Nama-nama kelompok 6:
Claudia Juwita Maun
Eunike Vaniesa Polii
Cindy Pricilia Pitoy
Garatcia Weddy Solang
Dosen:
Pdt. Dr. Denny Najoan, S.Th, M.Si
FAKULTAS TEOLOGI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Misi Exodus adalah suatu tema yang dominan dalam PL dan bahkan dapat dikatakan exodus
merupakan titik tolak iman Israel. Exodus selalu menjadi dasar dari relasi umat dengan Allah.
Pandangan mereka terhadap kehidupan dan dunia juga dirumuskan dari titik pandang exodus.
C.S.Song menyatakan bahwa yang membuat exodus menjadi pengalaman historis yang begitu
penting dalam kehidupan Israel adalah tuntunan Allah melalui mulut Musa (Keluaran 5:1). Para
penulis PL menekankan hamper secara mutlak peran Allah sebagai pelaku utama dalam peristiwa-
peristiwa yang membebaskan orang Israel dari penindasan di Mesir.
Misi kehambaan ditembukan dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Misi
kehambaan ini sangat menonjol dalam kitab Deutro Yesaya dan muncul juga dalam Trito Yesaya.
Kemudian oleh para penulis Perjanjian Baru yang menyaksikan kehambaan Yesus dari awal
kehadiran-Nya di dunia sampai di puncak Golgota-misi hamba Yahwe dalam Deutero dan Trito
Yesaya itu diyakini sebagai nubuat yang dipenuhi oleh dan di dalam diri Yesus. Misi kehambaan
begitu penting dalam Alkitab ini perlu ditemukan lagi dan menjadi dasar misi Gereja pada masa
kini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MISI EXODUS
Exodus adalah suatu tema yang dominan dalam PL dan bahkan dapat dikatakan exodus
merupakan titik tolak iman Israel. Exodus selalu menjadi dasar dari relasi umat dengan Allah.
Pandangan mereka terhadap kehidupan dan dunia juga dirumuskan dari titik pandang exodus.
C.S.Song menyatakan bahwa yang membuat exodus menjadi pengalaman historis yang begitu
penting dalam kehidupan Israel adalah tuntunan Allah melalui mulut Musa (Keluaran 5:1). Para
penulis PL menekankan hamper secara mutlak peran Allah sebagai pelaku utama dalam peristiwa-
peristiwa yang membebaskan orang Israel dari penindasan di Mesir.
Misi Gereja dalam rangka Misi Exodus berarti keterlibatan gereja dalam karya Allah
membebaskan manusia dari dosa manusia lain. Dengan kata lain gereja dipanggil untuk membawa
injil itu kepada ‘manusia sasaran dosa’.
Roh atau Spirit Allah yang ada di dalam diri manusia membuat manusia menjadi rekan sekerja
Allah dalam penciptaan untuk menghuni dan memelihara secara kreatif. Tetapi roh manusia itu
terbatas. Manusia memberontak melawan Allah, karena manusia mempertanyakan keabsahan
batas-batas itu. Inilah tragedi manusia sebagai mahluk yang dikariniai Roh Allah, namun jatuh
menjadi korban dari spiritualitasnya sendiri. Jadi dosa pada hakikatnya adalah perbudakan
spiritualitas manusia, justru karena ia ingin menjadi bebas tanpa batas-batas.
Keterlibatan Gereja dalam gerakan pembebasan tidak berarti Gereja menerima semua yang
dilakukan atas nama pembebasan dan kemerdekaan. Gereja bertugas untuk memperlihatkan
intervensi Allah sebagai sesuatu yang esensial dalam gerakan pembebasan. Pembebasan tanpa
Allah merupakan gerakan yang buta dan kelirudalam menghalalkan cara-cara untuk mencapai
tujuan.
Oleh karena itu, Gereja di Indonesia terlibat dalam Misi Exodus dengan ikut serta secara
sungguh-sungguh memelihara kemerdekaan bangsa ini agar bangsa yang secara formal sudah
merdeka, bebas dari penjajahan, mengalami juga kemerdekaan dalam berbagai aspek kehidupan
bersama.
B. MISI KEHAMBAAN
Misi kehambaan ditemukan dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Misi
kehambaan ini sangat menonjol dalam kitab Deutro Yesaya dan muncul juga dalam Trito Yesaya.
Kemudian oleh para penulis Perjanjian Baru yang menyaksikan kehambaan Yesus dari awal
kehadiran-Nya di dunia sampai di puncak Golgota-misi hamba Yahwe dalam Deutero dan Trito
Yesaya itu diyakini sebagai nubuat yang dipenuhi oleh dan di dalam diri Yesus. Misi kehambaan
begitu penting dalam Alkitab ini perlu ditemukan lagi dan menjadi dasar misi Gereja pada masa
kini.
Misi kehambaan ini dapat ditelusuri dari pergumulan Israel sebagai umat pilihan dalam zaman
pembungan manakala mereka merefleksikan kembali hakikat umat Allah sebagi hamba Allah.
Perikop-perikop “Nyanyian Hamba Tuhan” yang terdapat dalam Deutero Yesaya (Yes.42:1-9,
Yes.49:1-13, Yes.50:4-9, Yes.52:13-53:12) menunjukkan misi kehambaan yang seharusnya
dilakukan Israel sebagai hamba secara kolektif (umat Allah) maupun hamba secara individual
(sebagai gambaran pribadi yang silam maupun tokoh masa depan atau tokoh ideal Mesias).
Keempat kidung itu walaupun masing-masing kidung dapat dipahami tersendiri tapi memiliki
kesatuan atau benang merah yang menunjukkan suatu perkembangan yaitu:
Hamba itu digambarkan sebagai orang pilihan yang dipanggil untuk menjadi model perjanjian
Allah dan dunia sehingga ia dapat menjadi terang bagi bangsa-bangsa (ayat 6).
Memiliki berita yang hampir sama dengan kidung yang pertama yaitu hamba yang dipilih menjadi
terang bagi bangsa-bangsa agar keselamatan Allah sampai ke ujung bumi (ayat 6).
Hamba dilukiskan sebagai murid atau hamba yang menderita karena kesetiaannya.
Hamba menjadi tokoh yang penuh penderitaan dan bahkan mati bagi kepentingan orang banyak
(ayat 2).
Dengan Deutero Yesaya dan khususnya dalam kidung hamba Tuhan itu tercermin suatu misi yang
terkesan pasif karena Israel diminta menjadi model dari dan untuk dunia tentang perjanjian Allah
dan dunia ini, Dengan itu Israel menjadi terang bagi bangsa-bangsa.
2. Misi kehambaan dalam Trito Yesaya
Dalam Trito Yesaya (56-66) yang mempunyai konteks berbeda dengan Deutero Yesaya yaitu
pada zaman sesudah pembuangan, maka akan ditemukan kidung hamba Tuhan yang kelima (Yes.
61:1-3). Kidung ini dibaca dalam konteks ketegangan antara orang-orang Israel dalam pembungan
sudah kembali ke Palestina dengan mereka yang tidak mengalami pembuangan. Kidung kelima ini
dikutip oleh Lukas atau dipakai oleh Yesus untuk menyatakan misi-Nya di tengah-tengah dunia in
(Lukas 4:18-19). Dalam konteks Trito Yesaya perhatian utama bukanlah orang asing tetapi
sekelompok orang di dalam umat Israel sendiri yang tersingkir atau terbuang, miskin dan tertindas.
Misi yang mau disampaikan disini menimbulkan pengharapan di dalam diri orang-orang yang
putus asa dengan membangun visi masa bersama. Jadi misi yang nampak di sini adalah misi
solidaritas dengan penderitaan orang sebangsa, tidak peduli apa pun keyakinannya. Perbedaan latar
belakang dan pengalaman masa lalu antara orang-orang Israel yang pernah hidup dalam
pembuangan dan mereka yang tidak mengalami pembuangan dilebur dalam solidaritas bersama
terhadap saudara sebangsa yang menderita.
Dalam Perjanjian Lama dimensi misi mencapai titik terdalam pada periode pembuangan di
Babel yang penuh penderitaan, demikian juga dalam Perjanjian Baru titik terdalam itu terjadi
dalam penderitaan Anak Manusia, khususnya di Golgota di mana ia memberikan hidupnya sebagai
tebusan bagi banyak orang (Markus 10:45). Apa yang nampak sebagai ‘malapetaka’ itu ternyata
adalah jalan Allah menuju kemenangan. Inilah alasan sejak awal mengapa Hamba yang Menderita
dalam Yesaya 52-53 dihubungkan dengan Yesus dari Nazaret, bukan dalam pengajaran dan
mujizat-mujizat-Nya tetapi dalam penderitaan dan kematian-Nya Yesus benar-benar menjadi
Hamba yang Misioner.
BAB III
REFLEKSI TEOLOGI
Keterlibatan Gereja dalam gerakan pembebasan tidak berarti Gereja menerima semua yang
dilakukan atas nama pembebasan dan kemerdekaan. Gereja bertugas untuk memperlihatkan
intervensi Allah sebagai sesuatu yang esensial dalam gerakan pembebasan. Pembebasan tanpa
Allah merupakan gerakan yang buta dan kelirudalam menghalalkan cara-cara untuk mencapai
tujuan. Oleh karena itu, Gereja di Indonesia terlibat dalam Misi Exodus dengan ikut serta secara
sungguh-sungguh memelihara kemerdekaan bangsa ini agar bangsa yang secara formal sudah
merdeka, bebas dari penjajahan, mengalami juga kemerdekaan dalam berbagai aspek kehidupan
bersama.
Misi kehambaan adalah menyatakan hukum-Nya, yaitu tata pemerintahan Tuhan. Di mana
Tuhan menginginkan agar supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya hendaknya melayani
dengan penuh kasih, adil dan memiliki sikap solidaritas yang baik. Yesus sendiri telah menjadi
teladan yang baik dalam hal mempraktekkan sikap-sikap kehambaan itu sendiri, dimana selama
masa hidup-Nya, Yesus melayani orang-orang banyak dengan kerendahan hati, ketulusan serta
kelemah lembutan, tidak memandang bulu, dan semua itu di kerjakan dengan tidak mengharapkan
imbalan. Gereja masa kini hendaknya mengikuti teladan yang di tinggalkan oleh Yesus Kristus
agar supaya apa yang di kerjakan tidak akan menjadi sia sia.