Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH BIOLOGI DASAR

“EKOSISTEM HUTAN MANGROVE”


Dosen Pengampu : Elga Araina, S.Si, M.Pd

Oleh Kelompok 12:

1. FUTRIDESY ANGRAINI (193010206020)


2. FITA AFRI NENGSIH (193020206028)
3. PATRIZIA VANAYA CITARA (193020206030)
4. GRACIA JUANA SETIAWAN (193020206035)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
tugas makalah mata kuliah Biologi Dasar yang berjudul “Ekosistem Mangrove”.
Terimakasih penyusun ucapkan kepada Ibu Elga Araina, S.Si, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Biologi Dasar yang telah meluangkan waktu dan
tenaganya dalam membimbing mahasiswanya pada mata kuliah tersebut.
Susunan makalah ini sudah dibuat dengan sebaik-baiknya. Semoga
makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca dan
penyusun khususnya. Kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua
pihak akan sangat kami harapkan guna perbaikan di masa mendatang. Akhir kata
penyusun ucapkan terimakasih.

Palangka Raya, 1 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Hlm.
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan.............................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................2
BAB II Pembahasan............................................................................................3
A. Habitat Ekosistem Hutan Mangrove.....................................................4
B. Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove............................................9
C. Faktor Biotik dan Abiotik Ekosistem Hutan Mangrove.......................11
D. Peran dan Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove..................................13
E. Permasalahan dan Upaya Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove......15
BAB III Penutup..................................................................................................20
A. Kesimpulan...........................................................................................20
B. Saran.....................................................................................................22
Daftar Pustaka.....................................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada berbagai bentang alam di muka bumi terdapat berbagai macam
formasi hutan berdasarkan tempat tumbuhnya. Di Indonesia, terdapat 7 macam
formasi hutan, yaitu hutan hujan tropika, hutan musim, hutan kerangas, hutan
gambut, hutan rawa, hutan pantai dan hutan mangrove. Menurut Tarigan (2008)
Indonesia dengan perairan yang luas dengan garis pantai lebih dari 80.000 km
mempunyai hutan mangrove sangat luas yaitu 4,2 juta ha. Hutan mangrove
umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh
berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air
(pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang
pesisir pantai.
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun
untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut.
Food and Agricultural Organization (FAO) dalam Kustanti (2011) mengartikan
mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh di lingkungan estuaria pantai yang dapat
ditemui di garis pantai tropika dan subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi
sosial ekonomi dan lingkungan.Ekosistem mangrove memiliki peranan yang
sangat penting bagi lingkungan pesisir, baik dari segi fisik, ekologis, dan
ekonominya. Oleh karena nilai sosial ekonominya, maka ekosistem mangrove
banyak dimanfaatkan dan dikonversi untuk berbagai keperluan (DKP, 2007). Oleh
karena itu, disini penyusun ingin mengulas lebih jauh mengenai ekosistem hutan
mangrove.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Apa habitat dari ekosistem hutan mangrove?

1
2. Apa karakteristik dari ekosistem hutan mangrove?
3. Apa faktor biotik dan abiotik dari ekosistem hutan mangrove?
4. Apa peran dan manfaat dari ekosistem hutan mangrove?
5. Bagaimana permasalahan dan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dalam makalah
ini antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui habitat dari ekosistem hutan mangrove?
2. Mengetahui karakteristik dari ekosistem hutan mangrove?
3. Mengetahui faktor biotik dan abiotik dari ekosistem hutan mangrove?
4. Mengetahui peran dan manfaat dari ekosistem hutan mangrove?
5. Mengetahui permasalahan dan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove?

2
BAB II
PEMBAHASAN

Ekosistem hutan mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah


pantai dan selalu atau secara teratur digenangi air laut atau dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, daerah pantai dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau
lumpur berpasir. Ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang khas untuk
daerah tropis, terdapat di daerah pantai yang berlumpur dan airnya tenang
(gelombang laut tidak besar). Ekosistem hutan mangrove ini disebut juga
ekosistem hutan payau karena terdapat di daerah payau (estuarin), yaitu daerah
perairan dengan kadar garam/salinitas 0,5% dan 30%, serta disebut juga ekosistem
hutan pasang surut karena terdapat di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut
air laut.
Ekosistem hutan mangrove termasuk tipe ekosistem hutan yang tidak
terpengaruh oleh iklim, tetapi faktor lingkungan yang sangat dominan dalam
pembentukan ekosistem itu adalah faktor edafis. Salah satu faktor lingkungan
lainnya yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove adalah salinitas
atau kadar garam (kusmana, 1997).
Penyebaran umum hutan mangrove berkaitan erat dengan penyebaran
hutan tropis, tetapi bisa juga menyebar lebih jauh ke arah utara dan selatan
ekuator, bahkan terdapat juga di luar daerah tropikal. Semakin jauh dari ekuator,
hutan mangrove semakin sempit penyebarannya dan semakin kecil tegakkan
penyusun mangrove. Negara-negara yang terletak di daerah tropikal cenderung
memiliki proporsi mangrove yang lebih besar dibandingkan negara-negara yang
lebih jauh dari khatulistiwa.
Mitsch & Gosselink (1993), Chapman (1997), dan Aksornkoae (1993)
dalam Kustanti (2011) menjelaskan model penyebaran mangrove di dunia. Dari
hasil studi yang telah mereka lakukan dapat disimpulkan bahwa penyebaran
komunitas mangrove dibedakan menjadi dua kelompok: barat dan timur.
Kelompok barat terdiri dari pantai Afrika dan pantai Atlantik Amerika, laut
Karibia, teluk Meksiko, dan pantai Barat Amerika. Sedangkan kelompok timur

3
terdiri dari Indo-Pasifik dengan jenis yang lebih kecil pada Pasifik Tengah dan
Barat serta bagian Barat sampai Selatan Afrika. Ditambahkan pula, jenis-jenis
yang ada di bagian timur lima kali lebih banyak daripada di bagian barat.
Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai habitat, karakteristik, faktor
biotik dan abiotic, peran dan manfaat, serta permasalahan dan upaya pelestarian
dari ekosistem hutan mangrove.

A. Habitat Ekosistem Hutan Mangrove


Ekosistem mangrove hanya dapat ditemui di daerah tropik dan subtropik.
Mangrove, yang merupakan khas daerah tropis, hidupnya hanya mampu
berkembang baik di temperatur 190 C sampai 400 C dengan toleransi fluktuasi
tidak lebih dari 100 C. Berbagai jenis mangrove tumbuh di bibir pantai dan
menjorok ke zona berair laut. Pola hidup mangrove ini merupakan suatu
fenomena yang khas, dikarenakan tidak ada tanaman selain mangrove yang
mampu bertahan hidup di zona peralihan darat dan laut layaknya pola hidup
mangrove (Irwanto, 2006).
Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuaria, yang
merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan
lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Oleh karena itu,
wilayah di sekitar tumbuhnya ekosistem mangrove merupakan wilayah yang
subur (Gunarto, 2004).
Menurut FAO, Hutan Mangrove adalah Komunitas tumbuhan yang
tumbuh di daerah pasang surut. Kondisi habitat tanah berlumpur, berpasir, atau
lumpur berpasir.
Hutan Mangrove biasanya terletak di pesisir pantai teluk yang terlindung,
pulau di lepas pantai, Laguna,Muara Sungai, Delta, dan rawa.
Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah
berlumpur, terutama di daerah endapan lumpur yang terakumulasi (Chapman,
1977 dalam Rusila et al., 1999). Menurut Warsono (2000) ekosistem mangrove
hanya dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis serta dapat berkembang
dengan baik pada lingkungan seperti pantai yang dangkal, muara sungai dan pulau

4
yang terletak pada teluk dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut :
1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan
yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.
2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya
tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan
menentukan komposisi vegetasi ekosistem itu sendiri.
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau
air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan
unsur hara dan lumpur.
4. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidal lebih dari 5°C dan suhu rata-
rata di bulan terdingin lebih dari 20°C.
5. Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas
mencapai 38 ppt.
6. Arus laut tidak terlalu deras dan dipengaruhi pasang surut air laut.
7. Tumbuh di tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan
gempuran ombak yang kuat.
8. Topografi pantai yang datar atau landai.

Terdapat beberapa tipe akar mangrove. Tipe akar mangrobe ini merupakan
daya adaptasi terhadap habitat berupa substrat lumpur dan kondisi
lingkungannya yang selalu tergenang (reaksianaerob). Tumbuhan mangrove
beradaptasi dengan membentuk akar-akar khusus untuk dapat tumbuh dengan
kuat dan membantu mendapatkan oksigen dari udara.

1. Akar Pasak/Akar Napas (Pneumatopheres)


Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan
memanjang ke luar ke arah udara seperti pasak. Akar ini merupakan akar
udara yang berbentuk seperti pensil atau kerucut yang menonjol ke atas,
terbentuk dari perluasan akar yang tumbuh secara horisontal. Akar napas
ini terdapat pada Avicennia alba, Xylocarpus moluccensisdan Sonneratia
alba.

5
2. Akar Lutut (Knee-Roots)
Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya
tumbuh ke arah permukaan substrat kemudian melengkung menuju ke
substrat lagi. Akar ini merupakan akar horisontal yang berbentuk seperti
lutut, terlipat di atas permukaan tanah, meliuk ke atas dan bawah dengan
ujung yang membulat di atas permukaan tanah. Akar lutut seperti ini
terdapat pada Bruguiera cylindrica, Bruguiera
gymnorrhiza dan Bruguiera parfivlora.

3. Akar Tunjang (Stilt-Roots)


Akar tunjang merupakan akar (cabang-cabang akar) yang keluar dari batang
dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini merupakan akar udara yang tumbuh
di atas permukaan tanah, mencuat dari batang pohon dan dahan paling
bawah serta memanjang ke luar dan menuju ke permukaan tanah. Akar ini
terdapat pada Rhizophora apiculata, Rhizophora
mucronata dan  Rhizophora stylosa.

6
4. Akar Papan (Plank-Roots)
Akar papan hampir sama dengan akar tunjang, tetapi akar ini melebar
menjadi bentuk lempeng, mirip struktur silet. Akar ini juga tumbuh secara
horisontal, berbentuk seperti pita di atas permukaan tanah, bergelombang
dan berliku-liku ke arah samping seperti ular. Akar ini terdapat
pada Xylocarpus granatum.

5. Akar Gantung (Aerial-Roots)


Akar gantung adalah akar napas yang tidak bercabang yang muncul dari
batang atau cabang bagian bawah, tetapi biasanya tidak mencapai substrat.
Akar gantung terdapat pada Rhizophora, Avicennia dan Acanthus.

7
6. Akar Banir (Buttress)
Struktur akan seperti papan, memanjang secara radial dari pangkal batang.
Akar banir terdapat pada Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops
decandra dan Heritiera littoralis.

7. Tanpa Akar Udara


Akar biasa, tidak berbentuk seperti akar udara, contohnya pada mangrove
jenis Aegiceras corniculatum, Lumnitzera racemosa dan Xylocarpus
rumphii.

8
B. Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove
Vegetasi yang terdapat dalam ekosistem hutan mangrove didominasi oleh
tumbuhan yang mempunyai akar napas atau pneumatofora (Ewusie, 1990).
Disamping itu, spesies tumbuhan yang hidup dalam ekosistem hutan mangrove
adalah spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap salinitas payau dan harus hidup pada kondisi lingkungan yang demikian
sehingga spesies tumbuhannya disebut tumbuhan halophytes obligat (Vickery,
1984). Pertumbuhan itu pada umumnya merupakan spesies pohon yang dapat
mencapai ketinggian 50 m dan hanya membentuk satu stratum tajuk, sehingga
umumnya dikatakan bahwa pada hutan mangrove tidak ada stratifikasi tajuk
secara lengkap seperti pada tipe-tipe ekosistem hutan lainnya. Tumbuhan yang
ada atau dijumpai pada ekosistem hutan mangrove terdiri atas 12 genus tumbuhan
berbunga antara lain genus Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aigiceras, Aegiatilis, Snaeda,
dan Conocarpus.
Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman spesies
tumbuhan yang tinggi dengan jumlah spesies tercatat sebanyak kurang lebih 202
spesies yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies Liana, 44
spesies epifit, dan 1 spesies sikas (Bengen, 1999). Spesies-spesies pohon utama di
daerah mangrove pada umumnya membentuk tegakkan murni dan merupakan ciri
khas komunitas tumbuhannya. Spesies-spesies pohon utama itu antara lain
Avicennia spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., dan Bruguiera spp. Spesies-
spesies pohon yang dapat menjadi pionir menuju ke arah laut adalah Avicennia
spp., Sonneratia spp., Rhizophora spp., tetapi bergantung kepada kedalaman
pantai dan ombaknya.
Adapun spesies-spesies tumbuhan mangrove tersebut dapat digolongkan
ke dalam sejumlah jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar
garam dan fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga
zonasi vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan mangrove masing-masing di

9
sebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat
sebagai berikut.
1. Jalur pedada yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Avicennia spp. dan
Sonneratia spp.
2. Jalur bakau yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Rhizophora spp. dan
kadang-kadang juga dijumpai Bruguiera spp., Ceriops spp., dan
Xylocarpus spp.
3. Jalur tancang yang terbentuk oleh spesies tumbuhan Bruguiera spp. dan
kadang-kadang juga dijumpai dan kadang-kadang juga dijumpai
Xylocarpus spp., Kandelia spp., dan Aegiceras spp.
4. Jalur transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah yang
umumnya adalah hutan nipah dengan spesies Nypa fruticans.

Secara umum hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut :


1. Tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air laut
(tergenang air laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada saat
surut).
2. Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan
substrat anaerob berupa lempung (firm clay soil), gambut (peat), berpasir
(sandy soil) dan tanah koral.
3. Struktur tajuk tegakan hanya memiliki satu lapisan tajuk (berstratum
tunggal). Komposisi jenis dapat homogen (hanya satu jenis) atau
heterogen (lebih dari satu jenis). Jenis-jenis kayu yang terdapat pada areal
yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat dengan lainnya,
tergantung pada kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang surut air
laut dan tingkat salinitas.
4. Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan
langsung dengan laut pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Avicennia
sp. dan Sonneratia sp. (tumbuh pada lumpur yang dalam, kaya bahan
organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada umumnya

10
didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora sp. Sedangkan zona terluar dekat
dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Brugiera sp.

C. Faktor Biotik dan Abiotik Ekosistem Hutan Mangrove


Ekosistem mangrove yang terbentuk tergantung pada kondisi yang
mendukung, yaitu faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi flora dan fauna
serta hubungan yang terjadi di dalamnya, sedangkan faktor abiotik sebagai syarat
utama terbentuknya hutan mangrove adalah (Chapman dalam Kustanti (2011)):
1. Suhu air (air temperature)
2. Substrat lumpur (mud substrate)
3. Daerah payau (tidal range)
4. Arus air laut (salt water)
5. Perlindungan (protection)
6. Air garam (salt water)

a. Tepi laut yang dangkal (shallow shores)


Faktor abiotik utama yang mempengaruhi hutan mangrove adalah iklim
(temperatur, angin dan badai, curah hujan, dan zona-zona kehidupan) dan edafis
(geomorfologi mangrove, salinitas, dan faktor-faktor edafis lain), yang
digambarkan lebih lanjut dengan deskripsi yang lebih rinci dari elemen-elemen
biotik utama yang menyusun ekosistem, yaitu flora dan fauna mangrove,
hubungan antar mereka, serta implikasi pengelolaannya.
Faktor biotik yang mempengaruhi terbentuknya hutan mangrove adalah
adanya flora dan fauna yang hidup di hutan tersebut. Adapun keanekaragaman
flora di hutan mangrove ini berbagai macam, diantaranya yaitu tanaman mangrove
atau bakau, ketapang, nyamplung, akasia, nipah, pohon asem, dan lamtoro.
Sedangkan keanekaragaman fauna di hutan mangrove juga cukup tinggi, secara
garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang,
kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia,
mamalia, dan burung (Nirarita et al., 996). Hutan mangrove juga sebagai habitat
beberapa jenis burung yang dilindungi seperti pecuk ular (Anhinga melanogaster),

11
bintayung (Freagata andrewsi), kowak merah (Nycticorax caledonicus), bangau
tongtong (Leptoptilos javanicus), ibis hitam (Plegadis falcinellus), bangau hitam
(Ciconia episcopus), trulek lidi (Himantopus himantopus), dan masih banyak lagi
(Sutedja & Indrabrata dalam Julaikha & Sumiyati, 2017). Di antara flora dan
fauna tersebut terjadi hubungan dalam dan antarspesies. Interaksi antara faktor
biotik dan abiotik yang ada di hutan mangrove membentuk suatu ekosistem.
Ada hubungan yang erat antara kondisi air dengan vegetasi air dan
vegetasi hutan mangrove. Di beberapa tempat, mangrove menunjukkan tingkat
zonasi yang nyata yang cenderung berubah dari tepi air menuju daratan. Namun,
kadang-kadang juga tergantung pada undulasi/tinggi rendahnya lantai hutan atau
anak sungai di dalam area, skemanya khusus dan menggambarkan keadaan umum
dari daratan pasang surut.
Berdasarkan komposisi flora serta struktur dan penampakan umum hutan,
Sukardjo (1984) dalam Kustanti (2011) membagi komunitas mangrove Indonesia
berdasarkan komposisi flora serta struktur dan penampakan umum hutan sebagai
berikut.
1. Komunitas semak
Dibentuk oleh jenis-jenis pionir dan terdapat di tepi-tepi laut atau delta
baru yang berlumpur lunak. Flora didominasi oleh Avicennia marina, A. Alba, dan
Sonneratia caseolaris. Kadang-kadang komunitas ini bercampur dengan
tumbuhan non mangrove, seperti Phragmites karka, Pandanus spp., dan
Glochidion littorale.

2. Komunitas bakau muda


Komunitas ini mempunyai satu lapis tajuk hutan yang seragam tingginya
dan tersusun terutama dari jenis Rhizophora spp. Pada tempat yang terlindung dari
hempasan, Rhizophora spp. berperan juga sebagai pionir. Jenis-jenis lain akan
berkembang pula, seperti kolonisasi jenis Avicennia dan Sonneratia pada habitat
yang tidak baik untuk pertumbuhan Rhizophora. Salah satu jenis tersebut adalah
Avicennia alba yang mampu bertahan terus dan dapat tumbuh sampai melampaui
tinggi tajuk Rhizophora.

12
3. Komunitas mangrove tua
Tipe ini merupakan tipe yang sudah mencapai puncak perkembangannya
(klimaks), sering didominasi oleh Rhizophora dan Bruguiera yang pohonnya
besar dan tinggi. R. mucronata dan R. apiculata mendominasi habitat lumpur
lunak. Pada keadaan klimaks ini, keseimbangan telah tercapai, tetapi tidak stabil,
dinamis dan perubahan yang terjadi bersifat internal serta perubahan komposisi
jenis terjadi pada rumpang. Komposisi jenis relatif konstan. Pohon-pohon
mangrove penyusun tipe ini dapat mencapai diameter 50 cm.

4. Komunitas nipah
Pada komunitas ini, tumbuhan nipah tumbuh melimpah dan merupakan
jenis utama, bahkan sering pula nipah berkembang menjadi komunitas murni yang
luas. Dalam komunitas ini, terdapat beberapa jenis pohon mangrove yang tumbuh
dan menyebar tidak merata.

D. Peran dan Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove


Mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang
penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis penting sebagai
penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi
bermacam biota, penahan abrasi, penahan angin, tsunami, penyerap limbah,
pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai
fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat
obatan, dan lainlain. Mengingat nilai ekonomis pantai dan hutan mangrove yang
tidak sedikit, maka kawasan ini menjadi sasaran berbagai aktivitas yang bersifat
eksploitatif (IUCN 2007).
Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat kompleks, antara
lain sebagai peredam gelombang laut dan angin badai, pelindung pantai dari
proses abrasi dan erosi, penahan lumpur dan penjerat sedimen, penghasil detritus,
sebagai tempat berlindung dan mencari makan, serta tempat berpijah berbagai
spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil kayu

13
(Bengen, 1999). Disamping itu, ekosistem hutan mangrove juga sebagai
tempat/habitat berbagai satwa liar, terutama spesies burung/aves dan mamalia
(Hamilton & Snedaker, 1984), sehingga kelestarian hutan mangrove akan
berperan dalam melestarikan berbagai satwa liar tersebut.
Ekosistem hutan mangrove menggambarkan adanya hubungan yang erat
antara sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat
(Sukardjo,1996). Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara
darat dan laut yang dikenal memiliki peran dan fungsi sangat besar. Mangrove
merupakan salah satu tumbuhan yang sangat baik untuk menjaga
keseimbangan ekosistem pantai. Tumbuhan mangrove berperan sebagai
buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan
memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan
kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove mempunyai
toleransi besar terhadap kadar garam dan dapat berkembang di daratan
bersalinitas tinggi di mana tanaman biasa tidak dapat tumbuh. Tumbuhan
mangrove merupakan salah satu tumbuhan yang sangat baik untuk menjaga
keseimbangan ekosistem pantai (Nybakken, 1993).
Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan,
kepiting dan kerang-kerangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Dilihat dari
aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai pelindung kawasan
pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta berperan juga sebagai
benteng dari pengaruh banjir dari daratan. Tipe perakaran beberapa jenis
tumbuhan mangrove (pneumatophore) tersebut juga mampu mengendapkan
lumpur, sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan mangrove.
Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu berperan sebagai
perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang berarti pula dapat
melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari bahaya
pelumpuran. Secara ekologis mangrove memiliki fungsi yang sangat penting
dalam memainkan peranan sebagai mata rantai makanan di suatu perairan, yang
dapat menumpang kehidupan berbagai jenis ikan, udang dan moluska. Perlu
diketahui bahwa hutan mangrove tidak hanya melengkapi pangan bagi biota

14
aquatik saja, akan tetapi juga dapat menciptakan suasana iklim yang kondusif bagi
kehidupan biota aquatik, serta memiliki kontribusi terhadap keseimbangan siklus
biologi di suatu perairan. Kekhasan tipe perakaran beberapa jenis tumbuhan
mangrove seperti Rhizophora sp., Avicennia sp. dan Sonneratia sp. dan kondisi
lantai hutan, kubangan serta alur-alur yang saling berhubungan merupakan
perlidungan bagi larva berbagai biota laut. Kondisi seperti ini juga sangat penting
dalam menyediakan tempat untuk bertelur, pemijahan dan pembesarkan serta
tempat mencari makan berbagai macam ikan dan udang kecil, karena suplai
makanannya tersedia dan terlindung dari ikan pemangsa. Berbagai peran dan
fungsi hutan mangrove bagi manusia dan lingkungan sekitarnya telah
diketahui secara umum. Mangrove memegang peranan penting untuk
kehidupan laut. Secara ekologis, hutan mangrove dapat menjamin
terpeliharanya lingkungan fisik, seperti penahan ombak, angin dan intrusi air laut,
serta merupakan tempat perkembangbiakan bagi berbagai jenis kehidupan laut
seperti ikan, udang, kepiting, kerang, siput, dan hewan jenis lainnya.
Disamping itu, hutan mangrove juga merupakan tempat habitat kehidupan
satwa liar seperti monyet, ular, berang-berang, biawak, dan burung.Adapun
arti penting hutan mangrove dari aspek sosial ekonomis dapat dibuktikan
dengan kegiatan masyarakat memanfaatkan hutan mangrove untuk mencari kayu
dan juga tempat wisata alam. Selain itu juga sebagai kehidupan dan
sumber rezeki masyarakat nelayan dan petani di tepi pantai yang sangat
tergantung kepada sumber daya alam dari hutan mangrove.

E. Permasalahan dan Upaya Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove


Di Indonesia, kerusakan hutan bakau sudah merata di berbagai wilayah.
Kerusakan bakau yang tidak sedikit ini sangat banyak menimbulkan
kerugian, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Dari pandangan nelayan,
secara ekonomi kerusakan hutan bakau membuat ratusan nelayan tidak bisa
mendapatkan ikan di daerah hutan bakau lagi. Tangkapan kerang,
kepiting dan udang berkurang drastis. Dari segi ekologi dan lingkungan,
hilangnya kawasan hutan ini menyebabkan berkurang pula nutrien

15
yang memberi asupan pada biota laut lainnya. Perputaran bahan bahan
organik seperti karbon, nitrogen, sulfur tidak berjalan dengan sempurna.
Hilangnya vegetasi hutan ini menyebabkan beberapa spesies ikan (seperti
ikan pesut), kerang dan udang terganggu daur hidupnya, tidak mendapatkan
tempat untuk berkembang biak. Tidak hanya biota laut, Bekantan (Nasalis
larvatus) yang biasanya hidup di pohon bakau atau pepohonan lain
di kawasan mangrove juga terancam punah, karena terancam
habitatnya. Spesies lain yang juga terancam antara lain harimau sumatera
(Panthera tigris), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus
nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus).Tidak adanya barisan
mangrove, sama dengan tidak adanya ‘penjaga pantai’. Mangrove seakan
menjadi penjaga daratan dari bahaya-bahaya yang datang dari lautan. Luasan
abrasi (terkikisnya daratn oleh air laut) semakin tinggi, dan potensi kerusakan
jika terjadi tsunami juga semakin tinggi. Berdasarkan penelitian CIFOR dan
USDA yang ada di blog Mongabay, kerusakan pada hutan mangrove
memiliki dampak empat kali lebih besar daripada kerusaan pada hutan tropis
(pada luasan yang sama). Banyak bencana dan kerugian yang terjadi akibat
rusak/hilangnya hutan bakau, seperti: abrasi pantai, intrusi air laut,
banjir, hancurnya pemukiman penduduk diterpa badai laut, hilangnya sumber
perikanan alami, hilangnya kemampuan dalam meredam emisi gas rumah
kaca. Kondisi tersebut, umumnya disebabkan oleh:
a) Pengambilan/penebangan hutan bakau secara berlebihan
b) Pengalihfungsian hutan mangrove menjadi areal tambak, pemukiman
ataupun pertanian dengan tidak memperhatikan asas konservasi
dan berkesinambungan .
c) Membiarkan wilayah pesisir tandus dan gersang tanpa adanya upaya
penghijauan (misal dengan tanaman bakau).
Penyebab dan dampak rusaknya mangrovememegang peranan dan fungsi
yang penting di dalam ekosistem, namun nyatanya banyak
permasalahan yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove sehingga
mengakibatkan rusaknya hutan mangrove tersebut, untuk mengetahui

16
penyebab serta dampak dari rusaknya ekosistem hutan mangrove maka
saya akan memaparkannya pada artikel kali ini. Hal-hal utama yang
menjadi permasalahan dan penyebab rusaknya hutan mangrove antara lain:
a) Kegiatan Tebang Habis. Kegiatan ini secara langsung ataupun
tidak langsung berdampak pada perubahan komposisi tumbuhan;
pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai
ekonominya rendah dan hutan mangrove yang ditebang ini tidak lagi
berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah
pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan
udang stadium muda yang penting secara ekonomi.
b) Pengalihan aliran air tawar (misalnya pada pembangunan irigasi).
Peningkatan salinitas hutan (rawa) mangrove menyebabkan dominasi
dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi
lebih asin; ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil mungkin
tak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih
sensitive terhadap perubahan lingkungan, selain itu peningkatan
salinitas juga akan mengakibatkan menurunnya tingkat kesuburan hutan
mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar
berkurang.
c) Konversi menjadi lahan pertanian, perikanan. Adanya konversi lahan
akan mengakibatkan beberapa dampak, yaitu:
a) Terancamnya regenerasi stok-stok ikan dan udang di
perairan lepas pantai yang memerlukan hutan (rawa)
mangrove sebagai nursery ground larvadan/atau stadium muda
ikan dan udang.
b) Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum
hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan
mangrove.
c) Pendangkalan peraian pantai karena pengendapan sedimen
yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap di
hutan mangrove.

17
d) Intrusi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahankan
keberadaannya atau melalui saluran-saluran buatan manusia
yang bermuara di laut.
e) Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove
Konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah RI telah
menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah
kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan
mangrove adalah kawasanpesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove
yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan.
Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang
tertinggi kea rah daratan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain:
1. Penanaman kembali mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat.
Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan
pemeliharaan serta pemanfaatanhutan mangrove berbasis konservasi.
Modelini memberikan keuntungan kepada masyarakatantaralain
terbukanya peluang kerja sehingga terjadi peningkatan pendapatan
masyarakat.
2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi,
dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi Kota ekologi sekaligus
dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam
atau bentuk lainnya.
3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan
memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi
6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove
8. Penegakan hukum Perbaikkan ekosistem wilayahpesisir secara terpadu dan
berbasis masyarakat.

18
Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat
penting dilibatkan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-
konsep lokal(kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya
perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.
Upaya melestarikan hutan mangrove sangat penting dengan melibatkan
rakyat, pemerintah, individu itu sendiri, serta korporasi lainnya. Agar
tanaman mangrove tidak rusak, cara mencegahnya yaitu mengikut sertakan
masyarakat dan memberikan bimbingan dan bekal ilmu kepada mereka,
mensinergikan antara tanaman mangrove dengan tambak, menjadikan
mangrove sebagai sumber kehidupan masyarakat, serta bagaimana
masyarakat itu sendiri dapat menanamkan rasa peduli, rasa memiliki
terhadap pentingnya tanaman magrove sehingga kelestariannya dapat
diperjuangkan.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ekosistem hutan mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah
pantai dan selalu atau secara teratur digenangi air laut atau dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, daerah pantai dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir,
atau lumpur berpasir.
Menurut Warsono (2000) ekosistem mangrove hanya dapat ditemukan di
daerah tropis dan subtropis serta dapat berkembang dengan baik pada
lingkungan seperti pantai yang dangkal, muara sungai dan pulau yang terletak
pada teluk dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut :
1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan
yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang.
2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun
hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan
menentukan komposisi vegetasi ekosistem itu sendiri.
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau
air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah
pasokan unsur hara dan lumpur.
4. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidal lebih dari 5°C dan suhu rata-
rata di bulan terdingin lebih dari 20°C.

20
5. Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas
mencapai 38 ppt.
6. Arus laut tidak terlalu deras dan dipengaruhi pasang surut air laut.
7. Tumbuh di tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan
gempuran ombak yang kuat.
8. Topografi pantai yang datar atau landai.

Secara umum hutan mangrove memiliki karakteristik sebagai berikut :


1. Tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air laut
(tergenang air laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada
saat surut).
2. Tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan
substrat anaerob berupa lempung (firm clay soil), gambut (peat), berpasir
(sandy soil) dan tanah koral.
3. Struktur tajuk tegakan hanya memiliki satu lapisan tajuk (berstratum
tunggal). Komposisi jenis dapat homogen (hanya satu jenis) atau
heterogen (lebih dari satu jenis). Jenis-jenis kayu yang terdapat pada
areal yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat dengan
lainnya, tergantung pada kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang
surut air laut dan tingkat salinitas.
4. Penyebaran jenis membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan
langsung dengan laut pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis
Avicennia sp. dan Sonneratia sp. (tumbuh pada lumpur yang dalam, kaya
bahan organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada umumnya
didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora sp. Sedangkan zona terluar dekat
dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Brugiera sp.
Faktor abiotik sebagai syarat utama terbentuknya hutan mangrove adalah
(Chapman dalam Kustanti (2011)) yaitu Suhu air (air temperature), Substrat
lumpur (mud substrate), Daerah payau (tidal range), Arus air laut (salt

21
water), Perlindungan (protection), Air garam (salt water), Tepi laut yang
dangkal (shallow shores).
Faktor biotik yang mempengaruhi terbentuknya hutan mangrove adalah
adanya flora dan fauna yang hidup di hutan tersebut. Adapun
keanekaragaman flora di hutan mangrove ini berbagai macam, diantaranya
yaitu tanaman mangrove atau bakau, ketapang, nyamplung, akasia, nipah,
pohon asem, dan lamtoro. Sedangkan keanekaragaman fauna di hutan
mangrove juga cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok,
yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok
terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et
al., 996).
Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat kompleks, antara
lain sebagai peredam gelombang laut dan angin badai, pelindung pantai dari
proses abrasi dan erosi, penahan lumpur dan penjerat sedimen, penghasil
detritus, sebagai tempat berlindung dan mencari makan, serta tempat berpijah
berbagai spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil
kayu (Bengen, 1999). Disamping itu, ekosistem hutan mangrove juga sebagai
tempat/habitat berbagai satwa liar, terutama spesies burung/aves dan mamalia
(Hamilton & Snedaker, 1984), sehingga kelestarian hutan mangrove akan
berperan dalam melestarikan berbagai satwa liar tersebut.
Hal-hal utama yang menjadi permasalahan dan penyebab
rusaknya hutan mangrove yaitu kegiatan tebang habis, pengalihan aliran
air tawar (misalnya pada pembangunan irigasi), konversi menjadi
lahan pertanian, perikanan,
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan
melestarikan hutan mangrove antara lain yaitu penanaman kembali
mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat, pengaturan kembali tata
ruang wilayah pesisir, pemukiman, peningkatan motivasi dan kesadaran
masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara
bertanggungjawab, ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek
konservasi, meningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang

22
konservasi, peningkatan pendapatan masyarakat pesisir, program komunikasi
konservasi hutan mangrove, penegakan hokum, perbaikkan ekosistem
wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, pembaca diharapkan lebih mengetahui dan
memahami habitat, karakteristik, faktor biotik dan abiotik, peran dan
manfaat, permasalahan dan upaya pelestarian dari ekosistem hutan mangrove.
Saran kami kepada pembaca agar lebih banyak mencari sumber-sumber
bacaan lainnya agar mampu membandingkan makalah ini dengan referensi
lainnya. Kami banyak berharap para pembaca mau memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah pada kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat serta menambah wawasan bagi kita semua.

23
DAFTAR PUSTAKA
Alamat jurnal E : Al Idrus, A., Ilhamdi, M. L., Hadiprayitno, G., & Mertha, G.
(2018). Sosialisasi Peran dan Fungsi Mangrove Pada Masyarakat di
Kawasan Gili Sulat Lombok Timur. Jurnal Pengabdian Magister
Pendidikan IPA, 1(1).
Bengen, D. G. 1999. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian Bogor.
DKP [Departemen Kelautan dan Perikanan]. 2007. Pedoman Pengelolaan
Ekosistem Mangrove. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau Pulau Kecil, Direktorat Bina Pesisir.
Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Yogyakarta: Kanisus.
Gunarto, 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati
Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23(1).
Irwanto, 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Yogyakarta.
IUCN [International Union for Conservationof Nature and Natural Resources] and
Mangrove Action Project-Indonesia. 2007. Kebijakan Untuk Mangrove-
Mengkaji Kasus dan Merumuskan Kebijakan. IUCN Publications Services.
Cambridge, United Kingdom
Julaikha, S., & Sumiyati, L. (2017). Nilai ekologis ekosistem hutan
mangrove. Jurnal Biologi Tropis, 17(1).
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: IPB Press.
Kustanti, A. 2011. Manajemen hutan mangrove. PT Penerbit IPB Press.
Nirarita, C.E., P. Wibowo dan D. Padmawinata (eds). 1996. Ekosistem Lahan
Basah Indonesia. Kerjasama antara Wetland International - Indonesia
Programme, Ditjen PHPA, Canada Fund, Pusat Pengembangan Penataran
Guru Ilmu Pengetahuan Alam dan British Petrolium. Jakarta.
Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology: An Ecological Approach.
Terjemahan Dr. M. Eidman. Gramedia Jakarta.
Sukardjo, S. 1996. Gambaran umum ekologi mangrove di Indonesia Lokakarya
Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat

24
Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi lahan, Departemen Kehutanan,
Jakarta: 26 hal.
Tarigan MS. 2008. Sebaran dan Luas Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk
Pising Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Makara Sains
12 (2): 108-112.
Vickery, A. 1984. Ekologi Hutan Indonesia. Jogjakarta: UGM Press.

25

Anda mungkin juga menyukai