Anda di halaman 1dari 143

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PEKERJAAN PADA PERAWAT

INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT


KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR
JAKARTA TAHUN 2018

SKRIPSI

OLEH :

YESICA ROSANNA TAMBUNAN


NIM : 141000643

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA PEKERJAAN PADA PERAWAT
INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR
JAKARTA TAHUN 2018

Skripsi ini diajukan sebagai


Salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

YESICA ROSANNA TAMBUNAN


NIM : 141000643

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI

POTENSI BAHAYA PEKERJAAN PADA PERAWAT INSTALASI RAWAT

INAP DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT CIBUBUR JAKARTA

TAHUN 2018” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya

tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim

dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, September 2018

Yang membuat pernyataan,

Yesica Rosanna Tambunan

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Potensi bahaya atau bahaya kerja adalah suatu sumber potensi kerugian
atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan, dan lingkungan
kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan atau kerugian. Identifikasi bahaya
adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan
kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi bahaya
pekerjaan pada perawat Instalasi Rawat Inap (IRI) di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta.
Penelitian ini bersifat survey deskriptif dengan melakukan observasi dan
wawancara pada perawat di Instalasi Rawat Inap (IRI). Metode pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan form isian identifikasi potensi bahaya pada
perawat. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat di Instalasi Rawat Inap
(IRI) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta yang berjumlah 37 orang.
Sampel berjumlah 37 orang yang dipilih berdasarkan metode total sampling.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat berbagai potensi
bahaya yang teridentifikasi dalam 9 jenis aktivitas yang rutin dilakukan perawat,
diantaranya bahaya fisik, bahaya biologi, bahaya kimia, bahaya ergonomi, bahaya
psikosoial, dan bahaya mekanik. Potensi bahaya diserang pasien merupakan
bahaya dengan tingkat risiko tertinggi menyebabkan kecelakaan kerja. Potensi
bahaya sakit punggung merupakan bahaya dengan tingkat risiko tertinggi
menyebabkan penyakit akibat kerja.
Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk meningkatkan pengawasan
terhadap pasien dalam upaya mengendalikan risiko perawat diserang pasien.
Melakukan pelatihan dan pemberian edukasi untuk meningkatkan kompetensi
perawat dalam menghadapi pasien ketergantungan NAPZA. Kemudian
pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri berupa sarung tangan dan masker
untuk menghindari penularan penyakit.

Kata Kunci: Identifikasi Bahaya, Instalasi Rawat Inap, Perawat, Rumah


Sakit Ketergantungan Obat

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Potential occupational hazards or occupational hazards are one of the


potential causes of loss in the workplace or situations that relate to jobs, its
workers, and the work environment in which the work is done that has the
potential to cause disturbances or even losses. Hazard identification is a
systematic effort to identify potential hazards at the workplace. The purpose of
this research is to identify the potential occupational hazards for the nurses
working at the Inpatient Installation of Jakarta Drug Abuse Hospital.
This research is done through descriptive survey by conducting
observations and interviews on nurses working at the Inpatient Installation.
Collection of data is done via occupational hazards identification forms. The
population of this particular research are all the nurses at the Inpatient
Installation of Jakarta Drug Abuse Hospital numbered at thirty seven people. The
sample is also numbered at thirty seven, with the samples chosen using the total
sampling method.
According to the research results, there are several potential hazards that
can be identified from the nine routine activities that are done by nurses, among
others physical hazards, biological hazards, chemical hazards, ergonomic
hazards, psychosocial hazards, and mechanical hazards. Being assaulted by
patients is the one hazard that possesses the highest risk of causing workplace
accident. The potential to contract back pains are the hazard that possesses the
highest risk of causing occupational disease.
This is a suggestion for the hospital to increase surveillance on patients to
reduce the risk of patient assaults on nurses. Conducting trainings to nurses and
educating them can help to improve their competency on dealing with patients
with drug addiction. The Personal Protective Equipment such as gloves and
masks should be worn to avoid contracting any disease.

Keywords: Drug Abuse Hospital, Hazard Identification, Inpatient


Installation, Nurse

iv

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat anugerah dan restu-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang

berjudul “Identifikasi Potensi Bahaya Pekerjaan pada Perawat Instalasi

Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur Jakarta Tahun

2018”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk meraih gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

namun berkat bimbingan, dukungan serta doa dari berbagai pihak maka penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih

sebanyak-banyaknya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja FKM USU dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi sekaligus

Ketua Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar

memberikan petunjuk, saran dan nasihat serta arahan selama proses

pengerjaan skripsi.

v
Universitas Sumatera Utara
4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku dosen penguji I yang telah banyak

memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Arfah Mardiana Lubis, S.Psi, M.Psi selaku dosen penguji II yang dengan

sabar memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah banyak memberikan nasihat dan masukan kepada penulis selama

masa perkuliahan di FKM USU.

7. Tim Dosen Pengajar dan Staff di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang

telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Direktur Rumah Sakit, Ibu Priska Saragih selaku pembimbing lapangan,

perawat instalasi rawat inap dan Seluruh staff Rumah Sakit Ketergantungan

Obat Cibubur Jakarta yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis

dalam melaksanakan penelitian.

9. Yang teristimewa dan tercinta kepada Ibunda Mariati Saragih, serta saudara

kandung penulis Kakanda Lucya Mandez Tambunan, Cindy Lovita Tambunan

Adinda Chyntia Wulandari Tambunan, Jhody Raja Panchari Tambunan dan

Kevin Christy yang selalu setia mendukung, membantu, dan mendoakan

penulis selama masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi.

10. Sahabat-sahabat penulis selama masa perkuliahan, Tim Tambourine, Tim

Pagelaran Drama Musikal, dan teman-teman seperjuangan yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan

selama ini.

vi
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik, dan saran dari teman-teman pembaca

sekalian guna memperbaiki skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. Semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2018

Penulis,

Yesica Rosanna Tambunan

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. v
DAFTAR ISI............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xiii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 10
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................ 10
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................... 11
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 12


2.1 Bahaya (Hazard) .................................................................................................. 12
2.1.1 Potensi Bahaya di Rumah Sakit ................................................................. 13
2.1.2 Sumber Bahaya di RSKO .......................................................................... 15
2.2 Penyakit Akibat Hubungan Kerja ....................................................................... 19
2.2.1 Pengertian .................................................................................................. 19
2.2.2 Penyebab .................................................................................................... 20
2.2.3 Diagnosis dan Identifikasi.......................................................................... 21
2.3 Kecelakaan Kerja ................................................................................................. 23
2.3.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja .................................................................... 23
2.3.2 Sebab-sebab Kecelakaan Kerja ................................................................. 24
2.3.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja................................................................... 28
2.3.4 Kerugian Akibat Kecelakaan..................................................................... 31
2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit............................................. 33
2.4.1 Upaya K3 di Rumah Sakit ......................................................................... 34
2.4.2 Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pembinaan K3RS..................................... 34
2.5 Identifikasi Bahaya.............................................................................................. 35
2.5.1 Tujuan ........................................................................................................ 36
2.5.2 Persyaratan Identifikasi Bahaya................................................................. 38
2.5.3 Teknik Identifikasi Bahaya ........................................................................ 39

viii

Universitas Sumatera Utara


2.6 Kerangka Konsep ................................................................................................. 41

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 42


3.1 Jenis Penelitian.................................................................................................... 42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 42
3.2.1 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 42
3.2.2 Waktu Penelitian ....................................................................................... 42
3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................... 42
3.3.1 Populasi...................................................................................................... 42
3.3.2 Sampel........................................................................................................ 43
3.4 Instrumen Penelitian............................................................................................ 43
3.5 Metode Pengumpulan Data ................................................................................. 43
3.5.1 Data Primer ................................................................................................ 43
3.5.2 Data Sekunder ............................................................................................ 43
3.6 Metode Analisis Data.......................................................................................... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................................... 45


4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................................. 45
4.1.1 Profil Rumah Sakit..................................................................................... 45
4.1.2 Visi,Misi, dan Motto RSKO Jakarta .......................................................... 47
4.1.3 Struktur Organisasi .................................................................................... 48
4.1.4 Pelayanan di RSKO Jakarta ....................................................................... 49
4.1.5 Jam Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja ......................................................... 52
4.1.5.1 Jam Kerja ....................................................................................... 52
4.1.5.2 Tenaga Kerja .................................................................................. 52
4.2 Pembagian Instalasi Rawat Inap .......................................................................... 53
4.2.1 Detoksifikasi/MPE ..................................................................................... 53
4.2.2 Rehabilitasi NAPZA .................................................................................. 54
4.2.3 Komplikasi dan Derawan........................................................................... 55
4.3 Karakteristik Responden ...................................................................................... 56
4.3.1 Umur .......................................................................................................... 56
4.3.2 Jenis Kelamin............................................................................................. 57
4.3.3 Lama Bekerja ............................................................................................. 57
4.3.4 Ruangan ..................................................................................................... 58
4.4 Identifikasi Potensi Bahaya.................................................................................. 58
4.4.1 Identifikasi Bahaya pada Aktivitas Penerimaan Pasien Baru ................... 58
4.4.2 Identifikasi Bahaya pada Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien................. 59
4.4.3 Identifikasi Bahaya dalam Menegakkan Diagnosa Keperawatan.............. 60
4.4.4 Identifikasi Bahaya dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan .......... 61
4.4.5 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Detoksifikasi.......................... 65
4.4.6 Identifikasi Bahaya pada Pelayanan Unit Rehabilitasi NAPZA................ 66
4.4.7 Identifikasi Bahaya pada Pelayanan Unit Komplikasi dan Derawan ........ 68

ix

Universitas Sumatera Utara


4.4.8 Identifikasi Bahaya dalam Kegiatan Kewaspadaan Standar...................... 69
4.4.9 Identifikasi Bahaya dalam Proses Administrasi......................................... 70

BAB V PEMBAHASAN .......................................................................................... 71


5.1 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Aktivitas Menerima Pasien Baru.................. 71
5.1.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 71
5.1.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 73
5.2 Identifikasi Bahaya dalam Melakukan Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien...... 74
5.2.1 Potensi Bahaya Faktor Biologi .................................................................. 74
5.3 Identifikasi Bahaya dalam Aktivitas Menegakkan Diagnosa Keperawatan ........ 75
5.3.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 76
5.3.2 Potensi Bahaya Faktor Psikososial ............................................................ 77
5.4 Identifikasi Bahaya dalam melaksanakan Tindakan Keperawatan...................... 78
5.4.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 79
5.4.2 Potensi Bahaya Faktor Biologi .................................................................. 84
5.4.3 Potensi Bahaya Faktor Kimia .................................................................... 84
5.4.4 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 85
5.4.5 Potensi Bahaya Faktor Psikososial ............................................................ 85
5.4.6 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 86
5.5 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Pelayanan Unit Detoksifikasi ....................... 87
5.5.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 88
5.5.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 88
5.6 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Rehabilitasi NAPZA........................ 89
5.6.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 89
5.6.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 90
5.6.3 Potensi Bahaya Psikososial........................................................................ 90
5.6.4 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 91
5.7 Identifikasi Potensi dalam Pelayanan Unit Komplikasi dan Derawan................. 91
5.7.1 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 91
5.7.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 92
5.8 Identifikasi Bahaya pada Perawat dalam Kegiatan Kewaspadaan Standar ......... 92
5.8.1 Potensi Bahaya Faktor Biologi .................................................................. 93
5.8.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik ................................................................ 93
5.9 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Proses Administrasi ............... 93
5.9.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik ...................................................................... 94
5.9.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi .............................................................. 94

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 95


6.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 95
6.2 Saran..................................................................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 97

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bahaya-bahaya Potensial di Rumah Sakit................................................. 14

Tabel 4.1 Shift kerja perawat di RSKO Jakarta ........................................................ 52

Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kerja di RSKO Jakarta..................................................... 53

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di RSKO Jakarta Tahun 2018. 56

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSKO Jakarta........ 57

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja di RSKO Jakarta........ 57

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Ruangan Bekerja di RSKO Jakarta... 58

Tabel 4.7 Potensi Bahaya pada Perawat dalam Aktivitas Menerima Pasien baru .... 58

Tabel 4.8 Potensi Bahaya dalam Melakukan Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien . 59

Tabel 4.9 Identifikasi Bahaya dalam Menegakkan Diagnosa Keperawatan ............. 60

Tabel 4.10 Identifikasi Bahaya dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan......... 61

Tabel 4.11 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Detoksifikasi ....................... 66

Tabel 4.12 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Rehabilitasi NAPZA........... 67

Tabel 4.13 Identifikasi Bahaya dalam Pelayanan Unit Komplikasi dan Derawan ... 68

Tabel 4.14 Identifikasi Bahaya dalam Kegiatan Kewaspadaan Standar ................... 69

Tabel 4.15 Identifikasi Bahaya dalam Proses Administrasi...................................... 70

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rasio Kecelakaan menurut Dupont ...................................................... 37

Gambar 2.2 Kerangka Konsep.................................................................................. 41

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.......... 49

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent

Lampiran 2. Form Isian Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 5. Hasil Uji Statistik

Lampiran 6. Dokumentasi

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yesica Rosanna Tambunan, dilahirkan di Pematang

Siantar pada tanggal 20 September 1996. Penulis beragama Protestan dan bersuku

Batak Toba. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan

Alm. Marihot Tambunan dan Mariati Saragih. Alamat penulis di Perumahan

Griya Bukit Jaya Blok R 13 No. 16 Gunung Putri Bogor.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar di SD

Eka Wijaya (2002-2004), SDN 01 Impres (2004-2006), SDN 05 Gunung Putri

(2006-2008), Sekolah Menengah Pertama di SMPN 01 Gunung Putri (2008-

2011), Sekolah Menengah Atas di SMAN 01 Gunung Putri (2011-2014), dan

penulis kemudian menempuh pendidikan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2014-2018).

xiv Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi saat ini menjadi salah satu bukti keberhasilan

manusia. Meskipun kehidupan semakin maju, namun bukan berarti angka

kecelakaan menurun drastis. Teknologi tidak saja melahirkan metode, peralatan,

dan produk-produk baru yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, namun

di sisi yang lain juga sekaligus melahirkan masalah-masalah baru. Menurut Brauer

(1990) dalam Winarsunu (2008), dampak negatif akibat kemajuan teknologi yang

dirasakan oleh orang Amerika antara lain berupa semakin meningkatnya kejadian-

kejadian kecelakaan, baik yang terjadi di tempat kerja, jalan raya atau di rumah.

Setiap lingkungan kerja yang berhubungan dengan manusia, mesin, dan pekerjaan

memiliki potensi bahaya yang berbeda-beda sesuai dengan jenis pekerjaannya.

Menurut statistik yang dikeluarkan National Safety Council, lebih dari 2

juta orang terluka dan ada sekitar 13 ribu pekerja yang mati karena kecelakaan

kerja setiap tahunnya (Triwibowo, 2013). Bukan hanya kecelakaan kerja yang

menjadi permasalahan dalam lingkungan kerja, melainkan juga penyakit yang

diakibatkan oleh pekerjaan tertentu. International Labour Organization (ILO)

mencatat pada tahun 2013, satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena

kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Sepanjang tahun

2016, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kantor

Wilayah DKI Jakarta telah menangani kasus kecelakaan kerja sebanyak 5.093

Universitas Sumatera Utara


2

kasus dan 82% di antaranya merupakan peserta pria. Setelah itu, pihak BPJS

Ketenagakerjaan Kantor Wilayah DKI Jakarta kembali mengeluarkan data

terbaru, yaitu hingga November 2017 telah terdapat 4.920 kasus kecelakaan kerja.

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa angka kecelakaan kerja di

Indonesia khususnya Jakarta belum dapat dikatakan mengalami penurunan.

Kerugian akibat kecelakaan kerja sangat besar. Kecelakaan kerja tidak saja

menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha

atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara

menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada

masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432

tahun 2007 menyatakan bahwa upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus

diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang memiliki

risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan

paling sedikit 10 orang. Berdasarkan isi pasal tersebut maka jelaslah bahwa rumah

sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya

yang dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan, baik Penyakit Akibat Kerja

(PAK) ataupun kecelakaan kerja terhadap para perkerjanya. Rumah sakit adalah

institusi pelayanan masyarakat yang padat modal, padat teknologi, dan padat

karya yang dalam pekerjaan sehari-hari melibatkan sumber daya manusia dengan

berbagai jenis keahlian. Menurut Salawati (2014) Rumah Sakit (RS) merupakan

depot dari berbagai macam penyakit yang berasal dari pasien, perawat, dokter,

dan pengunjung yang berstatus karier.

Universitas Sumatera Utara


3

Selain penyakit-penyakit infeksi, rumah sakit memiliki potensi bahaya

lainnya yang memengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan

(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan

sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-

gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi (Kepmenkes RI, 2007). Hasil

laporan National Safety Council (NSC) dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI

No. 432 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan

Kerja di Rumah Sakit menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih

besar dari pekerja di industri lain. Hal ini sejalan dengan riset yang diklaim oleh

US Department of Health and Human Services (1990) bahwa dibandingkan

dengan pekerja sipil lainnya, pekerja RS lebih banyak mengalami masalah

keselamatan dan kesehatan kerja. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,

terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi, dan

lain-lain. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan

kehidupan bagi karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di

lingkungan RS.

Berdasarkan data dari Occupational Safety and Health Administration

(OSHA) pada tahun 2013 penyebab cedera pada tenaga kesehatan antara lain

kelelahan akibat gerakan yang berhubungan dengan penanganan pasien (48%),

terkilir atau terjatuh (25%), bersentuhan dengan alat berbahaya (13%), tindakan

kekerasan dari pasien (9%), terkena paparan zat berbahaya (4%), serta penyebab

lainnya (1%). Selain itu, Gun (1983) memberikan catatan bahwa terdapat

beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS yakni hipertensi, varises,

Universitas Sumatera Utara


4

anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),

dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran

diskus intervertebrae. Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit

akut yang diderita petugas RS lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain,

yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan

lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran

anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot tulang dan

rangka (Kepmenkes RI, 2007).

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di institusi pelayanan kesehatan

terutama di rumah sakit, penggunaan peralatan dengan teknologi tinggi dan

bahan-bahan serta obat berbahaya bagi kesehatan untuk tindakan diagnostik,

terapi maupun rehabilitasi semakin meningkat. Oleh sebab itu, terpaparnya

Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit oleh bibit penyakit perlu mendapat

perhatian khusus. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 66 tahun 2016

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit, SDM Rumah Sakit

adalah semua tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang bekerja di rumah

sakit.

Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta merupakan salah satu

rumah sakit di Jakarta yang termasuk dalam daftar Institusi Penerima Wajib Lapor

(IPWL) dan mitra dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam hal menangani

pasien penyalahgunaan NAPZA. RSKO Jakarta berlokasi di Jalan Lapangan

Tembak No.75, Cibubur, Jakarta Timur dan telah beroperasi sejak 3 Juli 1972.

Universitas Sumatera Utara


5

Rumah Sakit Ketergantungan Obat merupakan rumah sakit pemerintah

yang berbeda dengan rumah sakit milik pemerintah umumnya, dimana RSKO

dikhususkan untuk menangani pasien dengan ketergantungan NAPZA. RSKO

Jakarta memiliki visi menjadi rumah sakit yang unggul dalam pelayanan,

pendidikan, dan penelitian dalam bidang NAPZA di tahun 2019. Demi

tercapainya visi tersebut, tentu dibutuhkan dukungan dari tenaga kesehatan yang

bekerja di dalamnya. Baik buruknya kinerja suatu organisasi dapat diukur dari

kinerja tenaga medis, paramedis dan non medis dalam memberikan pelayanan

kepada pasien.

Banyak dari pasien penyalahgunaan NAPZA merupakan pengguna

NAPZA dengan menggunakan jarum suntik (intra venous drug user) dimana

penggunaan narkoba menggunakan jarum suntik berpotensi menularkan penyakit

infeksius yang sangat berbahaya seperti hepatitis dan infeksi HIV yang sampai

sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Selain itu,

kebanyakan pasien di RSKO merupakan pasien dengan dual diagnosis yaitu selain

mempunyai masalah dengan penyalahgunaan NAPZA, juga terdapat gangguan

mental lainnya, misalnya; gangguan kepribadian (Pramudya, 2008).

Pasien pertama di RSKO Jakarta adalah seorang perempuan dengan

diagnosis ketergantungan morphine yang dirawat pada tanggal 3 Juli 1972 dan

untuk selanjutnya ditetapkan sebagai tanggal berdirinya (beroperasinya) RSKO.

Pada tahun 1974 RSKO yang semula Drug Dependence Unit (DDU) berubah

menjadi Lembaga Ketergantungan Obat (LKO) dengan tujuan utamanya adalah

usaha penanganan NAPZA yang bersifat komprehensif dan jangka panjang,

Universitas Sumatera Utara


6

meliputi bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pada tahun 1978 status LKO

ditingkatkan menjadi rumah sakit tipe C dengan nama Rumah Sakit

Ketergantungan Obat dan perubahan menjadi tipe B non pemerintah diperoleh

pada tanggal 14 Juni 2002 melalui SK Menteri Kesehatan RI No.

732/Menkes/SK/VI/2002.

Pelayanan di RSKO Jakarta terbagi dalam beberapa bagian, yaitu

pelayanan rawat jalan, IGD, rawat inap, penunjang, administrasi, dan bagian

diklit. Fokus dalam penelitian ini yaitu Instalasi Rawat Inap RSKO Jakarta yang

terbagi atas ruang rawat Detoksifikasi/MPE, Rehabilitasi NAPZA, ruang

Komplikasi (High Care Unit) dan Ruang Psikiatri Murni (Derawan). Setiap ruang

rawat memiliki jenis penanganan pasien yang berbeda-beda. Ruang rawat

MPE/Detoksifikasi disediakan khusus untuk pasien baru yang harus dirawat

selama kurang lebih dua minggu untuk dilakukannya proses mengeluarkan racun

atau menghilangkan efek sakau terhadap pasien baru. Tahapan lanjutan setelah

proses detoksifikasi yaitu pasien dipindah ke ruang rehabilitasi NAPZA yang

selanjutnya akan dirawat dan dilakukan proses rehabilitasi sampai pasien

dinyatakan sembuh dan dapat kembali kepada keluarga dan lingkungan sosialnya.

Ruang rawat yang ketiga yaitu ruang komplikasi (HCU), ruang ini dikhususkan

untuk mengatasi pasien dengan diagnosis penyakit yang bersifat kronis seperti

HIV/AIDS, gangguan fungsi hati, hepatitis B, hepatitis C, dan sebagainya. Setiap

ruang memiliki potensi bahaya yang berbeda-beda terhadap pekerja sesuai dengan

uraian tugasnya masing-masing. Jumlah total perawat di instalasi rawat inap yaitu

sebanyak 45 orang, dengan rincian sebagai berikut; MPE sebanyak 12 perawat,

Universitas Sumatera Utara


7

rehabilitasi NAPZA sebanyak 13 perawat, komplikasi (HCU) sebanyak 12

perawat.

Salah satu tenaga medis yang memiliki eksistensi peranan cukup penting

di rumah sakit adalah perawat. Sejalan dengan ini, penelitian yang dilakukan pada

tahun 2003 mengatakan bahwa pekerjaan yang paling berisiko menyebabkan

injury (non fatal) pada wanita adalah perawat, dimana terdapat risiko tertusuk

jarum suntik dan sebagainya. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada

perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai,

mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup

dari lahir sampai mati (https://id.wikipedia.org/wiki/Perawat). Perawat profesional

adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwenang untuk memberikan

pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga

kesehatan lain sesuai dengan kewenangan (Bastian, 2008). Dalam melaksanakan

pengabdiannya seorang perawat tidak hanya berhubungan dengan pasiennya,

tetapi juga dengan keluarga pasien, rekan sesama perawat, dokter, serta berbagai

peraturan yang harus dijalani. Seorang perawat memiliki daftar tugas yang harus

dilakukan selama bekerja, khususnya pada Instalasi Rawat Inap (IRI) di

antaranya, merawat pasien, bertanggung jawab atas kebersihan ruangan dan

sekitarnya, melakukan penyuntikan, pemasangan infus, memeriksa darah, tes urin,

mendampingi dokter memeriksa pasien, dan lain sebagainya.

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti terkait

data kecelakaan dan penyakit akibat kerja di RSKO Jakarta dalam kurun waktu 3

tahun terakhir (2015-2017), diperoleh data kecelakaan kerja sebagai berikut, yaitu

Universitas Sumatera Utara


8

sebanyak 2 orang terpeleset saat menaiki tangga yang berada di ruang rehabilitasi

dan sebanyak 2 orang terjatuh di ruang Komplikasi dan Derawan. Sementara itu,

untuk data penyakit akibat kerja ditemukan 1 orang pekerja yang terkena hepatitis

C pada tahun 2015. Total pekerja yang mengalami kecelakaan dan PAK di RSKO

Jakarta pada tahun 2015-2017 sebanyak 5 pekerja. Kecelakaan nonfatal seperti

tertusuk jarum suntik, terluka karena pisau atau alat bedah, dan diserang oleh

pasien yang tidak menyebabkan luka berat sering terjadi namun tidak tercatat

karena tidak dilaporkan.

Berdasarkan data di atas, angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

di RSKO Jakarta memang masih terbilang sedikit, namun seringkali pada

kenyataannya tidak semua kecelakaan kerja dilaporkan kejadiannya, lebih-lebih

kecelakaan kerja yang tidak mengakibatkan hilangnya waktu kerja dan luka yang

berarti seperti halnya tertusuk jarum suntik dan diserang pasien, merupakan salah

satu bukti dari kelemahan catatan statistik kecelakaan kerja pada suatu perusahaan

atau institusi. Sejalan dengan ini adalah pandangan yang dikemukakan oleh

Winarsunu (2008), yang mengutip kesimpulan berdasarkan The bureau of Labor

Statistic bahwa dalam setiap atau 1 laporan kecelakaan kerja yang mengakibatkan

luka, sedikitnya ada 10 kejadian kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka serius

yang tidak dilaporkan.

Mengingat begitu besar dampak yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja

maupun penyakit akibat kerja, maka perlu dilakukannya pencegahan terhadap

kecelakaan kerja. Pada banyak kejadian kecelakaan atau sekitar 70% sampai 80%

penyebabnya adalah kesalahan manusia atau human error (Winarsunu, 2008).

Universitas Sumatera Utara


9

Winarsunu (2008) mengatakan bahwa cara yang ditempuh untuk menghindari

atau mengatasi terjadinya kecelakaan sesuai dengan cara berfikir orang tentang

kecelakaan itu sendiri. Apabila orang berfikir bahwa kecelakaan adalah suatu

kejadian yang penyebabnya dapat dipelajari secara ilmiah sehingga orang dapat

menghindari atau mengelola penyebabnya itu, maka akan melahirkan pandangan

bahwa kecelakaan adalah suatu kejadian yang dapat dikendalikan.

Pencegahan kecelakaan kerja seharusnya menjadi prioritas utama karena

tujuan adanya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) itu

sendiri ialah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang mengakibatkan

cedera atau kerugian materi. Di samping itu, keselamatan dan kesehatan kerja

diharapkan dapat menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang

tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam keselamatan dan kesehatan kerja tidak terpaku

pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional, dan psikologi (Winarsunu, 2008).

Pencegahan kecelakaan kerja ditujukan untuk mengenal dan menemukan

sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin

dikurangi atau dihilangkan (Triwibowo, 2013). Pencegahan dan penanggulangan

kecelakaan kerja dapat dilakukan setelah ditentukan sebab-sebab terjadinya

kecelakaan dalam sistem atau proses produksi, sehingga dapat disusun

rekomendasi cara pengendalian kecelakaan kerja yang tepat. Dengan kata lain,

perlu diadakan identifikasi guna mengetahui dan menemukan masalah ataupun

potensi-potensi bahaya dalam suatu lingkungan kerja.

Identifikasi merupakan langkah paling awal dalam upaya pengendalian

kecelakaan kerja. Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan,

Universitas Sumatera Utara


10

mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data, dan informasi dari

kebutuhan lapangan (https://id.m.wikipedia.org/wiki/identifikasi). Maka dapat

disimpulkan bahwa identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui,

mengenal, dan memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem baik itu

peralatan, tempat kerja ataupun prosedur.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Identifikasi Potensi Bahaya Pekerjaan pada Perawat di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, Jakarta Tahun

2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini ialah apa sajakah potensi bahaya pekerjaan yang dapat diidentifikasi

pada perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur,

Jakarta tahun 2018.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi berbagai potensi bahaya pekerjaan pada perawat Instalasi Rawat

Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur Jakarta tahun 2018.

Universitas Sumatera Utara


11

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi potensi bahaya pekerjaan yang mengakibatkan

kecelakaan akibat kerja pada perawat di RSKO Cibubur.

2. Untuk mengidentifikasi potensi bahaya pekerjaan yang mengakibatkan

penyakit akibat kerja pada perawat di RSKO Cibubur.

3. Untuk mengetahui upaya yang telah dilakukan RSKO Cibubur dalam

mengendalikan potensi-potensi bahaya yang berada di lingkungan rumah

sakit.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai gambaran dan informasi bagi pihak pengelola rumah sakit tentang

potensi bahaya pekerjaan bagi perawat Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat Cibubur, Jakarta.

2. Sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi rumah sakit untuk meningkatkan

kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi pada tenaga

kerja terkhusus pada perawat.

3. Sebagai bahan atau sumber data penelitian berikutnya.

4. Untuk menambah wawasan pengetahuan serta pengembangan diri bagi

peneliti.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahaya (Hazard)

Menurut OHSAS 180001 (2007), bahaya (Hazard) ialah semua sumber,

situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja)

dan atau penyakit akibat kerja. Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi

bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan (Ramli, 2010). Hazard dapat

berupa; bahan-bahan kimia, bagian-bagian mesin, bentuk energi, metode kerja

atau situasi kerja sebagai sumber bahaya potensial yang dapat menyebabkan

kerusakan. Kerusakan dan bentuk kerugian berupa kematian, cedera, sakit fisik

atau mental, kerusakan properti, kerugian produksi, kerusakan lingkungan atau

kombinasi dari kerugian-kerugian tadi (Kuswana, 2014). Potensi bahaya

merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan

kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. ILO (1986) yang

dikutip oleh Anugrah (2009), mendefinisikan potensi bahaya atau bahaya kerja

adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan

pekerja, pekerjaan, dan lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan

atau kerugian.

Hazard adalah faktor risiko, yaitu sumber atau kondisi yang memiliki

potensi bahaya kesehatan kerja. Mengacu kepada domain kesehatan kerja yakni

tiga kelompok variabel yaitu kapasitas kerja, lingkungan kerja, dan beban atau

jenis kerja, maka hazard atau potensi bahaya yang dapat berasal dari ketiga

12

Universitas Sumatera Utara


13

kelompok variabel tersebut di atas. Dari aspek kapasitas kerja, hazards dapat

berasal dari manusia, baik berupa perilaku negligence atau perilaku tidak sehat

lainnya. Hazards dari lingkungan kerja tidak terhitung banyaknya namun dapat

dikelompokkan ke dalam kelompok fisik, kelompok bahan kimia toksik, dan

mikroorganisme. Hazards juga dapat berasal dari jenis pekerjaan dan/atau beban

pekerjaannya (Achmadi, 2014). Bahaya di tempat kerja timbul atau terjadi ketika

ada interaksi antara unsur-unsur produksi yaitu manusia, peralatan, material,

proses atau metoda kerja. Dalam proses produksi tersebut terjadi kontak antara

manusia dengan mesin, material, dan lingkungan kerja yang diakomodir oleh

proses atau prosedur kerja. Karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsur-

unsur produksi tersebut, yaitu manusia, peralatan, material, proses serta sistem,

dan prosedur (Ramli, 2010). Bahaya tersebut disebut potensial jika faktor-faktor

tersebut belum mendatangkan kecelakaan. Jika kecelakaan telah terjadi, maka

bahaya tersebut dianggap sebagai bahaya nyata.

2.1.1 Potensi Bahaya di Rumah Sakit

Bahaya potensial di rumah sakit yang berasal dari berbagai faktor dapat

mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Beberapa faktor di

antaranya yaitu, faktor biologi, faktor kimia, faktor ergonomi, faktor fisika, dan

faktor psikososial. Berikut bahaya-bahaya potensial di rumah sakit menurut

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan

dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara


14

Tabel 2.1 Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit


Bahaya Fisik Di antaranya : radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu
panas, suhu dingin, bising, getaran, pencahayaan.
Bahaya Kimia Di antaranya: Ethylene oxide, Formaldehyde,
Glutaraldehyde, Ether, Halothane, Etrane, Mercury,
Chlorine.
Bahaya Biologi Di antaranya :Virus (Hepatitis B dan C, Influenza, HIV),
Bakteri (S. Saphrophyticus, Bacillus sp, Porionibacterium
sp., H. Influenzae, S. Pneumomaniae, N. Meningitidis, B.
Streptococcus, Pseudomonas), Jamur (Candida) dan Parasit
(S. Scabiei)
Bahaya Ergonomi Cara kerja yang salah, di antaranya posisi kerja
membungkuk dan mengangkat.
Bahaya Di antaranya kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja,
Psikososial post traumatic.
Bahaya Mekanik Di antaranya : terjepit, terpotong, terpukul, tergulung,
tersayat, tertusuk benda tajam.
Bahaya Listrik Di antaranya : sengatan listrik, hubungan arus pendek,
kebakaran, petir, listrik statis.
Kecelakaan Di antaranya : kecelakaan benda tajam.
Limbah RS Di antaranya : limbah medis ( jarum suntik, vial obat,
nanah, darah) limbah non medis, dan limbah cairan tubuh
manusia (droplet, liur, sputum)

Prinsip bahaya untuk perawat menurut Occupational Safety and Health

Administration (OSHA) yaitu :

1. Patogen melalui darah.

2. Bahan kimia berbahaya : misalnya, Etilen oksida, obat tumpah, bahan

karsinogen, asap berbahaya, dan cairan yang mudah terbakar.

3. Slip/jatuh.

4. Alergi lateks : misalnya, alergi terhadap sarung tangan yang terbuat dari

lateks alam dan atau bahan yang digunakan untuk membuat sarung tangan.

5. Bahaya peralatan : misalnya jarum suntik dan kejutan listrik.

Universitas Sumatera Utara


15

6. Stress kerja :

a. Faktor-faktor : shift kerja, jam kerja yang panjang, kelelahan, situasi

emosional yang kuat (penderitaan dan kematian), keselamatan pasien

(kesalahan pengobatan).

b. Peringatan dini : sakit kepala, gangguan tidur, kesulitan konsentrasi,

ketidakpuasan kerja, dan semangat kerja yang menurun.

7. Infeksi Methicilin Resistant Staphylococus.

8. Workplace violence : serangan fisik luar (ancaman, makian)

9. Terorisme : misalnya, menerima korban dari sebuah insiden teroris yang tidak

diketahui identitasnya.

10. Bahaya fisik : misalnya flying objects, cedera mata.

2.1.2 Sumber Bahaya di RSKO

1. Sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja

Sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti faktor fisik, biologi, dan psikologi terhadap pekerja.

Sumber bahaya dari lingkungan kerja di rumah sakit bisa pula berasal dari partner

kerja ataupun pasien. Beberapa contoh sumber bahaya yang berasal dari

lingkungan kerja di rumah sakit:

a. Suhu kerja

Produktivitas, efisiensi, dan efektivitas kerja sangat dipengaruhi oleh

kondisi iklim atau suhu kerja. Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah 24-16°C.

Gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan

Universitas Sumatera Utara


16

dapat mengakibatkan gangguan perilaku, dehidrasi, Heat cramps, Heat Syncope,

dan Heat Exhaustion.

b. Kebisingan

Menurut Permenaker RI No.13 Tahun 2011 tentang “Nilai Ambang Batas

Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja” kebisingan adalah semua suara

yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau

alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan

pendengaran. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di tempat kerja berdasarkan

Permenaker RI No.13 Tahun 2011 adalah 85 dB untuk waktu kerja terus-menerus

tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam seminggu. Pengaruh kebisingan

intensitas rendah yang berada dibawah NAB, antara lain: stress menuju keadaan

cepat marah, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan reaksi psikomotrik,

kehilangan konsentrasi, gangguan komunikasi antar lawan bicara, dan penurunan

performansi kerja yang berujung pada kehilangan efisiensi kerja dan produktivitas

kerja.

c. Lingkungan sosial

Sumber bahaya di rumah sakit juga dapat berasal dari lingkungan sosial

pekerja, seperti rekan sekerja ataupun pasien. Rekan yang tidak sejalan ataupun

tidak dapat bekerja sama dengan baik dapat menimbulkan tekanan bagi pekerja

lain yang mengakibatkan stress kerja. Saat seorang pekerja mengalami stress,

maka akan berpengaruh pada berkurangnya konsentrasi dan menurunnya

produktivitas kerja yang bisa mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.

Universitas Sumatera Utara


17

Pekerja di rumah sakit juga seringkali mengalami kecelakaan yang berasal

dari pasien, khususnya di RSKO yang dikhususkan merawat pasien dengan

ketergantungan NAPZA. Pasien ketergantungan NAPZA cenderung memiliki

dual diagnosis yaitu terganggunya mental dan psikologinya, sehingga seringkali

pekerja mengalami tindakan kekerasan dari pasien, seperti diserang oleh pasien,

dipukul, dilempar benda-benda yang dapat mengakibatkan cedera baik non fatal

maupun fatal.

d. Beban Kerja

Beban kerja yang terlalu berat dapat menjadi salah satu sumber bahaya

yang berasal dari lingkungan. Dikarenakan pekerja yang memiliki beban kerja

yang terlalu berat akan mengalami stress. Ketika pekerja mulai merasakan stress

maka motivasi pekerja akan menurun, motivasi yang menurun akan berdampak

pada berkurangnya konsentrasi saat melakukan pekerjaan sehingga tidak menutup

kemungkinan akan terjadinya kesalahan maupun kecelakaan kerja.

2. Sumber bahaya yang berasal dari pekerja (unsafe action)

Faktor manusia di tempat kerja mengacu pada setiap masalah yang

memengaruhi pendekatan individu ke pekerjaan dan kemampuan untuk

melaksanakan pekerjaannya. Pengaruh tersebut ada di setiap kegiatan harian

pekerja, baik di rumah, di tempat kerja, dalam perkumpulan sosial, maupun dalam

kegiatan-kegiatan di waktu luang. Faktor manusia merupakan salah satu bagian

dari ilmu perilaku. Adapun, faktor negatif yang dapat mengakibatkan potensi

bahaya pada industri adalah :

a. Minimnya pelatihan dan tugas-tugas.

Universitas Sumatera Utara


18

b. Bersikap menentang terhadap aturan-aturan dan pengamanan.

c. Mengabaikan atau melewati pengamanan dan mengambil jalan pintas untuk

meningkatkan pendapatan.

d. Salah memahami prosedur pekerjaan yang akan dilakukan.

e. Gagal memberitahukan atau mengintruksikan pekerjaan dengan benar.

Menghilangkan faktor negatif dan membangun faktor positif akan

memberikan sumbangan yang besar terhadap lingkungan kerja yang lebih aman

dan selamat (Ridley, 2008).

3. Sumber bahaya dari bahan kimia dan peralatan

Pada penggunaan bahan-bahan kimia, terdapat sejumlah tindakan yang

dilakukan untuk menghilangkan bahaya sehingga mencegah pekerja dari risiko

kecelakaan. Jika bahayanya tidak dapat dihilangkan, tindakan pengendalian harus

diimplementasikan untuk meminimalkan risiko dari bahan-bahan kimia yang

dihadapi pekerja. Seorang pekerja yang bekerja di rumah sakit tidak dapat

menghindari kontak dengan bahan-bahan kimia. Bahan kimia berbahaya yang

terdapat di rumah sakit di antaranya, Etilen oksida, Formaldehyde, Mercury,

Ether, Glutaraldehyde dan bahan kimia yang mudah terbakar lainnya. Dalam

menangani zat-zat kimia, baik selama tahap pemasokan, pemakaian atau

pembuangan, haruslah mengikuti setiap prosedur untuk keselamatan pekerja

(Ridley, 2008). Bahaya juga dapat berasal dari peralatan pengobatan yang

digunakan selama perawatan pasien di rumah sakit, seperti jarum suntik, pisau dan

gunting bedah, tabung oksigen, dan alat medis lainnya. Kecelakaan yang

ditimbulkan dapat berupa tertusuk, terpotong, tersayat, tertimpa bahkan tersetrum.

Universitas Sumatera Utara


19

Jika setiap bahaya-bahaya tersebut dapat diidentifikasi, tindakan harus

diambil untuk menghilangkan atau meminimalkan risiko yang dihadapi oleh

pekerja. Jika bahaya-bahaya tersebut tidak dapat dihilangkan, suatu penilaian

risiko perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencegahan apa saja yang harus

diambil.

2.2 Penyakit Akibat Hubungan Kerja

2.2.1 Pengertian

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat

kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.

4 kategori penyakit akibat kerja menurut WHO:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma

Bronkhogenik.

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab diantara faktor-

faktor lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada

sebelumnya, misalnya asma.

Seorang pekerja dapat mengalami berbagai penyakit yang dapat

dikelompokkan dalam :

1. Penyakit yang juga diderita oleh masyarakat umum lainnya (general

disease).

2. Penyakit yang berhubungan/berkaitan dengan pekerja tetapi bukan akibat

pekerjaan atau lingkungan kerja (work related disease).

Universitas Sumatera Utara


20

3. Penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja

(occupational disease).

2.2.2 Penyebab

Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dapat dibagi atas 5 golongan,

yaitu:

1. Golongan Fisik

Meliputi bising, getaran, radiasi, suhu ekstrem, tekanan, dan lain-lain.

2. Golongan Kimiawi

Ada lebih kurang 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam proses

industri, namun dalam daftar penyakit ILO baru diidentifikasi 31 bahan kimia

sebagai penyebab, sehingga dalam daftar ditambah satu penyakit untuk bahan

kimia lainnya.

3. Golongan Biologik

Meliputi bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain.

4. Golongan Fisiologik

Tempat kerja yang kurang ergonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan

anatomi manusia.

5. Golongan Psikososial

Beban kerja terlalu berat, monotoni pekerjaan, dan sebagainya.

Di negara-negara maju, faktor-faktor fisik, kimia dan biologik sudah dapat

dikendalikan, sehingga gangguan kesehatan akibat faktor-faktor tersebut sudah

sangat jauh berkurang, namun akhir-akhir ini justru faktor ergonomi dan golongan

psikososial yang menyebabkan gangguan musculoskeletal, stress dan penyakit

Universitas Sumatera Utara


21

psikosomatis yang menjadi penyebab meningkatnya penyakit akibat hubungan

pekerjaan.

2.2.3 Diagnosis dan Identifikasi

Dalam menentukan diagnosis penyakit yang diderita seorang pekerja,

seorang dokter akan menghadapi berbagai permasalahan terutama dalam mencari

ada tidaknya hubungan antara pekerjaan dan kondisi kesehatannya. Berbagai

variabel yang berkaitan dengan pekerja, tempat/lingkungan kerja, bahan/proses

kerja dan teknologi pengendalian, memengaruhi terjadi atau tidaknya gangguan

kesehatan/penyakit pada pekerja.

Menurut Aditama (2002), ada dua elemen pokok dalam mengidentifikasi

penyakit akibat hubungan kerja:

1. Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit.

2. Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih

tinggi daripada masyarakat umum.

Diagnosis dan identifikasi suatu penyakit akibat hubungan kerja yang

terjadi pada suatu populasi pekerja dapat dilakukan dengan menggunakan dua

pendekatan, yaitu pendekatan epidemiologis dan pendekatan klinis.

1. Pendekatan epidemiologis

Pendekatan ini terutama digunakan apabila ditemukan adanya gangguan

kesehatan atau keluhan pada sekelompok pekerja. Pendekatan ini diperlukan

untuk mengidentifikasi adanya hubungan kausal antara suatu pajanan dengan

penyakit. Sebagai hasil dari berbagai penelitian epidemiologis makin banyak

Universitas Sumatera Utara


22

berhasil diidentifikasi pajanan yang dapat menyebabkan penyakit. Identifikasi

tersebut mempertimbangkan:

a. Kekuatan asosiasi.

b. Konsistensi.

c. Spesifisitas.

d. Adanya hubungan waktu dengan kejadian penyakit.

e. Hubungan dosis.

f. Penjelasan patofisiologis.

2. Pendekatan klinis (individual)

Pendekatan ini perlu dilakukan untuk menentukan apakah seseorang

menderita penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau tidak.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

a. Menentukan diagnosis klinis.

b. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan.

c. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit.

d. Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup besar.

e. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan.

f. Menentukan apakah ada faktor lain di luar pekerjaan.

g. Menentukan diagnosis penyakit akibat hubungan kerja.

Universitas Sumatera Utara


23

2.3 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan akibat kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak

diharapkan. Tak terduga, oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat

unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (Suma’mur, 2009).

Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan dapat terjadi di karenakan

oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.

Terdapat tiga kelompok kecelakaan:

1. Kecelakaan akibat kerja di perusahaan dan perkantoran.

2. Kecelakaan lalu-lintas.

3. Kecelakaan di rumah.

2.3.1 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan

Internasional (ILO) tahun 1962 adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya / radiasi.

2. Klasifikasi menurut penyebab

a. Mesin.

Universitas Sumatera Utara


24

b. Alat angkut dan angkat.

c. Peralatan lain.

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.

e. Lingkungan kerja.

3. Klasifikasi menurut letak kecelakaan / luka ditubuh

Kepala, leher, anggota atas, anggota bawah, banyak tempat, kelainan

tubuh. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan dan penyebab berguna untuk

membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan. Penggolongan menurut sifat dan

letak luka/kelainan tubuh berguna untuk penelaahan tentang kecelakaan lebih

lanjut dan terperinci.

2.3.2 Sebab-sebab Kecelakaan Kerja

ILO (1989) mengemukakan bahwa kecelakaan akibat kerja pada dasarnya

disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, pekerjaannya dan faktor

lingkungan di tempat kerja.

2.3.2.1 Faktor Manusia

a. Umur

Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan

akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi

untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur

muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi.

Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja,

beberapa faktor yang memengaruhi tingginya kejadian kecelakaan akibat kerja

Universitas Sumatera Utara


25

pada golongan umur muda antara lain karena kurang perhatian, kurang disiplin,

cenderung menuruti kata hati, ceroboh dan tergesa-gesa.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam

menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga

akan memengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam

rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja. Hal ini dapat

memengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat dapat

mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor yang memengaruhi

terjadinya kecelakaan akibat kerja. Di samping pendidikan formal, pendidikan non

formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh terhadap pekerja

dalam pekerjaannya.

c. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat memengaruhi terjadinya

kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya

pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan

akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik

sejalan dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang

bersangkutan.

2.3.2.2 Faktor Pekerjaan

a. Giliran Kerja (Shift)

Menurut Andrauler (1989) yang dikutip oleh Triwibowo (2013), giliran kerja

adalah pembagian kerja dalam waktu dua puluh empat jam. Terdapat dua masalah

Universitas Sumatera Utara


26

utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran, yaitu ketidakmampuan pekerja

untuk beradaptasi dengan kerja pada malam hari dan tidur pada siang hari.

Pergeseran waktu kerja dari pagi, siang dan malam hari dapat memengaruhi

terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja. Menurut Suma’mur (2009), waktu

kerja bagi seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi,

efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal waktu kerja,

meliputi :

1. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik

2. Hubungan antara waktu kerja dan istirahat;

3. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi,

siang, sore) dan malam hari.

Lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6-10

jam. Sisanya (14-18) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan

masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain (Suma’mur, 2009).

b. Jenis (Unit) pekerjaan

Jenis pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap risiko terjadinya

kecelakaan akibat kerja. Jumlah dan macam kecelakaan akibat kerja berbeda-beda

di berbagai kesatuan operasi dalam suatu proses.

2.3.2.3 Faktor Lingkungan

1. Lingkungan Fisik

a. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi

keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang

Universitas Sumatera Utara


27

tepat dan sesuai dengan pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi yang

maksimal dan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan akibat kerja.

b. Kebisingan

Kebisingan di tempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena

kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi

sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang diberikan.

Hal ini dapat berakibat terjadinya kecelakaan akibat kerja, di samping itu

kebisingan juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran sementara atau

menetap.

2. Lingkungan Kimia

Faktor lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang

memungkinkan penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan

baku suatu produk, hasil suatu produksi dari suatu proses, proses produksi sendiri

ataupun limbah dari suatu produksi.

3. Faktor Lingkungan Biologi

Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga

maupun binatang lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat

timbul seperti infeksi, alergi, dan sengatan serangga maupun gigitan binatang

berbisa serta bisa menyebabkan kematian.

Selain pernyataan sebab-sebab di atas, dapat pula disimpulkan bahwa

masih ada tiga faktor yang memengaruhi atau menyebabkan terjadinya kecelakaan

kerja. Ketiga faktor tersebut yaitu sifat dari kerja itu sendiri, jadwal kerja dan

iklim psikologis di tempat kerja.

Universitas Sumatera Utara


28

1. Sifat kerja

Menurut kajian para ahli keselamatan, sifat kerja memengaruhi tingkat

kecelakaan. Sebagai contoh, seorang perawat yang berhubungan langsung dengan

pasien dan berbagai peralatan medis akan memiliki risiko lebih tinggi

dibandingkan mereka yang bekerja di bagian administrasi.

2. Jadwal Kerja

Jadwal kerja dan kelelahan kerja juga memengaruhi kecelakaan kerja.

Tingkat kecelakaan kerja biasanya stabil pada jam 6-7 jam pertama di hari kerja.

Akan tetapi pada jam-jam sesudah itu, tingkat kecelakaan kerja akan lebih tinggi.

Hal ini dimungkinkan karena karyawan atau tenaga kerja sudah melampaui

tingkat kelelahan yang tinggi. Kenyataan di lapangan juga membutikan bahwa

kerja malam mempunyai risiko kecelakaan lebih tinggi daripada kerja pada siang

hari.

3. Iklim Psikologis Tempat Kerja

Iklim psikologis di tempat kerja juga berpengaruh pada kecelakaan kerja.

Karyawan atau tenaga kerja yang bekerja di bawah tekanan stress atau yang

merasa pekerjaan mereka terancam atau yang merasa tidak aman akan mengalami

lebih banyak kecelakaan kerja daripada mereka yang tidak mengalami tekanan.

2.3.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Pencegahan kecelakaan kerja adalah seharusnya menjadi prioritas utama.

Tujuan utama penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang

mengakibatkan cedera atau kerugian materi. Pencegahan kecelakaan kerja

Universitas Sumatera Utara


29

ditujukan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-

gejalanya untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan.

Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan setelah

ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam sistem atau proses produksi,

sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian kecelakaan kerja yang

tepat.

Menurut Triwibowo (2013), pengendalian kecelakaan kerja dapat

dilakukan dengan beberapa pendekatan antara lain:

1. Pendekatan energi

Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir

mencapai penerima. Pendekatan energi untuk mengendalikan kecelakaan

dilakukan melalui 3 titik, yaitu:

a. Pengendalian pada sumber bahaya. Bahaya sebagai sumber terjadinya

kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan

pengendalian secara teknis atau administratif.

b. Pendekatan pada jalan energi. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan

melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intensitas energi yang

mengalir ke penerima dapat dikurangi.

c. Pengendalian pada penerima. Pendekatan ini dilakukan melalui pengendalian

terhadap penerima baik manusia, benda dan material. Pendekatan ini dapat

dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat

dilakukan dengan efektif.

Universitas Sumatera Utara


30

2. Pendekatan manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan

bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang

tidak aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3

dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:

a. Pembinaan dan Pelatihan.

b. Promosi K3 dan kampanye K3.

c. Pembinaan Perilaku Aman.

d. Pengawasan dan Inspeksi K3.

e. Audit K3.

f. Komunikasi K3.

g. Pengembangan prosedur kerja aman.

3. Pendekatan teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses

maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang

bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain :

a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis dan

standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi dan peralatan kerja.

b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan

dalam pengoperasian alat atau instalasi.

4. Pendekatan administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara

antara lain:

Universitas Sumatera Utara


31

a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan

bahaya dapat dikurangi.

b. Penyediaan alat keselamatan kerja.

c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3

d. Mengatur pola kerja, sistem produksi, dan proses kerja.

5. Pendekatan manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak

kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang

dapat dilakukan antara lain:

a. Menerapkan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.

c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk

manajemen tingkat atas.

2.3.4 Kerugian Akibat Kecelakaan

Kerugian akibat kecelakaan kerja sangat besar. Kecelakaan kerja tidak saja

menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha

atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara

menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada

masyarakat luas (Depkes RI, 2008). Menurut Ramli (2010) yang dikutip oleh

Triwibowo (2013), kerugian akibat kecelakaan kerja dikategorikan atas dua

kerugian, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


32

1. Kerugian Langsung

Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung

dirasakan. dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan. Kerugian

langsung dapat berupa:

a. Biaya pengobatan dan Kompensasi. Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik

cedera ringan, berat, cacat atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan

mengakibatkan seorang pekerja tidak mampu menjalankan tugasnya dengan

baik sehingga memengaruhi produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan

harus mengeluarkan biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai

ketentuan yang berlaku.

b. Kerusakan sarana produksi. Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan

sarana produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan

kerusakan.

2. Kerugian Tidak Langsung

Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian

tak langsung antara lain:

a. Kerugian jam kerja. Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti

sementara untuk membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian,

perbaikan kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang

hilang akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat memengaruhi

produktivitas.

b. Kerugian produksi. Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses

produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja. Perusahaan tidak bisa

Universitas Sumatera Utara


33

berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan peluang untuk mendapat

keuangan.

c. Kerugian sosial. Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi keluarga

korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitarnya.

2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432 Tahun 2007 tentang

Pedoman MK3 di Rumah Sakit, terdapat beberapa kasus penyakit akut yang

diderita petugas RS lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, seperti

penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain,

misalnya sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran

anak, gangguan saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka.

Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,

meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3RS perlu

dikelola dengan baik.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya untuk memberikan

jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh

dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian

bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.

Manajemen K3RS adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian yang bertujuan

untuk membudayakan K3 di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


34

2.4.1 Upaya K3 di Rumah Sakit

Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja,

proses kerja, dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan,

pengobatan, dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan

merupakan resultant dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja,

dan lingkungan kerja.

a. Kapasitas kerja

Kemampuan seseorang pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan

baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.

b. Beban kerja

Suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik maupun non fisik

dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut dapat diperberat oleh

kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non fisik.

c. Lingkungan kerja

Kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik, kimia, biologi,

ergonomi, dan psikososial yang memengaruhi pekerja dalam melaksanakan

pekerjaannya.

2.4.2 Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pembinaan K3RS

1. Pelaksanaan

a. Melakukan pemeriksaan kesehatan awal, pemeriksaan kesehatan khusus

dan pemeriksaan kesehatan berkala.

b. Pemberian paket penanggulangan anemia.

c. Pemberian paket pertolongan gizi.

Universitas Sumatera Utara


35

d. Upaya- upaya yang dilakukan sehubungan dengan kapasitas dan beban

kerja, misalnya pengaturan kerja bergilir, penempatan petugas pada

jabatannya, pendidikan dan pelatihan petugas rumah sakit tentang K3.

e. Pelaksanaan upaya penanggulangan bahaya potensial.

f. Pelaksanaan cara kerja yang baik.

g. Pengorganisasian dan pembagian tugas yang jelas.

2. Pengawasan

a) Melalui pengisian formulir K3RS dan formulir checklist 6 bulan.

b) Pemantauan diutamakan pada kasus kecelakaan, proses terlaksananya

kegiatan K3RS dan masukan sumber daya.

3. Pembinaan

Pembinaan diarahkan agar rumah sakit melakukan upaya-upaya sehingga

yang dicapai nihil kecelakaan dan nihil penyakit akibat kerja yang merupakan

salah satu indikator keberhasilan.

2.5 Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi

bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik

bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah

pengamanan agar tidak terkena bahaya. Identifikasi bahaya adalah suatu teknik

komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat atau sistem

(Ramli, 2010). Menurut Rijanto (2011), untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya

khusus yang berhubungan dengan pekerjaan, maka dapat dimulai dengan mencari

bahaya-bahaya. Pengamatan terhadap pekerjaan harus diulang sesering mungkin

Universitas Sumatera Utara


36

sesuai dengan kebutuhan sampai semua bahaya dan potensi kecelakaan

teridentifikasi. Kadang risiko timbul secara tidak tetap, dan kondisi yang

menunjukkan risiko yang sebenarnya mungkin tidak timbul saat dilakukan

pengamatan. Untuk itu pekerja dapat membantu mengidentifikasi risiko-risiko

berdasarkan pengalaman mereka.

Sumber-sumber tambahan yang mungkin dapat digunakan untuk

mengidentifikasi risiko antara lain:

1. Analisis dan prosedur kerja yang dilaksanakan pada atau di dekat lokasi kerja.

2. Laporan kecelakaan/ insiden dari area umum di lokasi kerja.

3. Laporan pengamatan kerja.

4. Peraturan kerja khusus di lokasi.

5. Kebutuhan alat pelindung diri.

6. Gambar, skema atau diagram alir berkaitan dengan lokasi.

2.5.1 Tujuan

Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan

kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak

dapat ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat

dijalankan. Pada proses identifikasi bahaya akan dilakukan penjabaran risiko dari

setiap kegiatan yang sudah diidentifikasi. Risiko dapat disebabkan oleh faktor

yaitu bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya mekanik, bahaya elektrik, bahaya

ergonomi, bahaya kebiasaan, bahaya lingkungan, bahaya biologi, dan bahaya

psikologi (Wijaya dkk, 2015). Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat

antara lain:

Universitas Sumatera Utara


37

a. Mengurangi peluang kecelakaan

Identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan, dengan

melakukannya maka berbagai sumber bahaya yang merupakan pemicu

kecelakaan dapat diketahui dan dihilangkan sehingga kecelakaan dapat

ditekan.

1
Fatal

30
Kecelakaan berat

300
Kecelakaan serius

3000
Kecelakaan ringan

30.000
Tindakan dan kondisi tidak aman

Gambar 2.1 Rasio Kecelakaan menurut Dupont

Menurut Dupont, rasio kecelakaan adalah : 1 : 30 : 300 : 3000: 30.000, yang

artinya untuk setiap 30.000 bahaya atau tindakan tidak aman atau kondisi

tidak aman, akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali kecelakaan berat, 300

kali kecelakaan serius, dan 3000 kali kecelakaan ringan.

Berdasarkan rasio ini dapat dilihat bahwa dengan mengurangi kecelakaan

yang menjadi dasar piramida, maka peluang terjadinya kecelakaan dapat

diturunkan. Maka dari itu perlunya diupayakan mengidentifikasi seluruh

sumber bahaya ditempat kerja.

b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen dan

pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan

sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi

perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


38

c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan

dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan menentukan skala prioritas

penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya

akan lebih efektif.

d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam

perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan

demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko usaha yang

akan dilakukan (Ramli, 2010).

2.5.2 Persyaratan Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif.

Ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi bahaya

antara lain:

1. Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas perusahaan

sehingga dapat berfungsi dengan baik.

2. Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya

teknologi dan ilmu terbaru.

3. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi bahaya. Proses

identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi dengan

pihak terkait misalnya dengan pekerja. Identifikasi bahaya juga berdasarkan

masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat sekitar.

4. Ketersediaan metoda, peralatan, refrensi, data dan dokumen untuk mendukung

kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu sumber informasi misalnya data

kecelakaan yang pernah terjadi baik internal maupun eksternal perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


39

5. Akses terhadap regulasi yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan termasuk

juga pedoman industri dan data seperti MSDS (Material Safety Data Sheet)

(Ramli, 2010).

2.5.3 Teknik Identifikasi Bahaya

Menurut Ramli (2010), identifikasi bahaya adalah suatu teknik

komprehensif untuk mengetahui potensi bahaya dari suatu bahan, alat atau sistem.

Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas:

1. Teknik pasif

Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri secara

langsung. Cara ini bersifat primitif dan terlambat, karena langkah pencegahan

diambil setelah kecelakaan terjadi. Metoda ini sangat rawan, karena tidak semua

bahaya dapat menunjukkan eksistensinya sehingga dapat terlihat.

2. Teknik semi proaktif

Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak

perlu mengalaminya sendiri. Namun teknik ini juga kurang efektif karena :

a. Tidak semua bahaya telah diketahui atau pernah menimbulkan dampak

kejadian kecelakaan.

b. Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain

untuk diambil sebagai pelajaran.

c. Kecelakaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun

menimpa pihak lain.

Universitas Sumatera Utara


40

3. Teknik proaktif

Metoda terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif atau

mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang

merugikan.

Kelebihan dari tindakan proaktif ialah :

a. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan

kecelakaan atau cedera.

b. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan

mengenal bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan.

c. Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerjaan setelah mengetahui

dan mengenal bahaya di tempat kerja.

d. Mencegah pemborosan, karena bahaya dapat menimbulkan kerugian.

Universitas Sumatera Utara


41

2.6 Kerangka Konsep

AKTIVITAS KERJA
PERAWAT IRI

SUMBER BAHAYA

FAKTOR UNSAFE ACTION: FAKTOR KIMIA DAN


LINGKUNGAN : Kurang memahami PERALATAN:
Jarum, pisau bedah,
Suhu, kebisingan, tugas, tidak menaati
gunting, formaldehyde.
sosial, beban kerja. peraturan.

IDENTIFIKASI
POTENSI BAHAYA

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat

deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat (Notoatmodjo,

2012). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi bahaya pekerjaan

pada perawat di instalasi rawat inap.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap (IRI) Rumah Sakit

Ketergantungan Obat, Cibubur, Jakarta. Alasan pemilihan lokasi di IRI yaitu

dikarenakan perawat di ruang rawat inap berinteraksi langsung dengan pasien

suspect penyakit tertentu setiap hari, sehingga tidak tertutup kemungkinan

perawat tersebut akan mengalami kecelakaan kerja ataupun tertular penyakit yang

berasal dari pasien selama bekerja.

3.2.2 Waktu Penelitian

Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2017 – Juli 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di Instalasi Rawat

Inap RSKO Jakarta, yaitu dengan jumlah perawat di unit Detoksifikasi sebanyak

42

Universitas Sumatera Utara


43

12 orang, unit Rehabilitasi sebanyak 13 orang, dan Komplikasi (High Care Unit)

sebanyak 12 orang. Jumlah total perawat di Instalasi Rawat Inap yang menjadi

populasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 37 orang.

3.3.2 Sampel

Jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah keseluruhan

populasi (total sampling) yaitu berjumlah 37 orang.

3.4 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan form isian identifikasi potensi bahaya yang

disusun berdasarkan Job Description perawat dan potensi bahaya yang mungkin

terjadi di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Cibubur,

Jakarta. Form diisi berdasarkan kejadian dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan teknik observasi dan

wawancara terhadap sampel yaitu perawat yang bertugas di Instalasi Rawat Inap

(IRI) dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya

dalam bentuk form isian identifikasi potensi bahaya yang dikembangkan dari job

description perawat di IRI.

3.5.2 Data Sekunder

Dalam penelitian ini data sekunder yang akan digunakan adalah :

1. Profil Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Cibubur, Jakarta.

2. Data kecelakaan dan penyakit akibat kerja tahun 2015-2017

3. Data Job Description Perawat di RSKO, Cibubur, Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


44

3.6 Metode Analisis Data

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi bahaya

yang ada pada perawat Instalasi Rawat Inap RSKO dengan cara mengidentifikasi

setiap bahaya yang mungkin terjadi berdasarkan Job Description perawat RSKO

yang kemudian disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.

Prosedur identifikasi hazard atau potensi bahaya menurut Tarwaka (2008)

antara lain yaitu:

1. Membuat daftar semua objek (mesin, peralatan kerja, bahan, proses kerja,

sistem kerja, kondisi kerja, dll) yang ada di tempat kerja.

2. Memeriksa semua objek yang ada di tempat kerja dan sekitarnya.

3. Melakukan wawancara dengan tenaga kerja yang bekerja di tempat kerja yang

berhubungan dengan objek-objek tersebut.

4. Mereview kecelakaan, catatan P3K, dan informasi lainnya.

5. Mencatat seluruh hazard yang telah diidentifikasi.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Profil Rumah Sakit

Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta merupakan salah satu

rumah sakit yang termasuk dalam daftar Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)

dan mitra dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam hal menangani pasien

ketergantungan NAPZA. Rumah sakit ini digagas pendiriannya oleh Bapak H. Ali

Sadikin almarhum mantan Gubernur DKI Jakarta, dr. Herman Susilo (mantan

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta), Prof. dr. Kusumanto Setyonegoro (mantan

Kepala Ditkeswa Departemen Kesehatan) dan bagian Psikiatri Universitas

Indonesia. Secara resmi mulai beroperasi pada tanggal 12 April 1972. Sebagai

upaya memenuhi kebutuhan masyarakat luas akan adanya rumah sakit pemerintah

yang secara khusus memberikan layanan kesehatan di bidang gangguan

penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya), hal ini

mendapat tanggapan positif dari masyarakat.

Tanggapan positif diiringi dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat

akan layanan kesehatan yang lebih baik dan lebih lengkap. Untuk menjawab

kebutuhan ini, Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) menambah kapasitas

layanannya dengan mendirikan bangunan baru di Cibubur, Jakarta Timur pada

tahun 2002 dilakukan soft opening. Rumah Sakit Ketergantungan Obat berlokasi

di Jalan Lapangan Tembak No.75, Cibubur, RT 12/ RW 2, Ciracas, Kota Jakarta

45

Universitas Sumatera Utara


46

Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tanah seluas 15.000 m2 diperoleh

berdasarkan izin prinsip Gubernur DKI Jakarta dengan No. 3797/1.771.5 pada

tanggal 11 November 1999. Salah satu negara yang membantu memberikan dana

dalam pembangunan dan pengembangan RSKO adalah negara Jepang, dimana

Jepang telah memberikan bantuan dana sebesar Rp. 12,4 miliar untuk

pembangunan RSKO Jakarta.

Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta digunakan bagi masyarakat

umum yang anggota keluarganya sebagai pecandu narkoba untuk melakukan

rehabilitasi narkoba tanpa berstempel “status hukum”. Keluarga pasien

ketergantungan NAPZA dapat membawa pasien ke bagian rawat jalan di Klinik

NAPZA RSKO. Klinik NAPZA menyelenggarakan layanan medis secara rawat

jalan yang diberikan pada pasien dengan gangguan ketergantungan NAPZA.

Pasien yang datang ke klinik NAPZA akan dilakukan Skrining dan Assesment

NAPZA, intervensi medis dimulai dari fase detoksifikasi sampai fase stabilisasi,

abstinensia dan terapi rumatan pada ketergantungan opiad. Rencana terapi yang

sesuai dengan kebutuhan pasien akan disusun berdasarkan hasil assessment yang

dilakukan oleh dokter di klinik NAPZA.

Terapi gangguan penggunaan NAPZA meliputi pendekatan medikasi

(farmakoterapi) dan intervensi psikososial. Intervensi psikososial akan

dilaksanakan dalam bentuk tim yang terdiri atas dokter, perawat, psikolog, pekerja

sosial profesional dan konselor adiksi. Pada kasus-kasus dengan kormodibitas

(adanya penyakit penyerta baik fisik ataupun psikis pada pasien dengan gangguan

ketergantungan NAPZA) akan dilakukan rujukan ke spesialis terkait. Bagi pasien

Universitas Sumatera Utara


47

yang memenuhi persyaratan dan ketentuan maka biaya rehabilitasi pasien RSKO

Jakarta bisa ditanggung oleh pemerintah. Standar pelayanan Rumah Sakit

Ketergantungan Obat diatur khusus dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Keperawatan di

Rumah Sakit Khusus.

4.1.2 Visi, Misi, dan Motto RSKO Jakarta

A. Visi

Menjadi rumah sakit yang unggul dalam pelayanan, pendidikan, dan

penelitian dalam bidang NAPZA di tahun 2019.

B. Misi

1. Menyelenggarakan upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif dalam

bidang NAPZA dan penyakit terkait secara komprehensif dan paripurna yang

memenuhi kaidah mutu keselamatan pasien dan terjangkau oleh masyarakat

yang dikelola oleh tenaga yang kompeten.

2. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta

masyarakat umum dalam bidang NAPZA dan melaksanakan penelitian dan

pengembangan berbasis bukti dalam bidang NAPZA.

3. Menjadi sarana bagi pegawai untuk meningkatkan kompetensi dan

kesejahteraan.

C. Motto

1. Ramah, selalu memberikan senyum, salam dan sapa setiap memberikan

pelayanan maupun sesama karyawan.

Universitas Sumatera Utara


48

2. Sigap, selalu berusaha cepat, tepat, dan cekatan dalam melakukan pekerjaan

maupun pelayanan sesuai dengan sistem dan prosedur yang berlaku.

3. Kasih, selalu memberikan kepedulian dan tanggap serta saling menghargai

dan menghormati pendapat orang lain.

4. Optimis, senantiasa memberikan harapan kepada pasien dan keluarganya agar

pasien mencapai proses pemulihan yang optimal dari masalah penyalahgunaan

NAPZA.

4.1.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian

serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan

kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan diinginkan.

Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan

antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi

dibatasi.

Stuktur organisasi Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta adalah

berbentuk piramid, dimana suatu pimpinan tertinggi yaitu Direktur Utama berada

di bagian paling atas piramid dan tingkatan pimpinan menengah dan bawahan tiap

instalasi ada di bagian-bagian bawah piramid. Struktur organisasi Rumah Sakit

Ketergantungan Obat Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara


49

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Ketergantungan Obat


Jakarta

4.1.4 Pelayanan di RSKO Jakarta

Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta menyediakan fasilitas pelayanan

untuk pasien ketergantungan NAPZA sebagai berikut:

1. Instalasi Rawat Jalan

Instalasi Rawat Jalan terbagi atas beberapa bagian pelayanan, di antaranya :

a. Klinik NAPZA : rumatan dan non rumatan.

b. Klinik Umum.

c. Poli Spesialis : klinik jiwa, penyakit dalam, saraf, paru, gigi, dan

psikologi.

d. Instalasi Rehab Medik.

e. MCU.

Universitas Sumatera Utara


50

2. Instalasi Gawat Darurat

a. Gawat Darurat NAPZA.

b. Gawat Darurat Jiwa.

c. Gawat Darurat Umum.

3. Instalasi Rawat Inap

a. Detoksifikasi/ MPE.

b. Rehabilitasi NAPZA.

c. Derawan/Psikiatri.

d. Komplikasi.

4. Fasilitas Penunjang

a. Instalasi Laboratorium : Lab. Klinik dan Lab. Toksikologi.

b. Instalasi Radiologi.

c. Instalasi Farmasi.

d. Instalasi Gizi.

e. Instalasi Pemulasaran Jenazah.

5. Administratif

a. Layanan Pelanggan.

b. Instalasi Administrasi Pasien.

6. Diklit

a. Pendidikan dan Pelatihan.

b. Penelitian dan Pengembangan.

Selain fasilitas di atas, RSKO Jakarta juga memiliki pelayanan unggulan,

di antaranya sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


51

1. Pelayanan NAPZA komprehensif : penerimaan awal (intial intake),

detoksifikasi, rehabilitasi pelayanan untuk komplikasi medik, dual diagnosis

dan terapi rumatan metadon dan bufrenorfin yang merupakan ciri khas terapi

cafeteria guna menjawab kebutuhan penerima layanan. Hal di atas dimaksud

untuk menyelaraskan kebutuhan pasien, keluarga dan masyarakat.

2. Sebagai pengampu layanan program rumatan metadon/suboxone.

3. Memberi pelatihan dan pendidikan dari berbagai profesi di bidang pelayanan

ketergantungan NAPZA.

4. Menjadi bagian dari jejaring dunia melalui kolaborasi badan dunia (WHO,

UNODS, UNAIDS) menyusun pedoman terapi dan pelatihan serta modulnya

untuk kepentingan internasional, regional, dan nasional.

5. Menjadi narasumber bagi pelatihan, pelayanan, dan penyusunan perencanaan

terapi ketergantungan NAPZA dan HIV/AIDS.

6. Menjadi bagian jejaring pelayanan kesehatan HIV/AIDS dalam promosi,

prevensi, terapi dan penelitian. Pesatnya kemajuan teknologi informasi turut

memacu tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik secara

terus menerus. Tidak bisa tidak, dunia kesehatan khususnya di bidang

perumah-sakitan perlu untuk terus menerus melakukan upaya dalam

memperbaiki mutu pelayanan kesehatan mereka, baik di bidang sumber daya

manusia, fasilitas dan peralatan kedokteran, teknologi informasi dan

sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


52

4.1.5 Jam Kerja dan Jumlah Tenaga Kerja

4.1.5.1 Jam Kerja

Pekerja di RSKO Jakarta memiliki jam kerja yang berbeda berdasarkan

jabatan dan bagian masing-masing. Pekerja yang bekerja di bagian kantor bekerja

dari hari senin hingga jumat selama 8 jam/hari. Jam kerja pada waktu libur, bila

diperlukan dihitung sebagai jam kerja lembur. Pekerja yang bekerja di bagian

pelayanan khususnya perawat memiliki jam kerja dengan shift. Shift kerja perawat

terbagi atas 3 shift dengan waktu 8 jam/hari dan rotasi shift dilakukan satu kali

seminggu.

Pembagian shift kerja yang diberikan kepada perawat di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat Jakarta menjadi sebagai berikut:

Tabel 4.1 Shift kerja perawat di RSKO Jakarta

Rotasi Shift Jam Kerja


Shift Pagi 08.00 – 16.00 WIB
Shift Sore 16.00 – 00.00 WIB
Shift Malam 00.00 – 08.00 WIB

4.1.5.2 Tenaga Kerja

Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Tata Usaha dan

kepegawaian menunjukkan bahwa jumlah Sumber Daya Manusia atau tenaga

kerja di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


53

Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kerja di RSKO Jakarta

No. Jabatan PNS Non PNS Jumlah


1. Struktural 15 0 15
a. Eselon II 0 0 0
b. Eselon III 5 0 5
c. Eselon IV 10 0 10
2. Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) 166 16 182
a. Medis 33 1 34
b. Perawat 72 1 73
c. Penunjang 61 14 75
3 Tenaga Administrasi 94 28 122
Jumlah 275 44 319

(Sumber: Data Laporan RSKO Jakarta Tahun 2018)

4.2 Pembagian Instalasi Rawat Inap

Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta terbagi

atas 3 unit, yaitu:

4.2.1 Detoksifikasi/MPE

Pada saat pasien baru pertama kali masuk ke RSKO Jakarta maka akan

ditangani di unit Detoksifikasi/MPE untuk dilakukan detoksifikasi. Detoksifikasi

adalah proses membuang racun dari dalam tubuh seorang pecandu. Ada dua cara

detoksifikasi yang dapat dilakukan bagi para pecandu narkoba, yang pertama

rapid detoksifikasi atau detok dengan cara cepat. Rapid detoksifikasi cukup

ampuh karena racun hilang dalam waktu dua sampai tiga hari, hanya saja cara ini

cukup menyiksa pasien.

Pertama, pasien akan disuntik obat yang bernama Naltrekson. Efek

sampingnya, pasien akan merasa kesakitan. Bahkan, sakit yang dirasakan tetap

terasa meski sudah dibius. Pasien bahkan harus diikat karena akan meronta dan

teriak kesakitan. Hanya beberapa rumah sakit yang menggunakan cara tersebut

Universitas Sumatera Utara


54

karena harus ada dokter anestesi. Cara kedua adalah natural detoksifikasi, cara

inilah yang digunakan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Cara ini

lebih halus karena racun dikeluarkan sendiri.

Pada hari pertama ditempatkan di ruang Detoksifikasi/MPE, pasien akan

merasa kesakitan atau sering diberikan istilah sakau. Proses berlanjut hingga hari

keempat, yang akan menjadi puncak kesakitan bagi pasien. Pada tahap ini, rumah

sakit akan memberikan obat penenang. Memasuki hari kelima, rasa sakitnya mulai

menurun. Umumnya, pasien benar-benar bersih pada hari kesepuluh dan beberapa

pasien bisa mencapai dua minggu. Semua pasien ketergantungan NAPZA harus

disembuhkan melalui proses ini. Alasannya, agar tubuh bisa membentuk antibodi

dan memperbaiki sel yang rusak selama mengkonsumsi NAPZA supaya tahap

pemulihan berjalan lebih maksimal.

4.2.2 Rehabilitasi NAPZA

Setelah pasien selesai melalui tahapan detoksifikasi, maka pasien akan

dipindahkan ke unit rehabilitasi NAPZA. Rehabilitasi NAPZA adalah sebuah

tingkatan represif yang dilakukan bagi pecandu narkoba. Tindakan rehabilitasi

ditujukan kepada korban dari penyalahgunaan narkoba untuk memulihkan atau

mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang

bersangkutan. Selain untuk memulihkan, rehabilitasi juga berfungsi sebagai

pengobatan atau perawatan bagi para pecandu narkoba, agar para pecandu dapat

sembuh dari kecanduannya terhadap narkotika. Rehabilitasi memiliki 2 bagian,

yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rumah Sakit Ketergantungan Obat

Jakarta melakukan rehabilitasi keduanya, yaitu medis dan sosial.

Universitas Sumatera Utara


55

Rehabilitasi medis merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara

terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkoba. Rehabilitasi

sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik,

mental maupun sosial agar bekas pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan

fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Pengertian dari bekas pecandu

narkoba adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap NAPZA

secara fisik dan psikis. Selama masa rehabilitasi, pasien harus disiplin dan menaati

setiap aturan yang ditetapkan oleh pihak RSKO Jakarta. Pasien juga diajak untuk

melakukan berbagai kegiatan yang positif dan bermanfaat bagi kesehatan fisik,

mental, dan spiritual. Contoh kegiatan yang dilakukan selama masa rehabilitasi di

RSKO Jakarta di antaranya ialah berolahraga, bercocok tanam, kegiatan

keagamaan, dan melakukan konseling terhadap pasien.

Dengan dilakukannya pembinaan dan pengobatan selama masa

rehabilitasi, diharapkan nantinya korban penyalahgunaan NAPZA dapat kembali

normal dan berperilaku baik dalam kehidupan bermasyarakat. Rehabilitasi

merupakan suatu upaya untuk mengembalikan para pecandu narkoba untuk dapat

terbebas dari jerat narkoba. Setelah pasien benar-benar dapat dinyatakan sembuh,

saat itulah masa rehabilitasi selesai dan pasien dapat kembali kepada keluarga dan

melanjutkan aktivitas seperti biasanya.

4.2.3 Komplikasi dan Derawan

Unit Komplikasi dan Derawan tergabung dalam satu instalasi. Komplikasi

adalah unit yang melayani pasien dengan penyakit yang sudah kronis dan parah.

Biasanya pasien tersebut adalah pasien ketergantungan NAPZA yang mengidap

Universitas Sumatera Utara


56

penyakit kronis lainnya, seperti HIV/AIDS dan penyakit gangguan hati seperti

Hepatitis A dan B. Perawat yang bekerja di unit komplikasi ini pun memiliki

tingkat bahaya tertular penyakit akibat kerja yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perawat di unit lainnya karena pasien yang dirawat di unit komplikasi

RSKO Jakarta sebagian besar didiagnosa mengidap penyakit menular. Pasien

dirawat sebaik mungkin dengan harapan pasien dapat pulih atau setidaknya

keadaan fisik pasien tidak semakin buruk. Namun, tidak sedikit pasien yang sudah

masuk ke unit komplikasi sudah tidak dapat tertolong dan meninggal dunia.

Unit derawan adalah salah satu unit di Instalasi Rawat Inap (IRI) yang

merawat pasien murni, yaitu dalam artian pasien yang sakit bukan disebabkan

oleh NAPZA. Pasien yang ditangani adalah pasien dengan penyakit umum, seperti

pasien dengan diagnosa gangguan alat pencernaan, DBD, typus, dan sebagainya.

4.3 Karakteristik Responden

4.3.1 Umur

Gambaran responden berdasarkan karakteristik umur responden dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di RSKO Jakarta Tahun


2018

No. Umur Frekuensi Persentase (%)


1 ≤ 35 Tahun 21 56,8%
2 > 35 Tahun 16 43,2%
Total 37 100%

Dari Tabel 4.3 di atas diketahui bahwa umur responden terbanyak adalah ≤

35 tahun yaitu 21 orang (56,8%) dan paling sedikit responden dengan umur > 35

tahun yaitu 16 orang (43,2%).

Universitas Sumatera Utara


57

4.3.2 Jenis Kelamin

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSKO


Jakarta Tahun 2018

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


1 Perempuan 20 54,1%
2 Laki-laki 17 45,9%
Total 37 100%

Dari Tabel 4.4 di atas diketahui bahwa jenis kelamin responden terbanyak

adalah perempuan yaitu sebanyak 20 orang (54,1%) dan jumlah responden laki-

laki sebanyak 17 orang (45,9%).

4.3.3 Lama Bekerja

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja di RSKO


Jakarta Tahun 2018

No. Lama Bekerja Frekuensi Persentase (%)


1 ≤ 12 Tahun 19 51,4%
2 > 12 Tahun 18 48,6%

Total 37 100%

Dari Tabel 4.5 di atas diketahui bahwa lama bekerja responden terbanyak

adalah ≤ 12 tahun yaitu sebanyak 19 orang (51,4%) dan sisanya responden dengan

lama bekerja > 12 tahun yaitu 18 orang (48,6%).

Universitas Sumatera Utara


58

4.3.4 Ruangan

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Ruangan Bekerja di RSKO


Jakarta Tahun 2018

No. Ruangan Frekuensi Persentase (%)


1 Detoksifikasi 12 32,4%
2 Komplikasi 12 32,4%
3 Rehabilitasi 13 35,1%
Total 37 100%

Dari Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa perawat terbagi atas tiga ruangan,

yaitu ruang Detoksifikasi sebanyak 12 orang (32,4%), ruang Komplikasi sebanyak

12 orang (32,4%), dan ruang Rehabilitasi sebanyak 13 orang (35,1%).

4.4 Identifikasi Potensi Bahaya

4.4.1 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Aktivitas Menerima


Pasien Baru

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam penerimaan pasien baru maka

potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.7 Potensi Bahaya pada Perawat dalam Aktivitas Menerima Pasien
Baru di RSKO Jakarta Tahun 2018

Frekuensi
N
Aktivitas Bahaya Risiko
o. S
(%) S (%) KD (%) Tdk (%)
S

- Diserang
0 - 5 13,5 6 16,2 26 70,3
Pasien

- Terpeleset
Menerima saat
Fisik
pasien mengejar
baru pasien 0 - 1 2,7 6 16,2 30 81,1
1. dengan yang
level berusaha
kegawatda kabur
ruratan
- Sakit
pinggang
Ergonomi 0 - 1 2,7 11 29,7 25 67,6
menaikka
n pasien

Universitas Sumatera Utara


59

Pada Tabel 4.7 diperoleh risiko bahaya yang teridentifikasi dalam aktivitas

penerimaan pasien baru berupa diserang pasien dengan frekuensi sering sebanyak

5 orang (13,5 %), kadang-kadang sebanyak 6 orang (16,2%), dan tidak pernah

diserang pasien sebanyak 26 orang (70,3%). Risiko terpeleset saat mengejar

pasien dialami oleh perawat dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%),

kadang-kadang sebanyak 6 orang (16,2%), dan tidak pernah terpeleset sebanyak

30 orang (81,1%). Risiko sakit pinggang saat menaikkan pasien ke atas kasur

dialami oleh perawat dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%), kadang-

kadang sebanyak 11 orang (29,7%), dan tidak pernah mengalami sakit pinggang

sebanyak 25 orang (67,6%).

4.4.2 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Melakukan


Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien di RSKO Jakarta Tahun 2018

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam melakukan pengkajian

kebutuhan dasar pasien maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan

dalam tabel berikut:

Tabel 4.8 Potensi Bahaya pada Perawat dalam Aktivitas Melakukan


Pengkajian Kebutuhan Dasar Pasien
N Frekuensi
o Aktivitas Bahaya Risiko S K
(%) S (%) (%) Tdk (%)
. S D
Tertular virus
Melakukan
penyakit
1 pengkajian
Biologi selama 0 - 0 - 4 10,8 33 89,2
. kebutuhan
berkomunikasi
dasar pasien
dengan pasien

Pada Tabel 4.8 diperoleh risiko bahaya yang teridentifikasi dalam aktivitas

pengkajian kebutuhan dasar pasien berupa tertular virus penyakit selama

Universitas Sumatera Utara


60

berkomunikasi dengan pasien dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 4 orang

(10,8%) dan tidak pernah mengalami tertular virus penyakit sebanyak 33 orang

(89,2%).

4.4.3 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Menegakkan Diagnosa


Keperawatan

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam menegakkan diagnosa

keperawatan maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel

berikut:

Tabel 4.9 Tabel Identifikasi Potensi Bahaya Perawat dalam Menegakkan


Diagnosa Keperawatan di RSKO Jakarta Tahun 2018

N Frekuensi
o Aktivitas Bahaya Risiko
. SS (%) S (%) KD (%) Tdk (%)
- Diserang
Fisik 0 - 2 5,4 3 8,1 32 86,5
Pasien
Menegakk
an - Dimaki /
1 serangan
diagnosa Psikoso
. verbal 1 2,7 5 13,5 17 45,9 14 37,8
keperawat sial
an dari
pasien

Pada Tabel 4.9 diperoleh risiko bahaya yang teridentifikasi dalam aktivitas

menegakkan diagnosa keperawatan berupa diserang pasien dengan frekuensi

sering sebanyak 2 orang (5,4%), kadang-kadang sebanyak 3 orang (8,1%), dan

tidak pernah mengalami diserang pasien sebanyak 32 orang (86,5%). Risiko

bahaya dimaki/ serangan verbal dari pasien dengan frekuensi sangat sering

sebanyak 1 orang (2,7%), sering sebanyak 5 orang (13,5%), kadang-kadang

sebanyak 17 (45,9%), dan tidak pernah mengalami dimaki pasien sebanyak 14

orang (37,8%).

Universitas Sumatera Utara


61

4.4.4 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Melaksanakan


Tindakan Keperawatan

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam melaksanakan tindakan

keperawatan maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel

berikut:

Tabel 4.10 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Melaksanakan


Tindakan Keperawatan di RSKO Jakarta Tahun 2018
Frekuensi
N
Aktivitas Bahaya Risiko S K
o. (%) S (%) (%) Tdk (%)
S D
- Terluka saat
pasien 0 - 1 2,7 10 27 26 70,3
Oksigena memberontak
1. Fisik
si - Terpeleset
mengambil 0 - 1 2,7 3 8,1 33 89,2
oksigen
- Tertimpa
tiang
0 - 2 5,4 4 10,8 31 83,8
penyangga
infus
Fisik -Diserang
pasien saat
Memasa
memasang dan 0 - 0 - 6 16,2 31 83,8
ng dan
melepas jarum
2. melepas
infus
cairan
- Mata terkena
infus
cipratan darah/
Biologi 0 - 0 - 1 2,7 36 97,3
cairan tubuh
pasien
- Tertusuk
Mekanik jarum infus 0 - 0 - 7 18,9 30 81,1
bekas pasien
Fisik - Tangan 0 - 0 - 1 2,7 36 97,3
Mobilisa tertimpa/
si dan terjepit
3. perubaha Ergonom - Sakit 0 - 0 - 17 45,9 20 54,1
n posisi i pinggang
pasien Psikosos - Dimaki 0 - 4 10,8 13 35,1 20 54,1
ial pasien
Menolon Fisik - Terpeleset 0 - 0 - 3 8,1 34 91,9
g pasien Ergonom - Sakit 0 - 2 5,4 10 27 25 67,6
BAK/ i pinggang
4.
BAB di
tempat
tidur
Fisik - Terpeleset 0 - 3 8,1 4 10,8 30 81,1
Memand -Tersiram air 0 - 0 - 0 - 37 100
5. i-kan panas
pasien - Tertimpa 0 - 0 - 4 10,8 33 89,2
baskom air

Universitas Sumatera Utara


62

Kimia - Mata iritasi 0 - 2 5,4 2 5,4 33 89,2


terkena sabun
Menguk Fisik - Diserang 0 - 0 - 1 2,7 36 97,3
ur pasien
6.
tekanan
darah
Fisik - Terjatuh dan 0 - 0 - 3 8,1 34 91,9
tertimpa
nampan berisi
piring/obat
Memberi
- Terluka 0 - 0 - 1 2,7 36 97,3
7. makanan
karena
dan obat
pecahan
piring/gelas
Mekanik - Tertusuk 0 - 0 - 7 18,9 30 81,1
jarum suntik
Fisik - Diserang 0 - 1 2,7 3 8,1 33 89,2
pasien
Biologi - Terinfeksi 0 - 0 - 2 5,4 35 94,6
virus penyakit
Melaku-
dari
kan
8. darah/cairan
perawa-
tubuh pasien
tan luka
Mekanik - Terluka 0 - 0 - 4 10,8 33 89,2
karena
peralatan
pengobatan
Melaku- Fisik - Diserang 0 - 0 - 5 13,5 32 86,5
kan pasien
pengam- Mekanik - Tertusuk 0 - 0 - 0 - 37 100
9
bilan jarum suntik
sampel bekas pasien
darah

Pada Tabel 4.10 diperoleh risiko bahaya yang teridentifikasi dalam

aktivitas oksigenasi berupa terluka saat pasien memberontak dengan frekuensi

sering sebanyak 1 orang (2,7%), kadang-kadang sebanyak 10 orang (27%), dan

yang tidak pernah terluka karena pasien memberontak sebanyak 26 orang

(70,3%). Risiko bahaya terpeleset saat mengambil oksigen dengan frekuensi

sering sebanyak 1 orang (2,7%), kadang-kadang sebanyak 3 orang (8,1%), dan

yang tidak pernah mengalami terpeleset sebanyak 33 orang (89,2%).

Dalam aktivitas memasang dan melepas cairan infus teridentifikasi risiko

bahaya berupa tertimpa tiang penyangga infus dengan frekuensi sering sebanyak 2

orang (5,4%), kadang-kadang sebanyak 4 orang (10,8%), dan yang tidak pernah

Universitas Sumatera Utara


63

mengalami tertimpa tiang penyangga infus sebanyak 31 orang (83,8%). Risiko

bahaya diserang pasien saat memasang dan melepas cairan infus dengan frekuensi

kadang-kadang sebanyak 6 orang (16,2%) dan yang tidak pernah mengalami

sebanyak 31 orang (83,8%). Risiko bahaya mata terkena cipratan darah pasien

dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 1 orang (2,7%) dan tidak pernah

mengalami terkena cipratan darah pasien sebanyak 36 orang (97,3%). Risiko

bahaya tertusuk jarum suntik bekas pasien dengan frekuensi kadang-kadang

sebanyak 7 orang (18,9%) dan tidak pernah mengalami tertusuk jarum suntik

bekas pasien sebanyak 30 orang (81,1%).

Dalam aktivitas mobilisasi dan perubahan posisi pasien teridentifikasi

risiko bahaya berupa tangan tertimpa/terjepit dengan frekuensi kadang-kadang

sebanyak 1 orang (2,7%), dan tidak pernah mengalami tangan tertimpa/terjepit

sebanyak 36 orang (97,3%). Risiko bahaya sakit pinggang/terkilir saat membantu

pasien berubah posisi dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 17 orang

(45,9%) dan yang tidak pernah mengalami sakit pinggang dengan frekuensi 20

orang (54,1%). Risiko bahaya dimaki pasien dengan frekuensi sering sebanyak 4

orang (10,8%), kadang-kadang sebanyak 13 orang (35,1%), dan yang tidak pernah

mengalami dimaki pasien sebanyak 20 orang (54,1%).

Dalam aktivitas menolong pasien BAK/BAB di tempat tidur teridentifikasi

risiko bahaya berupa terpeleset dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 3

orang (8,1%) dan yang tidak pernah mengalami terpeleset sebanyak 34 orang

(91,9%). Risiko bahaya sakit pinggang karena membungkuk terlalu lama dengan

frekuensi sering sebanyak 2 orang (5,4%), kadang-kadang sebanyak 10 orang

Universitas Sumatera Utara


64

(27%), dan tidak pernah mengalami sakit pinggang karena membungkuk

sebanyak 25 orang (67,6%).

Dalam aktivitas memandikan pasien teridentifikasi risiko bahaya berupa

terpeleset dengan frekuensi sering sebanyak 3 orang (8,1%), kadang-kadang

sebanyak 4 orang (10,8%), dan yang tidak pernah mengalami terpeleset sebanyak

30 orang (81,1%). Risiko bahaya berupa tersiram air panas dengan frekuensi tidak

pernah sebanyak 37 orang (100%). Risiko bahaya berupa tertimpa baskom air

dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 4 orang (10,8%), dan tidak pernah

mengalami tertimpa baskom air sebanyak 33 orang (89,2%). Risiko bahaya

berupa mata iritasi terkena sabun dengan frekuensi sering sebanyak 2 orang

(5,4%), kadang-kadang sebanyak 2 orang (5,4%), dan yang tidak pernah

mengalami mata iritasi terkena sabun sebanyak 33 orang (89,2%).

Dalam aktivitas mengukur tekanan darah teridentifikasi risiko bahaya

berupa diserang pasien dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 1 orang (2,7%)

dan yang tidak pernah mengalami diserang pasien sebanyak 36 orang (97,3%).

Dalam aktivitas memberi makan dan obat teridentifikasi risiko bahaya

berupa terjatuh dan tertimpa nampan dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 3

orang (8,1%) dan yang tidak pernah mengalami tertimpa nampan sebanyak 34

orang (91,9%). Risiko bahaya terluka karena pecahan piring dengan frekuensi

kadang-kadang sebanyak 1 orang (2,7%) dan yang tidak pernah mengalami

terluka karena pecahan piring sebanyak 36 orang (97,3%). Risiko bahaya tertusuk

jarum suntik bekas pasien dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 7 orang

Universitas Sumatera Utara


65

(18,9%) dan yang tidak pernah mengalami tertusuk jarum suntik bekas pasien

sebanyak 30 orang (81,1%).

Dalam aktivitas melakukan perawatan luka terhadap pasien teridentifikasi

risiko bahaya berupa diserang pasien dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang

(2,7%), kadang-kadang sebanyak 3 orang (8,1%) dan yang tidak pernah

mengalami diserang pasien sebanyak 33 orang (89,2%). Risiko bahaya terinfeksi

virus penyakit dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 2 orang (5,4%) dan

yang tidak pernah mengalami terinfeksi virus penyakit sebanyak 35 orang

(94,6%). Risiko bahaya terluka karena peralatan pengobatan dengan frekuensi

kadang-kadang sebanyak 4 orang (10,8%) dan yang tidak pernah mengalami

sebanyak 33 orang (89,2%).

Dalam aktivitas melakukan pengambilan sampel darah teridentifikasi

risiko bahaya berupa diserang pasien dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 5

orang (13,5%) dan yang tidak pernah mengalami diserang pasien sebanyak 32

orang (86,5%). Risiko bahaya tertusuk jarum suntik bekas pasien dengan

frekuensi tidak pernah mengalami sebanyak 37 orang (100%).

4.4.5 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit


Detoksifikasi

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam pelayanan Unit Detoksifikasi

maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


66

Tabel 4.11 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit
Detoksifikasi di RSKO Jakarta Tahun 2018
N Aktivitas Bahaya Risiko Frekuensi
o. SS (%) S (%) KD (%) Tdk (%)
1. Pelayanan Fisik - Diseran 0 - 1 2,7 4 10,8 32 86,5
rawat inap g Pasien
Detoksifika
si - Terjatuh 0 - 0 - 2 5,4 35 94,6

Mekanik - Terluka 0 - 0 - 3 8,1 34 91,9


karena
peralata
n
pengoba
-tan

Dalam aktivitas pelayanan rawat inap dektosifikasi teridentifikasi risiko

bahaya berupa diserang pasien dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%),

kadang-kadang sebanyak 4 orang (10,8%), dan yang tidak pernah mengalami

sebanyak 32 orang (86,5%). Risiko bahaya terjatuh saat mengejar pasien yang

berusaha melarikan diri dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 2 orang

(5,4%) dan yang tidak pernah mengalami terjatuh sebanyak 35 orang (94,6%).

Risiko bahaya terluka karena peralatan pengobatan dengan frekuensi kadang-

kadang sebanyak 3 orang (8,1%) dan yang tidak pernah mengalami terluka

sebanyak 34 orang (91,9%).

4.4.6 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit


Rehabilitasi NAPZA

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam pelayanan Unit Rehabilitasi

NAPZA yang mencakup upaya rehabilitasi mental spiritual, keperawatan

bertujuan rekreasi, pemberian pendidikan kesehatan, komunikasi terapeutik, dan

perawatan fisik, maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam

tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara


67

Tabel 4.12 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit
Rehabilitasi NAPZA di RSKO Jakarta Tahun 2018
Frekuensi
N
Aktivitas Bahaya Risiko S (%) (%) (%) Tdk (%)
o. S KD
S
1. Pelaya- Fisik - Diserang
nan rawat Pasien 0 - 0 - 12 32,4 25 67,6
inap
rehabilita - Terjatuh 0 - 0 - 2 5,4 35 94,6
si
Ergonomi - Sakit
NAPZA
punggun 0 - 0 - 6 16,2 31 83,8
g
Psikososial - Stress
1 2,7 4 10,8 8 21,6 24 64,9
kerja
Mekanik - Tertusuk
jarum
0 - 0 - 0 - 37 100
suntik
bekas
- Terluka
karena
peralatan 0 - 1 2,7 3 8,1 33 89,2
pengoba
-tan

Dalam aktivitas pelayanan rawat inap rehabilitasi NAPZA teridentifikasi

risiko bahaya berupa diserang pasien dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak

12 orang (32,4%) dan yang tidak pernah mengalami diserang pasien sebanyak 25

orang (67,6%). Risiko bahaya terjatuh saat mengejar pasien dengan frekuensi

kadang-kadang sebanyak 2 orang (5,4%) dan yang tidak pernah mengalami

terjatuh sebanyak 35 orang (94,6%). Risiko bahaya berupa sakit punggung dengan

frekuensi kadang-kadang sebanyak 6 orang (16,2%) dan yang tidak pernah

mengalami sebanyak 31 orang (83,8%). Risiko bahaya berupa stress kerja dengan

frekuensi sangat sering sebanyak 1 orang (2,7%), sering sebanyak 4 orang

(10,8%), kadang-kadang sebanyak 8 orang (21,6%), dan yang tidak pernah

mengalami stress kerja sebanyak 24 orang (64,9%). Risiko bahaya berupa

tertusuk jarum suntik dengan frekuensi tidak pernah mengalami sebanyak 37

orang (100%). Risiko bahaya berupa terluka karena peralatan pengobatan dengan

Universitas Sumatera Utara


68

frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%), kadang-kadang sebanyak 3 orang

(8,1%), dan yang tidak pernah mengalami terluka karena peralatan pengobatan

sebanyak 33 orang (89,2%).

4.4.7 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit


Komplikasi dan Derawan

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam pelayanan Unit Komplikasi

dan Derawan maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel

berikut

Tabel 4.13 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit
Komplikasi dan Derawan di RSKO Jakarta Tahun 2018
Frekuensi
N
Aktivitas Bahaya Risiko S K
o. (%) S (%) (%) Tdk (%)
S D
Ergono - Sakit
0 - 0 - 8 21,6% 27 73%
-mi punggung
- Tertusuk
Pelayanan jarum 0 - 0 - 2 5,4% 33 89,2%
unit suntik
1. Komplikas Mekani - Terluka
i dan k karena
Derawan peralatan 0 - 1 2,7% 4 10,8% 30 81,1%
pengoba-
tan

Dalam aktivitas pelayanan unit Komplikasi dan Derawan teridentifikasi

risiko bahaya berupa sakit punggung dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 8

orang (21,6%), yang tidak pernah mengalami sakit punggung sebanyak 27 orang

(73%), dan 2 data missing dikarenakan 2 orang responden belum pernah bekerja

di unit Komplikasi dan Derawan. Risiko bahaya tertusuk jarum suntik dengan

frekuensi kadang-kadang sebanyak 2 orang (5,4%), tidak pernah sebanyak 33

orang (89,2%), dan 2 data missing dikarenakan 2 orang lainnya tidak pernah

bekerja di unit Komplikasi dan Derawan. Risiko terluka karena peralatan

Universitas Sumatera Utara


69

pengobatan dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%), kadang-kadang

sebanyak 4 orang (10,8%), tidak pernah mengalami terluka karena peralatan

pengobatan sebanyak 30 orang (81,1%), dan 2 data missing dikarenakan 2 orang

tidak pernah bekerja di unit Komplikasi dan Derawan.

4.4.8 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Kegiatan


Kewaspadaan Standar

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam kegiatan kewaspadaan standar

maka potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.14 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Kegiatan


Kewaspadaan Standar di RSKO Jakarta Tahun 2018
Frekuensi
N
Aktivitas Bahaya Risiko S (%) (%) (%) Tdk (%)
o. S KD
S
1. Kegiatan Biologi - Tertular
kewaspada virus 0 - 0 - 3 8,1 32 86,5
an standar penyakit
Mekanik - Terluka
karena
0 - 0 - 3 8,1 32 86,5
peralatan
medis

Dalam aktivitas kewaspadaan standar teridentifikasi risiko bahaya berupa

tertular virus penyakit dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 3 orang (8,1%)

dan yang tidak pernah mengalami sebanyak 32 orang (86,5%). Risiko bahaya

berupa terluka karena peralatan medis dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak

3 orang (8,15) dan yang tidak pernah mengalami terluka karena peralatan medis

sebanyak 32 orang (86,5%).

Universitas Sumatera Utara


70

4.4.9 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Proses Administrasi

Berdasarkan data uraian pekerjaan yang didapat dari rumah sakit serta

hasil observasi dan wawancara pada perawat dalam pelayanan administrasi maka

potensi bahaya yang dihadapi perawat dijabarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.15 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Proses


Administrasi di RSKO Jakarta Tahun 2018
N Frekuensi
o. Aktivitas Bahaya Risiko S
(%) S (%) KD (%) Tdk (%)
S
- Dehidra
0 - 1 2,7 12 32,4 22 59,5
si
- Terjatuh 0 - 0 - 2 5,4 33 89,2
Fisik - Mata
Proses menjadi
1. administra rabun 0 - 1 2,7 8 21,6 26 70,3
-si
dekat/
jauh
- Sakit
Ergonomi punggun 0 - 0 - 4 10,8 31 83,8
g

Dalam aktivitas proses administrasi teridentifikasi risiko bahaya berupa

dehidrasi dengan frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,7%), kadang-kadang

sebanyak 12 orang (32,4%), dan yang tidak pernah mengalami sebanyak 22 orang

(59,5%). Risiko bahaya terjatuh karena kelelahan dengan frekuensi kadang-

kadang sebanyak 2 orang (5,4%) dan yang tidak pernah mengalami terjatuh

sebanyak 33 orang (89,2%). Risiko bahaya mata menjadi rabun dekat/jauh dengan

frekuensi sering sebanyak 1 orang (2,75), kadang-kadang sebanyak 8 orang

(21,6%), dan yang tidak pernah mengalami sebanyak 26 orang (70,3%). Risiko

bahaya sakit punggung dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 4 orang

(10,8%), dan yang tidak pernah mengalami sakit punggung sebanyak 31 orang

(83,8%).

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Aktivitas Menerima Pasien Baru

Di rumah sakit terdapat sumber bahaya yang beraneka ragam mulai dari

kapasitas bahaya yang rendah hingga bahaya tinggi. Kecelakaan tidak dapat dicegah

jika pekerja tidak mengenali bahaya dengan baik dan seksama. Jenis bahaya di rumah

sakit diklasifikasikan menjadi beberapa macam yakni bahaya fisik, kimia, biologi,

ergonomi, psikososial, mekanik, listrik, kecelakaan, dan limbah RS. Berdasarkan

hasil pengamatan, potensi risiko yang ditemukan dalam aktivitas menerima pasien

baru yaitu faktor fisik dan ergonomi.

5.1.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, ditemukan potensi

bahaya faktor fisik dalam aktivitas menerima pasien baru diantaranya diserang pasien

dan terpeleset saat mengejar pasien yang berusaha kabur. Bahaya diserang pasien

yang terjadi dalam aktivitas penerimaan pasien baru yang sering terjadi berupa

terkena pukulan atau tendangan dari pasien yang datang dalam keadaan sakau. Pasien

yang baru datang seringkali dalam keadaan fisik dan pikis yang tidak stabil, mereka

cenderung tidak dapat mengendalikan diri sendiri karena sedang menahan rasa sakit

akibat ketergantungan putau. Perawat yang melayani pasien dengan keadaan tersebut

seringkali mengalami serangan dari pasien yang mengakibatkan luka ringan atau

71

Universitas Sumatera Utara


72

hanya sekedar cedera terkilir dan lebam di beberapa bagian tubuh. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Radin dkk (2015) dalam Nurjanisah dkk

(2017) yang menunjukkan bahwa orang dengan penyalahgunaan NAPZA berpotensi

melakukan perilaku kekerasan 42 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang

tidak dalam penyalahgunaan NAPZA. Kasus kecelakaan tersebut tergolong sangat

jarang dilaporkan karena tidak mengakibatkan luka yang berarti, namun berdasarkan

hasil dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan kasus diserang pasien sering

terjadi pada perawat Instalasi Rawat Inap RSKO Jakarta.

Risiko bahaya fisik lainnya yang teridentifikasi dalam aktivitas menerima

pasien baru yaitu kasus terpeleset saat mengejar pasien yang berusaha kabur.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, terdapat satu orang perawat yang

mengaku sering terpeleset ketika berusaha mengejar pasien yang hendak kabur. Pada

umumnya yang menjadi penyebab perawat terpeleset dikarenakan perawat panik dan

tergesa-gesa sehingga tidak memperhatikan langkah kakinya. Kasus lainnya juga

pernah terjadi ketika perawat sedang menuruni tangga lalu terpeleset, sehingga

perawat mengalami cedera di bagian punggung dan kehilangan jam kerja selama dua

hari karena harus mendapat perawatan. Risiko bahaya terpeleset dapat mengakibatkan

cedera ringan hingga berat.

Universitas Sumatera Utara


73

5.1.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, ditemukan potensi

bahaya ergonomi yang mencakup posisi atau sikap kerja yang menjauhi sikap

alamiah tubuh dalam aktivitas menerima pasien baru khususnya saat menaikkan

pasien ke atas kasur. Posisi tubuh yang salah dan belum siap saat hendak menaikkan

pasien ke atas kasur akan mengakibatkan sakit pinggang ketika menahan beban

pasien. Bahaya ergonomi seperti desain peralatan kerja, mesin, dan tempat kerja yang

buruk, aktivitas mengangkat beban, jangkauan yang berlebihan, penerangan yang

tidak memadai, vibrasi, gerakan yang berulang-ulang secara berlebihan dengan/tanpa

posisi yang janggal, dapat mengakibatkan timbulnya gangguan musculoskeletal pada

pekerja (Harrianto, 2012). Kasus sakit pinggang pada perawat sangat jarang

dilaporkan karena tidak menyebabkan cedera yang berarti, namun jika dibiarkan

secara terus-menerus tanpa memperhatikan upaya pengendaliannya akan berdampak

buruk pada kesehatan pekerja, seperti yang tertulis dalam Tarwaka (2004) apabila

otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan

menyebabkan keluhan berupa kerusakan sendi, ligamen, dan tendon.

Sakit pinggang yang terjadi seringkali dikarenakan berat pasien yang melebihi

berat tubuh perawat ataupun pasien yang melakukan penolakkan ketika hendak

dinaikkan ke atas kasur sehingga perawat mengalami kesulitan yang mengakibatkan

posisi tubuh salah.

Universitas Sumatera Utara


74

5.2 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Aktivitas Melakukan Pengkajian


Kebutuhan Dasar Pasien

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,

mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,

mental, sosial, dan lingkungan. Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi

dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data,

sistematika data, dan penentuan masalah. Pengumpulan informasi merupakan tahap

awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data

dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut

digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan

keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.

Risiko bahaya dalam aktivitas ini terbilang rendah, dikarenakan aktivitas ini

bersifat administratif. Berdasarkan hasil pengamatan, potensi risiko yang

teridentifikasi dalam aktivitas melakukan pengkajian kebutuhan dasar pasien

bersumber dari faktor biologi.

5.2.1 Potensi Bahaya Faktor Biologi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, ditemukan risiko

bahaya biologi berupa tertular virus penyakit saat berkomunikasi dengan pasien.

Risiko tersebut diidentifikasi karena pasien dengan diagnosis ketergantungan NAPZA

seringkali sudah mengidap penyakit menular lain, sehingga tidak menutup

kemungkinan pasien akan menularkan virus tersebut kepada perawat khususnya

Universitas Sumatera Utara


75

penularan melalui inhalasi selama berkomunikasi ataupun melakukan perawatan.

Ketika sistem kekebalan tubuh perawat sedang lemah, maka besar kemungkinan

perawat akan terjangkit penyakit yang telah ditularkan oleh pasien.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa risiko bahaya tertular virus penyakit

dari pasien sangat jarang terjadi dalam aktivitas melakukan pengkajian kebutuhan

dasar pasien. Sebanyak 4 orang pernah tertular virus penyakit dari pasien. Keempat

responden tersebut mengaku pernah terkena flu setelah berkomunikasi dengan pasien

yang sedang mengidap flu. Perawat yang memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular

virus penyakit dari pasien adalah perawat yang bekerja di unit Komplikasi dan

Derawan, dikarenakan unit tersebut merawat pasien dengan berbagai diagnosa

penyakit bukan hanya ketergantungan NAPZA. Risiko tertular virus penyakit pada

perawat seringkali diabaikan karena selama ini kasus yang terjadi hanyalah tertular

virus infuenza, namun hal tersebut dapat mengganggu produktivitas kerja perawat.

5.3 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Aktivitas Menegakkan Diagnosa


Keperawatan

Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,

menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah status kesehatan klien. Diagnosis

keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari

pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran tentang

Universitas Sumatera Utara


76

masalah atau status kesehatan klien yang nyata dan kemungkinan akan terjadi,

dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat. Tujuan dari

menegakkan diagnosis keperawatan adalah untuk menjelaskan status kesehatan klien

atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin.

Berdasarkan hasil pengamatan, potensi risiko yang ditemukan dalam aktivitas

menegakkan diagnosis keperawatan bersumber dari faktor fisik dan psikososial.

5.3.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, ditemukan risiko

bahaya fisik berupa diserang pasien. Kejadian diserang pasien pada perawat di RSKO

Jakarta diakibatkan keadaan pasien yang belum bisa menerima keadaan mengenai

kondisi kesehatan yang disampaikan oleh perawat tersebut, sehingga emosi pasien

tidak stabil dan menyerang perawat baik menggunakan tangan maupun menendang

perawat. Kasus diserang pasien sangat rentan terjadi khususnya di rumah sakit yang

melayani atau merawat pasien dengan keadaan psikologi yang tidak stabil baik

karena efek samping dari penyalahgunaan NAPZA maupun pasien yang telah

didiagnosis menderita gangguan kejiwaan atau yang disebut Orang Dengan

Gangguan Kejiwaan (ODGJ). Sehingga perawat di RSKO memiliki risiko bahaya

diserang pasien secara fisik yang dapat menimbulkan cedera ringan, berat, bahkan

sampai dengan kematian.

Pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi pasien sangat dibutuhkan

guna menghindari terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh serangan pasien,

Universitas Sumatera Utara


77

hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Herqutanto, dkk (2017) yang

menyatakan bahwa perawat dengan latar belakang pendidikan tinggi umumnya

memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dalam merawat dan

menghadapi pasien serta keluarganya dan para dokter yang bertugas. Oleh sebab itu,

perlu adanya pengendalian dalam bentuk pemberian edukasi terhadap perawat terkait

cara menghadapi dan mengatasi pasien dalam aktivitas menegakkan diagnosa

keperawatan agar perawat dapat menghindari kecelakaan akibat kerja.

5.3.2 Potensi Bahaya Faktor Psikososial

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, ditemukan potensi

bahaya faktor psikososial berupa dimaki/serangan verbal dari pasien. Risiko dimaki

pasien memberikan tekanan terhadap perawat dan akan berdampak pada

terganggunya keadaan psikologis perawat sehingga memungkinkan terjadinya stress

kerja. National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) melaporkan

sekitar 40% pekerja menyatakan pekerjaan mereka penuh tekanan pada tingkat yang

ekstrim. Laporan lainnya dari Attitude in American Workplace VII menyatakan 80%

pekerja merasakan stress di pekerjaan mereka dan separuh membutuhkan bantuan

untuk mengatasinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko bahaya dimaki/serangan verbal

dari pasien terbilang sering terjadi pada perawat dalam aktivitas menegakkan

diagnosa keperawatan. Seringkali makian yang berasal dari pasien dikarenakan

pasien tidak terima atas diagnosis yang diberikan oleh perawat. Menurut hasil dari

Universitas Sumatera Utara


78

wawancara, semakin lama bekerja maka perawat mulai terbiasa dan akan lebih

mampu mengatasi makian tersebut, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Revalicha (2013) yang mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan

antara lama kerja dengan tingkat stress kerja yang dialami seorang perawat di tempat

kerjanya. Kejadian dimaki pasien memang tidak menimbulkan cedera dalam bentuk

fisik, namun dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit akibat kerja.

5.4 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Melaksanakan Tindakan Keperawatan

Tujuan dari pelaksanaan tindakan keperawatan adalah membantu pasien

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan

kesehatan, dan pencegahan penyakit. Pada tahap pelaksanaan perawat terus

melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan yang paling spesifik sesuai

dengan kebutuhan pasien. Semua tindakan dicatatat dalam format yang telah

ditentukan oleh institusi. Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah salah satu

aktivitas dari uraian tugas perawat yang sangat penting, karena perawat harus

berinteraksi langsung kepada pasien selama kurang lebih 8 jam dalam sehari. Dalam

melaksanakan tindakan keperawatan perawat juga dituntut harus lebih teliti dan

berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan yang berakibat buruk terhadap pasien

maupun perawat itu sendiri. Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan

kepada tugas yang berat untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang

membahayakan.

Universitas Sumatera Utara


79

Kegiatan yang termasuk di dalam aktivitas melakukan tindakan keperawatan

diantaranya yaitu melakukan oksigenasi, memasang dan melepas cairan infus,

mobilisasi dan perubahan posisi pasien, menolong pasien BAK/BAB di tempat tidur,

memandikan pasien, mengukur tekanan darah, memberi makanan dan obat,

melakukan perawatan luka, dan melakukan pengambilan sampel darah. Berdasarkan

hasil pengamatan, potensi risiko yang ditemukan dalam aktivitas melakukan tindakan

keperawatan bersumber dari faktor fisik, biologi, ergonomi, psikososial dan mekanik.

5.4.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, ditemukan potensi

bahaya faktor fisik dalam tindakan keperawatan diantaranya yaitu terluka karena

pasien ataupun peralatan medis, terpeleset, tertimpa tiang penyangga infus, diserang

pasien, dan tangan tertimpa atau terjepit. Pada aktivitas oksigenasi terdapat dua risiko

bahaya fisik yang terjadi yaitu terluka saat pasien memberontak dan terpeleset saat

berlari untuk mengambil oksigen. Rasa sakit yang dirasakan pasien seringkali

membuat pasien memberontak saat perawat sedang melakukan tindakan termasuk

pemasangan oksigen. Saat pasien memberontak, terdapat kemungkinan bahwa

perawat akan terluka. Risiko bahaya faktor fisik lainnya, yaitu terpeleset/terjatuh.

Seringkali saat dalam keadaan tertentu, pasien membutuhkan bantuan pernapasan

dengan cara oksigenasi, namun dalam keadaan darurat pemasangan bantuan oksigen

dibutuhkan dengan segera, sehingga perawat diharapkan bergegas menyediakan

peralatan oksigenasi. Saat perawat berlari maka terdapat risiko bahaya terpeleset.

Universitas Sumatera Utara


80

Kejadian terpeleset yang pernah dialami perawat di RSKO saat tindakan oksigenasi

tidak menimbulkan cedera yang berarti, namun hal ini tetap perlu diperhatikan.

Tindakan pemasangan infus adalah salah satu tindakan yang memiliki risiko

bahaya lebih tinggi dibanding tindakan keperawatan lainnya, hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Putri (2017) yang menyatakan bahwa proses pekerjaan

yang mengalami kecelakaan terbanyak yaitu proses pemasangan infus yaitu sebanyak

3 kasus (33,4%) dari 9 kasus. Dalam tindakan memasang dan melepas cairan infus

teridentifikasi dua risiko bahaya fisik, yaitu tertimpa tiang penyangga infus dan

diserang pasien saat memasang. Risiko bahaya tertimpa tiang penyangga infus

menjadi salah satu potensi bahaya yang tidak menimbulkan luka berat namun tetap

berdampak buruk pada kinerja perawat. Berdasarkan hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa 2 orang menyatakan sering tertimpa tiang penyangga infus.

Kejadian tertimpa tersebut seringkali dikarenakan perawat tidak berhati-hati dalam

kegiatan pemasangan infus, sehingga selang infus terkait di ranjang pasien, dan

akhirnya tiang terjatuh lalu menimpa kepala atau tubuh perawat. Tertimpa tiang

penyangga infus hanya menimbulkan rasa sakit tanpa meninggalkan bekas luka. Hasil

penelitian juga menunjukkan 4 orang lainnya pernah tertimpa tiang infus, setidaknya

satu orang mengalami satu kali tertimpa tiang infus selama bekerja di RSKO Jakarta.

Potensi bahaya faktor fisik lainnya yaitu kejadian diserang pasien. Rasa sakit yang

dialami pasien saat proses pemasangan infus seringkali membuat pasien

memberontak lalu melukai perawat yang sedang bertugas secara tidak sengaja.

Universitas Sumatera Utara


81

Serangan dapat berupa tamparan atau tendangan dari pasien, yang meninggalkan

cedera ringan, terkilir, bahkan lebam.

Pada aktivitas mobilisasi dan perubahan pasien terdapat potensi bahaya fisik

berupa tangan tertimpa/terjepit. Posisi tubuh yang salah atau janggal ketika

mengangkat pasien ke atas kasur maupun menurunkan pasien dari tempat tidur dapat

menyebabkan kejadian tangan tertimpa atau terjepit oleh tubuh pasien. Hal tersebut

dapat menimbulkan cedera ringan pada perawat. Berdasarkan wawancara yang

dilakukan dengan responden, efek tangan terjepit yang dirasakan perawat yaitu

terkilir. Ketika tangan terkilir maka kinerja perawat menjadi terganggu sehingga

produktivitas menjadi menurun.

Dalam aktivitas menolong pasien Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air

Besar (BAB) terdapat potensi bahaya fisik berupa terpeleset. Pasien yang sudah tidak

dapat lagi beraktivitas normal, bahkan tidak mampu untuk buang air di kamar mandi

harus mendapatkan bantuan dari perawat ataupun keluarga pasien untuk BAB

maupun BAK. Ketika sedang membantu pasien BAK/BAB, terdapat kemungkinan

perawat akan terpeleset ketika hendak mengambil atau membuang kotoran pasien

yang berada di pispot. Keadaan lantai yang licin dapat menjadi penyebab

kemungkinan perawat akan terpeleset. Angka kejadian terpeleset pada perawat di

RSKO Jakarta dalam aktivitas menolong pasien BAK/BAB terbilang rendah, namun

bila terjadi akan berdampak pada cedera ringan sampai berat. Cedera dapat berupa

tangan terkilir, kepala terbentur, bahkan terluka.

Universitas Sumatera Utara


82

Dalam aktivitas memandikan pasien potensi bahaya faktor fisik yang

teridentifikasi yaitu berupa terpeleset, tersiram air panas, dan tertimpa baskom air.

Penyebab terpeleset pada perawat yaitu lantai kamar yang licin akibat tumpahan air,

saat terpeleset terdapat kemungkinan bahwa perawat yang sedang membawa air

panas untuk air mandi pasien tersiram air panas yang dibawanya. Risiko tersiram air

panas dapat menimbulkan luka bakar pada perawat sehingga menyebabkan adanya

penyakit akibat kerja. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko

terkena air panas tidak pernah terjadi pada perawat di RSKO Jakarta. Risiko fisik

lainnya dalam aktivitas memandikan pasien yaitu tertimpa baskom air. Risiko ini

mungkin tidak menimbulkan cedera yang berarti sehingga kejadian ini tidak

dilaporkan, namun tertimpa baskom dapat menyebabkan kepala menjadi pusing,

sehingga dapat berakibat pada hilangnya jam kerja perawat. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa 4 orang pernah mengalami tertimpa baskom air, dan

Dalam aktivitas mengukur tekanan darah pasien ditemukan potensi bahaya

faktor fisik berupa diserang pasien. Menurut Ramdan (2017) situasi menegangkan

yang sering dialami perawat adalah tindakan kekerasan dan pelecehan dari pasien.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa 1 orang pernah mengalami serangan dari

pasien saat mengukur tekanan darah pasien.

Aktivitas lainnya dalam tindakan keperawatan yang menjadi tanggungjawab

perawat adalah memberi makanan dan obat terhadap pasien. Dalam aktivitas

memberi makanan dan obat terhadap pasien ditemukan potensi bahaya fisik berupa

Universitas Sumatera Utara


83

terjatuh dan tertimpa nampan berisi obat serta terluka karena pecahan piring/gelas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahfud (2010) yang mengklasifikasikan

jenis kecelakaan pada perawat, bahwa potensi risiko terjatuh berada di nomer urut 3

yang paling sering terjadi yaitu sebanyak 13%. Hasil dari penelitian menunjukkan

bahwa 3 orang perawat pernah terjatuh dan tertimpa nampan selama aktivitas

memberi makanan dan obat kepada pasien.

Dalam aktivitas perawatan luka terdapat risiko bahaya fisik berupa diserang

pasien. Pasien yang sedang mengalami luka akan menahan rasa sakit kita sedang

diobati, jika pasien merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang dirasakan makan

spontan pasien akan menyerang orang disekitarnya. Perawat adalah orang yang

berinteraksi dengan pasien secara langsung ketika sedang melakukan perawatan luka,

maka terdapat kemungkinan bahwa perawat akan mendapat serangan dari pasien.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden. kasus diserang pasien yang terjadi

di RSKO biasanya berupa ditendang dan ditampar. Serangan tersebut tidak

menimbulkan luka yang berarti, hanya berupa rasa sakit dan lebam pada bagian

tubuh, sehingga kejadian ini jarang dilaporkan dan tidak memiliki catatan khusus.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 orang sering mengalami diserang

pasien.

Dalam aktivitas melakukan pengambilan sampel darah terdapat risiko bahaya

fisik berupa diserang pasien. Berdasarkan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa 5

orang responden jarang mengalami kejadian diserang pasien.

Universitas Sumatera Utara


84

5.4.2 Potensi Bahaya Faktor Biologi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan dalam tindakan

keperawatan, terdapat risiko bahaya fakor biologi diantaranya berupa mata terkena

cipratan darah/cairan tubuh pasien dan terinfeksi virus penyakit dari darah/cairan

tubuh pasien. Dalam tindakan memasang dan melepas infus risiko bahaya biologi

yang dapat terjadi berupa mata terkena cipratan darah/cairan pasien. Penularan

penyakit khususnya HIV/AIDS dapat melalui cipratan darah yang masuk ke mata,

sehingga perawat perlu berhati-hati dalam tindakan ini. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa 1 orang pernah mengalami kejadian mata terkena cipratan darah

pasien.

Risiko bahaya faktor biologi lainnya terdapat pada aktivitas melakukan

perawatan luka pada pasien, berupa terinfeksi virus penyakit dari darah/cairan tubuh

pasien. Setiap tindakan di bidang pelayanan keperawatan mengandung risiko. Setiap

hari kontak langsung dengan pasien dalam waktu cukup lama (6 – 8 jam/hari),

sehingga selalu terpajan mikroorganisme patogen yang menjadi pembawa infeksi dari

satu pasien ke pasien lain, atau ke perawat lainnya (Burhami, 2010). Berdasarkan

hasil penelitian menunjukkan bahwa 2 orang pernah mengalami kejadian terinfeksi

virus penyakit.

5.4.3 Potensi Bahaya Faktor Kimia

Dalam tindakan keperawatan khususnya aktivitas memandikan pasien,

terdapat risiko bahaya kimia berupa mata iritasi karena terkena sabun. Hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara


85

terjadi ketika perawat sedang memandikan pasien lalu sabun yang digunakan terkena

mata melalui tangan secara tidak sengaja sehingga mata menjadi merah dan terasa

perih. Namun efek dari risiko ini kebanyakan tidak mengakibatkan luka yang berarti

hanya saja tetap mengganggu aktivitas kerja perawat. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa 2 orang sering mengalami kejadian mata iritasi terkena sabun.

Universitas Sumatera Utara


86

5.4.4 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi

Dalan tindakan keperawatan khususnya pada aktivitas mobiliasasi terdapat

risiko bahaya ergonomi berupa sakit pinggang akibat membungkuk terlalu lama

ataupun posisi waktu mengangkat pasien yang janggal. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan menunjukkan bahwa 2 orang sering mengalami sakit pinggang. Sakit

pinggang yang dimaksud disebabkan oleh beberapa faktor seperti berat pasien yang

melebihi berat perawat, posisi tubuh saat mengangkat salah. Risiko bahaya ini

seringkali tidak dianggap sebagai suatu bahaya sehingga seringkali kejadian dianggap

sepele dan tidak dilaporkan, namun jika mengalami sakit pinggang terus-menerus

maka akan berdampak pada penyakit akibat kerja yaitu musculusceletal disorders

(MSDS).

5.4.5 Potensi Bahaya Faktor Psikososial

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, terdapat potensi

bahaya faktor psikosial dalam aktivitas mobilisasi pasien berupa dimaki pasien.

Risiko bahaya dimaki pasien akan berdampak pada rasa tertekan yang dialami oleh

perawat sehingga mudah terjadi stress pada pekerja. Berdasarkan wawancara dengan

responden, penyebab dimaki pasien dalam aktivitas mobilisasi yaitu karena posisi

perawat yang salah saat mengangkat atau memindahkan pasien, sehingga pasien

merasa sakit ataupun tidak nyaman. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebanyak 4 orang sering mengalami dimaki oleh pasien selama proses mobilisasi

pasien.

Universitas Sumatera Utara


87

5.4.6 Potensi Bahaya Faktor Mekanik

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di lapangan, dalam tindakan

keperawatan terdapat potensi bahaya faktor mekanik berupa tertusuk jarum infus

bekas pasien dan terluka karena peralatan pengobatan. Dalam proses pemasangan

infus, risiko tertusuk jarum suntik sering terjadi pada perawat, hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ramdan (2017) yang menyatakan bahwa tindakan

memasang infus memiliki 3 risiko yaitu luka tusuk, kontak dengan darah, dan postur

janggal. Risiko tertusuk jarum suntik akan menjadi sarana penularan penyakit dari

pasien ke perawat, oleh sebab itu risiko bahaya ini harus dikendalikan agar tidak

terjadi penyakit akibat kerja. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 7

orang pernah mengalami tertusuk jarum suntik.

Dalam aktivitas memberi makanan dan obat terdapat risiko bahaya mekanik

berupa tertusuk jarum suntik yang dapat diakibatkan karena perawat yang tidak hati-

hati selama proses pemberian obat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

7 orang pernah mengalami tertusuk jarum suntik selama proses pemberian obat pada

pasien.

Risiko bahaya mekanik lainnya yaitu terluka karena peralatan pengobatan

pada aktivitas melakukan perawatan luka. Perawatan luka menggunakan peralatan

medis seperti gunting, pisau, baskom, pingset, dan sebagainya. Peralatan tersebut bisa

menjadi faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja pada perawat yang

menimbulkan cedera baik ringan maupun berat. Berdasarkan hasil wawancara dengan

Universitas Sumatera Utara


88

responden, cedera yang pernah dialami bersifat ringan yang diakibatkan tergores

pisau dan gunting medis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak

4 orang pernah terluka akibat peralatan pengobatan.

Dalam aktivitas melakukan pengambilan sampel darah risiko mekanik yang

dapat terjadi berupa tertusuk jarum suntik bekas pasien, berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebanyak 37 orang atau keseluruhan dari responden mengaku

tidak pernah tertusuk jarum suntik saat proses pengambilan sampel darah pasien.

5.5 Identifikasi Potensi Bahaya dalam Pelayanan Unit Detoksifikasi

Unit detoksifikasi adalah unit yang bertugas untuk membersihkan racun dari

tubuh pasien dengan diagnosis ketergantungan NAPZA. Dalam unit Detoksifikasi,

perawat memiliki bahaya tersendiri karena perawat akan berhadapan dan berinteraksi

secara intens dengan pasien yang sedang sakau. Di unit detoksifikasi, pada proses

pengeluaran racun dari dalam tubuh, pasien akan merasakan sakit yang luarbiasa.

Pasien yang sedang sakau akan berada dalam keadaan mental yang tidak stabil

sehingga akan lebih emosional dan dapat bertindak diluar batas. Oleh sebab itu

perawat diwajibkan berhati-hati dan meningkatkan kompetensinya agar dapat

menghindari risiko bahaya yang dapat terjadi.

Berdasarkan hasil pengamatan, potensi risiko yang terdapat pada unit

Detoksifikasi bersumber pada faktor fisik dan mekanik.

Universitas Sumatera Utara


89

5.5.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di lapangan,

risiko bahaya faktor fisik berupa diserang pasien dan terjatuh. Risiko mengalami

serangan pasien memang sangat rentan terjadi akibat keadaan pasien yang dihadapi

seringkali tidak stabil. Rasa sakit yang dirasakan oleh pasien dapat menjadi penyebab

pasien menyerang perawat yang sedang bertugas. Berdasarkan wawancara dengan

responden, bentuk serangan dari pasien yang pernah terjadi yaitu dipukul, ditendang

dan dilempar dengan benda-benda yang ada disekitar pasien. Berdasarkan hasil

penelitian, menunjukkan bahwa sebanyak 1 orang sering mengalami serangan dari

pasien selama bekerja di unit detoksifikasi.

Risiko fisik lainnya yang dapat terjadi yaitu terjatuh. Terjatuh bisa

dikarenakan lantai yang licin, keadaan tergesa-gesa, ataupun kelelahan yang

mengakibatkan tidak fokus dalam bekerja. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa 2 orang pernah terjatuh selama bekerja di unit detoksifikasi.

5.5.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan, pada unit

detoksifikasi terdapat risiko bahaya mekanik berupa terluka karena peralatan

pengobatan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

sebanyak 3 orang pernah terluka karena peralatan pengobatan.

Universitas Sumatera Utara


90

5.6 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit


Rehabilitasi NAPZA

Rehabilitasi adalah sebuah kegiatan ataupun proses untuk membantu para

penderita yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan pengobatan

medis untuk mencapai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial yang maksimal.

Tujuan dari Unit Rehabilitasi bertujuan untuk memperbaiki fisik dan mental sehingga

dapat bekerja dengan kapasitas maksimal. Bagi pasien yang memiliki ketergantungan

obat, rehabilitasi diadakan untuk mengurangi secara perlahan penyalahgunaan

NAPZA dan seterusnya sehingga pasien dapat berhenti dan tidak memiliki

ketergantungan lagi terhadap obat-obatan.

Berdasarkan dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa potensi

bahaya pada perawat dalam pelayanan unit rehabilitasi NAPZA ditemukan beberapa

risiko yang bersumber dari berbagai faktor yaitu fisik, ergonomi, psikososial, dan

mekanik.

5.6.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik

Pada unit Rehabilitasi NAPZA terdapat dua faktor risiko fisik yaitu berupa

diserang pasien dan terjatuh. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di unit

rehabilitasi NAPZA ditemukan pernah terjadinya penyerangan oleh pasien terhadap

perawat bahkan seorang responden mengaku pernah dikurung oleh pasien di ruang

perawat menggunakan sapu. Risiko fisik yang kedua yaitu terjatuh. Hasil dari

penelitian menunjukkan bahwa perawat yang pernah diserang pasien pada unit

Universitas Sumatera Utara


91

tersebut ada 12 orang, sedangkan untuk risiko terjatuh saat bekerja, sebanyak 2 orang

pernah terjatuh selama bekerja di unit rehabilitasi NAPZA.

5.6.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan juga faktor ergonomi yang menjadi

potensi bahaya karena posisi kerja yang tidak baik dan duduk atau berdiri terlalu lama

yang dapat berdampak pada sakit punggung akibat kerja (low back pain). Seorang

perawat dituntut untuk selalu siaga selama jam kerja, sehingga seringkali perawat

bekerja dengan sikap tubuh yang monoton. Risiko bahaya sakit punggung sering

diabaikan karena dianggap tidak menimbulkan cedera yang berarti, namun hal

tersebut dapat menjadi penyakit akibat kerja yang berdampak buruk pada kesehatan

dan dapat menurunkan kinerja seorang perawat. Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebanyak 6 orang pernah mengalami sakit punggung.

5.6.3 Potensi Bahaya Psikososial

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti mendapatkan potensi bahaya

yang bersangkutan dengan faktor psikososial berupa Stress akibat kerja yang

terbilang sering terjadi pada perawat di unit Rehabilitasi NAPZA. Stress kerja adalah

kondisi ketika stressor kerja secara sendirian atau bersama faktor lain berinteraksi

dngan karakteristik individu, menghasilkan gangguan keseimbangan fisiologis dan

psikologis. Jika berlangsung lama, gangguan itu dapat mengganggu sistem

kardiovaskuler, gangguan jiwa, gangguan musculoskeletal, dan gangguan kesehatan

lain (Herqutanto, dkk. 2017). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa satu

Universitas Sumatera Utara


92

orang perawat sangat sering mengalami stress akibat kerja di Unit Rehabilitasi

NAPZA.

5.6.4 Potensi Bahaya Faktor Mekanik

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, terdapat dua potensi risiko dari

faktor mekanik yaitu tertusuk jarum suntik bekas dan terluka karena peralatan

pengobatan. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 37 orang atau sama dengan

seluruh sampel mengaku tidak pernah tertusuk jarum suntik bekas selama bekerja di

unit rehabilitasi NAPZA. Risiko lainnya yaitu terluka karena peralatan pengobatan,

sebanyak 1 orang mengaku sering mengalaminya.

5.7 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Pelayanan Unit Komplikasi
dan Derawan

Unit komplikasi adalah unit yang merawat pasien ketergantungan NAPZA

yang sudah didiagnosis memiliki sakit yang bersifat kronis, sedangkan unit derawan

bertugas untuk melayani dan merawat pasien umum yang bukan karena

ketergantungan NAPZA. Berdasarkan dari hasil pengamatan di lapangan

menunjukkan bahwa potensi bahaya pada perawat dalam pelayanan unit Komplikasi

dan derawan bersumber dari faktor ergonomi dan mekanik.

5.7.1 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi

Pada unit Komplikasi dan Derawan terdapat risiko bahaya ergonomi berupa

sakit punggung. Sakit punggung di unit ini dapat disebabkan karena posisi tempat

tidur pasien yang terlalu rendah sehingga perawat harus membungkuk saat

melakukan perawatan, sikap kerja yang mengharuskan duduk atau berdiri terlalu

Universitas Sumatera Utara


93

lama. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 8 orang pernah mengalami

sakit punggung.

5.7.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik

Pada unit komplikasi dan derawan terdapat risiko bahaya mekanik berupa

tertusuk jarum suntik dan terluka karena peralatan pengobatan. Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan bahwa 2 orang pernah mengalami tertusuk jarum suntik

bekas ketika bekerja di unit Komplikasi dan Derawan. Risiko lainnya yaitu terluka

karena peralatan pengobatan sering dialami oleh 1 orang.

5.8 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Kegiatan Kewaspadaan


Standar

Penerapan kewaspadaan standar merupakan pencegahan dan pengendalian

infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas

pelayanan kesehatan. Tujuan dari penerapan kewaspadaan standar diharapkan dapat

menurunkan risiko penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari

sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Hal-hal yang dilakukan dalam

kewaspadaan standar yaitu menjaga kebersihan tangan, pemilihan Alat Pelindung

Diri (APD) yang akan dipakai harus didahului dengan penilaian risiko pajanan dan

sejauh mana antisipasi kontak dengan pathogen dalam darah dan cairan tubuh.

Berdasarkan dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa potensi

bahaya pada perawat dalam kegiatan kewaspadan standar bersumber dari faktor

biologi dan mekanik.

Universitas Sumatera Utara


94

5.8.1 Potensi Bahaya Faktor Biologi

Pada aktivitas kewaspadaan standar terdapat risiko bahaya biologi berupa

tertular virus penyakit. Penularan tersebut dapat berasal dari pasien maupun dari

rekan sesama perawat. Kejadian yang pernah terjadi yaitu tertular virus influenza dan

Hepatitis B dan C. Penularan virus penyakit dapat melalui inhalasi ataupun melalui

cairan tubuh. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

sebanyak 3 orang pernah mengalami tertular virus penyakit selama proses

kewaspadaan standar.

5.8.2 Potensi Bahaya Faktor Mekanik

Pada kegiatan kewaspadaan standar terdapat potensi bahaya mekanik berupa

terluka karena peralatan medis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

sebanyak 3 orang pernah terluka karena peralatan pengobatan.

5.9 Identifikasi Potensi Bahaya pada Perawat dalam Proses Administrasi

Yang termasuk ke dalam proses administrasi yaitu mencakup pengurusan

pasien datang, keluar, lari, meninggal maupun mengurus rujukan pasien ke pelayanan

kesehatan lain. Potensi bahaya yang mungkin terjadi selama proses administrasi ini

lebih banyak berupa penyakit akibat kerja dibandingkan dengan kecelakaan kerja,

karena perawat lebih banyak berada di tempat dan mengurus berkas-berkas pasien.

Namun bukan berarti potensi bahaya pada proses ini bisa diabaikan. Berdasarkan dari

hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa potensi bahaya pada perawat

selama proses administrasi bersumber dari faktor fisik dan ergonomi.

Universitas Sumatera Utara


95

5.9.1 Potensi Bahaya Faktor Fisik

Dari hasil penelitian terdapat beberapa risiko yang disebabkan oleh faktor

fisik yaitu dehidrasi yang pernah dialami oleh 1 orang, terjatuh yang pernah dialami

oleh 2 orang, dan ada juga risiko dari faktor fisik yang mengakibatkan mata menjadi

rabun dekat/jauh yang sering dialami oleh 1 orang dan 8 orang mengaku terkadang

pernah mengalami mata menjadi rabun. Risiko dehidrasi dapat berdampak pada

kurangnya konsentrasi yang dapat menurunkan kinerja perawat.

5.9.2 Potensi Bahaya Faktor Ergonomi

Pada proses administrasi terdapat potensi bahaya ergonomi berupa sakit

punggung (low back pain). Posisi kerja yang mengharuskan duduk terlalu lama dapat

menjadi penyebab terjadinya penyakit akibat kerja berupa sakit punggung bagian

belakang atau yang sering disebut dengan low back pain. Perawat yang bekerja pada

proses administrasi sangat rentan mengalami low back pain, oleh sebab itu hal ini

harus diperhatikan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 4

orang pernah mengalami sakit punggung.

Berdasarkan 9 aktivitas perawat tersebut, peneliti menemukan bahwa aktivitas

yang memiliki potensi paling berbahaya yaitu pada aktivitas di unit komplikasi,

potensi bahaya yang sangat mungkin terjadi yaitu tertular virus penyakit dari pasien.

Aktivitas yang juga memiliki potensi paling berbahaya kedua, yaitu pada unit

Rehabilitasi NAPZA, bahaya yang paling sering dan mungkin terjadi pada perawat

yaitu bahaya diserang pasien berupa pukulan hingga siksaan.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perawat di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat Jakarta tahun 2018, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya di RSKO Jakarta, terdapat

beberapa potensi bahaya pekerjaan berdasarkan jenis bahaya dalam 9

aktivitas kerja perawat yang dapat mengakibatkan kecelakaan akibat kerja

(KAK), di antaranya yang bersumber dari faktor bahaya fisik dan mekanik.

2. Berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya di RSKO Jakarta, terdapat

beberapa potensi bahaya pekerjaan berdasarkan jenis bahaya dalam 9

aktivitas kerja perawat yang dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja

(PAK), di antaranya bahaya ergonomi, psikososial, bahaya biologi, dan

bahaya kimia.

3. Beberapa upaya yang telah dilakukan RSKO Jakarta dalam mengendalikan

potensi-potensi bahaya yang berada dalam lingkungan rumah sakit yaitu

dengan cara melakukan pelatihan SOP tiap aktivitas, menyediakan Alat

Pelindung Diri (APD) seperti masker dan sarung tangan sesuai dengan

kebutuhan masing-masing unit, memiliki tim K3 yang rutin melakukan

evaluasi dan upaya keselamatan dan kesehatan pekerja, dan rutin dilakukan

rotasi perawat di setiap unit dalam kurun waktu 2 tahun atau sesuai kebutuhan

untuk menghindari kejenuhan dan risiko bahaya.

95

Universitas Sumatera Utara


96

6.2 Saran

1. Memberikan pemahaman rutin kepada perawat terkait SOP dalam setiap

aktivitas, perawat tidak menggunakan alas kaki yang licin, tidak melakukan

sesuatu dengan tergesa-gesa, penggunaan APD dalam bentuk sarung tangan

untuk mencegah kecelakaan kerja, dan disarankan pula penggunaan kacamata

anti radiasi ketika bekerja di depan layar komputer.

2. Memberikan sosialisasi rutin mengenai manfaat dan pentingnya penggunaan

Alat Pelindung Diri seperti dalam bentuk masker untuk mencegah tertular

virus penyakit melalui udara. Sosialisasi dapat berupa pelatihan cara

penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan Alat Pelindung Diri serta

memotivasi pekerja melalui media komunikasi seperti gambar atau poster.

Melakukan sikap kerja yang tidak menjauhi sikap alamiah tubuh, tidak

mengangkat beban yang terlalu berat, rutin mencuci tangan dengan cairan

antiseptik setelah berinteraksi dengan pasien.

3. Dibutuhkan dukungan, keterlibatan, dan partisipasi yang aktif dari seluruh

petugas kesehatan (dokter, perawat) dalam upaya RSKO Jakarta

mengendalikan potensi-potensi bahaya yang berada dalam lingkungan rumah

sakit untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya yang

mungkin terjadi pada perawat di RSKO.

4. Pada unit Rehabilitasi NAPZA disarankan untuk meningkatkan pengawasan

terhadap perilaku pasien yang sewaktu-waktu dapat menyakiti perawat yang

sedang bertugas di unit Rehabilitasi NAPZA.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. 2014. Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta:


Rajawali pers.

Bastian, I. 2008. Akuntansi Kesehatan. Jakarta: Erlangga.

Data Statistik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan


Tahun 2017.

Harrianto, R. 2012. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Herqutanto., H. Harsono., M. Damayanti., dan Elsa P. Setiawati. 2017. Stres Kerja


pada Perawat di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Artikel Penelitian. Vol 5, No. 1.

Hurrel, J.J. Occupational Stress. Dalam: Levy BS, Wegman DH, Baron SL, Sokas
RK. 2011. Occupational Health Recognizing and Preventing Work-
Related Disease Injury. New York: Oxford University Press.

Husna, C., dan Ita Fitriani. 2016. Kompetensi Perawat Pelaksana dalam Merawat
Pasien HIV/AIDS. Idea Nursing Journal. Vol 7 No. 1 (70 – 77).

ILO. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja Sarana untuk
Produktivitas.

Kepmenkes RI No. 432 Tahun 2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit.

Kuswana, W. S. 2014. Ergonomi dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurjanisah, Teuku Tahlil, dan Kartini Hasballah. 2017. Analisis Penyalahgunaan


Napza dengan Pendekatan Health Belief Model. Jurnal Ilmu
Keperawatan. Vol. 5 No. 1 (23 – 35).

OHSAS 18001: 2007. Occupational Health and Safety Management System-


Requirements.

OSHA. 2013. Worker Safety in Your Hospital. Washington DC.

97 Universitas Sumatera Utara


98

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13 Tahun 2011 Tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 66 Tahun 2016 Tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

Pramudya W, Felix. 2008. Faktor yang berhubungan dengan Stress Kerja (Studi
Kasus pada Perawat di RSKO Tahun 2008). Tesis. Program Magister
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Putri, O.Z, T.M Ariff, dan H.S Kasjono. 2017. Analisis Risiko Keselamatan dan
Kesehatan pada Petugas Kesehatan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Akademik UGM. Jurnal Kesehatan. Vol 10 No. 1.

Ramdan, I.M, dan A. Rahman. 2017. Analisis Risiko Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) pada Perawat. JKP. Vol 5 No. 3 (229 – 241).

Ramli, S. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS


Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat.

Revalicha NS, Sami’an. 2013. Perbedaan stress kerja ditinjau dari shift kerja pada
perawat RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Psikologi Industri dan
Organisasi.Vol 2, No. 1 (16 – 24).

Ridley, J. 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Edisi ketiga. Jakarta:


Erlangga.

Rijanto, B. 2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri. Jakarta: Mitra


Wacana Media.

Salawati L., Taufik N.H., dan Putra A., 2014. Analisis Tindakan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di
Ruang ICU RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala. Vol 14 No. 3.

Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).


Jakarta: CV Sagung Seto.

Sumantri, A. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Prenada Media.

Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan


Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.

_______. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan


Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Universitas Sumatera Utara


99

Triwibowo, C., dan Pusphandani, M. E. 2013. Kesehatan Lingkungan dan K3.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Umar, J.E, V.D Doda, dan J.S Kekenusa. 2017. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Cedera Tertusuk Jarum Suntik pada Perawat di Rumah
Sakit Lunkendage Tahuna. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sam
Ratulangi.

Wijaya, A, Togar W.S.P dan Herry C.P. 2015. Evaluasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dengan Metode HIRARC pada PT. Charoen Pokphand
Indonesia. Jurnal Titra, Vol. 3, No. 1 (29-34).

Winarsunu, T. 2008. Psikologi Keselamatan Kerja. Malang: UMM Press

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1

INFORMED CONSENT
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,
Perkenalkan nama saya Yesica Rosanna Tambunan, mahasiswa tingkat
akhir Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya
sedang mengadakan penelitian dalam rangka memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Pada penelitian ini, saya membutuhkan informasi yang
berkenaan dengan Bapak/Ibu. Adapun judul dalam penelitian ini yaitu
“Identifikasi Potensi Bahaya Pekerjaan pada Perawat Instalasi Rawat Inap
di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Cibubur, Jakarta Tahun 2018”.
Saya berharap Bapak/Ibu bersedia untuk menjadi responden dalam
penelitian ini dimana akan dilakukan pengisian form isian yang terkait dengan
potensi bahaya pekerjaan pada perawat. Setelah Bapak/Ibu membaca maksud dari
kegiatan penelitian di atas, maka saya mohon untuk mengisi nama dan tanda
tangan di bawah ini.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk
berkontribusi dalam penelitian mahasiswa tersebut di atas sebagai responden.
Nama : ________________________
Ruang : ________________________
Lama Kerja : ________________________

Tanda Tangan : ________________________

Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk ikut serta


dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

FORM ISIAN IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA

Nama Lengkap : Ruang :


Umur :
Jenis Kelamin :

Keterangan :
1. SS : Sangat Sering
2. S : Sering
3. KD : Kadang-kadang
*Berilah tanda (√) pada kolom sebelah kanan yang telah disediakan pada
setiap butir pernyataan sesuai dengan yang anda alami

Pekerjaan/ Aktivitas Identifikasi Bahaya Ya


No. Tidak
SS S KD
1. Menerima pasien baru - Diserang pasien
sesuai dengan level - Terpeleset saat
kegawatdaruratan mengejar pasien yang
berusaha kabur
- Sakit pinggang saat
menaikkan pasien ke
atas kasur
- Lainnya
......................................
......................................
......................................
2. Melakukan pengkajian - Tertular virus penyakit
kebutuhan dasar selama berkomunikasi
pasien dengan pasien
- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................
3. Menegakkan diagnosa - Diserang pasien
keperawatan - Dimaki/ serangan
verbal dari pasien

Universitas Sumatera Utara


- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................
4. Melaksanakan
tindakan keperawatan :
a. Oksigenasi - Terluka saat pasien
memberontak
- Terpeleset jika berlari
untuk mengambil
oksigen
- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................

b. Memasang dan - Tertusuk jarum infus


melepas cairan bekas pasien
infus
- Tertimpa tiang
penyangga infus
- Diserang pasien saat
memasangkan jarum
infus
- Mata terkena cipratan
darah pasien
- Lainnya
.......................................
.......................................

c. Mobilisasi dan - Sakit pinggang/terkilir


perubahan posisi saat membantu pasien
pasien berubah posisi
- Dimaki pasien
- Tangan
terjepit/tertimpa
- Lainnya
.......................................
d. Menolong pasien - Terpeleset
BAK/BAB di tempat - Sakit punggung akibat
tidur membungkuk terlalu
lama

Universitas Sumatera Utara


- Lainnya
.......................................
......................................
......................................

e. Memandikan pasien - Terpeleset


- Tertimpa baskom air
- Mata iritasi terkena
sabun
- Tersiram air panas
- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................

f. Mengukur tekanan - Diserang pasien


darah - Lainnya
.......................................
.......................................
......................................

g. Memberi makanan - Terjatuh dan tertimpa


dan obat nampan berisi
piring/obat
- Terluka karena
pecahan piring/gelas
- Tertusuk jarum suntik
bekas
- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................

- Tertular virus penyakit


h. Melakukan dari darah/cairan
perawatan luka tubuh pasien
- Diserang pasien
- Terluka karena
peralatan pengobatan
- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................
i. Melakukan - Tertusuk jarum suntik
pengambilan sampel bekas

Universitas Sumatera Utara


darah - Diserang pasien
- Lainnya
.......................................
.......................................
......................................
5. Pelayanan Rawat Inap - Terluka karena
Detoksifikasi serangan pasien yang
sedang sakau
- Terjatuh saat mengejar
pasien yang berusaha
melarikan diri
- Terluka karena
peralatan pengobatan
- Stress saat melakukan
konseling
- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................

6. Pelayanan Rawat Inap - Diserang pasien yang


Rehabilitasi (Upaya mengalami gangguan
Rehabilitasi mental mental
spiritual, keperawatan - Stress selama
bertujuan rekreasi, berkomunikasi
memberikan dengan pasien
pendidikan kesehatan, - Sakit punggung (Low
berkomunikasi Back Pain)
terapeutik, dan - Terjatuh saat mengejar
perawatan secara fisik) pasien
- Tertusuk jarum suntik
bekas
- Terluka karena alat-
alat pengobatan
- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................
7. Pelayanan Rawat Inap - Tertular penyakit dari
Komplikasi & High pasien melalui
Care Unit darah/cairan tubuh
lainnya
- Terluka karena

Universitas Sumatera Utara


peralatan medis
- Lainnya
.......................................
.......................................
.......................................
8. Kewaspadaan standar - Tertular virus penyakit
(kegiatan memutus dari udara, maupun
rantai infeksi) cairan tubuh pasien
- Terluka karena
peralatan medis
- Lainnya
.......................................
.......................................
9. Proses administrasi - Sakit punggung (Low
(pasien datang, pulang, back pain)
lari, meninggal dan - Dehidrasi
rujukan) - Terjatuh karena
kelelahan ataupun
berkurangnya
konsentrasi
- Mata menjadi rabun
jauh/dekat terkena
radiasi komputer
-Lainnya
.......................................
......................................
......................................

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5 Hasil Uji Statistik

Frequency Table
Jeniskelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 20 54.1 54.1 54.1
Laki-laki 17 45.9 45.9 100.0
Total 37 100.0 100.0

Ruangan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Derawan 12 32.4 32.4 32.4
Komplikasi 12 32.4 32.4 64.9
Rehabilitasi 13 35.1 35.1 100.0
Total 37 100.0 100.0

umurresponden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <= 35 tahun 21 56.8 56.8 56.8
> 35 tahun 16 43.2 43.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

lamakerjaresp
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <= 12 tahun 19 51.4 51.4 51.4
> 12 tahun 18 48.6 48.6 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Frequencies
Statistics
Diserang Sakit
pasien Terpeleset pinggang
N Valid 37 37 37
Missing 0 0 0

Frequency Table
Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 5 13.5 13.5 13.5
kadang-kadang 6 16.2 16.2 29.7
tidak pernah 26 70.3 70.3 100.0
Total 37 100.0 100.0

Terpeleset
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 6 16.2 16.2 18.9
tidak pernah 30 81.1 81.1 100.0
Total 37 100.0 100.0

Sakit pinggang
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 11 29.7 29.7 32.4
tidak pernah 25 67.6 67.6 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Frequencies

Statistics
Tertular virus penyakit
N Valid 37
Missing 0

Tertular virus penyakit


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 4 10.8 10.8 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

Frequencies

Statistics
Diserang
pasien Dimaki pasien
N Valid 37 37
Missing 0 0

Frequency Table

Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 2 5.4 5.4 5.4
kadang-kadang 3 8.1 8.1 13.5
tidak pernah 32 86.5 86.5 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Dimaki pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat sering 1 2.7 2.7 2.7
sering 5 13.5 13.5 16.2
kadang-kadang 17 45.9 45.9 62.2
tidak pernah 14 37.8 37.8 100.0
Total 37 100.0 100.0

Frequencies

Statistics
Terluka
karena pasien Terpeleset
N Valid 37 37
Missing 0 0

Frequency Table

Terluka karena pasien


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 10 27.0 27.0 29.7
tidak pernah 26 70.3 70.3 100.0
Total 37 100.0 100.0

Terpeleset
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 3 8.1 8.1 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Frequency Table

Tertusuk jarum infus


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 7 18.9 18.9 18.9
tidak pernah 30 81.1 81.1 100.0
Total 37 100.0 100.0

Tertimpa tiang penyangga infus


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 2 5.4 5.4 5.4
kadang-kadang 4 10.8 10.8 16.2
tidak pernah 31 83.8 83.8 100.0
Total 37 100.0 100.0

Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 6 16.2 16.2 16.2
tidak pernah 31 83.8 83.8 100.0
Total 37 100.0 100.0

Mata terkena cipratan darah pasien


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 1 2.7 2.7 2.7
tidak pernah 36 97.3 97.3 100.0
Total 37 100.0 100.0

Sakit pinggang
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 17 45.9 45.9 45.9
tidak pernah 20 54.1 54.1 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Dimaki pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 4 10.8 10.8 10.8
kadang-kadang 13 35.1 35.1 45.9
tidak pernah 20 54.1 54.1 100.0
Total 37 100.0 100.0

Tangan terjepit
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 1 2.7 2.7 2.7
tidak pernah 36 97.3 97.3 100.0
Total 37 100.0 100.0

Terpeleset
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 3 8.1 8.1 8.1
tidak pernah 34 91.9 91.9 100.0
Total 37 100.0 100.0

Sakit pinggang karena membungkuk


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sering 2 5.4 5.4 5.4
kadang-kadang 10 27.0 27.0 32.4
tidak pernah 25 67.6 67.6 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Terpeleset
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 3 8.1 8.1 8.1
kadang-kadang 4 10.8 10.8 18.9
tidak pernah 30 81.1 81.1 100.0
Total 37 100.0 100.0

Tertimpa baskom air


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 4 10.8 10.8 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

Mata iritasi terkena sabun


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 2 5.4 5.4 5.4
kadang-kadang 2 5.4 5.4 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

Tersiram air panas


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak pernah 37 100.0 100.0 100.0

Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 1 2.7 2.7 2.7
tidak pernah 36 97.3 97.3 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Terjatuh dan tertimpa nampan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 3 8.1 8.1 8.1
tidak pernah 34 91.9 91.9 100.0
Total 37 100.0 100.0

Terluka karena pecahan piring


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 1 2.7 2.7 2.7
tidak pernah 36 97.3 97.3 100.0
Total 37 100.0 100.0

Tertusuk jarum suntik bekas


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 7 18.9 18.9 18.9
tidak pernah 30 81.1 81.1 100.0
Total 37 100.0 100.0

Terinfeksi virus penyakit


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 2 5.4 5.4 5.4
tidak pernah 35 94.6 94.6 100.0
Total 37 100.0 100.0

Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 3 8.1 8.1 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Terluka karena peralatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 4 10.8 10.8 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

Tertusuk jarum suntik


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak pernah 37 100.0 100.0 100.0

Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 5 13.5 13.5 13.5
tidak pernah 32 86.5 86.5 100.0
Total 37 100.0 100.0

Frequencies

Statistics
Terluka
karena Terjatuh saat Terluka
serangan mengejar karena
pasien pasien peralatan
N Valid 37 37 37
Missing 0 0 0

Frequency Table

Terluka karena serangan pasien


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 4 10.8 10.8 13.5
tidak pernah 32 86.5 86.5 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Terjatuh saat mengejar pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 2 5.4 5.4 5.4
tidak pernah 35 94.6 94.6 100.0
Total 37 100.0 100.0

Terluka karena peralatan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 3 8.1 8.1 8.1
tidak pernah 34 91.9 91.9 100.0
Total 37 100.0 100.0

Frequency Table

Diserang pasien
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 12 32.4 32.4 32.4
tidak pernah 25 67.6 67.6 100.0
Total 37 100.0 100.0

stress kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sangat sering 1 2.7 2.7 2.7
sering 4 10.8 10.8 13.5
kadang-kadang 8 21.6 21.6 35.1
tidak pernah 24 64.9 64.9 100.0
Total 37 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Sakit punggung
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 6 16.2 16.2 16.2
tidak pernah 31 83.8 83.8 100.0
Total 37 100.0 100.0

Terjatuh
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 2 5.4 5.4 5.4
tidak pernah 35 94.6 94.6 100.0
Total 37 100.0 100.0

Tertusuk jarum suntik bekas


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak pernah 37 100.0 100.0 100.0

Frequencies

Terluka karena pengobatan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.7 2.7
kadang-kadang 3 8.1 8.1 10.8
tidak pernah 33 89.2 89.2 100.0
Total 37 100.0 100.0

Statistics
Terluka
karena Sakit
peralatan punggung Tertusuk
medis belakang jarum suntik
N Valid 35 35 35
Missing 2 2 2

Universitas Sumatera Utara


Frequency Table

Terluka karena peralatan medis


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.9 2.9
kadang-kadang 4 10.8 11.4 14.3
tidak pernah 30 81.1 85.7 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Sakit punggung belakang


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 8 21.6 22.9 22.9
tidak pernah 27 73.0 77.1 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Tertusuk jarum suntik


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 2 5.4 5.7 5.7
tidak pernah 33 89.2 94.3 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Frequencies

Statistics
Terluka
karena
Tertular virus peralatan
penyakit medis
N Valid 35 35
Missing 2 2

Universitas Sumatera Utara


Frequency Table

Tertular virus penyakit


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 3 8.1 8.6 8.6
tidak pernah 32 86.5 91.4 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Terluka karena peralatan medis


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadnag-kadang 3 8.1 8.6 8.6
tidak pernah 32 86.5 91.4 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Frequencies

Statistics
Sakit Terjatuh Mata menjadi
punggung karena rabun
belakang Dehidrasi kelelahan jauh/dekat
N Valid 35 35 35 35
Missing 2 2 2 2

Frequency Table

Sakit punggung belakang


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 4 10.8 11.4 11.4
tidak pernah 31 83.8 88.6 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Universitas Sumatera Utara


Dehidrasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.9 2.9
kadang-kadang 12 32.4 34.3 37.1
tidak pernah 22 59.5 62.9 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Terjatuh karena kelelahan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kadang-kadang 2 5.4 5.7 5.7
tidak pernah 33 89.2 94.3 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Mata menjadi rabun jauh/dekat


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid sering 1 2.7 2.9 2.9
kadang-kadang 8 21.6 22.9 25.7
tidak pernah 26 70.3 74.3 100.0
Total 35 94.6 100.0
Missing System 2 5.4
Total 37 100.0

Universitas Sumatera Utara


Lampiran Dokumentasi

Gambar 1. RSKO Jakarta tampak dari depan

Gambar 2. Nurse Station RKSO Jakarta

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Unit Rehabilitasi NAPZA

Gambar 4. Unit Komplikasi

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Unit Derawan

Gambar 6. Unit Rehabilitasi

Universitas Sumatera Utara


Gambar 7. Kegiatan wawancara dengan Responden

Gambar 8. Kegiatan wawancara dengan Responden

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai