang dari bekerja, terkadang ibunya menemani subjek belajar.
Menurut nenek subjek, subjek sudah mampu melakukan kegiatan kebersihan
diri mulai dari gosok gigi hingga sudah bisa pergi ke kamar mandi sendiri.
Dari hasil belajar subjek selama ini subjek sudah mampu mengucapkan dan
Hasil berhitung 1 sampai 40 dengan menggunakan bahasa inggris. Pada saat bermain
Wawanca dengan sepupunya, subjek senang bermain kereta-keretaan dan bermain
ra / FGD mainan jepang dari HP. Namun, pernyataan dari nenek subjek, subjek masih
belum mampu mengontrol emosi ketika ada sepupunya yang menjahilinya
dengan begitu subjek langsung memukul jika tidak, ia tidak akan merasa lega.
Dari wawancara dengan neneknya, subjek juga cenderung kurang bisa bermain
dengan teman di paud atau diluar rumah. Subjek hanya bisa bermain dengan
nyaman ketika ia bersama sepupunya.
YG
3th
Sofia Zadawati Ibu Y
Observer (5130008) Subj 31 tahun
/ ek Ibu Rumah tangga.
Interview Ayah T 32 Tahun
er Sales
Jl Dinoyo Gang Buntu NO.7 B RT 7 RW 4
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan subjek mengalami di masalah di
aspek-aspek tertentu Aspek Sosial yang membutikan bahwa subjek kurang
Hasil bergaul bersama teman-teman nya. Dan cenderung bermain sendiri dan tidak
Observasi berkumpul bersama teman – teman saat bermain bersama teman-teman yang
lainnya.
Orang Tua subjek mengatakan sudah timbang di PAUD selama 1 bulan sekali
secara rutin untuk mengetahui perkembangan tinggi dan berat badan subjek.
Tinggi dan berat badan subjek saat ini adalah 100 Cm dan 17 kg. Orang tua
subjek juga mengatkan tidak ada masalah di dalam perkembangan subjek berat
badan dan tinggi subjek selalu naik dan turun menurut orang tua subjek berat
Hasil badan subjek menurun karena tidak mau makan.
Wawanca
ra / FGD Selain itu mengenai perkembangan aspek kognitif : Orang tua subjek
mengatakan bahwa subjek bisa menulis huruf dan angka tetapi masih kaku dan
subjek mudah bosan. Tetapi saat diajak berbincang- bincang dengn orang yang
baru di kenal subjek masih malu-malu.
Subjek juga aktif di dalam kelas saat pengajar PAUD memberikan pelajaran
subjek mengikuti dengan baik.
Terjadi kesenjangan antara harapan orang tua dengan kondisi aspek sosio-
emosional (adaptasi) yang seharusnya dicapai subjek usia 3 tahun. Orang tua
mengharapkan agar subjek berani atau mau mencoba permainan lain. Padahal
sesuai indikator aspek sosio-emosional (adaptasi), anak usia 3 tahun
mengalami ketakutan terhadap suatu hal, salah satunya takut bermain
permainan yang menurut anak tidak nyaman.
Aspek Fisik Motorik halus : Terjadi kesenjangan Harapan Orang tua dengan
dengan kondisi aspek Fisik Motorik halus yang seharusnya di capai pada anak
usia 3 tahun. Orang tua mengharapkan agar subjek bisa menulis dengan benar.
V
Alifah Hanun 3.5th
Observer Subj
/ ek
Interview
er
Subjek berumur 4 tahun. Saat sekolah, subjek selalu diantar oleh neneknya dan
jarang sekali diantar oleh orang tua nya bahkan terbilang tidak pernah. Saat di
sekolah, subjek awalnya pendiam jika dipanggil hanya menoleh saja tanpa mau
datang ke tempat orang yang memanggil. Subjek selalu cium tangan pada
gurunya tanpa disuruh oleh neneknya. Subjek mau bermain dengan temannya
dan berbagi mainan dengan teman lainnya.
Jika dengan orang baru, subjek masih malu untuk mendekat, tapi subjek
bermain dengan teman-temannya. tapi terkadang subjek tidak mau mengalah
Hasil dengan temannya saat meminjam mainan nya. Tak jarang subjek setelah
Observasi bermain duduk di pangkuan nenek.
Saya mewawancarai nenek subjek, karena subjek lebih sering diantar oleh
neneknya. Dari hasil wawancara yang saya dapat jika sujek dekat dengan
neneknya. Saat di rumah, subjek masih egois dan jika diganggu saat bermain
atau sedang serius subjek akan marah-marah. Subjek masih sering emosi dan
tidak mau mengalah. Saat di rumah subjek sering bermain gadget dan jika
diganggu subjek akan marah. Tapi, saat di sekolah subjek tidak membawa
gadget nya ke sekolah dan bermain dengan temannya.
Hasil FGD:
Kami mengadakan fgd agar lebih mudah mendapatkan informasi terkait subjek.
Hasil Hasil dari fgd yang telah kami lakukan yaitu subjek lebih dekat dengan sang
Wawanca nenek karena orangtua nya bekerja. Subjek masih bermasalah di bagian emosi,
ra / FGD karena nenek subjek bilang jika subjek masih suka marah-marah jika diganggu.
Saat di rumah jika subjek bermain gadget tidak mau diganggu. Jika disuruh
berhenti bermain subjek marah-marah.
D
Risaldi Tanjung
Observer Subj
/ ek
Interview
er
Berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan di paud tegar subjek mengalami
di masalah di aspek-aspek tertentu salah satunya Aspek Sosial yang
Hasil membutikan bahwa subjek cenderung mencari perhatian dari lingkungan
Observasi sekitar, dengan cara membuat keributan di kelas
Hasil
Wawanca
ra / FGD
A. Breakdown Perilaku
Perilaku M – Senin/ 06-11-2017
Aspek fisik/motorik
Tampak lengkap setiap Event Kevin tampak sehat dari segi fisik
anggota tubuh, dan tidak Sampling
menunjukan penyakit
tertentu pada bagian tubuh
Observasi ibu M
Analisis Firdaus Ardiansyah: Pada hasil yang telah dijabarkan melalui data asesmen
berupa observasi, wawancara, FGD maka diketahui bahwa aspek sosial dan Bahasa pada M
perlu ditingkatkan kembali. Pengaruh yang sangat besar dalam kedua aspek tersebut pada diri
M adalah faktor ekstrinsik. Faktor esktrinsik yang dimaksud adalah khusus peran orang tua
dan lingkungan yang mendukung. Sebagaimana dijelaskan Soetjiningsih (2012) bahwa di
dalam faktor ekstrinsik yang ikut berpengaruh pada tumbuh kembang anak adalah Peran aktif
orang tua dan Lingkungan yang merangsang semua aspek perkembangan anak. Mengkaitkan
teori ini dengan data yang didaptkan sebelum M mampu berbicara walau hanya satu kata dua
kata, lingkungan M di sekitar rumah tidak mendukung untuk M bermain dan berinteraksi yang
sedikitnya akan berperan dalam menstimulus M dalam mengembangkan kemampuannya
dalam berbahasa dan bersosial. Pola asuh memanjakan dan mengabaikan turut andil dalam
membentuk tumbuh kembang M sekarang. Orang tua M tidak cukup aktif dalam
menyelesaikan hal yang perlu ditingkatkan dari sisi bahasa dan sosial M. orang tua dia banyak
membiarkan M bermain gadget, tidak banyak mengajak anaknya berbicara (kebetulan orang
tuanya sangat pendiam -begitupun yang informasi yang diketahui dari pengajar PAUD-), dan
tidak pula memberikan jadwal khusus untuk mengajak M keluar bermain bersama teman-
temannya. Kesempatan M berinteraksi dengan teman sebayanya hanya diperoleh di PAUD.
Keadaan semacam ini tidak terlepas dari rendahnya pengetahuan orang tua M bahwa tumbuh
kembang anak itu tidak hanya menyoal fisik dan motorik, tapi kemampuan berbahasa dan
bersosial juga. Penjelasan ini tidak bisa dilepaskan dari prespektif teori ekologi milik
Bronfenbrenner, bahwa anak tidak akan bisa dilepaskan dari zona sistemnya (mikro, makro,
ekso, meso, krono-sistem) dalam perkembangannya. Bronfenbrenner (Santrock, 2012)
menjelaskan bahwa mikrosistem adalah zona pertama yang banyak memberikan kontribusi
dalam pembentukan perilaku/kepribadian seseorang. Orang tua, teman-teman, dan lingkungan
sekolah adalah kunci pertama yang harus banyak berperan dalam proses pembentukan tumbuh
kembang anak.
Anilisis Alim: Dari hasil asesmen didapatkan bahwa Sendi adalah anak yang kurang
mampu utuk bergaul dengan teman sebayanya khususnya teman di tempat PAUD dan mengaji,
hal ini ditunjukkan dengan sikap menarik diri, menjadi seorang yang pendiam dan tidak mau
bersosialisasi. Dalam konteks sosial emosi, emosi cenderung mendorong aktivitas sosial
seseorang. Kompetensi sosial ditentukan oleh kompetensi emosi seseorang. Menurut
Nurmalitasari (2015) Seseorang dengan kecerdasan emosional yang tinggi cenderung menjadi
pribadi yang kompeten secara sosial. Menurut Goleman (2006, dalam Nurmalitasari, 2015)
menyatakan bahwa kematangan emosi seseorang anak merupakan kunci keberhasilan dalam
menjalin hubungan sosialnya. Sesuai dengan hal tersebut bisa dikatakan kematangan emosi
Sendi belum terbentuk dengan sempurna karena dia masih belum bisa untuk bersosialisasi
didalam lingkungan PAUD dan tempat mengaji, namun hanya mau bersosialisasi di sekitar
rumahnya. Dalam Peraturan Menteri Nomor 58 Tahun 2009 mengenai standar pendidikan
anak usia dini sudah dibuat standar mengenai tingkat pencapaian perkembangan berdasarkan
kelompok usia. Antara lain, untuk anak usia 4 - < 5 tahun, yaitu :
Dari 8 indikator tersebut hampir seluruhnya (sesuai hasil observsai dan interview) Sendi belum
dapat menunjukkan hal tersebut. Oleh karena itu orang tua maupun guru harus terus berupaya
untuk menngkatkan kematangan emosi Sendi supaya Sendi menjadi anak yang dapat bergaul
dan bersosialis sasi dengan lingkungan barunya.
Adapun teori urutan kelahiran anak tunggal yang menyatakan bahwa Anak tunggal berada
dalam kondisi paling unik dalam hal daya saing, yaitu tidak bersaing dengan saudara-
saudaranya tetapi terhadap ayah dan ibunya. Anak tunggal sering membentuk rasa superior
yang tinggi dan. Tetapi anak tunggal kurang memiliki sifat kerja sama dan minat sosial,
bersikap parasit, mengharapkan orang lain untuk memanjakan dan melindungi diri mereka dan
memiliki cara hidup manja (Fiest and Fiest dalam Subroto,dkk, 2017). Teori ini mendukung
pernyataan bahwa subjek kurang mampu dalam sifat kerjasama dan minat sosial dilihat dari ia
kurang bisa beradaptasi dengan teman-temannya pada waktu di sekolah dan ia cenderung
nyaman bermain dengan sepupu dan neneknya dirumah.
Dalam Nurmalitasari (2015) Piaget menyatakan bahwa anak pada usia tersebut menunjukkan
adanya sifat egosentris yang tinggi pada anak karena anak belum dapat memahami perbedaan
perspektif pikiran orang lain, pada tahapan ini anak hanya mementingkan dirinya sendiri dan
belum mampu bersosialisasi secara baik dengan orang lain(Suyanto, 2005). Dapat dilihat
bahwa subjek juga belum bisa bersosialisasi dengan temannya pada saat di sekolah dan lebih
memilih bermain dengan neneknya ataupun hanya dengan gadget, sesekali subjek juga
bermain dengan saudara sepupunya.
Baumrind (Santrock, 2012) mengatakan bahwa terdapat empat bentuk utama gaya pengasuhan.
Gaya pengasuhan pada subjek yaitu Pola asuh yang mengabaikan (neglectful parenting) Gaya
pengasuhan tanpa keterlibatan orang tua, dimana orang tua menghabiskan sedikit waktu
bersama anak-anak mereka. Berhubungan dengan ketidakcakapan sosial yang buruk. Subjek
lebih dekat dengan neneknya dibanding dengan orangtua nya karena oreangtua subjek bekerja.
Saat sekolah, subjek juga diantar oleh nenek nya dan jarang diantar oleh orangtua nya.
Menurut nenek subjek, subjek di rumah lebih terlihat egois nya dan emosi nya masih
berlebihan. Orangtua subjek yang bekerja jarang mengecek keadaan subjek. Jika sedang
bermain gadget subjek tidak bisa diganggu, jika diganggu subjek akan berontak dan marah-
marah.
Analisis Sofia: Berdasarkan hasil asesmen, masalah yang paling banyak terjadi pada aspek
sosio-emosional, khususnya terjadi kesenjangan antara harapan orang tua dengan capaian
perkembangan sesuai usia anaknya. Contoh, terdapat tiga (3) orang tua yang berharap agar
anaknya (usia 3 tahun) tidak malu terhadap orang lain, satu (1) orang tua yang berharap agar
anaknya (usia 3 tahun) tidak takut mencoba berbagai hal, dan satu (1) orang tua yang yang
kurang bisa menerima jika anaknya (usia 3 tahun) marah dan membantah ketika diberitahu.
Padahal, sesuai perkembangan aspek sosio-emosional, anak usia 3 tahun memang masih
memiliki ketakutan terhadap suatu hal dan rasa malu kepada orang baru/tidak dikenal
sedangkan anak usia 3 tahun sudah mulai bisa menunjukkan kemarahan dan rasa tidak suka
dinasehati (Damon & Lerner, 2008; Clark & McDowel, n.d). Oleh karena itu, para orang tua
perlu diberi pemahaman/informasi mengenai perkembangan anaknya khususnya
perkembangan aspek sosio-emosional. Subjek juga mengalami di aspek-aspek tertentu. Pada
Aspek sosial membuktikan bahwa subjek kurang bisa bergaul dengam teman-temannya saat
bermain dengan teman yang lainnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan Teori Santrock 2012 yang
menyebutkan bahwa Keberadaan PAUD bisa menstimulasi aspek-aspek anak, seperti fisik,
kognitif, dan sosio-emosional.
Analisis Risaldy : Gaya pengasuhan yang dikemukakan oleh Diana Baumrind
mendeskripsikan empat tipe gaya pengasuhan yaitu otoriter, autoritatif, permissve indulgent
dan permissive indifferent (Baumrind dalam Santrock, 2012). Menurut saya subjek termasuk
dalam gaya pengasuhan Permissve, menurut Diana Baumrind dikutp oleh Dariyo tipe pola
asuh permissive adalah dimana orang tua tidak pernah berperan dalam kehidupan anak. Anak
diberikan kebebasan melakukan apapun tanpa pengawasan dari orang tua. Orang tua
mengabaikan tugas inti mereka dalam mengurus anak, yang dipikirkan hanya kepentigannya
saja. Anak yang diasuh oleh orang tua seperti ini cenderung melakukan pelanggaran-
pelanggaran yang ada, misalnya melakukan pelanggaran di sekolah seperti bolos, tidak
dewasa, memiliki harga diri yang rendah dan terasingkan dari keluarga. Dikuatkan dengan data
subyek, menurut nenek dari subyek tersebut, subyek melakukan tingkah laku yang selalu
memukul kepala subyek itu sendiri apabila ia dimarahi oleh orang tuanya. Karena kedua orang
tua subyek bekerja sebagai penjual di salah satu warung kopi yang buka mulai pukul 12 siang
hingga setengah tiga pagi, oleh karena itu subyek kurang mendapatkan perhatian dan kasih
sayang dari orang tuanya.
Dari data asesmen melalui metode observasi, interview, dan FGD yang sudah disatukan
dari empat subjek, maka didapatkan dua aspek yang mendominasi dan selalu muncul yaitu
aspek sosial dan emosi.
Dua aspek tersebut muncul dari bagaimana enam subjek tidak menunjukan sebuah perilaku
atau kemampuan yang memberikan indikasi ke arah sosial. Bermain gadget sendiri, berjalan-
jalan sendiri mengitari sudut kelas, tidak mau berkumpul dengan teman-teman, menanggis jika
ditinggal sebentar, dan ada pula yang selalu memilih duduk Bersama dengan ibunya. Hal
tersebut dilakukan oleh subjek pada saat aktivitas belajar bersama, berkelompok membentuk
lingkaran, dan juga pada saat waktu istirahat. Sedangkan aspek emosi muncul pada amatan
secara langsung saat beberapa subjek yang dipilih diantara empat subjek amatan banyak
menuntut keinginannya ke ibunya, dan jika dilarang maka dia meluapkan dengan tangisan
yang tidak bisa ditenangkan walau dengan rayuan tertentu.
Kedalaman data diperoleh saat melakukan interview dan FGD (focus group discussion)
bahwa memang enam subjek banyak mengalami kesusahan dalam proses berinteraksi sosial,
dan emosi (marah) yang tidak kunjung padam jika didiamkan. Bujukan orang tua juga tidak
mampu. Bahkan empat orang tua subjek menceritakan bahwa pengalaman mengasuh anak
banyak mengalami kendala di dua aspek tersebut. Keinginan mereka yang cukup kuat untuk
meningkatkan kemampuan anak mereka dalam persoalan sosial dan emosi yang
lemah/bermasalah sudah mereka ungkapkan dengan jelas.
Dari data dan analisa yang disatukan persoalan terbesar adalah kehadiran dan keaktifan
orang tua dalam mendukung tumbuh kembang anak. Mereka memiliki permasalahan dalam
ketidak tahuan akan pentingnya kehadiran atau pola asuh yang cocok untuk anaknya. Para
orang tua juga tidak mengerti permasalahan seputar tumbung kembang anak itu mencakup apa
saja. Bagi mereka anak dengan tubuh sehat itu sudah tidak ada yang perlu dipersoalkan.
TAHAP INTERVENSI
Rancangan Intervensi
Materi yang akan disampaikan adalah materi yang bertemakan seputar perkembangan
Aspek Sosial-emosi anak usia dini. Pertimbangan menggunakan materi ini adalah berdasarkan
hasil asesmen observasi, interview, dan khususnya FGD. Karena dari hasil asesmen tersebut
diketahui bahwa permasalahan dan hal yang ingin ditingkatkan orang tua enam subjek yang
menjadi pengamatan adalah aspek sosial-emosi.
Materi pertama yang digunakan adalah materi untuk memahami secara umum
bagaimana anak usia dini berkembang, dan karakter yang mereka miliki. Teori yang mendasari
adalah anak kecil usia dini adalah anak yang sedang menjalani masa keemasan (golden age),
dan mereka berada pada masa yang sangat mudah untuk belajar. Akan tetapi kami juga
menjelaskan bahwa anak usia dini tidak tumbuh dan berkembang secara bersamaan. Teori ini
kami ambil dari modul fakultas psikologi mata kuliah asesmen perilaku (2017).
Materi berikutnya yang coba kami berikan adalah mengenai jenis-jenis aspek tumbuh
kembang anak. Menjadi penting karena para orang tua di lokasi penelitian hanya memahami
tumbuh kembang hanyalah persoalan fisik. Maka kami memberikan teori yang ada pada
beberapa literature mengenai aspek-aspek yang ada pada anak usia dini. Seperti fisik/motorik,
Bahasa, sosial-emosi, dan kognisi. Adapun penjelasan mengenai aspek sosial-emosi yang
menjadi bahasan utama kami, maka kami menggunakan teori yang dijelaskan oleh Santrock
(2011) mengenai definisi aspek tersebut.
Kemudian materi inti mulai kami masukan, yaitu materi mengenai hal-hal yang harus
diketahui mengenai persoalan perkembangan sosial dan emosi anak usia dini, yaitu apa saja
yang mempengaruhi aspek-aspek tersebut pada diri anak usia dini. Teori tersebut banyak kami
ambil dari Santrock (2011), yaitu tentang bagaimana gaya pengasuhan sangat mempengaruhi
perkembangan sosial dan emosi anak, bagaimana konsep modeling (meniru) pada figure-figur
yang ada di kehidupan seorang anak (orang tua dan guru) mempengaruhi cara mereka
mengembangkan kemampuan sosial dan emosi mereka, dan juga persoalan memahami tahap
perkembangan anak pada usia pra-sekolah, di mana pada tahap itu mereka akan menjadi figur
yang bermasalah secara sosial dan emosi jika orang tua tidak ikut membantu kesuksesan pada
tahap tersebut bagi seorang anak untuk melewatinya.
Kelekatan dan perlakuan salah (child maltreatment) juga menjadi bahasan yang
dihadirkan pada intervensi dengan bentuk psikoedukasi. Pada materi ini teori yang
disampaikan diambil dari Santrock (2011), dan mencoba menjelaskan bahwa kelekatan
seorang ibu, kesalahan perlakuan (kekerasan fisik dan verbal, pengabaian, pelecehan seksual)
akan menimbulkan konsekuensi bagi aspek sosial dan emosi seorang anak.
Materi-materi lain yang meliputi adalah persoalan perceraian, status sosial, dan gizi,
serta bentuk-bentuk persoalan sosial emosi pada seorang anak.
Pada materi terakhir kami berikan pembahasan bagaimana mengatasi persoalan-
persoalan sosial emosi pada seorang anak baik yang bisa dilakukan oleh orang tua dan juga
para pengajar PAUD. Semua penjelasan kami ambil dari beberapa penjelasan para tokoh yang
ada di literatur (Santrock, 2011) dan jurnal penelitian (Nurmalitasari, 2015 dan Na’imah,
2015). Teori tersebut mengenai konsep modeling, meningkatkan rasa berharga, teknik the
tower hamlets family, time out, dan juga teknik bermain peran.
Intervensi dilakukan pada hari senin tanggal 04 desember 2017. Acara dilakukan mulai
pukul 08.45-10.15 dengan jumlah peserta yag hadir 16 orang tua murid dan guru pengajar
PAUD yang berjumlah empat orang.
Acara kami mulai dengan dibuka oleh rekan kami yang bernama Alifah Hanun sebagai
MC. Saudari alifah mencoba menyapa ibu-ibu orang tua murid dengan sapaan hangat untuk
menjalin ikatan emosi / kedekatan (Raport), kemudian dia menceritakan secara keseluruhan
kami adalah mahasiswa psikologi Universitas Surabaya yang datang ke PAUD Tegar dengan
tujuan untuk membantu adik-adik PAUD melalui bantuan ibu-ibu dan pengajar PAUD dalam
meningkatkan aspek Sosial dan emosi adik-adik. Setelah itu Alifah mencoba menjelaskan
poin-poin materi yang akan disampaikan, dan juga tujuan dan manfaat dari mempelajarinya.
Pada akhirnya Alifah mencoba memperkenalkan pembicara yang akan menyampaikan materi
yang akan diberikan.
Setelah perkenalan dilakukan oleh saudari Alifah, maka Firdaus Ardiansyah sebagai
pembicara pertama mencoba menjelaskan mengenai masa yang sedang dilalui oleh anak usia
dini. Ibu-ibu tampak mengangguk-ngangguk dan antusia saat memahami bahwa usia anak
mereka adalah masa keemasan dan masa mereka belajar dengan mudah dan cepat. Kemudian
Firdaus mencoba menjelaskan aspek apa saja yang selama ini seharusnya diperhatikan bagi
orang tua untuk anaknya. Firdaus mencoba menjelaskan, aspek tumbuh kembang itu bukan
hanya fisik saja, tapi ada yang tidak kalah penting, yaitu tentang bagaimana Bahasa, sosial, dan
kognisi mereka. Setelah materi mengenali aspek-aspek yang ada pada anak usia dini
disampaikan, maka Firdaus mencoba melanjutkan pada penjelasan mengenai persoalan-
persoalan atau hal yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosi anak-anak
mereka. Pada materi ini ibu-ibu mulai banyak yang memberikan respon seperti mengulang apa
yang telah diucapkan pembicara, menanggapi, dan mengangguk-ngangguk.
Tidak kalah antusias saat pembicara kedua Alim Chandra masuk setelah Firdaus
menyelesaikan materi yang telah disampaikannya. Alim mencoba menjelaskan tips dan trik
mengatasi permasalahan sosial emosi pada seorang anak. Ibu-ibu mulai ikut berkomentar
menanggapi apa yang telah disampaikan.
Pada tahap selanjutnya Rosi dan Risaldi mulai mengajak orang tua untuk melakukan
games “understanding each other” yaitu games yang mengajak orang tua saling berpasang-
pasangan kemudian bergantian saling memainkan peran yang telah diberikan oleh Risaldi dan
Rosi. Permainan tampak seru dan banyak yang tertawa terbahak-bahak. Setelah games selesai
Rosi mencoba menjelaskan manfaat dari games ini adalah agar orang tua mulai mencoba lebih
ditingkatkan lagi dalam persoalan mengawasi dan mempehatikan anak-anak mereka,
khususnya dalam memahami tumbuh kembang mereka.
Pada tahap terakhir Sofi Zadawati mencoba memimpin acara dengan kesimpulan,
diskusi Bersama, dan tanya jawab. Lalu ditutup dengan refleksi. Pada tahap ini tidak sedikit
ibu-ibu yang mulai menrapatkan jarak untuk bertanya pada Firdaus dan Alim. Kemudian pada
tahap refleksi para orang tua mengemukakan emosi yang mereka rasakan selama mengikuti
acara dan juga membandingkannya dengan waktu mereka belum memahami materi yang telah
diberikan.
Banyak dari masyarakat (orang tua) yang tidak memahami bahwa tumbuh kembang
anak bukanlah hanya pesoalan fisik dan motorik saja, tapi juga bagaimana aspek Bahasa,
sosial, emosi, dan kognisi anak-anak mereka.
Para orang tua memahami persoalan yang ada pada anak mereka lebih banyak setelah
psiko-edukasi diberikan. Mereka mulai mengetahui persoalan apa saja yang muncul pada anak
mereka, khususnya persoalan pada aspek sosial dan emosi.
Saran kami sebagai peneliti, acara-acara yang sama (psiko-edukasi atau penyuluhan)
lebih ditingkatkan lagi dengan cara bekerja sama dengan instansi atau Lembaga (PAUD,
Kelurahan, LSM) agar lebih menjangkau ke semua lapisan masyakarat. Modul-modul juga
banyak dicetak dan disebarluaskan, agar semakin banyak masyarakat yang teredukasi.
Daftar pustaka
Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry And Research Design, Choosing Among Five
tradition.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang Anak. Departemen Kesehatan. Jakarta.
Engle, P. and Huffman, S. L. 2010. Growing Children’s Bodies and Minds: Maximizing Child
Nutrition and Development. Food and Nutrition Bulletin. 31 (2): 186-197.
Martani, W., 2012. Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Jurnal
Psikologi. 39 (1)
Nurmalitasari, F. 2015. Perkembangan Sosial Emosi pada Anak Usia Prasekolah. BULETIN
PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA VOLUME 23,
NO. 2, DESEMBER 2015: 103 – 111 ISSN: 0854-7108.
Novita. Tandry. (2011). Mengenal tahap tumbuh kembang anak dan masalahnya.
Nurmalitasari. Femmi. (2015). Perkembangan sosial emosi pada Anak usia Prasekolah.
Na’imah. Tri. (2015) Family well-being dan aplikasi dalam optimalisasi tumbuh kembang
anak usia dini (kajian berdasarkan the tower hamslets family well-being model).
Riana. Mashar. (2011). Emosi anak usia dini dan strategi pengembannnya.
Santrock, J.W. 2011. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (edisi ketiga belas).
Jakarta: Erlangga.
Schaefer, C.E., Millman, H.L. (1981). How to help Children with common problems.
Subroto, et al. (2017). Pengaruh Urutan Kelahiran pada Kecemasan Mahasiswa Sekolah
Tinggi Ilmu Komunikasi X Jakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi X Jakarta. Jurnal
Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, Vol. 1, No. 1, April 2017: hlm 311-318
Tim Dosen Fakultas Psikologi. 2017. Modul mata kuliah Asesemen perilaku psikologi
UBAYA, 2017
Wijirahayu. A., Krisnatuti. D., Muflikhati. I. ( 2016) Kelekatan ibu-anak, pertumbuhan anak,
dan perkembangan Sosiak Emosi Anak Usia Pra-sekolah.
LAMPIRAN:
2. Modul intervensi