Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ESSAY

PATOLOGI ANATOMI KELENJAR ENDOKRIN

Disusun Oleh :

Nama : Arini Yulfa Endriani

NIM : 018.06.0061

Kelas :B

Modul : Endokrin & Metabolisme

Dosen : dr. I Made Naris Pujawan, Sp.PA.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021/2022
PATOLOGI ANATOMI KELENJAR ENDOKRIN

Sistem endokrin mengatur dan mempertahankan fungsi tubuh dan metabolisme tubuh,
jika terjadi ganguan endokrin akan menimbulkan masalah yang komplek terutama
metabolisme fungsi tubuh terganggu salah satu gangguan endokrin adalah Diabetes Melitus
yang disebabkan karena defisiensi absolute atau relatif yang disebabkan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Adapun beberapa kelainan patologi anatomi dari kelenjar
endokrin, yaitu:

A. Adenoma Hipofisis
Kelenjar hipofisis medula kelenjar yang sangat penting bagi tubuh manusia, kelenjar
ini mnegatur fungsi dari kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, ovarium dan testis, kontrol laktasi,
kontraksi uterine sewaktu melahirkan dan tumbuh kembang yang linear, dan mengatur
osmolalitas dan volume dari cairan intravascular dengan memelihara resorpsi cairan di ginjal.
Tumor hipofisis atau adenoma hipofisis adalah jenis neoplasma yang relatif sering
muncul, yaitu antara 10-20% dari semua kejadian tumor intrakranial. Pada umumnya, tumor
hipofisis bersifat jinak dan menyebabkan gejala klinis akibat efek massa serta aktivitas
sekresi hormonal, yang merupakan indikasi utama untuk tindakan operasi. Tumor hipofisis
ditemukan secara kebetulan (incidental) pada sekitar 10% pasien yang menjalani pemeriksaan
pencitraan otak (radioimaging) untuk indikasi lain. umor ini juga merupakan tumor tersering
kedua secara histopatologi pada pasien berusia 20-35 tahun berdasarkan Central Brain Tumor
Registry of the United States (CBTRUS). Sebagian besar dari tumor jinak ini tumbuh
perlahan, namun terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam tumorigenesis, seperti kelainan G-
protein, mutasi gen ras, delesi serta mutasi gen p53, yang dapat mempengaruhi tingkat
pertumbuhan dan agresivitas tumor.

B. Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme adalah kondisi ketika kelenjar paratiroid yang terletak di leher
memproduksi terlalu banyak hormon paratiroid. Tingginya kadar hormon paratiroid
menyebabkan kadar kalsium dan fosfat dalam darah tidak seimbang sehingga dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Berdasarkan penyebabnya, hiperparatiroidisme
dapat terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Hiperparatiroidisme primer
Kondisi ini terjadi akibat gangguan pada satu atau beberapa kelenjar paratiroid.
Penyebabnya bisa karena adanya tumor jinak (adenoma) pada kelenjar paratiroid atau
pembesaran pada dua atau lebih kelenjar paratiroid. Meski jarang terjadi, tumor ganas
pada kelenjar paratiroid juga dapat menyebabkan kondisi ini.
b. Hiperparatiroidisme sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder terjadi ketika ada kondisi medis lain yang membuat
kadar kalsium menjadi rendah. Akibatnya, kerja kelenjar paratiroid menjadi lebih aktif
untuk menggantikan kalsium yang hilang.
c. Hiperparatiroidisme tersier
Hiperparatiroidisme tersier terjadi ketika penyebab dari hiperparatiroidisme sekunder
telah diatasi, tetapi kelenjar paratiroid tetap menghasilkan hormon paratiroid secara
berlebihan. Akibatnya, kadar kalsium dalam darah tetap tinggi. Jenis ini paling sering
terjadi akibat gagal ginjal stadium lanjut.

C. Hipoparatiroidisme
Hipoparatiroid terjadi ketika kelenjar paratiroid tidak menghasilkan hormon paratiroid
dalam kadar yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak hal, mulai dari
efek samping operasi sampai penyakit tertentu. Penderitanya hipoparatiroid umumnya
membutuhkan perawatan dan pengawasan dokter seumur hidup. Pengobatan yang diberikan
bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah terjadinya komplikasi serius.
Operasi pada leher, seperti operasi tiroid atau operasi tumor leher, merupakan
penyebab paling umum dari hipoparatiroid. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya kerusakan
yang tidak disengaja atau pengangkatan kelenjar paratiroid selama operasi. Selain itu,
penyakit autoimun dapat menyebabkan tubuh memproduksi antibodi untuk melawan jaringan
paratiroid yang dianggap sebagai benda asing yang berbahaya. Akibatnya, kelenjar paratiroid
mengalami kerusakan dan berhenti memproduksi hormon paratiroid.

D. Hipertiroidisme
Hipertiroid adalah hipersekresi produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
Sebagian besar kasus hipertiroid pada anak kurang dari 18 tahun adalah penyakit Graves.
Penyakit Graves (PG) merupakan penyakit autoimun dengan insidens 0,1-3 per 100.000
anak. Insidensnya meningkat sesuai umur, jarang ditemukan pada usia sebelum 5 tahun
dengan puncak insidens pada usia 10-15 tahun. Perempuan lebih sering dibandingkan lelaki
dan riwayat keluarga dengan penyakit autoimun meningkatkan risiko PG sebesar 60%.
Penyakit ini dapat bersamaan dengan penyakit autoimun lainnya, misal dengan diabetes
melitus tipe-1. Remisi dan kekambuhan yang tinggi merupakan masalah PG bergantung dari
usia pasien, derajat tirotoksikosis saat diagnosis, respons terapi awal, dan kadar TRAb.

E. Hipotiroidisme
Hipotiroid merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi
hormon tiroid atau kelainan aktivitas reseptor hormon tiroid. Hal tersebut akan
mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh. Hipotiroid dapat diklasifikasikan menjadi
hipotiroidisme primer, sekunder serta tersier. Hipotiroid primer disebabkan oleh
tiroid gagal dalam memproduksi hormon tiroid, sedangkan hipotiroid sekunder diakibatkan
oleh defisiensi hormon TSH yang dihasilkan oleh hipofisis. Hipotiroid tersier disebabkan
oleh defisiensi TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus. Penyebab terbanyak hipotiroid adalah
akibat kegagalan produksi hormon tiroid oleh tiroid (hipotiroid primer).
Penyebab tersering pada anak adalah adenoma hipofisis atau craniopharyioma, atau
yang lebih jarang adalah akibat terapi pembedahan pada adenoma hipofisis atau
craniopharyioma. Dapat pula terjadi pada anak dengan germinoma, glioma, meningioma dan
chordoma, sarcoidosis, hemokormatosis dan histiosis sel Langerhans. ”Isolated central
hypothyroidism” dapat terjadi pada anak dengan mutasi reseptor gen TSH. Pasien
hipotiroidisme sentral ditandai dengan kadar serum T4 bebas rendah dan kadar TSH
serum normal atau rendah, kelainan ini dapat ditemukan juga pada penyakit berat non
tiroid, khususnya pada pasien yang mendaptkan dopamin dan glukokortikoid. Sehingga
sebelum membuat diagnosis harus menyingkirkan keadaan tersebut. Untuk konfirmasi,
semua pasien harus dilakukan pemeriksaan MRI hipofisis dan skrining biokimia untuk
defisiensi adrenokortikotropin, gonadotropin dan hormon pertumbuhan.

F. Tiroidtis subakut
Tiroiditis subakut adalah jenis tiroiditis langka yang menyebabkan nyeri dan
ketidaknyamanan pada tiroid. Orang dengan kondisi ini juga akan memiliki gejala
hipertiroidisme yang kemudian berubah menjadi gejala hipotiroidisme. Meskipun bersifat
sementara, tiroiditis subakut dapat menyebabkan komplikasi permanen jika tidak ditangani.
Tidak seperti bentuk tiroiditis lainnya, tiroiditis subakut disebabkan oleh infeksi virus.
Tiroiditis subakut lebih sering ditemukan pada wanita berusia 40 hingga 50 tahun. Subakut
tiroiditis Biasanya terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu atau gondong.
G. Penyakit Graves
Penyakit Graves adalah salah satu jenis gangguan pada sistem kekebalan tubuh yang
menjadi penyebab umum hipertiroid, yaitu sekitar 60-80% dari seluruh kasus
hipertiroid di dunia. Penyakit Graves melibatkan thyroid-stimulating immunoglobulin
(TSI) yang berikatan dengan thyroid-stimulating hormone receptor (TSHR) pada
kelenjar tiroid.
Penyakit Graves sebagian besar terjadi pada individu dalam usia
reproduksi. Gambaran klinis utama pada penyakit Graves adalah keadaan
hipertiroid. Pada penyakit Graves, hipertiroid akan diikuti adanya pembesaran
kelenjar tiroid (struma), kelainan pada mata (oftalmopati), dan kulit
(dermopati). Ketiga hal tersebut disebut dengan trias Graves.

H. Nodul Tiroid
Nodul tiroid merupakan kelainan endokrin (endokrin neoplasma) yang paling
banak ditemukan. Nodul tiroid dapat didiagnostik dengan mudah dikarenakan lokasi kelenjar
tiroid yang berada pada superficial,nodul tiroid dapat di diagnostik baik melalui pemeriksaan
fisik maupun menggunakan media. Nodul tiroid sendiri terbagi menjadi 2 yaiu jinak dan
ganas (karsinoma) :
a. Adenoma folikular
Adenoma tiroid merupakan neoplasma jinak yang berasal dari epitel folikel. Terdapat
adanya folikel cell differentiation pada tumor jinak adenoma. berupa tumor soliter
dan masih memiliki kapsul fibrosa. Morfologinya terdiri atas sel-sel yang homogen,
edema, fibrosis, kalsifikasi, pembentukan tulang dan pembentukan kista dapat terjadi.
Berbagai pola perubahan sel terjadi pada adenoma folikular.
b. Hurthle cell adenoma dan Teratoma
Neoplasma sel hurthle adalah tumor heterogen yang dapat muncul dengan berbagai aspek
klinis. Neoplasma ini berasal dari sel folikel dan terdiri dari sel oncocytic, juga
disebut oncocytes. Oncocytes yang mikroskopis ditandai dengan sitoplasma granular
yang berlimpah. Sel adenoma hurthle unilateral dapat diobati dengan
lobektomi/isthmusectomy. Teratoma adalah tumor yang berasal dari sel germinal
yang terdiri dari jaringan yang menyusun fetus pada masa embriologi
c. Karsinoma papilar
Karsinoma papilar adalah jenis keganasan tiroid yang paling sering ditemukan (75-85%)
yang timbul pada akhir masa kanakkanak atau awal kehidupan dewasa. Merupakan
karsinoma tiroid yang terutama berkaitan dengan riwayat terpapar radiasi pengion.
Setelah penyinaran pada daerah leher dan kepala pada masa anak-anak dapat timbul
karsinoma papilar 20 tahun kemudian. Tumor ini tumbuh lambat, penyebaran melalui
kelenjar limfe dan mempunyai prognosis yang lebih baik diantara jenis karsinoma tiroid
lainnya.
d. Karsinoma folikular
Karsinoma folikular merupakan kanker tiroid tersering kedua (15%) dari semua
kasus). Tumor ini biasanya timbul pada usia lebih tua daripada karsinoma papilar,
Karsinoma folikular mungkin jelas tampak infiltrate atau berbatas tegas.
e. Karsinoma medular
Karsinoma medular tiroid adalah neoplasma neuroendokrin yang berasal dari sel
parafolikel, atau sel C tiroid. Seperti sel C normal, karsinoma medularis
mengeluarkan kalsitonin, yang pengukurannya berperan penting dalam diagnosis dan
tindak lanjut pasca operasi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Sheehan JP, Starke RM, Mathieu D et al. Gamma Knife radiosurgery for the management of
nonfunctioning pituitary
adenomas: a multicenter study, J Neurosurg 119:446–456, 2013

lauren A. lawrence, MD1, Andrew B. Baker, BS1, Shaun A. Nguyen, MD, MA1. Predictors
of 30-day morbidity and mortality
in transnasal microscopic pituitary tumor excision, Int Forum Allergy Rhinol. 6:206–
213, 2016

Chong BW, Kucharczyk W, Singer W, George S: Pituitary gland MR: a comparative study
of healthy volunteers and patients

with microadenomas. Ajnr: American Journal of Neuroradiology 15:675-679, 1994

Kalra RR , Taussky P , Niazi T, Couldwell W. Pituitary Tumors: Genetics and

Heritable
Predisposition in M.A. Hayat (ed.),
Tumors of the Central Nervous System, Volume 10, 71© Springer Science+Business
Media Dordrecht, 71-82, 2013

“Pituitary Tumors: overview”, IRSA® (International RadioSurgery Association), 2004

Anda mungkin juga menyukai