Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

ASPEK LEGAL PERAWAT DALAM BENCANA

Di susun oleh :
Meisya Aisyah 433131420118139
Feri Feruziah 433131420118139
Devi Permatasari 433131420118139
Dinda Salsabila 433131420118139
Nurul Hafifah 433131420118139
Yulianti Fadillah 433131420118139

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG


PRODI SARJANA KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Manajemen Bencana dalam bentuk
makalah dengan judul “Aspek Legal Perawat Dalam Bencana”.
Kami sadar, bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal itu dikarenakan
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca juga kami para penulis.
Demikianlah yang dapat tim penyusun sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan
terimakasih.

Karawang, September 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................1
1. Tujuan Umum..............................................................................................................1
2. Tujuan Khusus.............................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................1
A. Pengertian bencana......................................................................................................1
B. Jenis-jenis dan Faktor Bencana...................................................................................1
C. Manajemen Bencana...................................................................................................2
D. Pertolongan Pertama Pada Korban Bencana...............................................................2
E. Perbedaan Keperwata Gawat Darurat Dan Keperawatan Bencana.................................4
F. Aspek Legal dan Etik Keperawatan Bencana.................................................................6
G. Peran Perawat Dalam Keperawatan Bencana..............................................................6
BAB III PENUTUP....................................................................................................................7
A. Kesimpulan..................................................................................................................7
B. Saran............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdsarkan jumlah kejadiannya bencana yang terjadi di indonesia cenderung
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagai contoh yakni untuk 16 tahun
terakhir terhitung mulai tahun 2000-2016 lalu jumlah kejadian bencana cenderung
mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2016 jumlah kejadian bencana
di Indonesia mencapai angka tertinggi dalam daftar yang tercatat oleh badan nasional
penanggulangan bencana ( BNPB) pertahun 1815-2016. Namun, penerapan
manajemen di indonesia masih terkendala berbagai masalah, antara lain kurangnya
data dan informasi kebencanaan, baik ditingkat masyarakat umum maupun ditingkat
kebijakan. Keterbatasan data dan informasi spasial kebencanaan merupakan salah satu
permasalahan yang menyebabkan manajemen bencana di Indonesia berjalan kurang
optimal. Pengambilan keputusan ketika terjadi bencana sulit dilakukan karena data
yang beredar memiliki banyak versi dan sulit difalidasi kebenarannya.
Jumlah kejadian bencana di Indonesia yang menunjukkan trend yang positif
didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti bencana banjir, tanah longsor,
angintopan. Peningkatan dipicu oleh berbagai aspek seperti perubahan iklim, letak
geografis Indonesia, dan maraknya kerusakan ekosistem hutan. Dampak dari
perubahan iklim dewasa ini telah memberikan pengaruh besar terhadap meningkatkan
jumlah bencana didunia, termasuk di Indonesia (Suprapto, 2011).
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah “Bagaimana
mahasiswa/i Prodi S1 tingkat 4a Keperawatan STIKes Horizon Karawang dapat
memahami aspek legal perawat dalam bencana.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menganalisa aspek legal perawat dalam bencana.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa aspek etik dan isu dalam
keperawatan bencana.
b. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa peran perawat pada bencana

D. Manfaat Penulisan
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi dan sarana penambah
pengetahuan bagi pembaca terkait aspek legal perawat dalam bencana

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian bencana
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat,
dan teror.
Menurut Departemen Kesehatan RI, definisi bencana adalah peristiwa atau kejadian pada
suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta
memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan
bantuan luar biasa dari pihak luar.
B. Jenis-jenis dan Faktor Bencana
Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, yaitu:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi. Dan wabah
penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok
atau antar komunitas masyarakat.
4. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh
kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia dalam
penggunaan teknologi dan atau insdustriyang menyebabkan pencemaran, kerusakan
bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.
Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu :
1. Faktor alam
(natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada campur tangan manusia.
2. Faktor non-alam (nonnatural disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan juga
bukan akibat perbuatan manusia.
3. Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat perbuatan manusia,
misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.
Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena adanya interaksi antara
ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Ancaman bencana menurut Undang-
undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan
bencana”.Kerentanan terhadap dampak atau risiko bencana adalah “Kondisi atau karateristik
biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat untuk
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu
C. Manajemen Bencana
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah – langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis
bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penangan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU 24 2007). Adapun tujuan manajemen bencana
secara umum adalah sebagai berikut :
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan
lingkungan hidup.
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban.
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke daerah asal
bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/ transportasi, air
minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial
daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

Sumber :UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


D. Pertolongan Pertama Pada Korban Bencana
Pengelolaan penderita yang mengalami cidera parah memerlukan penilaian yang
cepat dan pengelolaan yang tepat agar sedapat mungkin bisa menghindari kematian. Pada
penderita trauma, waktu sangatlah penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang
mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai Initial assessment (penilaian awal) dan
Triase. Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam pelaksanaan pemberian bantuan hidup dasar pada
penderita trauma (Basic Trauma Life Support) maupun Advanced Trauma Life Support.
Triage adalah tindakan mengkategorikan pasien menurut kebutuhan perawatan
dengan memprioritaskan mereka yang paling perlu didahulukan. Paling sering terjadi di
ruang gawat darurat, namun triage juga dapat terjadi dalam pengaturan perawatan kesehatan
di tempat lain di mana pasien diklasifikasikan menurut keparahan kondisinya. Tindakan ini
dirancang untuk memaksimalkan dan mengefisienkan penggunaan sumber daya tenaga medis
dan fasilitas yang terbatas.
Triage dapat dilakukan di lapangan maupun didalam rumah sakit. Proses triage
meliputi tahap pra-hospital/lapangan dan hospital atau pusat pelayana kesehatan lainnya.
Triage lapangan harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan
tindakan ini harus dinilai lang terus menerus karena status triage pasien dapat berubah.
Metode yang digunakan bisa secara Mettag (triage Tagging System) atau sistem triage
penuntun lapangan Star (Simple Triage and Rapid Transportasi).
Penuntun Lapangan START berupa penilaian pasien 60 detik yang mengamati
ventilasi, perfusi, dan status mental untuk memastikan kelompok korban seperti yang
memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan, atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar
akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Star merupakan salah
satu metode yang paling sederhana dan umum. Metode ini membagi penderita menjadi 4
kategori :
1. Prioritas 1 – Merah
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang kritis keadaannya
seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan berat atau perdarahan tidak
terkontrol, penurunan status mental.
2. Prioritas 2 – Kuning
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita yang mengalami
keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas atau kerusakan alat gerak, patah
tulang tertutup yang tidak dapat berjalan, cedera punggung.
3. Prioritas 3 – Hijau
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga sebagai “Walking
Wounded” atau orang cedera yang dapat berjalan sendiri.
4. Prioritas 0 – Hitam
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang
dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai :
1. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
2. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan dan
transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau
maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).
3. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan
mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok, cedera
dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau
tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).
4. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera
maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas serta gawat darurat psikologis).
E. Perbedaan Keperawatan Gawat Darurat Dan Keperawatan Bencana
Perbedaan utama di antara keduanya terletak pada keseimbangan antara kebutuhan
perawatan kesehatan dan pengobatan dan sumber-sumber medis (tenaga kesehatan,
obat-obatan dan peralatan).
Keperawatan gawat darurat yang diberikan dalam keadaan normal, memungkinkan
tersedianya sumber daya yang banyak dalam memberikan pelayanan sesuai kebutuhan
pasien, baik yang penyakitnya ringan maupun berat. Sehingga pengobatan dan
perawatan intensif dapat diberikan segera kepada setiap pasien yang datang secara
bergantian.
Tetapi selama fase akut bencana, pengobatan dan kesehatan masyarakat
membutuhkan sangat banyak sumber tenaga medis sehingga terjadi
ketidakseimbangan. Pada fase akut bencana, fasilitas penunjang kehidupan
( listrik, gas, air) tidak berfungsi secara sempurna, obat-obatan tidak tersedia,
dan tenaga medisnya kurang,namun banyak korban luka ringan atau luka
sedang yang datang ke rumah sakit. Sebagian korban tersebut menjadikan
rumah sakit sebagai tempat mengungsi sementara, karena mereka
beranggapan bahwa "rumah sakit adalah aman" dan ”akan mendapatkan
pengobatan”. Beberapa korban dengan luka parah dan luka kritis dapat juga
dibawa ke beberapa fasilitas kesehatan oleh orang lain, namun jika pasien
tidak dapat berjalan sendiri, atau jika tidak ada orang yang membawa mereka,
maka mereka akan tetap tertinggal di lokasi bencana tersebut.
Keperawatan Bencana Pada Keperawatan Gawat
Fase Akut Darurat
Pada Saat Normal
Objek Banyak orang (komunitas) Individu dan orang-orang di
sekitarnya
Prasyarat a. Terbatasnya sumber a. Sumber-sumber
(SDM, bahan bahan medis) medis dapat
b. Waktunya terbatas diperkirakan dan
c. Terbaik untuk banyak disiapkan
orang b. Keperawatan
berkelanjutan
c. Perawatan medis
terbaik untuk satu
orang
Keadaan a Daerah Bencana: a Pada Saat Normal:
. Rusaknya fasilitas medis . Fasilitas medis
b Terputusnya fasilitas berfungsi normal.
. penunjang hidup(gas, b Fasilitas
saluran air, listrik, . penunjang
telepon, sistem hidup berfungsi
transportasi). c normal. Informasi bisa
c Terputus dan kurangnya . diperoleh Adanya
. informasi. d petugas medis cukup.
Sangat kekurangan . Persediaan obat-
d petugas medis. obatan dan
. Kekurangan obat dan e bahanbahan medis
bahanbahan medis. . cukup.
e Alat-alat medis tidak Alat-alat medis dapat
. dapat berfungsi dan digunakan
terbatas f. Transportasi
f. Terbatasnya dapat dipakai.
sarana g Daya tampung pasien
g transportasi. . cukup
. Jumlah pasien melebihi Perawat tidak
daya tampung h termasuk korban.
h Tenaga keperawatan juga .
. menjadi korban, atau
hidup di daerah bencana i.
i.
Spesifikasi a Berbaur di antara para a Intervensi terhadap
Tindakan . korban dan orang-orang . satu orang.
Keperawat di sekitarnya. Mampu menggunakan
Intervensi b ME (Medical
an
terhadap banyak korban. . Equipment) untuk
b Pengumpulan data memonitor pasien
. dengan menggunakan kritis. Dapat
kelima panca indera. mengambil keputusan
Pengkajian fisik dengan c berdasarkan data
c menggunakan kelima . objektif
. panca indera. Dapat berkonsultasi
Mengerahkan seluruh atau bekerja sama
pengetahuan dan d dengan perawat atau
d ketrampilan yang dimiliki. . dokter bila
. Pelayanan keperawatan pengetahuan atau
yang cepat tanggap dan ketrampilannya kurang.
kreatif di tengah Dapat mempraktikkan
e keterbatasan sumber keperawatan dengan
. Perawatan dan e memanfaatkan sumber
manajemen kesehatan yang diperlukan
berdasarkan manual
kemungkinan atau prosedur.
diserahkan pada pasien Perawatan difokuskan
atau keluarganya sendiri. pada pasien luka parah.
f. Kesulitan perawat untuk . Mampu membuat
membuat catatan tentang catatan tentang kondisi
kondisi pasien.
g
.
f.

g
.
h Kekuranga penyoko pasien.
h
. n sosial. ng Mampu menggunakan
.
penyokong sosial.

F. Aspek Legal dan Etik Keperawatan Bencana


1. Kode Etik Keperawatan Bencana
a. Perawat bencana memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat
kemanusiaan dan keunikan klien.
b. Perawat bencana mempertahankan kompetensi dan tanggung jawab dalam
praktek keperawatan emergensi.
c. Perawat bencana melindungi klien manakala mendapatkan pelayanan
kesehatan yang tidak cakap, tidak legal, sehingga keselamatannya terancam.
2. Etika Berdasarkan Norma Profesi
a. Menghargai klien
1) Manusia utuh dan unik (umur, status social, latar belakang budaya dan
agama)
2) Menghargai keputusan yang dibuat klien dan keluarga
b. Memberikan yang terbaik asuhan keperawatan yang bermutu
c. Mempertanggungjawabkan pelayanan keperawatan yang diberikan
d. Tidak menambah permasalahan
e. Bekerja sama dengan teman sejawat, tim kesehatan untuk pelayanan
keperawatan.

3. Aspek Legal
Aspek legal dalam konteks pelayanan keperawatan bencana
a. Membuat kontrak kerja (memahami hak dan kewajiban)
b. Praktek yang kompeten hanya dilakukan oleh seorang perawat yang kompeten
c. Tambahan penyuluhan kesehatan dan konseling dalam pemberian asuhan
keperawatan
d. Melaksanakan tugas delegasi, sesuai dengan kemapuan perawat yang akan diberikan
delegasi.
G. Peran Perawat Dalam Keperawatan Bencana
1. Pra Bencana
Undang – undang No. 38 tahun 2014, Pasal 31:
a. Memberikan konseling penyuluhan
b. Melakukan pemberdayaan masyarakat
c. Menjali kemitraan dalam perawatan kesehatan
d. Meningkatkan pengetahuannya

2. Saat Bencana
 UU No. 38, Tahun 2014, Pasal 35
1) Dalam keadaan darurat perawat dapat melakukan tindakan medis dan
pemberian obat sesuai kompetensinya.
2) Pertolongan pertama bertujuan untuk menyelamatkan nyawa klien dan
mencegah kecacatan lebih lanjut.
 Pasal 33, Ayat 4
Dalam melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu perawat berwenang :
1) Melakukan pengobatan pada penyakit umum.
2) Merujuk pasien.
3) Melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas.
 UU No. 36 tahun 2009
Pasal 59
1) Tenaga kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama pada penerima
pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat bencana untuk penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan.
2) Tenaga kesehatan dilarang menolak pelayanan kesehatan dan meminta uang
muka terlebih dahulu

3. Pasca Bencana
PP No. 21 Tahun 2008 Pasal 56 :
a. Perawat harus mempunyai skiil keperawatan yang baik, memiliki sikap dan jiwa
kepedulian, dan memahami konsep siaga bencana
b. Perawatan korban bencana, obat –o batan, peralatan kesehatan, rehabilitasi mental.
c. No. 36 Tahun 2009 Pasal 1 : Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan ketrampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan.
d. Pasal 9 : Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikikasi minimum D3 kecuali tenaga
medis

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Departemen Kesehatan RI, definisi bencana adalah peristiwa atau kejadian
pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia,
serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga
memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar. Cara kerjanya meliputi pencegahan, mitigasi,
dan kesiapsiagaan tanggap darurat dan pemulihan. Adapun tujuan manajemen bencana secara
umum adalah sebagai berikut:
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan
lingkungan hidup.
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan
korban.
3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke daerah
asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/ transportasi, air
minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial
daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi dalam konteks pembangunan.
B. Saran
Semoga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Serta dapat
mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar baik dalam lingkungan keluarga maupun
masyarakat dan juga dengan adanya makalah ini pembaca dapat menerapkan serta dapat
mengaplikasikan apa yang telah dipaparkan oleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Keperawatan-GAdar-
dan-MAnajemen-BencanaKomprehensif (diakses pada tanggal 23 september 2021 pukul
20.05)
pdfcoffee.com_makalah-kep-bencanadocx-3 ( diakses pada tanggal 23 september 2021 pukul
21.03)

Anda mungkin juga menyukai