Makalah Biologi Dasar
Makalah Biologi Dasar
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Hlm.
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................2
BAB II Pembahasan............................................................................................3
A. Habitat Ekosistem Hutan Mangrove.....................................................4
B. Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove............................................9
C. Faktor Biotik dan Abiotik Ekosistem Hutan Mangrove.......................11
D. Peran dan Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove..................................13
E. Permasalahan dan Upaya Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove......15
BAB III Penutup..................................................................................................20
A. Kesimpulan...........................................................................................20
B. Saran.....................................................................................................22
Daftar Pustaka.....................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada berbagai bentang alam di muka bumi terdapat berbagai macam
formasi hutan berdasarkan tempat tumbuhnya. Di Indonesia, terdapat 7 macam
formasi hutan, yaitu hutan hujan tropika, hutan musim, hutan kerangas, hutan
gambut, hutan rawa, hutan pantai dan hutan mangrove. Menurut Tarigan (2008)
Indonesia dengan perairan yang luas dengan garis pantai lebih dari 80.000 km
mempunyai hutan mangrove sangat luas yaitu 4,2 juta ha. Hutan mangrove
umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh
berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air
(pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang
pesisir pantai.
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun
untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut.
Food and Agricultural Organization (FAO) dalam Kustanti (2011) mengartikan
mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh di lingkungan estuaria pantai yang dapat
ditemui di garis pantai tropika dan subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi
sosial ekonomi dan lingkungan.Ekosistem mangrove memiliki peranan yang
sangat penting bagi lingkungan pesisir, baik dari segi fisik, ekologis, dan
ekonominya. Oleh karena nilai sosial ekonominya, maka ekosistem mangrove
banyak dimanfaatkan dan dikonversi untuk berbagai keperluan (DKP, 2007). Oleh
karena itu, disini penyusun ingin mengulas lebih jauh mengenai ekosistem hutan
mangrove.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Apa habitat dari ekosistem hutan mangrove?
1
2. Apa karakteristik dari ekosistem hutan mangrove?
3. Apa faktor biotik dan abiotik dari ekosistem hutan mangrove?
4. Apa peran dan manfaat dari ekosistem hutan mangrove?
5. Bagaimana permasalahan dan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dalam makalah
ini antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui habitat dari ekosistem hutan mangrove?
2. Mengetahui karakteristik dari ekosistem hutan mangrove?
3. Mengetahui faktor biotik dan abiotik dari ekosistem hutan mangrove?
4. Mengetahui peran dan manfaat dari ekosistem hutan mangrove?
5. Mengetahui permasalahan dan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
terdiri dari Indo-Pasifik dengan jenis yang lebih kecil pada Pasifik Tengah dan
Barat serta bagian Barat sampai Selatan Afrika. Ditambahkan pula, jenis-jenis
yang ada di bagian timur lima kali lebih banyak daripada di bagian barat.
Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai habitat, karakteristik, faktor
biotik dan abiotic, peran dan manfaat, serta permasalahan dan upaya pelestarian
dari ekosistem hutan mangrove.
4
yang terletak pada teluk dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut :
1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan
yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.
2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya
tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan
menentukan komposisi vegetasi ekosistem itu sendiri.
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau
air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan
unsur hara dan lumpur.
4. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidal lebih dari 5°C dan suhu rata-
rata di bulan terdingin lebih dari 20°C.
5. Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas
mencapai 38 ppt.
6. Arus laut tidak terlalu deras dan dipengaruhi pasang surut air laut.
7. Tumbuh di tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan
gempuran ombak yang kuat.
8. Topografi pantai yang datar atau landai.
Terdapat beberapa tipe akar mangrove. Tipe akar mangrobe ini merupakan
daya adaptasi terhadap habitat berupa substrat lumpur dan kondisi
lingkungannya yang selalu tergenang (reaksianaerob). Tumbuhan mangrove
beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan
kuat dan membantu mendapatkan oksigen dari udara.
5
2. Akar Lutut (Knee-Roots)
Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya
tumbuh ke arah permukaan substrat kemudian melengkung menuju ke
substrat lagi. Akar ini merupakan akar horisontal yang berbentuk seperti
lutut, terlipat di atas permukaan tanah, meliuk ke atas dan bawah dengan
ujung yang membulat di atas permukaan tanah. Akar lutut seperti ini
terdapat pada Bruguiera cylindrica, Bruguiera
gymnorrhiza dan Bruguiera parfivlora.
6
4. Akar Papan (Plank-Roots)
Akar papan hampir sama dengan akar tunjang, tetapi akar ini melebar
menjadi bentuk lempeng, mirip struktur silet. Akar ini juga tumbuh secara
horisontal, berbentuk seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang
dan berliku-liku ke arah samping seperti ular. Akar ini terdapat
pada Xylocarpus granatum.
7
6. Akar Banir (Buttress)
Struktur akan seperti papan, memanjang secara radial dari pangkal batang.
Akar banir terdapat pada Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops
decandra dan Heritiera littoralis.
8
B. Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove
Vegetasi yang terdapat dalam ekosistem hutan mangrove didominasi oleh
tumbuhan yang mempunyai akar napas atau pneumatofora (Ewusie, 1990).
Disamping itu, spesies tumbuhan yang hidup dalam ekosistem hutan mangrove
adalah spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap salinitas payau dan harus hidup pada kondisi lingkungan yang demikian
sehingga spesies tumbuhannya disebut tumbuhan halophytes obligat (Vickery,
1984). Pertumbuhan itu pada umumnya merupakan spesies pohon yang dapat
mencapai ketinggian 50 m dan hanya membentuk satu stratum tajuk, sehingga
umumnya dikatakan bahwa pada hutan mangrove tidak ada stratifikasi tajuk
secara lengkap seperti pada tipe-tipe ekosistem hutan lainnya. Tumbuhan yang
ada atau dijumpai pada ekosistem hutan mangrove terdiri atas 12 genus tumbuhan
berbunga antara lain genus Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aigiceras, Aegiatilis, Snaeda,
dan Conocarpus.
Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman spesies
tumbuhan yang tinggi dengan jumlah spesies tercatat sebanyak kurang lebih 202
spesies yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies Liana, 44
spesies epifit, dan 1 spesies sikas (Bengen, 1999). Spesies-spesies pohon utama di
daerah mangrove pada umumnya membentuk tegakkan murni dan merupakan ciri
khas komunitas tumbuhannya. Spesies-spesies pohon utama itu antara lain
Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., dan Bruguiera spp. Spesies-
spesies pohon yang dapat menjadi pionir menuju ke arah laut adalah Avicennia
spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., tetapi bergantung kepada kedalaman
pantai dan ombaknya.
Adapun spesies-spesies tumbuhan mangrove tersebut dapat digolongkan
ke dalam sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar
garam dan fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga
zonasi vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan mangrove masing-masing di
9
sebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat
sebagai berikut.
1. Jalur pedada yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Avicennia spp. dan
Sonneratia spp.
2. Jalur bakau yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Rhizophora spp. dan
kadang-kadang juga dijumpai Bruguiera spp., Ceriops spp., dan
Xylocarpus spp.
3. Jalur tancang yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Bruguiera spp. dan
kadang-kadang juga dijumpai dan kadang-kadang juga dijumpai
Xylocarpus spp., Kandelia spp., dan Aegiceras spp.
4. Jalur transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah yang
umumnya adalah hutan nipah dengan spesies Nypa fruticans.
10
didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora sp. Sedangkan zona terluar dekat
dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Brugiera sp.
11
bintayung (Freagata andrewsi), kowak merah (Nycticorax caledonicus), bangau
tongtong (Leptoptilos javanicus), ibis hitam (Plegadis falcinellus), bangau hitam
(Ciconia episcopus), trulek lidi (Himantopus himantopus), dan masih banyak lagi
(Sutedja & Indrabrata dalam Julaikha & Sumiyati, 2017). Di antara flora dan
fauna tersebut terjadi hubungan dalam dan antarspesies. Interaksi antara faktor
biotik dan abiotik yang ada di hutan mangrove membentuk suatu ekosistem.
Ada hubungan yang erat antara kondisi air dengan vegetasi air dan
vegetasi hutan mangrove. Di beberapa tempat, mangrove menunjukkan tingkat
zonasi yang nyata yang cenderung berubah dari tepi air menuju daratan. Namun,
kadang-kadang juga tergantung pada undulasi/tinggi rendahnya lantai hutan atau
anak sungai di dalam area, skemanya khusus dan menggambarkan keadaan umum
dari daratan pasang surut.
Berdasarkan komposisi flora serta struktur dan penampakan umum hutan,
Sukardjo (1984) dalam Kustanti (2011) membagi komunitas mangrove Indonesia
berdasarkan komposisi flora serta struktur dan penampakan umum hutan sebagai
berikut.
1. Komunitas semak
Dibentuk oleh jenis-jenis pionir dan terdapat di tepi-tepi laut atau delta
baru yang berlumpur lunak. Flora didominasi oleh Avicennia marina, A. Alba, dan
Sonneratia caseolaris. Kadang-kadang komunitas ini bercampur dengan
tumbuhan non mangrove, seperti Phragmites karka, Pandanus spp., dan
Glochidion littorale.
12
3. Komunitas mangrove tua
Tipe ini merupakan tipe yang sudah mencapai puncak perkembangannya
(klimaks), sering didominasi oleh Rhizophora dan Bruguiera yang pohonnya
besar dan tinggi. R. mucronata dan R. apiculata mendominasi habitat lumpur
lunak. Pada keadaan klimaks ini, keseimbangan telah tercapai, tetapi tidak stabil,
dinamis dan perubahan yang terjadi bersifat internal serta perubahan komposisi
jenis terjadi pada rumpang. Komposisi jenis relatif konstan. Pohon-pohon
mangrove penyusun tipe ini dapat mencapai diameter 50 cm.
4. Komunitas nipah
Pada komunitas ini, tumbuhan nipah tumbuh melimpah dan merupakan
jenis utama, bahkan sering pula nipah berkembang menjadi komunitas murni yang
luas. Dalam komunitas ini, terdapat beberapa jenis pohon mangrove yang tumbuh
dan menyebar tidak merata.
13
(Bengen, 1999). Disamping itu, ekosistem hutan mangrove juga sebagai
tempat/habitat berbagai satwa liar, terutama spesies burung/aves dan mamalia
(Hamilton & Snedaker, 1984), sehingga kelestarian hutan mangrove akan
berperan dalam melestarikan berbagai satwa liar tersebut.
Ekosistem hutan mangrove menggambarkan adanya hubungan yang erat
antara sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat
(Sukardjo,1996). Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara
darat dan laut yang dikenal memiliki peran dan fungsi sangat besar. Mangrove
merupakan salah satu tumbuhan yang sangat baik untuk menjaga
keseimbangan ekosistem pantai. Tumbuhan mangrove berperan sebagai
buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan
memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan
kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove mempunyai
toleransi besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan
bersalinitas tinggi di mana tanaman biasa tidak dapat tumbuh. Tumbuhan
mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang sangat baik untuk menjaga
keseimbangan ekosistem pantai (Nybakken, 1993).
Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan,
kepiting dan kerang-kerangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Dilihat dari
aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai pelindung kawasan
pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta berperan juga sebagai
benteng dari pengaruh banjir dari daratan. Tipe perakaran beberapa jenis
tumbuhan mangrove (pneumatophore) tersebut juga mampu mengendapkan
lumpur, sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan mangrove.
Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu berperan sebagai
perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang berarti pula dapat
melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari bahaya
pelumpuran. Secara ekologis mangrove memiliki fungsi yang sangat penting
dalam memainkan peranan sebagai mata rantai makanan di suatu perairan, yang
dapat menumpang kehidupan berbagai jenis ikan, udang dan moluska. Perlu
diketahui bahwa hutan mangrove tidak hanya melengkapi pangan bagi biota
14
aquatik saja, akan tetapi juga dapat menciptakan suasana iklim yang kondusif bagi
kehidupan biota aquatik, serta memiliki kontribusi terhadap keseimbangan siklus
biologi di suatu perairan. Kekhasan tipe perakaran beberapa jenis tumbuhan
mangrove seperti Rhizophora sp., Avicennia sp. dan Sonneratia sp. dan kondisi
lantai hutan, kubangan serta alur-alur yang saling berhubungan merupakan
perlidungan bagi larva berbagai biota laut. Kondisi seperti ini juga sangat penting
dalam menyediakan tempat untuk bertelur, pemijahan dan pembesarkan serta
tempat mencari makan berbagai macam ikan dan udang kecil, karena suplai
makanannya tersedia dan terlindung dari ikan pemangsa. Berbagai peran dan
fungsi hutan mangrove bagi manusia dan lingkungan sekitarnya telah
diketahui secara umum. Mangrove memegang peranan penting untuk
kehidupan laut. Secara ekologis, hutan mangrove dapat menjamin
terpeliharanya lingkungan fisik, seperti penahan ombak, angin dan intrusi air laut,
serta merupakan tempat perkembangbiakan bagi berbagai jenis kehidupan laut
seperti ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan jenis lainnya.
Disamping itu, hutan mangrove juga merupakan tempat habitat kehidupan
satwa liar seperti monyet, ular, berang-berang, biawak, dan burung.Adapun
arti penting hutan mangrove dari aspek sosial ekonomis dapat dibuktikan
dengan kegiatan masyarakat memanfaatkan hutan mangrove untuk mencari kayu
dan juga tempat wisata alam. Selain itu juga sebagai kehidupan dan
sumber rezeki masyarakat nelayan dan petani di tepi pantai yang sangat
tergantung kepada sumber daya alam dari hutan mangrove.
15
yang memberi asupan pada biota laut lainnya. Perputaran bahan bahan
organik seperti karbon, nitrogen, sulfur tidak berjalan dengan sempurna.
Hilangnya vegetasi hutan ini menyebabkan beberapa spesies ikan (seperti
ikan pesut), kerang dan udang terganggu daur hidupnya, tidak mendapatkan
tempat untuk berkembang biak. Tidak hanya biota laut, Bekantan (Nasalis
larvatus) yang biasanya hidup di pohon bakau atau pepohonan lain
di kawasan mangrove juga terancam punah, karena terancam
habitatnya. Spesies lain yang juga terancam antara lain harimau sumatera
(Panthera tigris), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus
nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus).Tidak adanya barisan
mangrove, sama dengan tidak adanya ‘penjaga pantai’. Mangrove seakan
menjadi penjaga daratan dari bahaya-bahaya yang datang dari lautan. Luasan
abrasi (terkikisnya daratn oleh air laut) semakin tinggi, dan potensi kerusakan
jika terjadi tsunami juga semakin tinggi. Berdasarkan penelitian CIFOR dan
USDA yang ada di blog Mongabay, kerusakan pada hutan mangrove
memiliki dampak empat kali lebih besar daripada kerusaan pada hutan tropis
(pada luasan yang sama). Banyak bencana dan kerugian yang terjadi akibat
rusak/hilangnya hutan bakau, seperti: abrasi pantai, intrusi air laut,
banjir, hancurnya pemukiman penduduk diterpa badai laut, hilangnya sumber
perikanan alami, hilangnya kemampuan dalam meredam emisi gas rumah
kaca. Kondisi tersebut, umumnya disebabkan oleh:
a) Pengambilan/penebangan hutan bakau secara berlebihan
b) Pengalihfungsian hutan mangrove menjadi areal tambak, pemukiman
ataupun pertanian dengan tidak memperhatikan asas konservasi
dan berkesinambungan .
c) Membiarkan wilayah pesisir tandus dan gersang tanpa adanya upaya
penghijauan (misal dengan tanaman bakau).
Penyebab dan dampak rusaknya mangrovememegang peranan dan fungsi
yang penting di dalam ekosistem, namun nyatanya banyak
permasalahan yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove sehingga
mengakibatkan rusaknya hutan mangrove tersebut, untuk mengetahui
16
penyebab serta dampak dari rusaknya ekosistem hutan mangrove maka
saya akan memaparkannya pada artikel kali ini. Hal-hal utama yang
menjadi permasalahan dan penyebab rusaknya hutan mangrove antara lain:
a) Kegiatan Tebang Habis. Kegiatan ini secara langsung ataupun
tidak langsung berdampak pada perubahan komposisi tumbuhan;
pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai
ekonominya rendah dan hutan mangrove yang ditebang ini tidak lagi
berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah
pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan
udang stadium muda yang penting secara ekonomi.
b) Pengalihan aliran air tawar (misalnya pada pembangunan irigasi).
Peningkatan salinitas hutan (rawa) mangrove menyebabkan dominasi
dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi
lebih asin; ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil mungkin
tak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih
sensitive terhadap perubahan lingkungan, selain itu peningkatan
salinitas juga akan mengakibatkan menurunnya tingkat kesuburan hutan
mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar
berkurang.
c) Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan. Adanya konversi lahan
akan mengakibatkan beberapa dampak, yaitu:
a) Terancamnya regenerasi stok-stok ikan dan udang di
perairan lepas pantai yang memerlukan hutan (rawa)
mangrove sebagai nursery ground larvadan/atau stadium muda
ikan dan udang.
b) Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum
hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan
mangrove.
c) Pendangkalan peraian pantai karena pengendapan sedimen
yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap di
hutan mangrove.
17
d) Intrusi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahankan
keberadaannya atau melalui saluran-saluran buatan manusia
yang bermuara di laut.
e) Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove
Konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah RI telah
menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah
kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan
mangrove adalah kawasanpesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove
yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan.
Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang
tertinggi kea rah daratan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain:
1. Penanaman kembali mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat.
Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan
pemeliharaan serta pemanfaatanhutan mangrove berbasis konservasi.
Modelini memberikan keuntungan kepada masyarakatantaralain
terbukanya peluang kerja sehingga terjadi peningkatan pendapatan
masyarakat.
2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi,
dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi Kota ekologi sekaligus
dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam
atau bentuk lainnya.
3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan
memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi
6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove
8. Penegakan hukum Perbaikkan ekosistem wilayahpesisir secara terpadu dan
berbasis masyarakat.
18
Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat
penting dilibatkan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-
konsep lokal(kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya
perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.
Upaya melestarikan hutan mangrove sangat penting dengan melibatkan
rakyat, pemerintah, individu itu sendiri, serta korporasi lainnya. Agar
tanaman mangrove tidak rusak, cara mencegahnya yaitu mengikut sertakan
masyarakat dan memberikan bimbingan dan bekal ilmu kepada mereka,
mensinergikan antara tanaman mangrove dengan tambak, menjadikan
mangrove sebagai sumber kehidupan masyarakat, serta bagaimana
masyarakat itu sendiri dapat menanamkan rasa peduli, rasa memiliki
terhadap pentingnya tanaman magrove sehingga kelestariannya dapat
diperjuangkan.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekosistem hutan mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah
pantai dan selalu atau secara teratur digenangi air laut atau dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, daerah pantai dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir,
atau lumpur berpasir.
Menurut Warsono (2000) ekosistem mangrove hanya dapat ditemukan di
daerah tropis dan subtropis serta dapat berkembang dengan baik pada
lingkungan seperti pantai yang dangkal, muara sungai dan pulau yang terletak
pada teluk dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut :
1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan
yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.
2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun
hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan
menentukan komposisi vegetasi ekosistem itu sendiri.
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau
air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah
pasokan unsur hara dan lumpur.
4. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidal lebih dari 5°C dan suhu rata-
rata di bulan terdingin lebih dari 20°C.
20
5. Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas
mencapai 38 ppt.
6. Arus laut tidak terlalu deras dan dipengaruhi pasang surut air laut.
7. Tumbuh di tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan
gempuran ombak yang kuat.
8. Topografi pantai yang datar atau landai.
21
water), Perlindungan (protection), Air garam (salt water), Tepi laut yang
dangkal (shallow shores).
Faktor biotik yang mempengaruhi terbentuknya hutan mangrove adalah
adanya flora dan fauna yang hidup di hutan tersebut. Adapun
keanekaragaman flora di hutan mangrove ini berbagai macam, diantaranya
yaitu tanaman mangrove atau bakau, ketapang, nyamplung, akasia, nipah,
pohon asem, dan lamtoro. Sedangkan keanekaragaman fauna di hutan
mangrove juga cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok,
yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok
terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et
al., 996).
Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat kompleks, antara
lain sebagai peredam gelombang laut dan angin badai, pelindung pantai dari
proses abrasi dan erosi, penahan lumpur dan penjerat sedimen, penghasil
detritus, sebagai tempat berlindung dan mencari makan, serta tempat berpijah
berbagai spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil
kayu (Bengen, 1999). Disamping itu, ekosistem hutan mangrove juga sebagai
tempat/habitat berbagai satwa liar, terutama spesies burung/aves dan mamalia
(Hamilton & Snedaker, 1984), sehingga kelestarian hutan mangrove akan
berperan dalam melestarikan berbagai satwa liar tersebut.
Hal-hal utama yang menjadi permasalahan dan penyebab
rusaknya hutan mangrove yaitu kegiatan tebang habis, pengalihan aliran
air tawar (misalnya pada pembangunan irigasi), konversi menjadi
lahan pertanian, perikanan,
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan
melestarikan hutan mangrove antara lain yaitu penanaman kembali
mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat, pengaturan kembali tata
ruang wilayah pesisir, pemukiman, peningkatan motivasi dan kesadaran
masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara
bertanggungjawab, ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek
konservasi, meningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang
22
konservasi, peningkatan pendapatan masyarakat pesisir, program komunikasi
konservasi hutan mangrove, penegakan hokum, perbaikkan ekosistem
wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, pembaca diharapkan lebih mengetahui dan
memahami habitat, karakteristik, faktor biotik dan abiotik, peran dan
manfaat, permasalahan dan upaya pelestarian dari ekosistem hutan mangrove.
Saran kami kepada pembaca agar lebih banyak mencari sumber-sumber
bacaan lainnya agar mampu membandingkan makalah ini dengan referensi
lainnya. Kami banyak berharap para pembaca mau memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah pada kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat serta menambah wawasan bagi kita semua.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alamat jurnal E : Al Idrus, A., Ilhamdi, M. L., Hadiprayitno, G., & Mertha, G.
(2018). Sosialisasi Peran dan Fungsi Mangrove Pada Masyarakat di
Kawasan Gili Sulat Lombok Timur. Jurnal Pengabdian Magister
Pendidikan IPA, 1(1).
Bengen, D. G. 1999. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian Bogor.
DKP [Departemen Kelautan dan Perikanan]. 2007. Pedoman Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau Pulau Kecil, Direktorat Bina Pesisir.
Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Yogyakarta: Kanisus.
Gunarto, 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati
Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23(1).
Irwanto, 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Yogyakarta.
IUCN [International Union for Conservationof Nature and Natural Resources] and
Mangrove Action Project-Indonesia. 2007. Kebijakan Untuk Mangrove-
Mengkaji Kasus dan Merumuskan Kebijakan. IUCN Publications Services.
Cambridge, United Kingdom
Julaikha, S., & Sumiyati, L. (2017). Nilai ekologis ekosistem hutan
mangrove. Jurnal Biologi Tropis, 17(1).
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: IPB Press.
Kustanti, A. 2011. Manajemen hutan mangrove. PT Penerbit IPB Press.
Nirarita, C.E., P. Wibowo dan D. Padmawinata (eds). 1996. Ekosistem Lahan
Basah Indonesia. Kerjasama antara Wetland International - Indonesia
Programme, Ditjen PHPA, Canada Fund, Pusat Pengembangan Penataran
Guru Ilmu Pengetahuan Alam dan British Petrolium. Jakarta.
Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology: An Ecological Approach.
Terjemahan Dr. M. Eidman. Gramedia Jakarta.
Sukardjo, S. 1996. Gambaran umum ekologi mangrove di Indonesia Lokakarya
Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat
24
Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi lahan, Departemen Kehutanan,
Jakarta: 26 hal.
Tarigan MS. 2008. Sebaran dan Luas Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk
Pising Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Makara Sains
12 (2): 108-112.
Vickery, A. 1984. Ekologi Hutan Indonesia. Jogjakarta: UGM Press.
25