SKRIPSI
OLEH :
OLEH :
TAHUN 2018” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat. Atas pernyataan ini, saya siap
menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim
Potensi bahaya atau bahaya kerja adalah suatu sumber potensi kerugian
atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan, dan lingkungan
kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan atau kerugian. Identifikasi bahaya
adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan
kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi bahaya
pekerjaan pada perawat Instalasi Rawat Inap (IRI) di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta.
Penelitian ini bersifat survey deskriptif dengan melakukan observasi dan
wawancara pada perawat di Instalasi Rawat Inap (IRI). Metode pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan form isian identifikasi potensi bahaya pada
perawat. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat di Instalasi Rawat Inap
(IRI) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta yang berjumlah 37 orang.
Sampel berjumlah 37 orang yang dipilih berdasarkan metode total sampling.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat berbagai potensi
bahaya yang teridentifikasi dalam 9 jenis aktivitas yang rutin dilakukan perawat,
diantaranya bahaya fisik, bahaya biologi, bahaya kimia, bahaya ergonomi, bahaya
psikosoial, dan bahaya mekanik. Potensi bahaya diserang pasien merupakan
bahaya dengan tingkat risiko tertinggi menyebabkan kecelakaan kerja. Potensi
bahaya sakit punggung merupakan bahaya dengan tingkat risiko tertinggi
menyebabkan penyakit akibat kerja.
Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan pengawasan
terhadap pasien dalam upaya mengendalikan risiko perawat diserang pasien.
Melakukan pelatihan dan pemberian edukasi untuk meningkatkan kompetensi
perawat dalam menghadapi pasien ketergantungan NAPZA. Kemudian
pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri berupa sarung tangan dan masker
untuk menghindari penularan penyakit.
iii
iv
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
2018”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk meraih gelar
namun berkat bimbingan, dukungan serta doa dari berbagai pihak maka penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja FKM USU dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi sekaligus
Ketua Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar
pengerjaan skripsi.
v
Universitas Sumatera Utara
4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku dosen penguji I yang telah banyak
5. Arfah Mardiana Lubis, S.Psi, M.Psi selaku dosen penguji II yang dengan
6. Ibu Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah banyak memberikan nasihat dan masukan kepada penulis selama
7. Tim Dosen Pengajar dan Staff di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang
perawat instalasi rawat inap dan Seluruh staff Rumah Sakit Ketergantungan
Obat Cibubur Jakarta yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis
9. Yang teristimewa dan tercinta kepada Ibunda Mariati Saragih, serta saudara
disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan
selama ini.
vi
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik, dan saran dari teman-teman pembaca
sekalian guna memperbaiki skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. Semoga
Penulis,
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xiii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 10
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................ 10
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................... 11
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 11
viii
ix
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di RSKO Jakarta Tahun 2018. 56
Tabel 4.7 Potensi Bahaya pada Perawat dalam Aktivitas Menerima Pasien baru .... 58
Tabel 4.8 Potensi Bahaya dalam Melakukan Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien . 59
Tabel 4.13 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Komplikasi dan Derawan ... 68
xi
xii
Lampiran 6. Dokumentasi
xiii
Siantar pada tanggal 20 September 1996. Penulis beragama Protestan dan bersuku
Batak Toba. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan
PENDAHULUAN
dan produk-produk baru yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun
di sisi yang lain juga sekaligus melahirkan masalah-masalah baru. Menurut Brauer
(1990) dalam Winarsunu (2008), dampak negatif akibat kemajuan teknologi yang
dirasakan oleh orang Amerika antara lain berupa semakin meningkatnya kejadian-
kejadian kecelakaan, baik yang terjadi di tempat kerja, jalan raya atau di rumah.
Setiap lingkungan kerja yang berhubungan dengan manusia, mesin, dan pekerjaan
juta orang terluka dan ada sekitar 13 ribu pekerja yang mati karena kecelakaan
kerja setiap tahunnya (Triwibowo, 2013). Bukan hanya kecelakaan kerja yang
mencatat pada tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena
kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Sepanjang tahun
Wilayah DKI Jakarta telah menangani kasus kecelakaan kerja sebanyak 5.093
kasus dan 82% di antaranya merupakan peserta pria. Setelah itu, pihak BPJS
terbaru, yaitu hingga November 2017 telah terdapat 4.920 kasus kecelakaan kerja.
Kerugian akibat kecelakaan kerja sangat besar. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha
masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432
tahun 2007 menyatakan bahwa upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus
paling sedikit 10 orang. Berdasarkan isi pasal tersebut maka jelaslah bahwa rumah
sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya
yang dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan, baik Penyakit Akibat Kerja
(PAK) ataupun kecelakaan kerja terhadap para perkerjanya. Rumah sakit adalah
institusi pelayanan masyarakat yang padat modal, padat teknologi, dan padat
karya yang dalam pekerjaan sehari-hari melibatkan sumber daya manusia dengan
berbagai jenis keahlian. Menurut Salawati (2014) Rumah Sakit (RS) merupakan
depot dari berbagai macam penyakit yang berasal dari pasien, perawat, dokter,
gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi (Kepmenkes RI, 2007). Hasil
No. 432 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
besar dari pekerja di industri lain. Hal ini sejalan dengan riset yang diklaim oleh
keselamatan dan kesehatan kerja. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,
terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi, dan
lain-lain. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan
kehidupan bagi karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di
lingkungan RS.
(OSHA) pada tahun 2013 penyebab cedera pada tenaga kesehatan antara lain
terkilir atau terjatuh (25%), bersentuhan dengan alat berbahaya (13%), tindakan
kekerasan dari pasien (9%), terkena paparan zat berbahaya (4%), serta penyebab
lainnya (1%). Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat
beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS yakni hipertensi, varises,
anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),
dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran
akut yang diderita petugas RS lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain,
yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan
lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran
anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot tulang dan
Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit oleh bibit penyakit perlu mendapat
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit, SDM Rumah Sakit
adalah semua tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang bekerja di rumah
sakit.
rumah sakit di Jakarta yang termasuk dalam daftar Institusi Penerima Wajib Lapor
(IPWL) dan mitra dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam hal menangani
Tembak No.75, Cibubur, Jakarta Timur dan telah beroperasi sejak 3 Juli 1972.
yang berbeda dengan rumah sakit milik pemerintah umumnya, dimana RSKO
Jakarta memiliki visi menjadi rumah sakit yang unggul dalam pelayanan,
tercapainya visi tersebut, tentu dibutuhkan dukungan dari tenaga kesehatan yang
bekerja di dalamnya. Baik buruknya kinerja suatu organisasi dapat diukur dari
kinerja tenaga medis, paramedis dan non medis dalam memberikan pelayanan
kepada pasien.
NAPZA dengan menggunakan jarum suntik (intra venous drug user) dimana
infeksius yang sangat berbahaya seperti hepatitis dan infeksi HIV yang sampai
kebanyakan pasien di RSKO merupakan pasien dengan dual diagnosis yaitu selain
diagnosis ketergantungan morphine yang dirawat pada tanggal 3 Juli 1972 dan
Pada tahun 1974 RSKO yang semula Drug Dependence Unit (DDU) berubah
meliputi bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pada tahun 1978 status LKO
732/Menkes/SK/VI/2002.
pelayanan rawat jalan, IGD, rawat inap, penunjang, administrasi, dan bagian
diklit. Fokus dalam penelitian ini yaitu Instalasi Rawat Inap RSKO Jakarta yang
Komplikasi (High Care Unit) dan Ruang Psikiatri Murni (Derawan). Setiap ruang
selama kurang lebih dua minggu untuk dilakukannya proses mengeluarkan racun
atau menghilangkan efek sakau terhadap pasien baru. Tahapan lanjutan setelah
dinyatakan sembuh dan dapat kembali kepada keluarga dan lingkungan sosialnya.
Ruang rawat yang ketiga yaitu ruang komplikasi (HCU), ruang ini dikhususkan
untuk mengatasi pasien dengan diagnosis penyakit yang bersifat kronis seperti
ruang memiliki potensi bahaya yang berbeda-beda terhadap pekerja sesuai dengan
uraian tugasnya masing-masing. Jumlah total perawat di instalasi rawat inap yaitu
perawat.
Salah satu tenaga medis yang memiliki eksistensi peranan cukup penting
di rumah sakit adalah perawat. Sejalan dengan ini, penelitian yang dilakukan pada
injury (non fatal) pada wanita adalah perawat, dimana terdapat risiko tertusuk
jarum suntik dan sebagainya. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada
tetapi juga dengan keluarga pasien, rekan sesama perawat, dokter, serta berbagai
peraturan yang harus dijalani. Seorang perawat memiliki daftar tugas yang harus
data kecelakaan dan penyakit akibat kerja di RSKO Jakarta dalam kurun waktu 3
tahun terakhir (2015-2017), diperoleh data kecelakaan kerja sebagai berikut, yaitu
sebanyak 2 orang terpeleset saat menaiki tangga yang berada di ruang rehabilitasi
dan sebanyak 2 orang terjatuh di ruang Komplikasi dan Derawan. Sementara itu,
untuk data penyakit akibat kerja ditemukan 1 orang pekerja yang terkena hepatitis
C pada tahun 2015. Total pekerja yang mengalami kecelakaan dan PAK di RSKO
tertusuk jarum suntik, terluka karena pisau atau alat bedah, dan diserang oleh
pasien yang tidak menyebabkan luka berat sering terjadi namun tidak tercatat
Berdasarkan data di atas, angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
kecelakaan kerja yang tidak mengakibatkan hilangnya waktu kerja dan luka yang
berarti seperti halnya tertusuk jarum suntik dan diserang pasien, merupakan salah
satu bukti dari kelemahan catatan statistik kecelakaan kerja pada suatu perusahaan
atau institusi. Sejalan dengan ini adalah pandangan yang dikemukakan oleh
Statistic bahwa dalam setiap atau 1 laporan kecelakaan kerja yang mengakibatkan
luka, sedikitnya ada 10 kejadian kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka serius
kecelakaan kerja. Pada banyak kejadian kecelakaan atau sekitar 70% sampai 80%
atau mengatasi terjadinya kecelakaan sesuai dengan cara berfikir orang tentang
kecelakaan itu sendiri. Apabila orang berfikir bahwa kecelakaan adalah suatu
kejadian yang penyebabnya dapat dipelajari secara ilmiah sehingga orang dapat
tujuan adanya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) itu
cedera atau kerugian materi. Di samping itu, keselamatan dan kesehatan kerja
tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam keselamatan dan kesehatan kerja tidak terpaku
pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional, dan psikologi (Winarsunu, 2008).
rekomendasi cara pengendalian kecelakaan kerja yang tepat. Dengan kata lain,
mengenal, dan memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem baik itu
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, Jakarta Tahun
2018”.
penelitian ini ialah apa sajakah potensi bahaya pekerjaan yang dapat diidentifikasi
pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur,
Adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
sakit.
1. Sebagai gambaran dan informasi bagi pihak pengelola rumah sakit tentang
potensi bahaya pekerjaan bagi perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit
2. Sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi rumah sakit untuk meningkatkan
peneliti.
TINJAUAN PUSTAKA
dan atau penyakit akibat kerja. Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi
bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan (Ramli, 2010). Hazard dapat
atau situasi kerja sebagai sumber bahaya potensial yang dapat menyebabkan
kerusakan. Kerusakan dan bentuk kerugian berupa kematian, cedera, sakit fisik
kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. ILO (1986) yang
dikutip oleh Anugrah (2009), mendefinisikan potensi bahaya atau bahaya kerja
adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan
atau kerugian.
Hazard adalah faktor risiko, yaitu sumber atau kondisi yang memiliki
potensi bahaya kesehatan kerja. Mengacu kepada domain kesehatan kerja yakni
tiga kelompok variabel yaitu kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban atau
jenis kerja, maka hazard atau potensi bahaya yang dapat berasal dari ketiga
12
kelompok variabel tersebut di atas. Dari aspek kapasitas kerja, hazards dapat
berasal dari manusia, baik berupa perilaku negligence atau perilaku tidak sehat
lainnya. Hazards dari lingkungan kerja tidak terhitung banyaknya namun dapat
mikroorganisme. Hazards juga dapat berasal dari jenis pekerjaan dan/atau beban
pekerjaannya (Achmadi, 2014). Bahaya di tempat kerja timbul atau terjadi ketika
proses atau metoda kerja. Dalam proses produksi tersebut terjadi kontak antara
manusia dengan mesin, material, dan lingkungan kerja yang diakomodir oleh
proses atau prosedur kerja. Karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsur-
unsur produksi tersebut, yaitu manusia, peralatan, material, proses serta sistem,
dan prosedur (Ramli, 2010). Bahaya tersebut disebut potensial jika faktor-faktor
Bahaya potensial di rumah sakit yang berasal dari berbagai faktor dapat
antaranya yaitu, faktor biologi, faktor kimia, faktor ergonomi, faktor fisika, dan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan
3. Slip/jatuh.
4. Alergi lateks : misalnya, alergi terhadap sarung tangan yang terbuat dari
lateks alam dan atau bahan yang digunakan untuk membuat sarung tangan.
6. Stress kerja :
(kesalahan pengobatan).
9. Terorisme : misalnya, menerima korban dari sebuah insiden teroris yang tidak
diketahui identitasnya.
Sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor fisik, biologi, dan psikologi terhadap pekerja.
Sumber bahaya dari lingkungan kerja di rumah sakit bisa pula berasal dari partner
kerja ataupun pasien. Beberapa contoh sumber bahaya yang berasal dari
a. Suhu kerja
kondisi iklim atau suhu kerja. Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah 24-16°C.
b. Kebisingan
Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja” kebisingan adalah semua suara
yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau
tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam seminggu. Pengaruh kebisingan
intensitas rendah yang berada dibawah NAB, antara lain: stress menuju keadaan
performansi kerja yang berujung pada kehilangan efisiensi kerja dan produktivitas
kerja.
c. Lingkungan sosial
Sumber bahaya di rumah sakit juga dapat berasal dari lingkungan sosial
pekerja, seperti rekan sekerja ataupun pasien. Rekan yang tidak sejalan ataupun
tidak dapat bekerja sama dengan baik dapat menimbulkan tekanan bagi pekerja
lain yang mengakibatkan stress kerja. Saat seorang pekerja mengalami stress,
pekerja mengalami tindakan kekerasan dari pasien, seperti diserang oleh pasien,
dipukul, dilempar benda-benda yang dapat mengakibatkan cedera baik non fatal
maupun fatal.
d. Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berat dapat menjadi salah satu sumber bahaya
yang berasal dari lingkungan. Dikarenakan pekerja yang memiliki beban kerja
yang terlalu berat akan mengalami stress. Ketika pekerja mulai merasakan stress
maka motivasi pekerja akan menurun, motivasi yang menurun akan berdampak
pekerja, baik di rumah, di tempat kerja, dalam perkumpulan sosial, maupun dalam
dari ilmu perilaku. Adapun, faktor negatif yang dapat mengakibatkan potensi
meningkatkan pendapatan.
memberikan sumbangan yang besar terhadap lingkungan kerja yang lebih aman
dihadapi pekerja. Seorang pekerja yang bekerja di rumah sakit tidak dapat
Ether, Glutaraldehyde dan bahan kimia yang mudah terbakar lainnya. Dalam
(Ridley, 2008). Bahaya juga dapat berasal dari peralatan pengobatan yang
digunakan selama perawatan pasien di rumah sakit, seperti jarum suntik, pisau dan
gunting bedah, tabung oksigen, dan alat medis lainnya. Kecelakaan yang
risiko perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencegahan apa saja yang harus
diambil.
2.2.1 Pengertian
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
Bronkhogenik.
dikelompokkan dalam :
disease).
(occupational disease).
2.2.2 Penyebab
yaitu:
1. Golongan Fisik
2. Golongan Kimiawi
Ada lebih kurang 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam proses
industri, namun dalam daftar penyakit ILO baru diidentifikasi 31 bahan kimia
sebagai penyebab, sehingga dalam daftar ditambah satu penyakit untuk bahan
kimia lainnya.
3. Golongan Biologik
4. Golongan Fisiologik
Tempat kerja yang kurang ergonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan
anatomi manusia.
5. Golongan Psikososial
sangat jauh berkurang, namun akhir-akhir ini justru faktor ergonomi dan golongan
pekerjaan.
2. Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih
terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua
1. Pendekatan epidemiologis
tersebut mempertimbangkan:
a. Kekuatan asosiasi.
b. Konsistensi.
c. Spesifisitas.
e. Hubungan dosis.
f. Penjelasan patofisiologis.
Kecelakaan akibat kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak
diharapkan. Tak terduga, oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat
Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan dapat terjadi di karenakan
2. Kecelakaan lalu-lintas.
3. Kecelakaan di rumah.
a. Terjatuh.
a. Mesin.
c. Peralatan lain.
e. Lingkungan kerja.
disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, pekerjaannya dan faktor
a. Umur
akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi
muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi.
Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja,
pada golongan umur muda antara lain karena kurang perhatian, kurang disiplin,
b. Tingkat Pendidikan
memengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat dapat
formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh terhadap pekerja
dalam pekerjaannya.
c. Pengalaman Kerja
sejalan dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang
bersangkutan.
Menurut Andrauler (1989) yang dikutip oleh Triwibowo (2013), giliran kerja
adalah pembagian kerja dalam waktu dua puluh empat jam. Terdapat dua masalah
utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran, yaitu ketidakmampuan pekerja
untuk beradaptasi dengan kerja pada malam hari dan tidur pada siang hari.
Pergeseran waktu kerja dari pagi, siang dan malam hari dapat memengaruhi
efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal waktu kerja,
meliputi :
3. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi,
Lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6-10
kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-beda
1. Lingkungan Fisik
a. Pencahayaan
tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi yang
b. Kebisingan
Hal ini dapat berakibat terjadinya kecelakaan akibat kerja, di samping itu
menetap.
2. Lingkungan Kimia
baku suatu produk, hasil suatu produksi dari suatu proses, proses produksi sendiri
maupun binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat
timbul seperti infeksi, alergi, dan sengatan serangga maupun gigitan binatang
masih ada tiga faktor yang memengaruhi atau menyebabkan terjadinya kecelakaan
kerja. Ketiga faktor tersebut yaitu sifat dari kerja itu sendiri, jadwal kerja dan
1. Sifat kerja
pasien dan berbagai peralatan medis akan memiliki risiko lebih tinggi
2. Jadwal Kerja
Tingkat kecelakaan kerja biasanya stabil pada jam 6-7 jam pertama di hari kerja.
Akan tetapi pada jam-jam sesudah itu, tingkat kecelakaan kerja akan lebih tinggi.
Hal ini dimungkinkan karena karyawan atau tenaga kerja sudah melampaui
kerja malam mempunyai risiko kecelakaan lebih tinggi daripada kerja pada siang
hari.
Karyawan atau tenaga kerja yang bekerja di bawah tekanan stress atau yang
merasa pekerjaan mereka terancam atau yang merasa tidak aman akan mengalami
lebih banyak kecelakaan kerja daripada mereka yang tidak mengalami tekanan.
tepat.
1. Pendekatan energi
terhadap penerima baik manusia, benda dan material. Pendekatan ini dapat
dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat
2. Pendekatan manusia
bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang
e. Audit K3.
f. Komunikasi K3.
3. Pendekatan teknis
maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang
a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan
standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi dan peralatan kerja.
4. Pendekatan administratif
antara lain:
a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan
5. Pendekatan manajemen
Kerugian akibat kecelakaan kerja sangat besar. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha
masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Menurut Ramli (2010) yang dikutip oleh
kerugian, yaitu:
1. Kerugian Langsung
cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan
kerusakan.
a. Kerugian jam kerja. Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti
produktivitas.
produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa
keuangan.
Pedoman MK3 di Rumah Sakit, terdapat beberapa kasus penyakit akut yang
diderita petugas RS lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, seperti
penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain,
misalnya sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran
anak, gangguan saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3RS perlu
Manajemen K3RS adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap
proses kerja, dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan,
pengobatan, dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultant dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja,
a. Kapasitas kerja
b. Beban kerja
Suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik maupun non fisik
kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non fisik.
c. Lingkungan kerja
Kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi,
pekerjaannya.
1. Pelaksanaan
2. Pengawasan
3. Pembinaan
yang dicapai nihil kecelakaan dan nihil penyakit akibat kerja yang merupakan
bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik
pengamanan agar tidak terkena bahaya. Identifikasi bahaya adalah suatu teknik
komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat atau sistem
khusus yang berhubungan dengan pekerjaan, maka dapat dimulai dengan mencari
teridentifikasi. Kadang risiko timbul secara tidak tetap, dan kondisi yang
1. Analisis dan prosedur kerja yang dilaksanakan pada atau di dekat lokasi kerja.
2.5.1 Tujuan
kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak
dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat
dijalankan. Pada proses identifikasi bahaya akan dilakukan penjabaran risiko dari
setiap kegiatan yang sudah diidentifikasi. Risiko dapat disebabkan oleh faktor
yaitu bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya mekanik, bahaya elektrik, bahaya
antara lain:
ditekan.
1
Fatal
30
Kecelakaan berat
300
Kecelakaan serius
3000
Kecelakaan ringan
30.000
Tindakan dan kondisi tidak aman
artinya untuk setiap 30.000 bahaya atau tindakan tidak aman atau kondisi
tidak aman, akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali kecelakaan berat, 300
perusahaan.
dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan menentukan skala prioritas
antara lain:
juga pedoman industri dan data seperti MSDS (Material Safety Data Sheet)
(Ramli, 2010).
komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat atau sistem.
Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas:
1. Teknik pasif
Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri secara
langsung. Cara ini bersifat primitif dan terlambat, karena langkah pencegahan
diambil setelah kecelakaan terjadi. Metoda ini sangat rawan, karena tidak semua
Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak
perlu mengalaminya sendiri. Namun teknik ini juga kurang efektif karena :
kejadian kecelakaan.
3. Teknik proaktif
mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang
merugikan.
AKTIVITAS KERJA
PERAWAT IRI
SUMBER BAHAYA
IDENTIFIKASI
POTENSI BAHAYA
METODE PENELITIAN
perawat tersebut akan mengalami kecelakaan kerja ataupun tertular penyakit yang
Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2017 – Juli 2018.
3.3.1 Populasi
Inap RSKO Jakarta, yaitu dengan jumlah perawat di unit Detoksifikasi sebanyak
42
12 orang, unit Rehabilitasi sebanyak 13 orang, dan Komplikasi (High Care Unit)
sebanyak 12 orang. Jumlah total perawat di Instalasi Rawat Inap yang menjadi
3.3.2 Sampel
Jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah keseluruhan
disusun berdasarkan Job Description perawat dan potensi bahaya yang mungkin
Jakarta. Form diisi berdasarkan kejadian dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan teknik observasi dan
wawancara terhadap sampel yaitu perawat yang bertugas di Instalasi Rawat Inap
dalam bentuk form isian identifikasi potensi bahaya yang dikembangkan dari job
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi bahaya
yang ada pada perawat Instalasi Rawat Inap RSKO dengan cara mengidentifikasi
setiap bahaya yang mungkin terjadi berdasarkan Job Description perawat RSKO
1. Membuat daftar semua objek (mesin, peralatan kerja, bahan, proses kerja,
3. Melakukan wawancara dengan tenaga kerja yang bekerja di tempat kerja yang
HASIL PENELITIAN
rumah sakit yang termasuk dalam daftar Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
dan mitra dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam hal menangani pasien
ketergantungan NAPZA. Rumah sakit ini digagas pendiriannya oleh Bapak H. Ali
Sadikin almarhum mantan Gubernur DKI Jakarta, dr. Herman Susilo (mantan
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta), Prof. dr. Kusumanto Setyonegoro (mantan
Indonesia. Secara resmi mulai beroperasi pada tanggal 12 April 1972. Sebagai
upaya memenuhi kebutuhan masyarakat luas akan adanya rumah sakit pemerintah
penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya), hal ini
akan layanan kesehatan yang lebih baik dan lebih lengkap. Untuk menjawab
tahun 2002 dilakukan soft opening. Rumah Sakit Ketergantungan Obat berlokasi
45
berdasarkan izin prinsip Gubernur DKI Jakarta dengan No. 3797/1.771.5 pada
tanggal 11 November 1999. Salah satu negara yang membantu memberikan dana
Jepang telah memberikan bantuan dana sebesar Rp. 12,4 miliar untuk
Pasien yang datang ke klinik NAPZA akan dilakukan Skrining dan Assesment
NAPZA, intervensi medis dimulai dari fase detoksifikasi sampai fase stabilisasi,
abstinensia dan terapi rumatan pada ketergantungan opiad. Rencana terapi yang
sesuai dengan kebutuhan pasien akan disusun berdasarkan hasil assessment yang
dilaksanakan dalam bentuk tim yang terdiri atas dokter, perawat, psikolog, pekerja
(adanya penyakit penyerta baik fisik ataupun psikis pada pasien dengan gangguan
yang memenuhi persyaratan dan ketentuan maka biaya rehabilitasi pasien RSKO
A. Visi
B. Misi
bidang NAPZA dan penyakit terkait secara komprehensif dan paripurna yang
kesejahteraan.
C. Motto
2. Sigap, selalu berusaha cepat, tepat, dan cekatan dalam melakukan pekerjaan
NAPZA.
Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan
antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi
dibatasi.
berbentuk piramid, dimana suatu pimpinan tertinggi yaitu Direktur Utama berada
di bagian paling atas piramid dan tingkatan pimpinan menengah dan bawahan tiap
b. Klinik Umum.
c. Poli Spesialis : klinik jiwa, penyakit dalam, saraf, paru, gigi, dan
psikologi.
e. MCU.
a. Detoksifikasi/ MPE.
b. Rehabilitasi NAPZA.
c. Derawan/Psikiatri.
d. Komplikasi.
4. Fasilitas Penunjang
b. Instalasi Radiologi.
c. Instalasi Farmasi.
d. Instalasi Gizi.
5. Administratif
a. Layanan Pelanggan.
6. Diklit
dan terapi rumatan metadon dan bufrenorfin yang merupakan ciri khas terapi
ketergantungan NAPZA.
4. Menjadi bagian dari jejaring dunia melalui kolaborasi badan dunia (WHO,
memacu tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik secara
sebagainya.
jabatan dan bagian masing-masing. Pekerja yang bekerja di bagian kantor bekerja
dari hari senin hingga jumat selama 8 jam/hari. Jam kerja pada waktu libur, bila
diperlukan dihitung sebagai jam kerja lembur. Pekerja yang bekerja di bagian
pelayanan khususnya perawat memiliki jam kerja dengan shift. Shift kerja perawat
terbagi atas 3 shift dengan waktu 8 jam/hari dan rotasi shift dilakukan satu kali
seminggu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Tata Usaha dan
4.2.1 Detoksifikasi/MPE
Pada saat pasien baru pertama kali masuk ke RSKO Jakarta maka akan
adalah proses membuang racun dari dalam tubuh seorang pecandu. Ada dua cara
detoksifikasi yang dapat dilakukan bagi para pecandu narkoba, yang pertama
rapid detoksifikasi atau detok dengan cara cepat. Rapid detoksifikasi cukup
ampuh karena racun hilang dalam waktu dua sampai tiga hari, hanya saja cara ini
sampingnya, pasien akan merasa kesakitan. Bahkan, sakit yang dirasakan tetap
terasa meski sudah dibius. Pasien bahkan harus diikat karena akan meronta dan
teriak kesakitan. Hanya beberapa rumah sakit yang menggunakan cara tersebut
karena harus ada dokter anestesi. Cara kedua adalah natural detoksifikasi, cara
inilah yang digunakan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Cara ini
merasa kesakitan atau sering diberikan istilah sakau. Proses berlanjut hingga hari
keempat, yang akan menjadi puncak kesakitan bagi pasien. Pada tahap ini, rumah
sakit akan memberikan obat penenang. Memasuki hari kelima, rasa sakitnya mulai
menurun. Umumnya, pasien benar-benar bersih pada hari kesepuluh dan beberapa
pasien bisa mencapai dua minggu. Semua pasien ketergantungan NAPZA harus
disembuhkan melalui proses ini. Alasannya, agar tubuh bisa membentuk antibodi
dan memperbaiki sel yang rusak selama mengkonsumsi NAPZA supaya tahap
pengobatan atau perawatan bagi para pecandu narkoba, agar para pecandu dapat
yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rumah Sakit Ketergantungan Obat
sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik,
mental maupun sosial agar bekas pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan
narkoba adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap NAPZA
secara fisik dan psikis. Selama masa rehabilitasi, pasien harus disiplin dan menaati
setiap aturan yang ditetapkan oleh pihak RSKO Jakarta. Pasien juga diajak untuk
melakukan berbagai kegiatan yang positif dan bermanfaat bagi kesehatan fisik,
mental, dan spiritual. Contoh kegiatan yang dilakukan selama masa rehabilitasi di
merupakan suatu upaya untuk mengembalikan para pecandu narkoba untuk dapat
terbebas dari jerat narkoba. Setelah pasien benar-benar dapat dinyatakan sembuh,
saat itulah masa rehabilitasi selesai dan pasien dapat kembali kepada keluarga dan
adalah unit yang melayani pasien dengan penyakit yang sudah kronis dan parah.
penyakit kronis lainnya, seperti HIV/AIDS dan penyakit gangguan hati seperti
Hepatitis A dan B. Perawat yang bekerja di unit komplikasi ini pun memiliki
tingkat bahaya tertular penyakit akibat kerja yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perawat di unit lainnya karena pasien yang dirawat di unit komplikasi
dirawat sebaik mungkin dengan harapan pasien dapat pulih atau setidaknya
keadaan fisik pasien tidak semakin buruk. Namun, tidak sedikit pasien yang sudah
masuk ke unit komplikasi sudah tidak dapat tertolong dan meninggal dunia.
Unit derawan adalah salah satu unit di Instalasi Rawat Inap (IRI) yang
merawat pasien murni, yaitu dalam artian pasien yang sakit bukan disebabkan
oleh NAPZA. Pasien yang ditangani adalah pasien dengan penyakit umum, seperti
pasien dengan diagnosa gangguan alat pencernaan, DBD, typus, dan sebagainya.
4.3.1 Umur
Dari Tabel 4.3 di atas diketahui bahwa umur responden terbanyak adalah ≤
35 tahun yaitu 21 orang (56,8%) dan paling sedikit responden dengan umur > 35
Dari Tabel 4.4 di atas diketahui bahwa jenis kelamin responden terbanyak
adalah perempuan yaitu sebanyak 20 orang (54,1%) dan jumlah responden laki-
Total 37 100%
Dari Tabel 4.5 di atas diketahui bahwa lama bekerja responden terbanyak
adalah ≤ 12 tahun yaitu sebanyak 19 orang (51,4%) dan sisanya responden dengan
4.3.4 Ruangan
Dari Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa perawat terbagi atas tiga ruangan,
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam penerimaan pasien baru maka
Tabel 4.7 Potensi Bahaya pada Perawat dalam Aktivitas Menerima Pasien
Baru di RSKO Jakarta Tahun 2018
Frekuensi
N
Aktivitas Bahaya Risiko
o. S
(%) S (%) KD (%) Tdk (%)
S
- Diserang
0 - 5 13,5 6 16,2 26 70,3
Pasien
- Terpeleset
Menerima saat
Fisik
pasien mengejar
baru pasien 0 - 1 2,7 6 16,2 30 81,1
1. dengan yang
level berusaha
kegawatda kabur
ruratan
- Sakit
pinggang
Ergonomi 0 - 1 2,7 11 29,7 25 67,6
menaikka
n pasien
Pada Tabel 4.7 diperoleh risiko bahaya yang teridentifikasi dalam aktivitas
penerimaan pasien baru berupa diserang pasien dengan frekuensi sering sebanyak
5 orang (13,5 %), kadang-kadang sebanyak 6 orang (16,2%), dan tidak pernah
pasien dialami oleh perawat dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%),
30 orang (81,1%). Risiko sakit pinggang saat menaikkan pasien ke atas kasur
dialami oleh perawat dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%), kadang-
kadang sebanyak 11 orang (29,7%), dan tidak pernah mengalami sakit pinggang
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
kebutuhan dasar pasien maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan
Pada Tabel 4.8 diperoleh risiko bahaya yang teridentifikasi dalam aktivitas
(10,8%) dan tidak pernah mengalami tertular virus penyakit sebanyak 33 orang
(89,2%).
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
keperawatan maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel
berikut:
N Frekuensi
o Aktivitas Bahaya Risiko
. SS (%) S (%) KD (%) Tdk (%)
- Diserang
Fisik 0 - 2 5,4 3 8,1 32 86,5
Pasien
Menegakk
an - Dimaki /
1 serangan
diagnosa Psikoso
. verbal 1 2,7 5 13,5 17 45,9 14 37,8
keperawat sial
an dari
pasien
Pada Tabel 4.9 diperoleh risiko bahaya yang teridentifikasi dalam aktivitas
bahaya dimaki/ serangan verbal dari pasien dengan frekuensi sangat sering
orang (37,8%).
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
keperawatan maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel
berikut:
bahaya berupa tertimpa tiang penyangga infus dengan frekuensi sering sebanyak 2
orang (5,4%), kadang-kadang sebanyak 4 orang (10,8%), dan yang tidak pernah
bahaya diserang pasien saat memasang dan melepas cairan infus dengan frekuensi
sebanyak 31 orang (83,8%). Risiko bahaya mata terkena cipratan darah pasien
sebanyak 7 orang (18,9%) dan tidak pernah mengalami tertusuk jarum suntik
(45,9%) dan yang tidak pernah mengalami sakit pinggang dengan frekuensi 20
orang (54,1%). Risiko bahaya dimaki pasien dengan frekuensi sering sebanyak 4
orang (10,8%), kadang-kadang sebanyak 13 orang (35,1%), dan yang tidak pernah
orang (8,1%) dan yang tidak pernah mengalami terpeleset sebanyak 34 orang
(91,9%). Risiko bahaya sakit pinggang karena membungkuk terlalu lama dengan
sebanyak 4 orang (10,8%), dan yang tidak pernah mengalami terpeleset sebanyak
30 orang (81,1%). Risiko bahaya berupa tersiram air panas dengan frekuensi tidak
pernah sebanyak 37 orang (100%). Risiko bahaya berupa tertimpa baskom air
berupa mata iritasi terkena sabun dengan frekuensi sering sebanyak 2 orang
dan yang tidak pernah mengalami diserang pasien sebanyak 36 orang (97,3%).
orang (8,1%) dan yang tidak pernah mengalami tertimpa nampan sebanyak 34
orang (91,9%). Risiko bahaya terluka karena pecahan piring dengan frekuensi
terluka karena pecahan piring sebanyak 36 orang (97,3%). Risiko bahaya tertusuk
(18,9%) dan yang tidak pernah mengalami tertusuk jarum suntik bekas pasien
risiko bahaya berupa diserang pasien dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang
orang (13,5%) dan yang tidak pernah mengalami diserang pasien sebanyak 32
orang (86,5%). Risiko bahaya tertusuk jarum suntik bekas pasien dengan
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam pelayanan Unit Detoksifikasi
maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel berikut:
Tabel 4.11 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit
Detoksifikasi di RSKO Jakarta Tahun 2018
N Aktivitas Bahaya Risiko Frekuensi
o. SS (%) S (%) KD (%) Tdk (%)
1. Pelayanan Fisik - Diseran 0 - 1 2,7 4 10,8 32 86,5
rawat inap g Pasien
Detoksifika
si - Terjatuh 0 - 0 - 2 5,4 35 94,6
bahaya berupa diserang pasien dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%),
sebanyak 32 orang (86,5%). Risiko bahaya terjatuh saat mengejar pasien yang
(5,4%) dan yang tidak pernah mengalami terjatuh sebanyak 35 orang (94,6%).
kadang sebanyak 3 orang (8,1%) dan yang tidak pernah mengalami terluka
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam pelayanan Unit Rehabilitasi
perawatan fisik, maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam
tabel berikut:
Tabel 4.12 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit
Rehabilitasi NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2018
Frekuensi
N
Aktivitas Bahaya Risiko S (%) (%) (%) Tdk (%)
o. S KD
S
1. Pelaya- Fisik - Diserang
nan rawat Pasien 0 - 0 - 12 32,4 25 67,6
inap
rehabilita - Terjatuh 0 - 0 - 2 5,4 35 94,6
si
Ergonomi - Sakit
NAPZA
punggun 0 - 0 - 6 16,2 31 83,8
g
Psikososial - Stress
1 2,7 4 10,8 8 21,6 24 64,9
kerja
Mekanik - Tertusuk
jarum
0 - 0 - 0 - 37 100
suntik
bekas
- Terluka
karena
peralatan 0 - 1 2,7 3 8,1 33 89,2
pengoba
-tan
12 orang (32,4%) dan yang tidak pernah mengalami diserang pasien sebanyak 25
orang (67,6%). Risiko bahaya terjatuh saat mengejar pasien dengan frekuensi
terjatuh sebanyak 35 orang (94,6%). Risiko bahaya berupa sakit punggung dengan
mengalami sebanyak 31 orang (83,8%). Risiko bahaya berupa stress kerja dengan
orang (100%). Risiko bahaya berupa terluka karena peralatan pengobatan dengan
(8,1%), dan yang tidak pernah mengalami terluka karena peralatan pengobatan
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam pelayanan Unit Komplikasi
dan Derawan maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel
berikut
Tabel 4.13 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit
Komplikasi dan Derawan di RSKO Jakarta Tahun 2018
Frekuensi
N
Aktivitas Bahaya Risiko S K
o. (%) S (%) (%) Tdk (%)
S D
Ergono - Sakit
0 - 0 - 8 21,6% 27 73%
-mi punggung
- Tertusuk
Pelayanan jarum 0 - 0 - 2 5,4% 33 89,2%
unit suntik
1. Komplikas Mekani - Terluka
i dan k karena
Derawan peralatan 0 - 1 2,7% 4 10,8% 30 81,1%
pengoba-
tan
orang (21,6%), yang tidak pernah mengalami sakit punggung sebanyak 27 orang
(73%), dan 2 data missing dikarenakan 2 orang responden belum pernah bekerja
di unit Komplikasi dan Derawan. Risiko bahaya tertusuk jarum suntik dengan
orang (89,2%), dan 2 data missing dikarenakan 2 orang lainnya tidak pernah
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam kegiatan kewaspadaan standar
maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel berikut:
dan yang tidak pernah mengalami sebanyak 32 orang (86,5%). Risiko bahaya
3 orang (8,15) dan yang tidak pernah mengalami terluka karena peralatan medis
Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta
hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam pelayanan administrasi maka
sebanyak 12 orang (32,4%), dan yang tidak pernah mengalami sebanyak 22 orang
kadang sebanyak 2 orang (5,4%) dan yang tidak pernah mengalami terjatuh
sebanyak 33 orang (89,2%). Risiko bahaya mata menjadi rabun dekat/jauh dengan
(21,6%), dan yang tidak pernah mengalami sebanyak 26 orang (70,3%). Risiko
(10,8%), dan yang tidak pernah mengalami sakit punggung sebanyak 31 orang
(83,8%).
PEMBAHASAN
Di rumah sakit terdapat sumber bahaya yang beraneka ragam mulai dari
kapasitas bahaya yang rendah hingga bahaya tinggi. Kecelakaan tidak dapat dicegah
jika pekerja tidak mengenali bahaya dengan baik dan seksama. Jenis bahaya di rumah
sakit diklasifikasikan menjadi beberapa macam yakni bahaya fisik, kimia, biologi,
hasil pengamatan, potensi risiko yang ditemukan dalam aktivitas menerima pasien
bahaya faktor fisik dalam aktivitas menerima pasien baru diantaranya diserang pasien
dan terpeleset saat mengejar pasien yang berusaha kabur. Bahaya diserang pasien
yang terjadi dalam aktivitas penerimaan pasien baru yang sering terjadi berupa
terkena pukulan atau tendangan dari pasien yang datang dalam keadaan sakau. Pasien
yang baru datang seringkali dalam keadaan fisik dan pikis yang tidak stabil, mereka
cenderung tidak dapat mengendalikan diri sendiri karena sedang menahan rasa sakit
akibat ketergantungan putau. Perawat yang melayani pasien dengan keadaan tersebut
seringkali mengalami serangan dari pasien yang mengakibatkan luka ringan atau
71
hanya sekedar cedera terkilir dan lebam di beberapa bagian tubuh. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Radin dkk (2015) dalam Nurjanisah dkk
melakukan perilaku kekerasan 42 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang
jarang dilaporkan karena tidak mengakibatkan luka yang berarti, namun berdasarkan
hasil dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan kasus diserang pasien sering
pasien baru yaitu kasus terpeleset saat mengejar pasien yang berusaha kabur.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, terdapat satu orang perawat yang
mengaku sering terpeleset ketika berusaha mengejar pasien yang hendak kabur. Pada
umumnya yang menjadi penyebab perawat terpeleset dikarenakan perawat panik dan
pernah terjadi ketika perawat sedang menuruni tangga lalu terpeleset, sehingga
perawat mengalami cedera di bagian punggung dan kehilangan jam kerja selama dua
hari karena harus mendapat perawatan. Risiko bahaya terpeleset dapat mengakibatkan
bahaya ergonomi yang mencakup posisi atau sikap kerja yang menjauhi sikap
alamiah tubuh dalam aktivitas menerima pasien baru khususnya saat menaikkan
pasien ke atas kasur. Posisi tubuh yang salah dan belum siap saat hendak menaikkan
pasien ke atas kasur akan mengakibatkan sakit pinggang ketika menahan beban
pasien. Bahaya ergonomi seperti desain peralatan kerja, mesin, dan tempat kerja yang
pekerja (Harrianto, 2012). Kasus sakit pinggang pada perawat sangat jarang
dilaporkan karena tidak menyebabkan cedera yang berarti, namun jika dibiarkan
buruk pada kesehatan pekerja, seperti yang tertulis dalam Tarwaka (2004) apabila
otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan
Sakit pinggang yang terjadi seringkali dikarenakan berat pasien yang melebihi
berat tubuh perawat ataupun pasien yang melakukan penolakkan ketika hendak
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,
mental, sosial, dan lingkungan. Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi
dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data,
awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data
dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut
Risiko bahaya dalam aktivitas ini terbilang rendah, dikarenakan aktivitas ini
bahaya biologi berupa tertular virus penyakit saat berkomunikasi dengan pasien.
Ketika sistem kekebalan tubuh perawat sedang lemah, maka besar kemungkinan
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa risiko bahaya tertular virus penyakit
dari pasien sangat jarang terjadi dalam aktivitas melakukan pengkajian kebutuhan
dasar pasien. Sebanyak 4 orang pernah tertular virus penyakit dari pasien. Keempat
responden tersebut mengaku pernah terkena flu setelah berkomunikasi dengan pasien
yang sedang mengidap flu. Perawat yang memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular
virus penyakit dari pasien adalah perawat yang bekerja di unit Komplikasi dan
penyakit bukan hanya ketergantungan NAPZA. Risiko tertular virus penyakit pada
perawat seringkali diabaikan karena selama ini kasus yang terjadi hanyalah tertular
virus infuenza, namun hal tersebut dapat mengganggu produktivitas kerja perawat.
keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana
keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari
masalah atau status kesehatan klien yang nyata dan kemungkinan akan terjadi,
dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat. Tujuan dari
bahaya fisik berupa diserang pasien. Kejadian diserang pasien pada perawat di RSKO
Jakarta diakibatkan keadaan pasien yang belum bisa menerima keadaan mengenai
kondisi kesehatan yang disampaikan oleh perawat tersebut, sehingga emosi pasien
tidak stabil dan menyerang perawat baik menggunakan tangan maupun menendang
perawat. Kasus diserang pasien sangat rentan terjadi khususnya di rumah sakit yang
melayani atau merawat pasien dengan keadaan psikologi yang tidak stabil baik
karena efek samping dari penyalahgunaan NAPZA maupun pasien yang telah
diserang pasien secara fisik yang dapat menimbulkan cedera ringan, berat, bahkan
guna menghindari terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh serangan pasien,
hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Herqutanto, dkk (2017) yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dalam merawat dan
menghadapi pasien serta keluarganya dan para dokter yang bertugas. Oleh sebab itu,
perlu adanya pengendalian dalam bentuk pemberian edukasi terhadap perawat terkait
bahaya faktor psikososial berupa dimaki/serangan verbal dari pasien. Risiko dimaki
sekitar 40% pekerja menyatakan pekerjaan mereka penuh tekanan pada tingkat yang
ekstrim. Laporan lainnya dari Attitude in American Workplace VII menyatakan 80%
untuk mengatasinya.
dari pasien terbilang sering terjadi pada perawat dalam aktivitas menegakkan
pasien tidak terima atas diagnosis yang diberikan oleh perawat. Menurut hasil dari
wawancara, semakin lama bekerja maka perawat mulai terbiasa dan akan lebih
mampu mengatasi makian tersebut, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Revalicha (2013) yang mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan
antara lama kerja dengan tingkat stress kerja yang dialami seorang perawat di tempat
kerjanya. Kejadian dimaki pasien memang tidak menimbulkan cedera dalam bentuk
melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan yang paling spesifik sesuai
dengan kebutuhan pasien. Semua tindakan dicatatat dalam format yang telah
aktivitas dari uraian tugas perawat yang sangat penting, karena perawat harus
berinteraksi langsung kepada pasien selama kurang lebih 8 jam dalam sehari. Dalam
melaksanakan tindakan keperawatan perawat juga dituntut harus lebih teliti dan
berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan yang berakibat buruk terhadap pasien
maupun perawat itu sendiri. Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan
kepada tugas yang berat untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang
membahayakan.
mobilisasi dan perubahan posisi pasien, menolong pasien BAK/BAB di tempat tidur,
hasil pengamatan, potensi risiko yang ditemukan dalam aktivitas melakukan tindakan
keperawatan bersumber dari faktor fisik, biologi, ergonomi, psikososial dan mekanik.
bahaya faktor fisik dalam tindakan keperawatan diantaranya yaitu terluka karena
pasien ataupun peralatan medis, terpeleset, tertimpa tiang penyangga infus, diserang
pasien, dan tangan tertimpa atau terjepit. Pada aktivitas oksigenasi terdapat dua risiko
bahaya fisik yang terjadi yaitu terluka saat pasien memberontak dan terpeleset saat
berlari untuk mengambil oksigen. Rasa sakit yang dirasakan pasien seringkali
perawat akan terluka. Risiko bahaya faktor fisik lainnya, yaitu terpeleset/terjatuh.
dengan cara oksigenasi, namun dalam keadaan darurat pemasangan bantuan oksigen
peralatan oksigenasi. Saat perawat berlari maka terdapat risiko bahaya terpeleset.
Kejadian terpeleset yang pernah dialami perawat di RSKO saat tindakan oksigenasi
tidak menimbulkan cedera yang berarti, namun hal ini tetap perlu diperhatikan.
Tindakan pemasangan infus adalah salah satu tindakan yang memiliki risiko
bahaya lebih tinggi dibanding tindakan keperawatan lainnya, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Putri (2017) yang menyatakan bahwa proses pekerjaan
yang mengalami kecelakaan terbanyak yaitu proses pemasangan infus yaitu sebanyak
3 kasus (33,4%) dari 9 kasus. Dalam tindakan memasang dan melepas cairan infus
teridentifikasi dua risiko bahaya fisik, yaitu tertimpa tiang penyangga infus dan
diserang pasien saat memasang. Risiko bahaya tertimpa tiang penyangga infus
menjadi salah satu potensi bahaya yang tidak menimbulkan luka berat namun tetap
kegiatan pemasangan infus, sehingga selang infus terkait di ranjang pasien, dan
akhirnya tiang terjatuh lalu menimpa kepala atau tubuh perawat. Tertimpa tiang
penyangga infus hanya menimbulkan rasa sakit tanpa meninggalkan bekas luka. Hasil
penelitian juga menunjukkan 4 orang lainnya pernah tertimpa tiang infus, setidaknya
satu orang mengalami satu kali tertimpa tiang infus selama bekerja di RSKO Jakarta.
Potensi bahaya faktor fisik lainnya yaitu kejadian diserang pasien. Rasa sakit yang
memberontak lalu melukai perawat yang sedang bertugas secara tidak sengaja.
Serangan dapat berupa tamparan atau tendangan dari pasien, yang meninggalkan
Pada aktivitas mobilisasi dan perubahan pasien terdapat potensi bahaya fisik
berupa tangan tertimpa/terjepit. Posisi tubuh yang salah atau janggal ketika
mengangkat pasien ke atas kasur maupun menurunkan pasien dari tempat tidur dapat
menyebabkan kejadian tangan tertimpa atau terjepit oleh tubuh pasien. Hal tersebut
dilakukan dengan responden, efek tangan terjepit yang dirasakan perawat yaitu
terkilir. Ketika tangan terkilir maka kinerja perawat menjadi terganggu sehingga
Dalam aktivitas menolong pasien Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air
Besar (BAB) terdapat potensi bahaya fisik berupa terpeleset. Pasien yang sudah tidak
dapat lagi beraktivitas normal, bahkan tidak mampu untuk buang air di kamar mandi
harus mendapatkan bantuan dari perawat ataupun keluarga pasien untuk BAB
perawat akan terpeleset ketika hendak mengambil atau membuang kotoran pasien
yang berada di pispot. Keadaan lantai yang licin dapat menjadi penyebab
RSKO Jakarta dalam aktivitas menolong pasien BAK/BAB terbilang rendah, namun
bila terjadi akan berdampak pada cedera ringan sampai berat. Cedera dapat berupa
teridentifikasi yaitu berupa terpeleset, tersiram air panas, dan tertimpa baskom air.
Penyebab terpeleset pada perawat yaitu lantai kamar yang licin akibat tumpahan air,
saat terpeleset terdapat kemungkinan bahwa perawat yang sedang membawa air
panas untuk air mandi pasien tersiram air panas yang dibawanya. Risiko tersiram air
panas dapat menimbulkan luka bakar pada perawat sehingga menyebabkan adanya
terkena air panas tidak pernah terjadi pada perawat di RSKO Jakarta. Risiko fisik
lainnya dalam aktivitas memandikan pasien yaitu tertimpa baskom air. Risiko ini
mungkin tidak menimbulkan cedera yang berarti sehingga kejadian ini tidak
sehingga dapat berakibat pada hilangnya jam kerja perawat. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa 4 orang pernah mengalami tertimpa baskom air, dan
faktor fisik berupa diserang pasien. Menurut Ramdan (2017) situasi menegangkan
yang sering dialami perawat adalah tindakan kekerasan dan pelecehan dari pasien.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa 1 orang pernah mengalami serangan dari
perawat adalah memberi makanan dan obat terhadap pasien. Dalam aktivitas
memberi makanan dan obat terhadap pasien ditemukan potensi bahaya fisik berupa
terjatuh dan tertimpa nampan berisi obat serta terluka karena pecahan piring/gelas.
jenis kecelakaan pada perawat, bahwa potensi risiko terjatuh berada di nomer urut 3
yang paling sering terjadi yaitu sebanyak 13%. Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa 3 orang perawat pernah terjatuh dan tertimpa nampan selama aktivitas
Dalam aktivitas perawatan luka terdapat risiko bahaya fisik berupa diserang
pasien. Pasien yang sedang mengalami luka akan menahan rasa sakit kita sedang
diobati, jika pasien merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang dirasakan makan
spontan pasien akan menyerang orang disekitarnya. Perawat adalah orang yang
berinteraksi dengan pasien secara langsung ketika sedang melakukan perawatan luka,
maka terdapat kemungkinan bahwa perawat akan mendapat serangan dari pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden. kasus diserang pasien yang terjadi
menimbulkan luka yang berarti, hanya berupa rasa sakit dan lebam pada bagian
tubuh, sehingga kejadian ini jarang dilaporkan dan tidak memiliki catatan khusus.
pasien.
fisik berupa diserang pasien. Berdasarkan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa 5
keperawatan, terdapat risiko bahaya fakor biologi diantaranya berupa mata terkena
cipratan darah/cairan tubuh pasien dan terinfeksi virus penyakit dari darah/cairan
tubuh pasien. Dalam tindakan memasang dan melepas infus risiko bahaya biologi
yang dapat terjadi berupa mata terkena cipratan darah/cairan pasien. Penularan
penyakit khususnya HIV/AIDS dapat melalui cipratan darah yang masuk ke mata,
sehingga perawat perlu berhati-hati dalam tindakan ini. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa 1 orang pernah mengalami kejadian mata terkena cipratan darah
pasien.
perawatan luka pada pasien, berupa terinfeksi virus penyakit dari darah/cairan tubuh
hari kontak langsung dengan pasien dalam waktu cukup lama (6 – 8 jam/hari),
sehingga selalu terpajan mikroorganisme patogen yang menjadi pembawa infeksi dari
satu pasien ke pasien lain, atau ke perawat lainnya (Burhami, 2010). Berdasarkan
virus penyakit.
terdapat risiko bahaya kimia berupa mata iritasi karena terkena sabun. Hal ini dapat
terjadi ketika perawat sedang memandikan pasien lalu sabun yang digunakan terkena
mata melalui tangan secara tidak sengaja sehingga mata menjadi merah dan terasa
perih. Namun efek dari risiko ini kebanyakan tidak mengakibatkan luka yang berarti
hanya saja tetap mengganggu aktivitas kerja perawat. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa 2 orang sering mengalami kejadian mata iritasi terkena sabun.
risiko bahaya ergonomi berupa sakit pinggang akibat membungkuk terlalu lama
ataupun posisi waktu mengangkat pasien yang janggal. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa 2 orang sering mengalami sakit pinggang. Sakit
pinggang yang dimaksud disebabkan oleh beberapa faktor seperti berat pasien yang
melebihi berat perawat, posisi tubuh saat mengangkat salah. Risiko bahaya ini
seringkali tidak dianggap sebagai suatu bahaya sehingga seringkali kejadian dianggap
sepele dan tidak dilaporkan, namun jika mengalami sakit pinggang terus-menerus
maka akan berdampak pada penyakit akibat kerja yaitu musculusceletal disorders
(MSDS).
bahaya faktor psikosial dalam aktivitas mobilisasi pasien berupa dimaki pasien.
Risiko bahaya dimaki pasien akan berdampak pada rasa tertekan yang dialami oleh
perawat sehingga mudah terjadi stress pada pekerja. Berdasarkan wawancara dengan
responden, penyebab dimaki pasien dalam aktivitas mobilisasi yaitu karena posisi
perawat yang salah saat mengangkat atau memindahkan pasien, sehingga pasien
merasa sakit ataupun tidak nyaman. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 4 orang sering mengalami dimaki oleh pasien selama proses mobilisasi
pasien.
keperawatan terdapat potensi bahaya faktor mekanik berupa tertusuk jarum infus
bekas pasien dan terluka karena peralatan pengobatan. Dalam proses pemasangan
infus, risiko tertusuk jarum suntik sering terjadi pada perawat, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ramdan (2017) yang menyatakan bahwa tindakan
memasang infus memiliki 3 risiko yaitu luka tusuk, kontak dengan darah, dan postur
janggal. Risiko tertusuk jarum suntik akan menjadi sarana penularan penyakit dari
pasien ke perawat, oleh sebab itu risiko bahaya ini harus dikendalikan agar tidak
Dalam aktivitas memberi makanan dan obat terdapat risiko bahaya mekanik
berupa tertusuk jarum suntik yang dapat diakibatkan karena perawat yang tidak hati-
hati selama proses pemberian obat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
7 orang pernah mengalami tertusuk jarum suntik selama proses pemberian obat pada
pasien.
medis seperti gunting, pisau, baskom, pingset, dan sebagainya. Peralatan tersebut bisa
menimbulkan cedera baik ringan maupun berat. Berdasarkan hasil wawancara dengan
responden, cedera yang pernah dialami bersifat ringan yang diakibatkan tergores
pisau dan gunting medis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
dapat terjadi berupa tertusuk jarum suntik bekas pasien, berdasarkan hasil penelitian
tidak pernah tertusuk jarum suntik saat proses pengambilan sampel darah pasien.
Unit detoksifikasi adalah unit yang bertugas untuk membersihkan racun dari
perawat memiliki bahaya tersendiri karena perawat akan berhadapan dan berinteraksi
secara intens dengan pasien yang sedang sakau. Di unit detoksifikasi, pada proses
pengeluaran racun dari dalam tubuh, pasien akan merasakan sakit yang luarbiasa.
Pasien yang sedang sakau akan berada dalam keadaan mental yang tidak stabil
sehingga akan lebih emosional dan dapat bertindak diluar batas. Oleh sebab itu
risiko bahaya faktor fisik berupa diserang pasien dan terjatuh. Risiko mengalami
serangan pasien memang sangat rentan terjadi akibat keadaan pasien yang dihadapi
seringkali tidak stabil. Rasa sakit yang dirasakan oleh pasien dapat menjadi penyebab
responden, bentuk serangan dari pasien yang pernah terjadi yaitu dipukul, ditendang
dan dilempar dengan benda-benda yang ada disekitar pasien. Berdasarkan hasil
Risiko fisik lainnya yang dapat terjadi yaitu terjatuh. Terjatuh bisa
penderita yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan pengobatan
medis untuk mencapai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial yang maksimal.
Tujuan dari Unit Rehabilitasi bertujuan untuk memperbaiki fisik dan mental sehingga
dapat bekerja dengan kapasitas maksimal. Bagi pasien yang memiliki ketergantungan
NAPZA dan seterusnya sehingga pasien dapat berhenti dan tidak memiliki
bahaya pada perawat dalam pelayanan unit rehabilitasi NAPZA ditemukan beberapa
risiko yang bersumber dari berbagai faktor yaitu fisik, ergonomi, psikososial, dan
mekanik.
Pada unit Rehabilitasi NAPZA terdapat dua faktor risiko fisik yaitu berupa
diserang pasien dan terjatuh. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di unit
perawat bahkan seorang responden mengaku pernah dikurung oleh pasien di ruang
perawat menggunakan sapu. Risiko fisik yang kedua yaitu terjatuh. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa perawat yang pernah diserang pasien pada unit
tersebut ada 12 orang, sedangkan untuk risiko terjatuh saat bekerja, sebanyak 2 orang
potensi bahaya karena posisi kerja yang tidak baik dan duduk atau berdiri terlalu lama
yang dapat berdampak pada sakit punggung akibat kerja (low back pain). Seorang
perawat dituntut untuk selalu siaga selama jam kerja, sehingga seringkali perawat
bekerja dengan sikap tubuh yang monoton. Risiko bahaya sakit punggung sering
diabaikan karena dianggap tidak menimbulkan cedera yang berarti, namun hal
tersebut dapat menjadi penyakit akibat kerja yang berdampak buruk pada kesehatan
yang bersangkutan dengan faktor psikososial berupa Stress akibat kerja yang
terbilang sering terjadi pada perawat di unit Rehabilitasi NAPZA. Stress kerja adalah
kondisi ketika stressor kerja secara sendirian atau bersama faktor lain berinteraksi
lain (Herqutanto, dkk. 2017). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa satu
orang perawat sangat sering mengalami stress akibat kerja di Unit Rehabilitasi
NAPZA.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, terdapat dua potensi risiko dari
faktor mekanik yaitu tertusuk jarum suntik bekas dan terluka karena peralatan
seluruh sampel mengaku tidak pernah tertusuk jarum suntik bekas selama bekerja di
unit rehabilitasi NAPZA. Risiko lainnya yaitu terluka karena peralatan pengobatan,
5.7 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit Komplikasi
dan Derawan
yang sudah didiagnosis memiliki sakit yang bersifat kronis, sedangkan unit derawan
bertugas untuk melayani dan merawat pasien umum yang bukan karena
menunjukkan bahwa potensi bahaya pada perawat dalam pelayanan unit Komplikasi
Pada unit Komplikasi dan Derawan terdapat risiko bahaya ergonomi berupa
sakit punggung. Sakit punggung di unit ini dapat disebabkan karena posisi tempat
tidur pasien yang terlalu rendah sehingga perawat harus membungkuk saat
melakukan perawatan, sikap kerja yang mengharuskan duduk atau berdiri terlalu
lama. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 8 orang pernah mengalami
sakit punggung.
Pada unit komplikasi dan derawan terdapat risiko bahaya mekanik berupa
tertusuk jarum suntik dan terluka karena peralatan pengobatan. Berdasarkan hasil
bekas ketika bekerja di unit Komplikasi dan Derawan. Risiko lainnya yaitu terluka
infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas
menurunkan risiko penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari
sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Hal-hal yang dilakukan dalam
Diri (APD) yang akan dipakai harus didahului dengan penilaian risiko pajanan dan
sejauh mana antisipasi kontak dengan pathogen dalam darah dan cairan tubuh.
bahaya pada perawat dalam kegiatan kewaspadan standar bersumber dari faktor
tertular virus penyakit. Penularan tersebut dapat berasal dari pasien maupun dari
rekan sesama perawat. Kejadian yang pernah terjadi yaitu tertular virus influenza dan
Hepatitis B dan C. Penularan virus penyakit dapat melalui inhalasi ataupun melalui
kewaspadaan standar.
terluka karena peralatan medis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
pasien datang, keluar, lari, meninggal maupun mengurus rujukan pasien ke pelayanan
kesehatan lain. Potensi bahaya yang mungkin terjadi selama proses administrasi ini
lebih banyak berupa penyakit akibat kerja dibandingkan dengan kecelakaan kerja,
karena perawat lebih banyak berada di tempat dan mengurus berkas-berkas pasien.
Namun bukan berarti potensi bahaya pada proses ini bisa diabaikan. Berdasarkan dari
Dari hasil penelitian terdapat beberapa risiko yang disebabkan oleh faktor
fisik yaitu dehidrasi yang pernah dialami oleh 1 orang, terjatuh yang pernah dialami
oleh 2 orang, dan ada juga risiko dari faktor fisik yang mengakibatkan mata menjadi
rabun dekat/jauh yang sering dialami oleh 1 orang dan 8 orang mengaku terkadang
pernah mengalami mata menjadi rabun. Risiko dehidrasi dapat berdampak pada
punggung (low back pain). Posisi kerja yang mengharuskan duduk terlalu lama dapat
menjadi penyebab terjadinya penyakit akibat kerja berupa sakit punggung bagian
belakang atau yang sering disebut dengan low back pain. Perawat yang bekerja pada
proses administrasi sangat rentan mengalami low back pain, oleh sebab itu hal ini
yang memiliki potensi paling berbahaya yaitu pada aktivitas di unit komplikasi,
potensi bahaya yang sangat mungkin terjadi yaitu tertular virus penyakit dari pasien.
Aktivitas yang juga memiliki potensi paling berbahaya kedua, yaitu pada unit
Rehabilitasi NAPZA, bahaya yang paling sering dan mungkin terjadi pada perawat
6.1 Kesimpulan
(KAK), di antaranya yang bersumber dari faktor bahaya fisik dan mekanik.
bahaya kimia.
Pelindung Diri (APD) seperti masker dan sarung tangan sesuai dengan
evaluasi dan upaya keselamatan dan kesehatan pekerja, dan rutin dilakukan
rotasi perawat di setiap unit dalam kurun waktu 2 tahun atau sesuai kebutuhan
95
6.2 Saran
aktivitas, perawat tidak menggunakan alas kaki yang licin, tidak melakukan
Alat Pelindung Diri seperti dalam bentuk masker untuk mencegah tertular
Melakukan sikap kerja yang tidak menjauhi sikap alamiah tubuh, tidak
mengangkat beban yang terlalu berat, rutin mencuci tangan dengan cairan
Harrianto, R. 2012. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hurrel, J.J. Occupational Stress. Dalam: Levy BS, Wegman DH, Baron SL, Sokas
RK. 2011. Occupational Health Recognizing and Preventing Work-
Related Disease Injury. New York: Oxford University Press.
Husna, C., dan Ita Fitriani. 2016. Kompetensi Perawat Pelaksana dalam Merawat
Pasien HIV/AIDS. Idea Nursing Journal. Vol 7 No. 1 (70 – 77).
ILO. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja Sarana untuk
Produktivitas.
Kepmenkes RI No. 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13 Tahun 2011 Tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
Pramudya W, Felix. 2008. Faktor yang berhubungan dengan Stress Kerja (Studi
Kasus pada Perawat di RSKO Tahun 2008). Tesis. Program Magister
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Putri, O.Z, T.M Ariff, dan H.S Kasjono. 2017. Analisis Risiko Keselamatan dan
Kesehatan pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Akademik UGM. Jurnal Kesehatan. Vol 10 No. 1.
Ramdan, I.M, dan A. Rahman. 2017. Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) pada Perawat. JKP. Vol 5 No. 3 (229 – 241).
Revalicha NS, Sami’an. 2013. Perbedaan stress kerja ditinjau dari shift kerja pada
perawat RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan
Organisasi.Vol 2, No. 1 (16 – 24).
Salawati L., Taufik N.H., dan Putra A., 2014. Analisis Tindakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di
Ruang ICU RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala. Vol 14 No. 3.
Umar, J.E, V.D Doda, dan J.S Kekenusa. 2017. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Cedera Tertusuk Jarum Suntik pada Perawat di Rumah
Sakit Lunkendage Tahuna. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sam
Ratulangi.
Wijaya, A, Togar W.S.P dan Herry C.P. 2015. Evaluasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dengan Metode HIRARC pada PT. Charoen Pokphand
Indonesia. Jurnal Titra, Vol. 3, No. 1 (29-34).
INFORMED CONSENT
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Dengan hormat,
Perkenalkan nama saya Yesica Rosanna Tambunan, mahasiswa tingkat
akhir Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya
sedang mengadakan penelitian dalam rangka memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Pada penelitian ini, saya membutuhkan informasi yang
berkenaan dengan Bapak/Ibu. Adapun judul dalam penelitian ini yaitu
“Identifikasi Potensi Bahaya Pekerjaan pada Perawat Instalasi Rawat Inap
di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Cibubur, Jakarta Tahun 2018”.
Saya berharap Bapak/Ibu bersedia untuk menjadi responden dalam
penelitian ini dimana akan dilakukan pengisian form isian yang terkait dengan
potensi bahaya pekerjaan pada perawat. Setelah Bapak/Ibu membaca maksud dari
kegiatan penelitian di atas, maka saya mohon untuk mengisi nama dan tanda
tangan di bawah ini.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk
berkontribusi dalam penelitian mahasiswa tersebut di atas sebagai responden.
Nama : ________________________
Ruang : ________________________
Lama Kerja : ________________________
Keterangan :
1. SS : Sangat Sering
2. S : Sering
3. KD : Kadang-kadang
*Berilah tanda (√) pada kolom sebelah kanan yang telah disediakan pada
setiap butir pernyataan sesuai dengan yang anda alami
Frequency Table
Jeniskelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 20 54.1 54.1 54.1
Laki-laki 17 45.9 45.9 100.0
Total 37 100.0 100.0
Ruangan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Derawan 12 32.4 32.4 32.4
Komplikasi 12 32.4 32.4 64.9
Rehabilitasi 13 35.1 35.1 100.0
Total 37 100.0 100.0
umurresponden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <= 35 tahun 21 56.8 56.8 56.8
> 35 tahun 16 43.2 43.2 100.0
Total 37 100.0 100.0
lamakerjaresp
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <= 12 tahun 19 51.4 51.4 51.4
> 12 tahun 18 48.6 48.6 100.0
Total 37 100.0 100.0
Frequency Table
Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 5 13.5 13.5 13.5
kadang-kadang 6 16.2 16.2 29.7
tidak pernah 26 70.3 70.3 100.0
Total 37 100.0 100.0
Terpeleset
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 6 16.2 16.2 18.9
tidak pernah 30 81.1 81.1 100.0
Total 37 100.0 100.0
Sakit pinggang
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 11 29.7 29.7 32.4
tidak pernah 25 67.6 67.6 100.0
Total 37 100.0 100.0
Statistics
Tertular virus penyakit
N Valid 37
Missing 0
Frequencies
Statistics
Diserang
pasien Dimaki pasien
N Valid 37 37
Missing 0 0
Frequency Table
Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 2 5.4 5.4 5.4
kadang-kadang 3 8.1 8.1 13.5
tidak pernah 32 86.5 86.5 100.0
Total 37 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
Terluka
karena pasien Terpeleset
N Valid 37 37
Missing 0 0
Frequency Table
Terpeleset
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 3 8.1 8.1 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0
Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 6 16.2 16.2 16.2
tidak pernah 31 83.8 83.8 100.0
Total 37 100.0 100.0
Sakit pinggang
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 17 45.9 45.9 45.9
tidak pernah 20 54.1 54.1 100.0
Total 37 100.0 100.0
Tangan terjepit
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 1 2.7 2.7 2.7
tidak pernah 36 97.3 97.3 100.0
Total 37 100.0 100.0
Terpeleset
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 3 8.1 8.1 8.1
tidak pernah 34 91.9 91.9 100.0
Total 37 100.0 100.0
Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 1 2.7 2.7 2.7
tidak pernah 36 97.3 97.3 100.0
Total 37 100.0 100.0
Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 3 8.1 8.1 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0
Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 5 13.5 13.5 13.5
tidak pernah 32 86.5 86.5 100.0
Total 37 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
Terluka
karena Terjatuh saat Terluka
serangan mengejar karena
pasien pasien peralatan
N Valid 37 37 37
Missing 0 0 0
Frequency Table
Frequency Table
Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 12 32.4 32.4 32.4
tidak pernah 25 67.6 67.6 100.0
Total 37 100.0 100.0
stress kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat sering 1 2.7 2.7 2.7
sering 4 10.8 10.8 13.5
kadang-kadang 8 21.6 21.6 35.1
tidak pernah 24 64.9 64.9 100.0
Total 37 100.0 100.0
Terjatuh
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 2 5.4 5.4 5.4
tidak pernah 35 94.6 94.6 100.0
Total 37 100.0 100.0
Frequencies
Statistics
Terluka
karena Sakit
peralatan punggung Tertusuk
medis belakang jarum suntik
N Valid 35 35 35
Missing 2 2 2
Frequencies
Statistics
Terluka
karena
Tertular virus peralatan
penyakit medis
N Valid 35 35
Missing 2 2
Frequencies
Statistics
Sakit Terjatuh Mata menjadi
punggung karena rabun
belakang Dehidrasi kelelahan jauh/dekat
N Valid 35 35 35 35
Missing 2 2 2 2
Frequency Table