Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BESAR

PENENTUAN HARGA TRANSFER

Mata Kuliah : Sistem Pengendalian Manajemen


Dosen: Rona Tumiur Mauli Simorangkir, SE., MM

Kelompok 6 :

Angellia Cristiani (43216110536)


Risky Aji Pratama - 43217120191

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

2021
Fenomena dan Latar Belakang Transfer Pricing

Fenomena globalisasi secara tidak langsung telah mendorong merebaknya


konglomerasi dan divisionalisasi atau departemenisasi perusahaan. Lahirnya General
Agreement on Trade and Tariff (GATT) dan World Trade Organisation (WTO) telah
membuka jembatan pergerakan barang, jasa dan modal antar negara. Perusahaan-
perusahaan tidak lagi membatasi operasinya hanya di negara sendiri, akan tetapi
merambah ke mancanegara dan menjadi perusahaan multinasional dan transnasional.
Perusahaan-perusahaan ini beroperasi melalui anak usaha dan cabang-cabangnya di
hampir semua negara berkembang dan pasar-pasar yang sedang tumbuh (Hartanti, et al
2014). Perusahaan Multinasional (Multinasional Corporation/ MNC) adalah perusahaan
yang beroperasi melewati lintas batas antar negara, yang terkait hubungan istimewa,
baik karena penyertaan modal saham, pengendalian manajemen atau penggunaan
teknologi; dapat berupa anak perusahaan, agen, dan sebagainya dengan berbagai motif.
Tiga motif utama berdirinya MNC adalah;

(1) memperluas usaha dalam rangka mencari bahan baku dan menjual produknya keluar
negeri.

(2) mencari pasar dan memperluas jangkauan pemasaran produk 2 yang dimiliki.

(3) meminimumkan biaya (cost minimazer), seperti keringanan pajak, tenaga kerja yang
murah, harga tanah murah, biaya pengolahan limbah dengan syarat ringan, dan lain
sebagainya (www.academia.edu).

Fenomena perusahaan multinasional dalam ekspansinya cenderung


mengoperasikan usahanya secara desentralisasi dan melaksanakan konsep cost
revenue profit dan corporate profit center concepts, yang dapat mengukur dan menilai
kinerja dan motivasi setiap divisi/unit yang bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan
perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut antara lain digunakan sistem harga transfer
atau transaksi transfer pricing. Transfer pricing multinasional berhubungan dengan
transaksi antar divisi dalam satu unit hukum atau antar entitas dalam satu kesatuan
ekonomi yang meliputi berbagai wilayah kedaulatan negara (www.academia.edu).

Tujuan yang ingin dicapai dalam transfer pricing antara lain sebagai berikut:

(1) Memaksimalkan penghasilan global,

(2) Mengamankan posisi kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi


pasar, (3) Evaluasi kinerja anak/ cabang perusahaan mancanegara,
(4) Menghindarkan pengendalian devisa,
(5) Mengatrol kreditabel asosiasi,
(6) Mengurang resiko moneter,
(7) Mengatur cash flow anak/ cabang yang memadai,
(8) Membina hubungan baik dengan administrasi setempat,
(9) Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk,
(10) Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah (www.academia.edu).

Transfer pricing merupakan harga barang, jasa atau harta tak berwujud 3 yang
dialihkan antara divisi dalam suatu perusahaan atau dalam perusahaan yang memiliki
hubungan istimewa atau perusahaan multinasional (Gusnardi, 2009). Tujuan utama dari
transfer pricing adalah untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja finansial suatu
perusahaan, akan tetapi sering juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan
multinasional untuk meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga
yang ditransfer antar divisi (Gusnardi, 2009). Kunci utama keberhasilan transfer pricing
dari sisi pajak adalah transaksi karena adanya hubungan istimewa (Yenni, 2000).

Para ahli juga mengakui bahwa transfer pricing ini bisa menjadi suatu masalah
bagi perusahaan, namun ini juga bisa menjadi peluang penyalahgunaan untuk
perusahaan yang mengejar laba yang tinggi. Bagi perusahaan yang memiliki anak
perusahaan di negara yang tarif pajaknya tinggi maka akan menjadi suatu masalah
karena akan membayar pajak lebih banyak, sehingga keuntungan yang didapat lebih
sedikit. Tidak sedikit juga perusahaan yang melihat ini sebagai suatu peluang dan
membuat strategi untuk mendapatkan keuntungan lebih dari penjualan dan penghindaran
pajak. Salah satu caranya adalah dengan membuat anak perusahaan di negara yang
memberikan tarif pajak rendah ataupun negara yang berstatus tax heaven country.

Dari sisi pemerintah transfer pricing diyakini dapat mengakibatkan berkurang atau
hilangnya potensi penerimaan pajak karena perusahaan multinasional cenderung
menggeser kewajiban perpajakannya dengan cara memperkecil harga jual antara
perusahaan dalam satu grup dan mentransfer laba yang diperoleh kepada perusahaan
yang berkedudukan di negara yang menerapkan trasnfer pajak yang rendah (tax heaven
countries). Sedangkan dari sisi bisnis, perusahaan cenderung berupaya meminimalkan
biaya-biaya (cost efficiency) termasuk didalamnya meminimalisasi pembayaran pajak
perusahaan (corporate income tax). (Haeruman, 2010)
Pajak tangguhan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak penghasilan
badan (PPh) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
oleh badan seperti yang di maksud dalam UU KUP (Jewel,2012). Perbedaan tarif pajak
yang berlaku antarnegara menyebabkan perusahaan multinasional memaksimalkan
manajemen perpajakannya dengan melakukan pengalihan pendapatan dan laba ke
negara lain dengan praktik transfer pricing. (Hansen and Mowen, 2005:195). Perusahaan
multinasional sering memanfaatkan celah aturan perpajakan untuk melakukan
manajemen pajak dengan melakukan transfer pricing yaitu memindahkan keuntungan
atau penghasilan yang didapat ke perusahaan afiliasi yang berada di negara lain,
sehingga total pajak perusahaan yang dibayarkan menjadi lebih rendah dan keuntungan
yang diperoleh oleh perusahaan tersebut semakin tinggi. Hal tersebut telah
menyebabkan kerugian yang besar bagi negara berkembang termasuk Indonesia, karena
pajak merupakan salah satu sumber APBN bagi negara Indonesia (Lubis, 2015).
Sehingga saat ini transfer pricing menjadi salah satu permasalahan yang menjadi
perhatian bagi para aparat pajak.

Kegiatan usaha melalui transfer pricing ini dipercaya pula oleh para ahli dapat
menghindari pajak berganda (PricewaterhouseCoopers, 2009, dalam Hartati, 2013).
Namun di satu sisi, transfer pricing sering mengalami masalah dalam aspek
penyalahgunaan pajak, karena kegiatan ini menyangkut masalah bea cukai, ketentuan
anti-dumping, perubahan pengalihan penghasilan, dan perubahan dasar pengenaan
pajak (tax base) dari satu wajib pajak kepada wajib pajak lain. Dengan kata lain,
realitanya adalah transfer pricing ini menimbulkan kemungkinan- kemungkinan adanya
rekayasa jumlah pajak yang terutang atas wajib pajak yang mempunyai hubungan
istimewa tersebut (Hartati, 2013).

Pengertian Transfer Priching

Pengertian Transfer Pricing dan Risikonya Terhadap Penerimaan Negara Transfer


pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu
transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi finansial yang
dilakukan oleh perusahaan. Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing,
yaitu intra-company dan inter-company transfer pricing. Intra-company transfer pricing
merupakan transfer pricing antardivisi dalam satu perusahaan. Sedangkan intercompany
transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai
hubungan istimewa. Transaksinya sendiri bisa dilakukan dalam satu negara (domestic
transfer pricing), maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).
Gambar 1. Pengelompokan Transfer Pricing Pengertian di atas merupakan pengertian
yang netral, walaupun sering sekali istilah transfer pricing dikonotasikan dengan sesuatu
yang tidak baik (sering disebut abuse of transfer pricing), yaitu suatu pengalihan
penghasilan dari suatu perusahaan dalam suatu negara dengan tarif pajak yang lebih
tinggi ke perusahaan lain dalam satu grup di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah
sehingga mengurangi total beban pajak group perusahaan tersebut. Eden (2001) dalam
Darussalam dan Sepriadi (2008) mengistilahkan transfer pricing manipulation dengan
suatu kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan yang bertujuan
untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Manipulasi harga yang dapat dilakukan
dengan transfer pricing antara lain manipulasi pada:

- Harga penjualan;

- Harga pembelian;

Tujuan Penentuan Harga Transfer :

Penetuan harga transfer antar pusat laba sangat penting jika :

1. Transaksi transfer barang atau jasa antar pusat laba cukup signifikan,

2. Biaya barang atau jasa yang ditransfer merupakan komponen penting produk akhir,

3. Profitabilitas merupakan pertimbangan penting di dalam penilaian prestasi divisi.

Sistem Harga Transfer bertujuan :

1. Untuk memberikan informasi relevan pada setiap pusat laba dalam menentukan harga
transfer.

2. Untuk memvotivasi manajer pusat laba pengirim, pusat laba penerima, dan kantor pusat
dalam membuat keputusan yang tepat.

3. Untuk menyajikan laporan laba setiap divisi yang secara layak mengukur prestasidivisi.
Sasaran Penentuan Harga Transfer

Harga transfer merupakan mekanisme untuk mendistribusikan pendapatan jika dua pusat
laba atau lebih bertanggungjawab bersama atas pengembangan, pembuatan, dan
pemasaran suatu produk sehingga masing-masing harus berbagi pendapatan yang
dihasilkan ketika produk tersebut terjual.

Harga transfer harus dirancang sedemikian rupa supaya dapat mencapai beberapa
sasaran sebagai berikut :

 Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk


menentukan penyesuaian yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan.

 Menghasilkan keputusan yang bertujuan sama-maksudnya, sistem harus dirancang agar


keputusan yang meningkatkan laba unit usaha juga akan meningkatkan laba perusahaan.
 Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari tiap unit usaha.

 Sistem harus mudah dimengerti dan dikelola.

Metode Penentuan Harga Transfer

Istilah “harga transfer” yang digunakan disini adalah nilai yang diberikan kepada
suatu transfer barang dan jasa dalam suatu transaksi dimana setidaknya ada satu pusat
laba yang terlibat didalamnya.

Harga semacam ini biasanya melibatkan suatu elemen laba karena sebuah
perusahaan yang independent tidak akan mentransfer barang dan jasa ke perusahaan
independent yang lain sebesar biaya produksi atau lebih rendah dari itu.

Prinsip Dasar

Prinsip dasarnya adalah bahwa harga transfer harus sama dengan harga yang
dipatok seandainya produk tersebut terjual kepada konsumen luar atau dibeli dari
pemasok luar.

Ketika suatu pusat laba pada sebuah perusahaan membeli produk, dan menjualnya
kepada, satu sama lain, maka dua keputusan yang harus diambil untuk setiap produk
adalah :

1. Apakah perusahaan harus memproduksi sendiri produk tersebut atau membelinya dari
pemasok luar ? Hal ini memrupakan sourcing decision.
2. Jika diproduksi sendiri, pada tingkat harga berapakah produk tersebut ditransfer
diantara pusat-pusat laba ? Hal ini merupakan transfer price decision.

Idealnya, harga transfer harus mengestimasikan harga normal pasar di luar,


dengan penyesuaian untuk biaya yang tidak terjadi di dalam perusahaan. Bahkan ketika
sourcing decision mengalami hambatan, harga pasar merupakan harga transfer yang
paling baik.

Situasi Ideal

Harga transfer yang berdasarkan harga pasar akan menghasilkan kesamaan tujuan,
dan tidak membutuhkan administrasi pusat jika kondisi-kondisi dibawah ini terpenuhi :

 Orang-orang kompeten. Idealnya, para manajer harus memperhatikan kinerja


jangka panjang dari pusat-pusat tanggung jawab mereka, sama seperti dalam
jangka pendeknya. Staf yang terlibat dalam negosiasi dan arbitrase suatu harga
transfer juga harus kompeten.
 Atmosfer yang baik. Para manajer harus menjadikan profitabilitas – yang diukur
dari laporan laba rugi – sebagai tujuan yang penting dan suatu pertimbangan yang
signifikan dalam penilaian kinerja mereka. Mereka juga harus dapat menerima
bahwa harga transfer tersebut akurat.
 Suatu harga pasar. Harga transfer yang ideal harus berdasarkan harga pasar
normal dan wajar dari produk identik yang ditransfer – maksudnya, harga pasar
yang mencerminkan kondisi yang sama (kuantitas, waktu pengiriman, dan kualitas)
dengan produk yang diberi harga transfer. Harga transfer tersebut dapat diturunkan
untuk mencerminkan penghematan dari penjualan di dalam perusahaan.
 Kebebasan memperoleh sumber daya. Alternatif dalam memperoleh sumber
daya haruslah ada, dan para manajer harus diberi wewenang untuk memilih mana
yang paling baik untuk mereka.
 Informasi penuh. Para manajer harus mengetahui semua alternatif yang ada,
biaya dan pendapatan yang relevan dari masing-masing alternatif tersebut.
 Negosiasi. Harus ada mekanisme kerja yang berjalan lancer dalam melakukan
negosiasi atas “kontrak” diantara unit-unit usaha.

Hambatan-hambatan Dalam Perolehan Sumber Daya (Sourcing)

Idealnya seorang manajer pembelian bebas mengambil keputusan sourcing.


Demikian halnya dengan manajer penjualan, ia harus bebas untuk menjual produknya
ke pasar yang paling menguntungkan. Akibat-akibat yang terjadi jika para manajer
pusat laba tidak memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan sourcing :

 Pasar yang terbatas.


Dalam berbagai perusahaan, pasar bagi pusat laba penjual atau pembeli dapat
saja sangat terbatas. Ada beberapa alasan akan hal ini :
Pertama, keberadaan kapasitas internal dapat membatasi pengembangan
penjualan eksternal. Kedua, jika perusahaan merupakan produsen tunggal dari
produk yang terdeferensiasi, tidak ada sumber daya dari luar
Ketiga, jika suatu perusahaan telah melakukan investasi yang besar, maka ia
cenderung tidak akan menggunakan sumber daya dari luar kecuali harga jual di
luar mendekati biaya variable perusahaan, dimana hal ini jarang sekali terjadi.

Bagaimana suatu perusahaan dapat mengetahui tingkat harga kompetitif jika ia


tidak membeli atau menjual produknya ke pasar bebas ? Inilah beberapa
caranya :

1) Jika terdapat terbitan harga pasar, maka itu dapat digunakan untuk
menentukan harga transfer. Meskipun demikian, terbitan tersebut harus
merupakan harga yang benar-benar dibayarkan di pasar bebas, dan kondisi
yang ada di pasar bebas harus konsisten dengan yang ada dalam perusahaan.

2) Harga pasar mungkin ditentukan berdasarkan penawaran (bid). Hal ini


biasanya dilakukan hanya jika penawar terendah masih memiliki peluang untuk
terjun ke pasar.

3) Jika pusat laba produksi menjual produk yang mirip di pasar bebas, maka ia
mungkin akan menggandakan harga kompetitif berdasarkan harga luar.

4) Jika pusat laba pembelian membeli produk yang sejenis dari pasar bebas,
maka ia dapat menggandakan harga kompetitif untu produk ekslusifnya.

 Kelebihan atau Kekurangan Kapasitas Industri.


Seandainya pusat laba penjualan tidak dapat menjual seluruh produk ke pasar
bebas – dengan kata lain, ia memiliki kapasitas yang berlebih. Perusahaan
mungkin tidak akan mengoptimalkan labanya jika pusat laba pembelian
membeli produk dari pemasok luar sementara kapasitas produksi di dalam
masih memadai. Sebaliknya, andaikan pusat laba pembelian tidak dapat
memperoleh produk yang diperlukan dari luar sementara pusat laba penjualan
menjual produknya kepada pihak luar. Situasi tersebut terjadi ketika terdapat
kekurangan kapasitas produksi di dalam industri. Dalam kasus ini, output dari
pusat laba pembelian terhalang dan perusahaan tidak dapat optimal.

Harga Transfer Berdasarkan Biaya

Jika harga kompetitif tidak tersedia, maka suatu harga transfer dapat ditentukan
berdasarkan biaya ditambah laba, meskipun harga transfer semacam ini sangat sulit
dihitung dan hasilnya kurang memuaskan dibandingkan dengan harga yang berbasis
pasar (marked-based price).

Dua keputusan yang harus dibuat dalam system harga transfer berdasarkan biaya :

1) bagaimana menentukan besarnya biaya, dan

2) bagaimana menghitung markup laba

Basis biaya.

Basis yang umum adalah biaya standar. Biaya actual tidak boleh digunakan karena
factor inefisiensi produksi akan terlewatkan bagi pusat laba pembelian. Jika biaya standar
yang digunakan, maka dibutuhkan suatu insentif untuk menetapkan standar yang ketat
dan meningkatkan standar tersebut.

Markup laba.

Dalam menghitung markup laba, juga terdapat dua keputusan :

1) Apa basis markup laba tersebut,


Basis yang paling mudah digunakan adalah persentase biaya.
Basis yang secara konsep lebih baik adalah persentase investasi, tetapi
menghitung investasi untuk diaplikasikan kepada setiap produk yang dihasilkan
dapat menyebabkan permasalahan teknis.
2) Tingkat laba yang diperbolehkan.
Problem yang kedua dalam penyisihan laba adalah besarnya jumlah laba. Persepsi
manajemen senior atas kinerja keuangan dari suatu pusat laba akan dipengaruhi
oleh laba yang ditunjukkannya. Konsekuensi, kemungkinan penyisihan laba harus
dapat memperkirakan tingkat pengembalian (rate of return) yang akan dihasilkan
seandainya unit usaha tersebut merupakan perusahaan independent yang menjual
produknya kepada konsumen luar.
Solusi konseptual adalah dengan membuat penyisihan laba yang berdasarkan
investasi yang dibutuhkan untuk memenuhi volume yang diminta oleh pusat laba
pembelian. Nilai investasi tersebut dihitung pada level “standar”, dengan asset dan
persediaan pada tingkat biaya penggantian (replacement cost).

Biaya Tetap dan laba Upstream

Penetapan harga transfer dapat menimbulkan permasalahan yang cukup serius


dalam suatu perusahaan yang terintegrasi. Pusat laba yang pada akhirnya menjual produk
kepada pihak luar mungkin tidak menyadari adanya jumlah biaya tetap dan laba upstream
yang terkandung di dalam harga pembelian internal.

Metode-metode yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan


caracara yang digambarkan di bawah ini :
o Persetujuan diantara unit-unit usaha.
Beberapa perusahaan membuat mekanisme formal dimana wakil-wakil dari
uit-unit pembelian dan penjualan bertemu secara berkala untuk memutuskan
harga penjualan kepada pihak luar dan pembagian laba untuk produk-produk
dengan biaya tetap dan laba upstream yang signifikan.
o Dua langkah penentuan harga
Cara lain adalah dengan membuat suatu harga transfer yang meliputi dua
jenis biaya:
1) untuk setiap unit yang terjual, pembebanan biaya dibuat sama dengan
biaya variable standar dari produksi.
2) Pembebanan biaya yang berkala (biasanya setiap bulan) dibuat sama
dengan biaya tetap yang berhubungan dengan fasilitas yang disediakan
untuk unit pembeli.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan metode penentuan harga
dua langkah (two-step pricing method) :
 Pembebanan biaya per bulan untuk biaya tetap dan laba harus dinegosiasikan secara
berkala dan akan tergantung dari kapasitas yang digunakan oleh unit pembeli.
 Pertanyaan mungkin akan timbul mengenai keakuratan alokasi investasi dan biaya.
 Dengan system penentuan harga ini, inerja laba dari unit produksi tidak dipengaruhi
volume penjualan dari unit yang terakhir. Hal inimemecahkan masalah yang muncul ketika
usaha pemasaran oleh unit usaha yang lain mempengaruhi kinerja laba dari unit produksi
murni
 Mungkin terdapat konflik antara kepentingan dari unit produksi dengan kepentingan
perusahaan.(Kelemahan ini diatasi dengan menentukan bahwa unit pemasaran memiliki
prioritas utama dalam menggunakan kapasitas yang terbatas)
 Metode ini mirip dengan penentuan harga “take or pay” yang sering digunakan oleh
perusahaan-perusahaan sarana umum, saluran pipa, dan batubara, dan dalam kontrak
jangka panjang.

 Pembagian laba
Jika system penentuan harga dua langkah tidak feasible, sistem pembagian laba (profir
sharing) dapat digunakan untuk memastikan kesamaan antara kepentingan unit usaha
dan perusahaan.
Sistem tersebut beroperasi dengan cara sebagai berikut :
1) Produk tersebut ditransfer ke unit pemasaran pada biaya variable standar.
2) Setelah produk tersebut terjual, unit-unit usaha membagi kontribusi yang dihasilkan,
dimana perhitungannya adalah harga penjualan dikurangi biaya variable produksi dan
pemasaran.

Melaksanakan sistem pembagian laba semacam ini akan menimbulkan beberapa


masalah teknis :
1) mungkin saja terdapat argument-argumen mengenai cara pembagian kontribusi
diantara dua pusat laba, dan manajemen senior akan turun tangan untuk menangani
masalah ini.Hal ini membuang biaya, waktu dan bekerja secara berlawanan dengan
alas an dasar dari desntralisasi, yaitu otonomi para manajer unit usaha.
2) Membagi rata laba diantara pusat laba tidak memberikan informasi yang tepat
mengenai profitabilitas masing-masing pusat laba.
3) Karena kontribusi yang ada tidak akan dialoksikan sampai penjualan selesai
dilakukan, maka kontribusi unit produksi tergantung pada kemampuan unit pemasaran
untuk menjual seharga harga penjualan aktual. Unit produksi mungkin merasa
diperlakukan dengan tidak adail dalam situasi ini.

 Dua bentuk harga


Dalam metode ini, pendapatan unit produksi akan dikreditkan pada saat harga jual
di luar dan unit pembelian dibebankan biaya sebesar total biaya standar.

Beberapa kelamahan penggunaan sistem ini adalah :


1) jumlah laba unit usaha akan lebih besar dari laba perusahaan secara keseluruhan.
2) Sistem ini menciptakan suatu ilusi bahwa unit usaha akan menghasilkan uang,
sementara pada kenyataannya perusahaan secara keseluruhan mengalami kerugian
karena debit ke kantor pusat.
3) Sistem ini dapat memicu unit usaha hanya berkonsentrasi pada transfer internal
dimana mereka terpana pada markup yang bagus pada biaya penjualan keluar.
4) Terdapat tambahan pembukuan yang terlibat dalam pendebitan akun kantor pusat
setiap kali ada transfer dan kemudian mengeliminasi akun ini ketika laporan keuangan
unit usaha dikonsolidasi.
5) Fakta bahwa ada konflik diantaraa unit-unit bisnis akan membuat sistem ini terlihat
lemah. Dengan metode dua bentuk harga, konflik-konflik ini dapat dikurangi sehingga
tidak meghadapkan manajemen senior pada permasalahan seperti ini.

CONTOH KASUS

Perseteruan antara perusahaan minuman bersoda the Coca-Cola Co. dengan otoritas
pajak Amerika Serikat (AS) Internal Revenue Service (IRS) belum menemui titik temu
hingga saat ini.

Sudah hampir setahun berlalu sejak dilakukan sidang pengadilan oleh Pengadilan Pajak
AS di Washington D.C sepanjang Maret hingga Mei 2018, validitas metode
kesebandingan laba untuk menguji kewajaran harga yang digunakan oleh IRS masih terus
menjadi perdebatan.

Kasus ini bermula dari adanya surat pemberitahuan kurang bayar pada September 2015
sebesar US$3,3 miliar untuk periode 2007 hingga 2009, sebelum akhirnya berujung ke
Pengadilan Pajak AS.

Menurut Coca-Cola, metode tersebut tidak secara tepat mengalokasikan semua tingkat
pengembalian dari aset tidak berwujud supply point tersebut ke perusahaan induk yang
merupakan Wajib Pajak AS. Sebaliknya, IRS menolak interpretasi Coca Cola dan
menyatakan bahwa CPM memberikan tingkat pengembalian yang konsisten dengan
fungsi, aset, dan risiko untuk supply point yang hanya menjalankan aktivitas bisnis rutin
perusahaan.

“Argumen Coca-Cola bertumpu pada premis yang salah. Hal ini disebabkan oleh atribusi
Coca-Cola Co. sebagai pemilik sah dari sebagian besar merek dagang yang lisensinya
digunakan oleh supply point yang menganggap bahwa pengalokasian laba dilakukan
dasarkan tingkat pengembalian aset tidak berwujud yang dilisensikan,” demikian informasi
yang dikutip dari laporan IRS tersebut.

Dengan demikian, IRS menganggap supply point tersebut hanya menjalankan aktivitas
pembotolan dan bukan pemilik aset tak berwujud. Dengan demikian, mereka tidak berhak
untuk memperoleh keuntungan signifikan dari aset tersebut.

IRS pun menyalahkan metode yang digunakan oleh saksi ahli Coca-Cola yang tidak
mampu menjelaskan nilai produk perusahaan tersebut berdasarkan aspek pemasaran
perusahaan, terutama menyangkut peran perusahaan dalam melakukan kampanye dan
aktivitas sponsor secara global dan formula bisnis lainnya.

Di sisi lain, ada satu dugaan kekurangan dalam analisis IRS yang menggunakan
pendekatan tingkat harga kewajaran atas laba dari perusahaan pembotolan independen
lainnya. Hal ini dikarenakan rasio yang terlalu tinggi dan tidak wajar antara aset tidak
berwujud dengan aset operasional berwujud dari supply point Coca-Cola tersebut
dibandingkan pembanding independennya.

“Padahal, berdasarkan ketentuan yang diacu oleh IRS, yakni Section 482, tingkat
pengembalian atas modal sebagai indikator tingkat laba wajar antara perusahaan yang
diuji dengan pihak independen seharusnya nilainya hampir sama,” demikian informasi
yang dilansir Tax Notes International Vol. 94 No. 4. (kaw). (Sumber
https://news.ddtc.co.id/begini-update-kasus-transfer-pricing-coca-cola--15821)

Anda mungkin juga menyukai