Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo, Magelang
Disusun oleh :
Pembimbing Klinik :
dr. Nur Dwi Esthi, Sp. KJ
Genogram
II. PEMERIKSAAN FISIK
1. Vital Sign
Tekanan darah : 148/83 mmHg
Suhu : 36,1o C
Nadi : 135 x/menit
RR : 20 x/menit
2. Status Internus
Kepala (mata dan THT)
- Kepala : Normochepali
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
- Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
- Jantung : S1/S2 reguler, murmur (-) dan gallop (-)
- Paru : Inspeksi pergerakan dinding dada simetris,
vesikuler
+/+, wheezing -/-, rhonci -/-
Abdomen : Timpani, supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, KO 5-5-5-5
3. Status Neurologis
a. GCS : E4 V5 M6
b. Kaku kuduk : Tidak ditemukan
c. Saraf kranialis : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Reflek fisiologis : +/+/+/+
e. Reflek patologis : -/-/-/-
f. Sensorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Motorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
Penampilan : seorang wanita usia 26 tahun, penampilan sesuai usia, rapi
Kesadaran Psikiatri : jernih, sadar penuh
Kesadaran Sensorium : Komposmentis
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : normoaktif
Sikap Terhadap Pemeriksa : Kooperatif, pasien dapat menjawab pertanyaan
dengan baik
Kontak Psikis : kontak (+), wajar, dapat dipertahankan
2. Emosi
a. Mood : eutimik
b. Afek : Normal
c. Kesesuaian : Sesuai
d. Emosi lain : Tidak ada
3. Bicara
a. Kualitas : Koheren
b. Kuantitas : Cukup
c. Gangguan bicara : tidak ada
4. Gangguan Persepsi
a. Ilusi : tidak ada
b. Halusinasi : Halusinasi auditorik dan halusinasi visual
c. Depersonalisasi : tidak ada
d. Derealisasi : tidak ada
5. Pikiran
a. Bentuk pikir : nonrealistik
b. Arus Pikir : Koheren
c. Isi Pikir : waham kejar, waham curiga
6. Sensorium dan Kognitif
a. Tingkat kesadaran : sadar penuh
b. Orientasi : orientasi waktu, tempat, dan orang baik
c. Daya Ingat : jangka pendek, jangka panjang baik
d. Konsentrasi dan perhatian : baik
e. Kemampuan membaca dan menulis : baik
f. Kemampuan visuospasial : baik
g. Pikiran abstrak : tidak ada
h. Pikiran Konkret : tidak ada
7. Tilikan diri: 6 (tilikan emosional sesungguhnya kesadaran emosional tentang
motif dan perasaan didalam diri pasien dan orang yang penting
dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan perubahan
dasar dalam perilaku)
8. Reabilitas : reliabel
Sindrom Depresi
afek depresi
kehilangan minat
tidak ada semangat
sulit tidur
nafsu makan menurun
konsentrasi menurun
gagasan untuk bunuh diri
Terpenuhi
√
V. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
A. AXIS I : F.32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
B. AXIS II : F.60.3 kepribadian emosional tidak stabil
C. AXIS III : R00-R99 gejala, tanda dan temua klinis lab. Abn (Hipertensi,
Dislipidemia, Peningkatan Asam urat )
D. AXIS IV : masalah keluarga
E. AXIS V : GAF 90 – 81 gejala minimal, berfungsi baik, cukup puasa, tidak
lebih dari masalah harian yang biasa.
VI. PENATALAKSANAAN
a. Farmakoterapi
Terapi yang diberikan kepada pasien(emergency):
- Lodomer 5ml inj
- Diazepam inj
-Risperidon 2mg/2xsehari
VII. PROGNOSIS
1. Premorbid
Riwayat gangguann jiwa pada keluarga : Ada (buruk)
Status pernikahan : menikah (baik)
Dukungan keluarga : Ada (baik)
Stressor : Ada (buruk)
Status ekonomi : Berkecukupan (baik)
2. Morbid
Onset <25 tahun : 26 Tahun
(baik)
Jenis penyakit : depresif disertai psikotik
(buruk)
Perjalanan penyakit : Kronis
(buruk)
Penyakit organic : ada (Hipertensi, Dislipidemia,
Peningkatan asam urat)
(buruk)
Kepatuhan minum obat : patuh (baik)
Insight : derajat 6 (tilikan emosional
sesungguhnya kesadaran emosional tentang motif dan perasaan didalam diri
pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan
perubahan dasar dalam perilaku)
3. Quo Ad
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
Prevalensi penderita depresi di Indonesia diperkirakan 2,5 - 9 juta dari 210 juta j
iwa penduduk. Pada saat setelah pubertas resiko untuk depresi meningkat 2- 4 kali lipat,
dengan 20% insiden pada usia 18 tahun. Perbandingan gender saat anak-anak 1:1, deng
a peningkatan resiko depresi pada wanita setelah pubertas, sehingga perbandingan pria
dan wanita menjadi 1:2. Hal ini berhubungan dengan tingkat kecemasan pada wanita tin
ggi, perubahan estradiol dan testosteron saat pubertas, atau persoalan sosial budaya yan
g berhubungan dengan perkembangan kedewasaan pada wanita.
Depresi sering terjadi pada wanita dengan usia 25-44 tahun, dan puncaknya pad
a masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari masalah keluarga dan pekerjaan. Hal ini di
sebabkan karena harapan hidup pada wanita lebih tinggi, kematian pasangan mungkin j
uga menyebabkan angka yang tinggi untuk wanita tua mengalami depresi.
Penilaian gejala depresi seperti perasaan sedih atau kekecewaan yang kuat dan t
erus menerus yang mempengaruhi aktivitas normal, menunjukan prevalensi seumur hid
up sebanyak 9-20%.(3) Pada kriteria lain yang digunakan pada depresi berat, prevalensi
depresi 3% untuk pria dan 4-9% untuk wanita. Resiko seumur hidup 8-12% untuk pria
dan 20-28% untuk wanita. Sekitar 12-20% pada orang yang mengalami episode akut be
rkembang menjadi sindrom depresi kronis, dan diatas 15% pasien yang mengalami depr
C. Etiologi
Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor. Adapun faktor biologis, fakt
or bawaan atau keturunan, faktor yang berhubungan dengan perkembangan seperti kehi
langan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan faktor lingkungan, yang menjadi sa
tu kesatuan mengakibatkan depresi.
1) Faktor biologis
Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat dibagi menjad
i dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan disregulasi neuroendokrin. Abnormalitas
metabolit biogenik amin yang sering dijumpai pada depresi yaitu 5 hydroxy indolea
cetic acid (5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-hydrophenylglyc
ol (MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan bahwa penderita gangguan depresi
menunjukkan berbagai macam abnormalitas metabolik biogenikamin pada darah, urin d
an cairan serebrospinal. Keadaan tersebut endukung hipotesis ganggua depresi berhubu
ngan dengan disregulasi biogenikamin. Dari biogenik amin, serotonin dan norepinefrin
merupakan neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi.
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan mun
gkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang ju
ga melibatkan reseptor beta2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yan
g mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinephrin. Reseptor beta2-presina
ptik juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
Aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru res
eptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinap
tik dopamin memperkaya antara dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentan
g dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbic mungkin mengalami disfung
si pada depresi dan reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada depresi.
2) Faktor Psikososial
3) Faktor Genetik
Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila salah seorang kembar
menderita depresi, maka kemungkinan saudara kembarnya menderita pula sebesar 70 %
Kemungkinan menderita depresi sebesar 15 % pada anak, orang tua, dan kakak-adik da
ri penderita depresi. Apabila anak yang orangtuanya pernah menderita depresi, sejak la
hir diadopsi oleh keluarga yang tidak pernah menderita depresi, ternyata kemungkinan
untuk menderita depresi 3 kali lebih besar dibandingkan anak - anak kandung keluarga
yang mengadopsi.
Banyak hal yang bisa menjadi faktor risiko timbulnya depresi, yaitu :
1) Usia Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun; d
2) Jenis kelamin Pada pengamatan yang hampir uiversal, terlepas dari kultur atau negar
a, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita dib
andingkan laki-laki.
Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kesehatan maternal.
3) Pendidikan Terdapat hubungan yang signifikan pendidikan dengan depresi pada usia
dewasa-tua. Tingkat pendidikan berkaitan dengan kesehatan fisik yang baik. Penelitian
di Inggris menyebutkan bahwa lansia yang hanya menamatkan pendidikan dasar memp
unyai risiko terhadap depresi 2,2 kali lebih besar.
4)Status pernikahan
Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak me
miliki hubungan interpersonal yang erat atau yang tercerai atau berpisah.
E. Stressor Psikososial
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan per
ubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi a
tau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun tidak semua orang mampu mela
kukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbulah keluhan – keluha
n antara lain stres, cemas dan depresi. DSM IV-TR mendefinisikan stresor psikososial s
ebagai “setiap peristiwa hidup atau perubahan hidup yang mungkin terkait secara tempo
ral (dan mungkin kausal) dengan onset, peristiwa, atau eksaserbasi gangguan mental. M
asalah psikososial dalam PPGDJ III dikategorikan dalam aksis IV yang terdiri dari mas
alah dengan “primary support group” atau keluarga, masalah dengan lingkungan
sosial, masalah pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, masalah akses ke pelayana
n kesehatan, masalah yang berkaitan dengan hukum/ kriminal dan lainnya.
Anak dan remaja dapat pula mengalami stres yang disebabkan karena kondisi ke
luarga yan tidak harmonis. Sikap orang tua terhadap anak yang dapat menimbulkan stre
s antara lain.
1. Hubungan kedua orangtua yang dingin, atau penuh ketegangan, atau acuh tak acuh.
2. Kedua orangtua jarang di rumah dan tidak ada waktu untuk bersama dengan anak – a
nak.
6. Orangtua dalam mendidik anak kurang sabar, pemarah, keras, otoriter, dan lain sebag
ainya.
Dalam interaksi sosial, seseorang dapat menyesuaikan diri secara pasif terhadap
orang lain (autoplastis), sedangkan mungkin dirinya sedang dipengaruhi oleh orang lain
Mungkin juga seseorang menyesuaikan diri secara alloplastis (mengubah lingkungan s
esuai keinginan diri) terhadap orang lain, sedangkan orang lain itu dipengaruhi oleh ora
ng pertama, maka selalu akan terlihat hubungan timbal balik yang saling berpengaruh a
ntara seorang dengan orang lain.
F. Klasifikasi Depresi
Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis episode depresif (F32) adalah sebagai berikut:
Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
1) Afek depresif
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah y
ang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya aktivitas.
Gejala Lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
5) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri 6) Tidur terganggu
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung c
epat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat
(F32.2) hanya digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episod
e depresif berikutnya harus diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis gangg
uan depresif berulang (F33.-).
Pedoman Diagnostik
G. Tatalaksana
1).Psikoterapi
Psikoterapi yaitu terapi pengembangan yang digunakan untuk menghilangkan atau men
gurangi keluhan – keluhan serta mencegah kambuhnya gangguan pola perilaku maladat
if (Depkes, 2007). Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi in
terpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif
dan dapat menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depre
si ringan atau sedang.Pasien dengan menderita depresi mayor parah dan atau dengan psi
kotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi merupakan t
erapi pilihan utama utuk pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang (Teter et a
l.,2007)
b. Terapi Farmakologi
Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati kondisi serius yang dikaren
akan depresi berat. Kadar NT terutama NE dan serotonin dalam otak sangat berpengaru
h terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya kadar NE dan serotonin di dalam ota
k maka akan menyebabkan gangguan depresi. Oleh sebab itu antideresan digunakan unt
uk meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak ( Prayitno,2008 ).
1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Antidepresan golongan SSRI adalah antidepresan yang mempunyai mekanisme kerja m
enghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap antar neuro
n), sehingga menyebabkan kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar se
rotonin dalam sinap dapat bermanfaat sebagai antidepresan (Prayitno, 2008).
Obat antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI seperti Citalopram, Escitalopra
m, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan Sertraline (Teter et al.,2007). Efek sampin
g yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal ( mual, muntah, da
n diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan tidur. Efek samp
ing ini hanya bersifat sementara (Teter et al., 2007).
2. Tricylic Antidepresan (TCA)
TCA atau Antidepresan Trisiklik adalah obat antidepresan yang mekanisme kerjanya m
enghambat pengambilan kembali amin biogenik berupa norepinerin,serotonin ( 5 – HT)
dan dopamin dalam otak,dikarenakan menghambat ambilan kembali neurotransmitter y
ang tidak selektif tersebut,sehingga TCA mempunyai efek samping yang cukup besar (
Prayitno, 2008). Efek samping yang sering ditimbulkan TCA yaitu berupa efek kolinerg
ik seperti mulut kering, sembelit, penglihatan mata kabur, pusing, takikardi, ingatan me
nurun, dan retensi urin. Contoh dari obat golongan TCA adalah Amitripilin, Clomipram
ine, Doxepin, Imipramine, Desipiramine,Nortriptyline (Teter et al., 2007).
3. Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)
Antidepresan golongan SNRI mempunyai mekanisme kerja mengeblok monoamin deng
an lebih selektif dari pada antidepresan golongan trisiklik sehingga tidak menimbulkan
efek seperti yang ditimbulkan antidepresan trisiklik (Mann, 2005). Antidepresan golong
an SNRI memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih baik dibandingkan antidepresan go
longan SSRI dan TCA dalam
mengatasi remisi pada depresi berat (Sthal, 2002).Antidepresan golongan SNRI adalah
V enlafaxine dan Duloxetine. Efek samping yang biasa muncul pada obat Venlafaxine
yaitu mual dan disfungsi sexual sedangkan pada Duloxetine efek samping yang ditimbu
lkan berupa mual, mulut kering, konstipasi,
dan insomnia (Teter et al., 2007).
4. Antidepresan Aminoketon
Aminoketon yaitu salah satu golongan antidepresan yang memiliki efek yang tidak begi
tu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin. Satu-satunya contoh obat dari golo
ngan antidepresan amiketon adalah Bupropion (Teter et al.,2007). Bupropion bereaksi s
ecara tidak langsung pada sistem serotonin, dan efikasi Bupropion mirip dengan antidep
resan trisiklik dan SSRI (Mann, 2005). Bupropion digunakan untuk terapi pada pasien d
epresi tidak merespon terhadap antidepresan SSRI (Mann, 2005). Bupropion mempuny
ai efek samping yang berbeda-beda tergantung pada kondisi setiap orang. Efek samping
dari Bupropion dapat berupa mual, muntah, tremor, insomnia, mulut kering, dan reaksi
kulit ( Teter et al., 2007).
5. Antidepresan Triazolopiridin
Antidepresan Triazolopiridin mekanisme kerjanya adalah
sebagai antagonis 5–HT2 dan penghambat 5–HT, serta dapat meningkatkan 5–HT1A. T
razodone dan Nefazodone adalah contoh obat dari antidepresan triazolopiridin yang me
mpunyai aksi ganda pada neuron seratonergik. Trazodone digunakan untuk mengatasi e
fek samping sekunder seperti pusing dan sedasi, serta peningkatan availabilitas alternati
f yang dapat diatasi ( Teter et al., 2007).
Trazodone sendiri mempunyai efek samping berupa sedasi, gangguan kognitif, dan pusi
ng. Efek samping yang ditimbulkan oleh Nefazodone berupa sakit kepala ringan, meng
antuk, mulut kering, ortostatik hipotensi, mual, dan lemas ( Teter et al., 2007).
6. Antidepresan Tetrasiklik
Antidepresan tetrasiklik mempunyai mekanisme kerja sebagai
antagonis pada presinaptic α2–adrenergicautoreseptor dan heteroreseptor, yang dapat
meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan seratonergik ( Teter et al., 2007). Satu-satun
ya obat dari antidepresan tetrasiklik adalah Mirtazapin. Mirtazapin dapat bermanfaat un
tuk pasien depresi dengan gangguan tidur dan kekurangan berat badan (Unutzer, 2007).
Efek samping yang dapat muncul pada penggunaan Mirtazapin berupa konstipasi, mulu
t kering, dan peningkatan berat badan (Teter et al., 2007).
7. Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )
Mono Amin Oxidase Inhibitor yaitu suatu enzim komplek yang
terdistribusi didalam tubuh, yang digunakan dalam dekomposisi amin biogenic (norepin
efrin, epinefrin, dopamin, dan serotonin) (Depkes, 2007). MAOI bekerja memetabolism
e NE dan serotonin untuk mengakhiri kerjanya sehingga mudah disekresikan. Pada saat
MAO dihambat, maka kadar NE dan serotonin di sinap akan meningkat, sehingga akan
terjadi perangsangan pada SSP (Prayitno, 2008).
Beberapa contoh obat dari golongan MAOI yaitu Phenelzine, Tranylcypromine, dan Sel
egiline. Efek samping yang sering terjadi berupa postural hipotensi, penambahan berat
badan, gangguan sexual (penurunan libido, anorgasmia) ( Teter et al., 2007).
c. Terapi Tambahan
Penggunaan terapi tambahan digunakan untuk meningkatkan
efek antidepresan, terapi tambahan yang diberikan antara lain :
1. Mood Stabilizer
mood stabilizer yang biasa digunakan adalah Lithium dan
Lomotrigin. Litium yaitu terapi tambahan yang efektif pada pasien yang tidak memberi
respon terhadap pemberian monoterapi antidepresan. Lomotrigin adalah antikonvulsan
yang mereduksi glutamateric. Lamotigrin digunakan sebagai terapi tambahan pada depr
esi berat (Barbosa et al., 2003) dan juga digunakan untuk terapi dan pencegahan relaps
e pada depresi bipolar (Yatham, 2004). Divalproex dan Valproate adalah mood stabiliz
er yang digunakan untuk mencegah terjadinya kekambuhan kembali (Mann, 2005).
2. Antipsikotik
Antipsikotik dibagi menjadi 2 jenis yaitu antipsikotik tipikal
dan antipsikotik atipikal. Yang termasuk dalam antipsikotik tipikal adalah haloperidol,c
horpromazine, dan Fluphenazine. Mekanisme kerja dari Antipsikotik tipikal yaitu mem
blok dopamine D2 reseptor. Antipsikotik atipikal hanya digunakan untuk terapi pada de
presi
mayor resisten (Kennedy, 2003). Contoh Obat dari Atypical antipsikotik adalah clozapi
ne, olanzapine, dan aripripazole (Mann, 2005).