Anda di halaman 1dari 26

CASED BASED DISCUSSION

“EPISODE DEPRESIF BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK”

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo, Magelang

Disusun oleh :

Ayu Sufiana Mardliyya (30101607622)


Muhammad Juliano Al-Fayid (30101607687)
Nabila Annisa Fitri (30101607697)
Naili Inayatillah (30101607702)
Nurul Elvira Thamrin (30101307713)
Retna Malikhatul Muna (30101700149)
Yodha Bakti Rakha Astagina (30101700178)
Yola Hardyanti Sapna Dewi (30101700179)

Pembimbing Klinik :
dr. Nur Dwi Esthi, Sp. KJ

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa


Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Semarang
2021
I. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Identitas
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 26 tahun 1 bulan
Tempat/tanggal lahir : Magelang, 22 Juli 1995
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kauman RT 01 RW 01 Leksono
Kabupaten Wonosobo
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : tidak bekerja
Status pernikahan : Menikah
Ruang Rawat Inap : Bangsal Arimbi
Tanggal Masuk RS : 11 September 2021
Tanggal periksa : 16 September 2021
No. RM : 00-21-XX-XX
B. Keluhan Utama
- Autoanamnesis : Pasien mengaku marah-marah pada pagi hari SMRS dan
meminta diantar suaminya ke Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang
pada tanggal 11 September 2021. Pasien mengaku telah melakukan
percobaan bunuh diri sebanyak 4x.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang wanita berusia 26 tahun diantar oleh suaminya ke IGD
RSJD Prof. Dr. Soerojo Magelang karena marah-marah sejak 1 tahun yang lalu
SMRS. Pasien sering emosi dan merasa tidak diperlakukan secara adil oleh
mertuanya namun pasien merasa sedih dan iba saat mertuanya jatuh sakit
sehingga menimbulkan suasana hati yang bergejolak. Pasien merasa bersalah
karena tidak menjadi istri yang baik, kehilangan minat, afek depresif, tidak
bersemangat, nafsu makan turun, tidur terganggu, melakukan percobaan bunuh
diri, serta konsentrasi dan perhatian menurun. Pasien tidak mau mandi dan
menyendiri, suka berbicara dan tertawa sendiri. Pasien baru pertama kali
dirawat di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.
Pasien merasa pikirannya dikendalikan oleh orang lain, merasa
dibicarakan oleh tetangga, merasa mantan pacarnya ingin mencelakai dirinya
berupa santet, dan merasa orang lain dapat membaca pikirannya. Pasien
mengatakan bahwa pasien melihat bayangan hitam tinggi seperti asap,
mendengarkan bisikan bahwa dia menyesal dirawat di Wisma Shinta. Pasien
merasa ada seseorang yang berada di belakang pasien saat sedang mencuci
piring.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat penyakit/gangguan psikiatrik :
 Pasien mengaku telah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak
4x. percobaan diri pertama pada usia 13 tahun karena putus cinta
dengan pacarnya. Pasien mengaku kehilangan minat, afek depresif,
tidak bersemangat, nafsu makan turun, tidur terganggu, melakukan
percobaan bunuh diri, konsentrasi dan perhatian menurun.
percobaan bunuh diri pertama dilakukan dengan terjun dari
jembatan namun dicegah oleh lelaki yang sekarang menjadi
suaminya.
 Pasien mengatakan bahwa setelah menikah saat berusia 18 tahun,
selalu disalahkan oleh ibu mertua kemudian melakukan gantung diri
namun berhasil dicegah oleh suami.
 Pasien merasa dilakukan tidak adil oleh ibu mertua sehingga
menimbulkan perasaan dendam namun disisi lain sering merasa iba
saat ibu mertua jatuh sakit dan perasaan pasien bergejolak. Empat
bulan SMRS pasien melakukan percobaan bunuh diri menggunakan
pecahan kaca dan minum obat-obatan berdosis tinggi.
 2 minggu SMRS pasien merasa bersalah karena tidak bisa menjadi
istri yang baik dan ingin meminta cerai namun suami tidak
mengabulkan sehingga pasien melakukan percobaan bunuh dir yang
keempat.

2. Riwayat penyakit medis umum :


- Hipertensi : (+)
- peningkatan asam urat : (+)
- dislipidemia :(+)
- Diabetes Mellitus : disangkal
- Jantung : disangkal
- Asma : disangkal
- Trauma Kepala : disangkal
- Penyakit Lain :-
3. Riwayat penggunaan NAPZA dan Alkohol : Pasien pernah mengkonsumsi
alcohol setiap pasien emosi.

E. Riwayat Pramorbid dan Pribadi


1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Saat hamil pasien, ibu
pasien sehat secara fisik dan mental dan menginginkan kehamilan tersebut.
Ibu pasien tidak mengonsumsi lakohol dan zat terlarang lainnya. Pasien
lahir spontan, cukup bulan, tanpa penyulit, dan ditolong oleh bidan,
langsung menangis, tidak ditemukan cacat fisik. Pasien lupa terhadap
panjang badan dan berat badan lahir.

2. Riwayat Masa Anak-anak Awal (sejak lahir sampai usia 3 tahun)


Pasien diasuh oleh ibu pasien, tidak ada masalah dalam kebutuhan makan
pasien. Riwayat tumbuh kembang dan perilaku pasien sama dengan teman
seusianya. Tidak ada perilaku yang menonjol. Hubungan dengan teman
sebayanya baik.

3. Riwayat Masa Anak-anak Pertengahan (usia 3-11 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan teman seusianya. Pasien
mengetahui dirinya anak perempuan. Pasien tidak pernah dihukum saat di
rumah. Pada saat pasien kelas 1 SD, pasien sudah bisa membaca dan
menulis. Pasien juga tidak memiliki kesulitan dalam belajar sehingga pasien
tidak pernah tinggal kelas. Pasien melanjutkan pendidikan ke SMP terbuka.

4. Riwayat Masa Anak-anak Akhir-Remaja (usia 11 – 17 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan teman seusianya.
Pasien mengaku hanya memiliki 1 teman dan sering dijauhi oleh teman
yang lain karena memiliki sifat kekanak-kanakan, tomboi, dan sering jahil.
Pasien mengaku mengonsumsi alkohol dan merokok saat sedang emosi.
Pasien menyukai lawan jenis dan memiliki pacar laki-laki pada usia 13
tahun dan berakhir karena pasien diselingkuhi oleh mantan pacar.
Kemudian pasien melakukan percobaan bunuh diri yang pertama saat usia
13 tahun. Pasien menikah saat berusia 17 tahun pada bui 2012 dan
dikaruniai seorang anak laki-laki pada bulan Desember 2012.
5. Masa Dewasa (lebih dari 17 tahun)
a. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien SMA.
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja di Jakarta setelah lulus SMA. Saat ini pasien
bekerja sebagai ibu rumah tangga dan memiliki pekerjaan sampingan
sebagai pedagang online buah dan perabot. Pasien mengatakan banyak
pembeli di toko onlinenya.
c. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pada usia 17 tahun dan dikaruniai seorang anak laki-
laki. Hubungan pasien dengan suami kurang baik karena pasien sering
membesar-besarkan masalah kecil.
d. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama islam namun belum sholat lima waktu.
e. Riwayat Hukum
Pasien pernah masuk kantor polisi karena tertilang motor.
f. Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien berhubungan baik dengan tetangga dan sering mengikuti
kegiatan arisan dan PKK.
g. Riwayat Kemiliteran
Pasien tidak pernah mengikuti kegiatan kemiliteran maupun wajib
militer
h. Situasi Hidup Sekarang
Pasien tinggal di Wonosobo bersama suami dan anaknya.
i. Riwayat Psikoseksual
Pasien merasa puas menjalin hubungan dengan suaminya dan tidak ada
keinginan untuk menikah dengan laki-laki lain.
F. Riwayat Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.

Genogram
II. PEMERIKSAAN FISIK

1. Vital Sign
Tekanan darah : 148/83 mmHg
Suhu : 36,1o C
Nadi : 135 x/menit
RR : 20 x/menit

2. Status Internus
Kepala (mata dan THT)
- Kepala : Normochepali
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax
- Jantung : S1/S2 reguler, murmur (-) dan gallop (-)
- Paru : Inspeksi pergerakan dinding dada simetris,
vesikuler
+/+, wheezing -/-, rhonci -/-
Abdomen : Timpani, supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, KO 5-5-5-5

3. Status Neurologis
a. GCS : E4 V5 M6
b. Kaku kuduk : Tidak ditemukan
c. Saraf kranialis : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Reflek fisiologis : +/+/+/+
e. Reflek patologis : -/-/-/-
f. Sensorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Motorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

1. Deskripsi Umum
Penampilan : seorang wanita usia 26 tahun, penampilan sesuai usia, rapi
Kesadaran Psikiatri : jernih, sadar penuh
Kesadaran Sensorium : Komposmentis
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : normoaktif
Sikap Terhadap Pemeriksa : Kooperatif, pasien dapat menjawab pertanyaan
dengan baik
Kontak Psikis : kontak (+), wajar, dapat dipertahankan
2. Emosi
a. Mood : eutimik
b. Afek : Normal
c. Kesesuaian : Sesuai
d. Emosi lain : Tidak ada
3. Bicara
a. Kualitas : Koheren
b. Kuantitas : Cukup
c. Gangguan bicara : tidak ada
4. Gangguan Persepsi
a. Ilusi : tidak ada
b. Halusinasi : Halusinasi auditorik dan halusinasi visual
c. Depersonalisasi : tidak ada
d. Derealisasi : tidak ada
5. Pikiran
a. Bentuk pikir : nonrealistik
b. Arus Pikir : Koheren
c. Isi Pikir : waham kejar, waham curiga
6. Sensorium dan Kognitif
a. Tingkat kesadaran : sadar penuh
b. Orientasi : orientasi waktu, tempat, dan orang baik
c. Daya Ingat : jangka pendek, jangka panjang baik
d. Konsentrasi dan perhatian : baik
e. Kemampuan membaca dan menulis : baik
f. Kemampuan visuospasial : baik
g. Pikiran abstrak : tidak ada
h. Pikiran Konkret : tidak ada
7. Tilikan diri: 6 (tilikan emosional sesungguhnya kesadaran emosional tentang
motif dan perasaan didalam diri pasien dan orang yang penting
dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan perubahan
dasar dalam perilaku)
8. Reabilitas : reliabel

III.KUMPULAN GEJALA / SINDROM


Sindrom Skizofrenia
 Halusinasi Auditorik
 Halusinasi Visual
 Waham curiga, kejar (paranoid)

Sindrom Depresi
 afek depresi
 kehilangan minat
 tidak ada semangat
 sulit tidur
 nafsu makan menurun
 konsentrasi menurun
 gagasan untuk bunuh diri

IV. DIAGNOSIS BANDING BERDASARKAN PPDGJ III


1. F32.2 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
2. F.20.0 Skizofrenia Paranoid
F.32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ – III Kondisi


Pasien

Terpenuhi

F20.0 Skizofrenia Paranoid

Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ - III Kondisi Pasien

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


 Sebagai tambahan:
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien
atau memberi perintah atau halusinasi auditorik
tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing);
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
Tidak Terpenuhi
bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh;
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi
waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau
“passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan
pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif
tidak nyata/tidak menonjol.

V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
A. AXIS I : F.32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
B. AXIS II : F.60.3 kepribadian emosional tidak stabil
C. AXIS III : R00-R99 gejala, tanda dan temua klinis lab. Abn (Hipertensi,
Dislipidemia, Peningkatan Asam urat )
D. AXIS IV : masalah keluarga
E. AXIS V : GAF 90 – 81 gejala minimal, berfungsi baik, cukup puasa, tidak
lebih dari masalah harian yang biasa.

VI. PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
Terapi yang diberikan kepada pasien(emergency):
- Lodomer 5ml inj
- Diazepam inj

Terapi yang diberikan kepada pasien(rawat inap):


-Trihexphenidil 2mg/2x sehari

-Risperidon 2mg/2xsehari

-Fridep 50mg tab/2xsehari


b. Terapi non farmakologi
 Program for Assertive Community Treatment (PACT)  Membuat
pasien dapat beradaptasi dengan kehidupan masyarakat, penyediaan
dukungan dan layanan konsultasi untuk pasien.
 Terapi Elektrokonvulsifdilakukan apabila terapi dengan obat tidak
mengalami perbaikan yang maksimal
 Dukungan keluarga

VII. PROGNOSIS
1. Premorbid
Riwayat gangguann jiwa pada keluarga : Ada (buruk)
Status pernikahan : menikah (baik)
Dukungan keluarga : Ada (baik)
Stressor : Ada (buruk)
Status ekonomi : Berkecukupan (baik)
2. Morbid
Onset <25 tahun : 26 Tahun
(baik)
Jenis penyakit : depresif disertai psikotik
(buruk)
Perjalanan penyakit : Kronis
(buruk)
Penyakit organic : ada (Hipertensi, Dislipidemia,
Peningkatan asam urat)
(buruk)
Kepatuhan minum obat : patuh (baik)
Insight : derajat 6 (tilikan emosional
sesungguhnya kesadaran emosional tentang motif dan perasaan didalam diri
pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan
perubahan dasar dalam perilaku)

3. Quo Ad
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai


masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangg
uan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar.

Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan periode te


rganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung dan g
ejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan berat badan, ganggu
an konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak
berdaya serta pikiran bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang pan
jang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menari
k diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.

B. Epidemiologi

Prevalensi penderita depresi di Indonesia diperkirakan 2,5 - 9 juta dari 210 juta j
iwa penduduk. Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi meningkat 2- 4 kali lipat,
dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan gender saat anak-anak 1:1, deng
a peningkatan resiko depresi pada wanita setelah pubertas, sehingga perbandingan pria
dan wanita menjadi 1:2. Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tin
ggi, perubahan estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yan
g berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita.

Depresi sering terjadi pada wanita dengan usia 25-44 tahun, dan puncaknya pad
a masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari masalah keluarga dan pekerjaan. Hal ini di
sebabkan karena harapan hidup pada wanita lebih tinggi, kematian pasangan mungkin j
uga menyebabkan angka yang tinggi untuk wanita tua mengalami depresi.

Penilaian gejala depresi seperti perasaan sedih atau kekecewaan yang kuat dan t

erus menerus yang mempengaruhi aktivitas normal, menunjukan prevalensi seumur hid

up sebanyak 9-20%.(3) Pada kriteria lain yang digunakan pada depresi berat, prevalensi
depresi 3% untuk pria dan 4-9% untuk wanita. Resiko seumur hidup 8-12% untuk pria

dan 20-28% untuk wanita. Sekitar 12-20% pada orang yang mengalami episode akut be

rkembang menjadi sindrom depresi kronis, dan diatas 15% pasien yang mengalami depr

esi lebih dari 1 bulan dapat melakukan bunuh diri.

C. Etiologi

Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor biologis, fakt
or bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan perkembangan seperti kehi
langan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan faktor lingkungan, yang menjadi sa
tu kesatuan mengakibatkan depresi.

1) Faktor biologis

Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat dibagi menjad
i dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan disregulasi neuroendokrin. Abnormalitas
metabolit biogenik amin yang sering dijumpai pada depresi yaitu 5 hydroxy indolea
cetic acid (5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-hydrophenylglyc
ol (MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan bahwa penderita gangguan depresi
menunjukkan berbagai macam abnormalitas metabolik biogenikamin pada darah, urin d
an cairan serebrospinal. Keadaan tersebut endukung hipotesis ganggua depresi berhubu
ngan dengan disregulasi biogenikamin. Dari biogenik amin, serotonin dan norepinefrin
merupakan neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi.

Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan mun
gkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang ju
ga melibatkan reseptor beta2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yan
g mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinephrin. Reseptor beta2-presina
ptik juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.

Serotonin (5-hydroxytryptamine [5-HT]) neurotransmitter sistem menunjuka


n keterlibatan dalam patofisiologi gangguan afektif, dan obat-obatan yang meningkatka
n aktifitas serotonergik pada umumnya memberi efek antidepresan pada pasien . Selain
itu , 5 - HT dan / atau metabolitnya, 5-HIAA, ditemukan rendah pada urin dan cairan se
rebrospinal pasien dengan penyakit afektif. Hal ini juga dibuktikan terdapat kadar 5-HT
yang rendah pada otak korban bunuh diri dibandingkan dengan kontrol. Selain itu , ada
beberapa bukti bahwa terdapat penurunan metabolit serotonin, 5 – hydroxyindole
acetic acid (5-HIAA) dan peningkatan jumlah reseptor serotnin postsinaptik 5- hyd
roxytryptaminetype 2 (5HT2) di korteks prefrontal pada kelompok bunuh diri.

Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru res
eptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinap
tik dopamin memperkaya antara dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentan
g dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbic mungkin mengalami disfung
si pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada depresi.

2) Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama, diban


dingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya stres sebelum episo
de pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan ini me
nyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem sinyal intraneuron. Termasu
k hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang indivi
du berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor
dari luar.

Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti, obsesif- kompulsif, hister


is, dan yang ada pada garis batasnya, mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk t
erkena depresi dari pada orang dengan kepribadian antisosial atau paranoid. Pada penge
rtian psikodinamik depresi dijelaskan oleh Sigmund Freud dan dikembangkan oleh Karl
Abraham yang diklasifikasikan dalam 4 teori: (1) gangguan pada hubungan bayi dan ib
u selama fase oral (10- 18 bulan awal kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi; (2) depre
si dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara nyata atau imajinasi; (3) Introjek
si dari kehilangan objek adalah mekanisme pertahanan dari stress yang berhubungan de
ngan kehilangan objek tersebut karena kehilangan objek berkenaan dengan campuran ci
nta dan benci, perasaan marah berlangsung didalam hati.

3) Faktor Genetik

Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila salah seorang kembar
menderita depresi, maka kemungkinan saudara kembarnya menderita pula sebesar 70 %
Kemungkinan menderita depresi sebesar 15 % pada anak, orang tua, dan kakak-adik da
ri penderita depresi. Apabila anak yang orangtuanya pernah menderita depresi, sejak la
hir diadopsi oleh keluarga yang tidak pernah menderita depresi, ternyata kemungkinan
untuk menderita depresi 3 kali lebih besar dibandingkan anak - anak kandung keluarga
yang mengadopsi.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Depresi

Banyak hal yang bisa menjadi faktor risiko timbulnya depresi, yaitu :

1) Usia Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun; d

an 50% dari pasien memiliki onset anatara usia 20-50 tahun.

2) Jenis kelamin Pada pengamatan yang hampir uiversal, terlepas dari kultur atau negar

a, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita dib

andingkan laki-laki.
Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kesehatan maternal.

3) Pendidikan Terdapat hubungan yang signifikan pendidikan dengan depresi pada usia
dewasa-tua. Tingkat pendidikan berkaitan dengan kesehatan fisik yang baik. Penelitian
di Inggris menyebutkan bahwa lansia yang hanya menamatkan pendidikan dasar memp
unyai risiko terhadap depresi 2,2 kali lebih besar.

4)Status pernikahan
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak me
miliki hubungan interpersonal yang erat atau yang tercerai atau berpisah.

E. Stressor Psikososial

Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan per
ubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi a
tau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun tidak semua orang mampu mela
kukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbulah keluhan – keluha
n antara lain stres, cemas dan depresi. DSM IV-TR mendefinisikan stresor psikososial s
ebagai “setiap peristiwa hidup atau perubahan hidup yang mungkin terkait secara tempo
ral (dan mungkin kausal) dengan onset, peristiwa, atau eksaserbasi gangguan mental. M
asalah psikososial dalam PPGDJ III dikategorikan dalam aksis IV yang terdiri dari mas
alah dengan “primary support group” atau keluarga, masalah dengan lingkungan
sosial, masalah pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, masalah akses ke pelayana
n kesehatan, masalah yang berkaitan dengan hukum/ kriminal dan lainnya.
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan karena kondisi ke
luarga yan tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap anak yang dapat menimbulkan stre
s antara lain.

1. Hubungan kedua orangtua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh tak acuh.

2. Kedua orangtua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan anak – a
nak.

3. Komunikasi antara orangtua dan anak yang tidak serasi

4. Kedua orangtua berpisah (separate) atau bercerai (divorce).

5. Salah satu orangtua menderita gangguan jiwa atau kelainan kepribadian.

6. Orangtua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras, otoriter, dan lain sebag
ainya.

Dalam interaksi sosial, seseorang dapat menyesuaikan diri secara pasif terhadap
orang lain (autoplastis), sedangkan mungkin dirinya sedang dipengaruhi oleh orang lain
Mungkin juga seseorang menyesuaikan diri secara alloplastis (mengubah lingkungan s
esuai keinginan diri) terhadap orang lain, sedangkan orang lain itu dipengaruhi oleh ora
ng pertama, maka selalu akan terlihat hubungan timbal balik yang saling berpengaruh a
ntara seorang dengan orang lain.

Hubungan antar sesama (perorangan/individual) yang tidak baik dapat merupak


an sumber stress. Misalnya hubungan yang tidak serasi, tidak baik atau buruk dengan k
awan dekat atau kekasih, antara sesama rekan, antara batasan dan bawahan, serta pengk
hianatan.

F. Klasifikasi Depresi

Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebagai berikut:
Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat) :

1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah y
ang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya aktivitas.

Gejala Lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

4) Pandangan masa depan yang suram dan psimistik

5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri 6) Tidur terganggu

  Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung c
epat.
  Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat
(F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episod
e depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis gangg
uan depresif berulang (F33.-).

Pedoman Diagnostik
G. Tatalaksana

a. Terapi non farmakologi

1).Psikoterapi
Psikoterapi yaitu terapi pengembangan yang digunakan untuk menghilangkan atau men
gurangi keluhan – keluhan serta mencegah kambuhnya gangguan pola perilaku maladat
if (Depkes, 2007). Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi in
terpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif
dan dapat menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depre
si ringan atau sedang.Pasien dengan menderita depresi mayor parah dan atau dengan psi
kotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi merupakan t
erapi pilihan utama utuk pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang (Teter et a
l.,2007)

2)Electro Convulsive Therapy (ECT)


Electro Convulsive Therapy yaitu salah satu jenis terapi
depresi dengan mengalirkan beberapa arus listrik ke otak (Depkes, 2007). Terapi denga
n ECT tersebut biasa digunakan untuk kasus depresi berat yang mempunyai potensi dan
resiko untuk bunuh diri (Depkes, 2007). ECT juga diindikasikan untuk pasien depresi y
ang tidak merespon terhadap obat antidepresan (Lisanby, 2007). Terapi ECT terdiri dari
6 – 12 treatment dan juga tergantung pada tingkat keparahan pasien.Terapi ini dilakuka
n 2 atau 3 kali dalam seminggu, penggunaan ECT itu sendiri khusus digunakan oleh psi
kiater yang sudah berpengalaman (Mann. 2005). ECT dikontraindikasikan pada bebera
pa penyakit seperti epilepsi, TBC miller, gangguan infark jantung, dan tekanan tinggi in
tra karsial (Depkes, 2007).

b. Terapi Farmakologi
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati kondisi serius yang dikaren
akan depresi berat. Kadar NT terutama NE dan serotonin dalam otak sangat berpengaru
h terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya kadar NE dan serotonin di dalam ota
k maka akan menyebabkan gangguan depresi. Oleh sebab itu antideresan digunakan unt
uk meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak ( Prayitno,2008 ).
1.   Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Antidepresan golongan SSRI adalah antidepresan yang mempunyai mekanisme kerja m
enghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap antar neuro
n), sehingga menyebabkan kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar se
rotonin dalam sinap dapat bermanfaat sebagai antidepresan (Prayitno, 2008).
Obat antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI seperti Citalopram, Escitalopra
m, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan Sertraline (Teter et al.,2007). Efek sampin
g yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal ( mual, muntah, da
n diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan tidur. Efek samp
ing ini hanya bersifat sementara (Teter et al., 2007).
2. Tricylic Antidepresan (TCA)
TCA atau Antidepresan Trisiklik adalah obat antidepresan yang mekanisme kerjanya m
enghambat pengambilan kembali amin biogenik berupa norepinerin,serotonin ( 5 – HT)
dan dopamin dalam otak,dikarenakan menghambat ambilan kembali neurotransmitter y
ang tidak selektif tersebut,sehingga TCA mempunyai efek samping yang cukup besar (
Prayitno, 2008). Efek samping yang sering ditimbulkan TCA yaitu berupa efek kolinerg
ik seperti mulut kering, sembelit, penglihatan mata kabur, pusing, takikardi, ingatan me
nurun, dan retensi urin. Contoh dari obat golongan TCA adalah Amitripilin, Clomipram
ine, Doxepin, Imipramine, Desipiramine,Nortriptyline (Teter et al., 2007).
3. Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
Antidepresan golongan SNRI mempunyai mekanisme kerja mengeblok monoamin deng
an lebih selektif dari pada antidepresan golongan trisiklik sehingga tidak menimbulkan
efek seperti yang ditimbulkan antidepresan trisiklik (Mann, 2005). Antidepresan golong
an SNRI memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih baik dibandingkan antidepresan go
longan SSRI dan TCA dalam
mengatasi remisi pada depresi berat (Sthal, 2002).Antidepresan golongan SNRI adalah
V enlafaxine dan Duloxetine. Efek samping yang biasa muncul pada obat Venlafaxine
yaitu mual dan disfungsi sexual sedangkan pada Duloxetine efek samping yang ditimbu
lkan berupa mual, mulut kering, konstipasi,
dan insomnia (Teter et al., 2007).
4.  Antidepresan Aminoketon
Aminoketon yaitu salah satu golongan antidepresan yang memiliki efek yang tidak begi
tu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin. Satu-satunya contoh obat dari golo
ngan antidepresan amiketon adalah Bupropion (Teter et al.,2007). Bupropion bereaksi s
ecara tidak langsung pada sistem serotonin, dan efikasi Bupropion mirip dengan antidep
resan trisiklik dan SSRI (Mann, 2005). Bupropion digunakan untuk terapi pada pasien d
epresi tidak merespon terhadap antidepresan SSRI (Mann, 2005). Bupropion mempuny
ai efek samping yang berbeda-beda tergantung pada kondisi setiap orang. Efek samping
dari Bupropion dapat berupa mual, muntah, tremor, insomnia, mulut kering, dan reaksi
kulit ( Teter et al., 2007).
5. Antidepresan Triazolopiridin
Antidepresan Triazolopiridin mekanisme kerjanya adalah
sebagai antagonis 5–HT2 dan penghambat 5–HT, serta dapat meningkatkan 5–HT1A. T
razodone dan Nefazodone adalah contoh obat dari antidepresan triazolopiridin yang me
mpunyai aksi ganda pada neuron seratonergik. Trazodone digunakan untuk mengatasi e
fek samping sekunder seperti pusing dan sedasi, serta peningkatan availabilitas alternati
f yang dapat diatasi ( Teter et al., 2007).
Trazodone sendiri mempunyai efek samping berupa sedasi, gangguan kognitif, dan pusi
ng. Efek samping yang ditimbulkan oleh Nefazodone berupa sakit kepala ringan, meng
antuk, mulut kering, ortostatik hipotensi, mual, dan lemas ( Teter et al., 2007).
6. Antidepresan Tetrasiklik
Antidepresan tetrasiklik mempunyai mekanisme kerja sebagai
antagonis pada presinaptic α2–adrenergicautoreseptor dan heteroreseptor, yang dapat
meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan seratonergik ( Teter et al., 2007). Satu-satun
ya obat dari antidepresan tetrasiklik adalah Mirtazapin. Mirtazapin dapat bermanfaat un
tuk pasien depresi dengan gangguan tidur dan kekurangan berat badan (Unutzer, 2007).
Efek samping yang dapat muncul pada penggunaan Mirtazapin berupa konstipasi, mulu
t kering, dan peningkatan berat badan (Teter et al., 2007).
7.  Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )
Mono Amin Oxidase Inhibitor yaitu suatu enzim komplek yang
terdistribusi didalam tubuh, yang digunakan dalam dekomposisi amin biogenic (norepin
efrin, epinefrin, dopamin, dan serotonin) (Depkes, 2007). MAOI bekerja memetabolism
e NE dan serotonin untuk mengakhiri kerjanya sehingga mudah disekresikan. Pada saat
MAO dihambat, maka kadar NE dan serotonin di sinap akan meningkat, sehingga akan
terjadi perangsangan pada SSP (Prayitno, 2008).
Beberapa contoh obat dari golongan MAOI yaitu Phenelzine, Tranylcypromine, dan Sel
egiline. Efek samping yang sering terjadi berupa postural hipotensi, penambahan berat
badan, gangguan sexual (penurunan libido, anorgasmia) ( Teter et al., 2007).

c. Terapi Tambahan
Penggunaan terapi tambahan digunakan untuk meningkatkan
efek antidepresan, terapi tambahan yang diberikan antara lain :
1.   Mood Stabilizer
mood stabilizer yang biasa digunakan adalah Lithium dan
Lomotrigin. Litium yaitu terapi tambahan yang efektif pada pasien yang tidak memberi
respon terhadap pemberian monoterapi antidepresan. Lomotrigin adalah antikonvulsan
yang mereduksi glutamateric. Lamotigrin digunakan sebagai terapi tambahan pada depr
esi berat (Barbosa et al., 2003) dan juga digunakan untuk terapi dan pencegahan relaps
e pada depresi bipolar (Yatham, 2004). Divalproex dan Valproate adalah mood stabiliz
er yang digunakan untuk mencegah terjadinya kekambuhan kembali (Mann, 2005).
2. Antipsikotik
Antipsikotik dibagi menjadi 2 jenis yaitu antipsikotik tipikal
dan antipsikotik atipikal. Yang termasuk dalam antipsikotik tipikal adalah haloperidol,c
horpromazine, dan Fluphenazine. Mekanisme kerja dari Antipsikotik tipikal yaitu mem
blok dopamine D2 reseptor. Antipsikotik atipikal hanya digunakan untuk terapi pada de
presi
mayor resisten (Kennedy, 2003). Contoh Obat dari Atypical antipsikotik adalah clozapi
ne, olanzapine, dan aripripazole (Mann, 2005).

Anda mungkin juga menyukai