Anda di halaman 1dari 18

4.

Strategi Pengolahan Limbah

4. 1. Pendahuluan

Upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak sering dihadapkan pada kendala


pemenuhan kebutuhan pakan yang belum terpenuhi baik secara kuantitas maupun secara
kualitas. Penyediaan pakan yang murah dan berkualitas serta berkesinambungan merupakan
suatu tantangan yang cukup serius bagi peternak, baik ruminansia maupun non-ruminansia.
Oleh karena itu, perkembangan dan keberhasilan suatu usaha peternakan sangat ditentukan
oleh adanya penyediaan pakan secara kontinyu sepanjang tahun dengan kualitas dan kuantitas
yang memadai. Kendala yang sering timbul dalam penyediaan pakan ternak di daerah
beriklim tropis termasuk Indonesia adalah pakan yang berkualitas dengan harga yang murah.

Mastika (l991) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan limbah pertanian adalah
hasil sampingan yang dihasilkan dari pertanian dan belum termanfaatkan secara maksimal.
Dalam bidang pertanian, industri, perkebunan, peternakan, dan perikanan, maka pengertian
limbah akan lebih luas lagi termasuk bahan sampingan (“by product”), bahan terbuang, dan
bahan tidak terpakai (“waste product”). Apabila limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara
tepat dan optimal, akan dapat diperoleh pakan yang murah dan bermutu, sehingga itu akan
dapat meningkatkan pendapatan peternak, mendukung upaya peningkatan populasi dan
produktivitas ternak, dan membuka peluang usaha, yang sekaligus dapat mengatasi
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh produksi limbah yang tidak ditangani dengan
baik.

Keterbatasan Nutrisi Pakan Limbah untuk ternak ruminansia maupun nonruminansia


sebagiaan tidak dapat dicerna dan proporsi yang tidak tercerna tersebut cukup besar (protein,
karbohidrat, dan mineral). Pada ternak monogastrik termasuk unggas, serat kasar dapat
dikatakan tidak dapat dicerna, sedangkan protein hampir 50% terbuang sebagai feses.
Walaupun ternak ruminansia memiliki rumen untuk membantu mencerna serat kasar, pada
kenyataannya kecernaan hijauan hanya mencapai 50-60%. Keterbatasan nutrisi lainnya pada
pakan limbah asal nabati adalah kandungan serat kasarnya yang relatif lebih tinggi daripada
bahan pakan asal hewani. Ternak unggas hanya mampu mencerna serat kasar lebih kurang
20-30% dan itu berlangsung 6 di bagian sekum dan kolon. Namun, serat kasar pada ransum
ternak unggas ternyata mempunyai fungsi yang sangat penting, khususnya dalam upaya
mengatasi kanker saluran pencernaan dan mengurangi kegemukan pada ayam petelur.
Rendahnya availabilitas zat makanan yang terkandung dalam limbah merupakan kendala

1
utama dalam usaha memanfaatkan limbah untuk makanan ternak. Keadaan tersebut di atas
merupakan sifat umum daripada limbah. Umumnya limbah mempunyai sifat “bulky”
(“volumeneous = amba”) yang disebabkan karena tingginya kandungan serat kasar di dalam
limbah tersebut. Misalnya, limbah yang bersumber dari proses penggilingan dedak padi
mempunyai density yang bervariasi, yaitu berkisar antara 0,24-0,30 g/cm3 (BoGohl, 1975).
Limbah yang berasal dari proses ekstraksi minyak, seperti bungkil kelapa, bungkil kacang
kedelai, dan bungkil kacang tanah mempunyai density berkisar antara 0,40- 0,60, sedangkan
limbah yang bersumber dari hewan/ikan, seperti tepung daging dan tepung ikan mempunyai
angka density yang paling tinggi, yaitu berkisar antara 0,45- 0,64 g/cm3 . Adanya sifat
“bulky” tersebut menyebabkan konsumsi pakan akan terbatas khususnya pada ternak unggas.
Peran pengolahan limbah pertanian yang dilakukan terhadap pengembangan ternak
ruminansia adalah pengawetan limbah, meningkatkan palatabilitas, limbah, menstabilkan dan
memproteksi nilai nutrisi limbah tersebut sebagai pakan ruminansia (Soetrisno, 2002). Upaya
peningkatan kecernaan dan kualitas bahan pakan berserat telah banyak dilakukan, antara lain
dengan perlakuan fisik, kimiawi, biologi serta pengolangan gabungan antara kimiawi dan
biologi. Pengolahan secara fisik dan kimiawi akhir - akhir ini dirasa kurang menguntungkan,
karena tidak ekonomis dan menimbulkan pencemaran tanah dan lingkungan. Oleh karena itu
pengolahan bahan pakan berserat secara biologi dengan memanfaatkan jasa mikroba
selulolitk saat ini dirasa paling tepat. Namun demikian pengolahan atau perlakuan terhadap
suatu bahan pakan seyogyanya dilakukan suatu percobaan atau penelitian, sehingga
pengolahan yang dilakukan benar - benar bermanfaat dan nyata akan meningkatkan
kecernaan dan kualitas nutrisinya.

Pengolahan bahan pakan secara fisik seperti halnya pada perlakuan pencacahan,
pemotongan hijauan dan pengeringan sebelum diberikan pada ternak akan membantu
memudahkan ternak untuk mengkonsumsi dan mencerna. Sedangkan perlakuan kimiawi,
umumnya ditujukan terbatas pada upaya penambahan aditif atau vitamin atau upaya lain
seperti pemecahan dinding sel hijauan yang umumnya mengandung khitin, selulosa dan
hemiselulosa sehingga hijauan sulit dicerna dan atau diproses oleh mikroba di dalam rumen
(usus ternak), penambahan proses kimia ini sangat sedikit diterapkan oleh peternak kecil,
karena adanya biaya tambahan yang tidak sedikit.

Bahan pakan limbah untuk ternak terbagi atas bahan pakan asal nabati atau yang
bersumber dari produk pertanian, bahan pakan asal hewani atau bahan pakan asal produk

2
perikanan, dan pakan limbah pelengkap yang umumnya buatan pabrik, yang biasanya
digunakan untuk menutupi atau menyempurnakan keseimbangan nutrisi. Pakan limbah nabati
mempunyai porsi 90 – 94% dari total formulasi ransum ternak nonruminansia (Rasyaf, 2005).
Hal tersebut disebabkan karena bahan pakan nabati umumnya sebagai sumber energi yang
harus selalu terpenuhi dalam penyusunan ransum.

Karena demikian beragamnya jenis limbah yang ada, maka ada baiknya limbah
tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa jenis limbah, antara lain sebagai berikut ini :

1. Limbah pertanian: yang termasuk limbah pertanian di sini meliputi jerami padi, jerami
jagung, jerami kacang-kacangan, jerami kacang kedelai, jerami kacang tanah, daun singkong,
pucuk tebu, dan sebagainya.

2. Limbah industri pertanian atau “agro-industrial-by-product”, seperti dedak padi, dedak


jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan bungkil kacang tanah.

3. Limbah peternakan, seperti kotoran ayam, isi rumen, bulu ayam, lemak telo, tulang, dan
darah.

4. Limbah perikanan yang meliputi beberapa jenis ikan yang merupakan hasil sampingan
pada penangkapan udang dan limbah pada unit pembekuan dan pengolahan/pengalengan
ikan seperti bagian kepala, sirip, ekor, dan isi perut.

5. Limbah perkebunan, yaitu meliputi semua hasil ikutan dalam usaha tanaman perkebunan
tertentu yang menghasilkan produk utama yang menjadi tujuan pengusaha. Limbah
perkebunan yang umumnya digunakan sebagai pakan ternak, antara lain pucuk tebu dan
daun tebu, gulma hasil penyiangan, limbah rumput pengolahan antara lain tetes (molasis),
ampas kelapa sawit, ampas tebu (bagase), onggok, dan bagian sampah seperti kulit kopi,
kulit coklat, serta air buangan sawit.

6. Limbah tata boga yang meliputi limbah hasil restauran, hotel, rumah tangga, dan pasar.
Limbah tersebut berupa sisa dapur, hotel, dan sisa sayuran di pasar yang merupakan limbah
pasar yang cukup banyak serta dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak babi dan
ruminansia.

1, Limbah pertanian,

3
1.1 Jerami padi dan jagung.

Jerami padi sudah tidak asing lagi bagi peternak di Indonesia dan sangat potensial
dihasilkan oleh petani, serta ketersediaannya cukup melimpah terutama saat panen raya tiba.
Dari inventarisasi limbah pertanian Jawa dan Bali, diperoleh hasil produksi limbah pertanian
rata - rata 28. 7 juta ton/tahun dan 67.2% berupa jerami padi. Khususnya di musim kemarau,
jerami dapat didayagunakan untuk mengatasi fluktuasi persediaan pakan. Jerami padi segar
merupakan sumber salah satu sumber pakan hijauan amat penting terurama di daerah - daerah
rawan kekeringan, seperti di kabupaten Grobogan, blora, Rembang, wonogiri dan lain - lain.
Jerami tersebut dimanfaatkan sebagai campuran atau pakan jika persediaan hijauan segar
sudah tidak mencukupi kebutuhan konsumsi ternak.

Lazimnya, jerami padi yang digunakan untuk pakan dikeringkan secara alami (natural
drying). Proses pengeringan ini menguntungkan, yaitu tidak memerlukan banyak biaya, dan
kadar vitamin D dalam hijauan yang dihasilkan relatif tinggi, serta pelaksanaannya lebih
mudah, yakni hanya dengan menggunakan sinar matahari.

Keterbatasan jerami padi sebagai pakan adalah minimnya kandungan nutrisinya.


Jerami umunya mengandung energi neto yang rendah per satuan berat, kadar seranya tinggi,
yaitu mengandung serat kasar lebih dari 10%. Sehingga nilai hayati jerami padi sangat
rendah, daya cernanya sekitar 40%, jumlah konsumsi di bawah 2% bobot badan ternak, dan
kadar proteinnya 3 - 5%.

Rendahnya tingkat kecernaan jerami padi, disebabkan oleh ikatan selulosa dan
hemiselulosa pada jerami padi, dan ikatan ini sulit dipecah oleh mikroba rumen sehingga
jerami yang dikonsumsi sulit dicerna dan banyak yang tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak
ruminansia, jadi perlu tambahan pemberian konsentrat.

Sama halnya dengan jerami padi, jerami jagung juga memiliki potensi yang besar
sebagai sumber pakan, hanya saja kualitasnya rendah.

Bagian tanaman jagung yang banyak dimanfaatkan adalah bijinya yang dijadikan
bahan pangan dan daunnya yang dijadikan pakan ternak ruminansia, sedangkan bagian
tanaman jagung yang lain sering tidak dimanfaatkan dan menjadi limbah.

Limbah tanaman jagung biasanya berupa jerami, tongkol, dan klobot atau kulit jagung yang
jumlahnya cukup banyak. Sebanyak 20-30% dari setiap 100 kg jagung yang dihasilkan

4
adalah limbah jagung. Limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut hasil
penelitian, 1 hektar tanaman jagung akan menghasilkan 9 ton dan diperkirakan 1,8-2,7 tonnya
adalah limbah. Perlu adanya inovasi pemanfaatan limbah jagung ini agar menjadi produk
yang lebih bermanfaat.

Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung yang telah dibiarkan
mengering di ladang dan dipanen ketika tongkol jagung dipetik. Kulit buah jagung/ klobot
jagung adalah kulit luar buah jagung yang biasanya dibuang. Kulit jagung manis sangat
potensial untuk dijadikan silase karena kadar gulanya cukup tinggi. Tongkol jagung/janggel
adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh
jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel.

Menurut Umiyasih dan Anggraeny (2005), produksi bahan kering (BK) jerami jagung
bervariasi antara 2.19 sampai 3.2 ton/ha/panen. Dari data produksi BK dan dengan asumsi 1
unit ternak (UT) membutuhkan BK sebanyak 1.825 kg/UT/tahun, maka mampu menampung
1.2 – 1.62 UT/ha/tahun. Jika luas panen jagung 3.121.000 ha, maka dapat diasumsikan
3.745.200 - 5.056.020 UT/panen/

Limbah tanaman jagung dan agroindusrinya cukup potensial sebagai pakan ternak
ruminansia, namun nilai nutrisinya rendah, maka sebaiknya dikombinasikan dengan bahan
pakan lain sebagai sumber protein (Umiyasih dan Wina, 2008). Dari segi kualitas jerami
jagung berdasarkan hasil analisa proksimat diketahui memiliki rata-rata kualitas untuk
Protein kasar 6,38 %, Serat kasar 30,19 %, Lemak kasar 2,81 %, BETN 51,69 %, Abu 8,94 %
dan kandungan TDN (Total Digestible Nutrient) 53,12 %.

1.2. Pengolahan jerami padi dan jagung

Untuk meningkatkan kualitas dan manfaat jerami padi dan jagung maka diperlukan
teknologi yang mudah dan sederhana yang dapat dilakukan petani. Oleh karena itu diperlukan
perlakuan agar kualitasnya dapat ditingkatkan. Beberapa pengolahan jerami padi dan jagung
yang dapat dilakuakan adalah pembuatan hay, amoniasi-molase, silase, dan hidrolisis jerami
dengan asam dan basa kuat.

Pembuatan hay jerami padi dan jagung

5
Pada saat musim panen padi dan jagung tersedia jerami yang melimpah, begitu selesai
masa panen jagung tidak jarang jerami jagung menjadi langka. karena itu teknologi
pengolahan pengawetan jerami perlu dibudayakan oleh petani ternak guna tersedianya
hijauan pakan ternak sepanjang tahun dan sekaligus akan meningkatkan kualitas mutu pakan.
Pembuatan hay, jerami padi dan jagung segar dilayukan dan dikeringkan untuk diawetkan
dan disimpan dalam beberapa waktu. Proses pengeringan dan pelayuan pembuatan hay akan
menurunkan kandungan kadar air sampai tersisa dua puluh persen tanpa adanya kerusakan
nilai gizi pakan kecuali vitamin a dan d yang cenderung turun. Jerami padi dan jagung yang
baik untuk pembuatan hay adalah batang dan daun jerami yang masih berwarna hijau.
Pembuatan hay dilakukan dengan dua cara yaitu model hamparan dan model pod.
Pembuatan hay model hamparan, dengan cara menghamparkan jerami jagung yang sudah
dipotong-potong dilapangan terbuka dibawah sinar matahari. setiap hari dilakukan
pembalikan berulang-ulang sampai kering baru bisa disimpan dan dapat digunakan pada saat
musim paceklik pakan ternak. Pembuatan hay dengan model pod diperlukan sedikit tambahan
biaya, diperlukan rak sebagai tempat menyimpan jerntami jagung yang telah dijemur selama
1-3 hari. rak tempat menyimpan jerami jagung dapat berbentuk tripod yaitu rak jerami
berkaki tiga atau tetrapod (rak dengan kaki 4) pilihan rak mana yang akan dipilih tidak
mengikat, pastinya rak dapat digunakan untuk menyimpan jermai jagung selama 3-6 minggu
sebelum digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan pembuatan hay adalah:
1. Teknologinya sangat sederhana dan mudah untuk diterapkan oleh petani ternak;
2. Pada saat panen jagung tersedia jerami jagung yang melimpah dan dapat disimpan,
digunakan saat paceklik hijauan pakan ternak.
Sedangkan kelemahan dari pembuatan hay adalah:
1. Sangat tergantung dengan keberadaan sinar matahari;
2. Tidak semua jenis hijauan pakan ternak dapat dibuat hai;
3. Perlu tenaga kerja untuk pembalikan jerami jagung dan simpan jemur pada saat proses
pembuatannya.
Amoniasi - molase jerami padi dan jagung

Amoniasi adalah cara perbaikan mutu pakan melalui penggunaan amoniak, (NH 3).
Fungsi amoniak adalah untuk menghancurkan ikatan lignin, selulosa dan silika, yang
merupakan penghambat utama daya cerna jerami, selain itu juga berperan memuaikan serat
selulosa, sehingga memudahkan penetrasi enzim selulase dan mengangkat kandungan protein

6
kasar melalui peresapan nitrogen. Sumber amoniak yang biasa digunakan adalah NH 3 dalam
bentuk gas dan cair, NH3OH dalam bentuk larutan dan urea. Dari sumer-sumber amoniak
tersebut urea mudah diperoleh dan murah harganya sehingga lebih sering digunakan
Pemberian urea sebagai NPN (Non protein nitrogen). Perlu diperhatikan bahwa urea yang
digunakan hanya dalam jumlah sedikit, karena kalau berlebihan akan berakibat fatal bagi
ternak. Molase adalah hasil samping agroindustri dalam proses pembuatan gula (tetes tebu)
yang bermanfaat sebagai sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh ternak. Molase
dicampurkan pada jerami padi dan jagung yang telah diamoniasi, sehingga diperoleh pakan
yang memenuhi nutrisi protein dan energi.

Contoh pembuatan amoniase-molase jerami jagung.


1. Bahan dan alat yang digunakan: Jerami jagung kering (batang, daun, tongkol dan kelobot),
Urea 0,5 % (500 gram per 100 kg jerami jagung), molase 20 % (20 kg per 100 kg jerami
jagung), air 10 liter (untuk melarutkan urea), timbangan gantung kapasitas 50 kg, 1 buah,
timbangan duduk kapasitas 3 kg, 1 buah, karung goni (karung gabah) 10 lembar, terpal
plastik ukuran 4m x 5m, 1 lembar, ember kapasitas 10 liter, 1 buah dan tali rol.
2. Cara pembuatan untuk membuat campuran adonan 100 kg yaitu :
a.. Persiapkan jerami jagung kering lapang yang terdiri dari batang, daun, tongkol dan kulit
jagung.
b. Jerami jagung di cacah dengan ukuran 3 cm kemudian dimasukkan ke dalam karung-
karung dan ditimbang keseluruhannya hingga mencapai 100 kg.
c. Timbang urea 500 gram kemudian dilarutkan ke dalam 10 liter air.
d. Jerami kering yang sudah dicacah di hamparkan di atas terpal plastik kemudian
dipercikkan larutan urea secara merata. Lakukan sedikit demi sedikit hingga semua jerami
cukup lembab.
e. Masukkan kembali jerami ke dalam karung-karung dan ditutup rapat dengan terpal plastik
hingga proses amoniasi berlangsung sampai 3 minggu.
f. Setelah proses amoniasi maka jerami dikeluarkan dari dalam karung dan hamparkan diatas
terpal plastik untuk di angin-anginkan selama 6 jam agar bau amonia berkurang.
g. Selanjutnya jerami dilumuri dengan molase (tanpa dicampur air). Lakukan sedikit demi
sedikit hingga semua jerami jagung terlumuri secara merata.
h. Setelah jerami dilumuri molase maka proses pembuatan pakan sudah selesai kemudian
dimasukkan kembali ke dalam karung untuk disimpan dan siap diberikan ke ternak.

7
Silase jerami padi dan jagung

Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan di musim kemarau yaitu dengan cara
pembuatan silase. Silase adalah pakan dari hijauan segar dengan kadar air tinggi 40 sampai
70%, yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam tempat yang disebut silo,
sehingga hasilnya bisa disimpan tanpa merusak zat gizi di dalamnya, serta teknologi yang
tepat dengan tujuan untuk penyimpanan pakan tanpa merusak bahan pakan itu sendiri. yang
selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas ternak. Bahan baku silage adalah hijauan segar
dan jerami baik padi maupun jagung dapat, sedangkan bahan tambahan berupa dedak,
onggok, menir, tetes/molases dan juga ampas sagu, yang digunakan dengan tujuan untuk
meningkatkan atau mempertahankan kualitas dari silase.

.Prinsip utama pembuatan silase adalah:

1. Menghentikan pernafasan dan sel-sel tanaman;


2. Mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara;
3. Menahan aktifitas enzyme dan bakteri pembusuk.

Contoh pembuatan silase jerami jagung. Jerami jagung dipotong-potong dan


dimasukkan kedalam tempat/ruangan yang kedap udara dan dipadatkan untuk disimpan
dalam wadah tertentu.menghasilkan silase yang berkualitas baik perlu diperhatikan benar
temperatur pembuatan silase berkisar 27-35 derajat celsius dengan hasilnya:

1. Mempunyai tekstur segar;


2. Berwarna kehijau-hijauan;
3. Tidak berbau busuk;
4. Tidak berjamur;
5. Tidak menggumpal dan disukai ternak.
Persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh peternak yang akan membuat silase adalah
harus mempunyai luasan areal yang cukup untuk silo yaitu tempat menyimpan hijauan proses
pembuatan silase.idealnya pembuatan silase disesuaikan dengan kebutuhan dengan patokan
penggalian lubang setiap 150 meter kubik dapat menampung 150 kg bahan kering hijauan.
Bahan baku silase jerami dapat menggunakan tanaman jagung yang belum panen dan
tanaman jagung setelah panen. pembuatan silase pada tanaman jagung yang belum panen,
kaya dengan kandungan gizi pakan utamanya zat gula yang akan membantu dalam proses

8
fermentasi dengan kandungan protein mencapai 11-15 per sen dan disukai ternak. bila pilihan
bahan baku silase pada tanaman jagung yang masih muda, batang dan daun yang masih hijau
untuk pembuatan silase. sedangkan pada pembuatan silase yang menggunakan bahan baku
tanaman jagung setelah panen, pilihan jerami jagung yang berwarna hijau mempunyai
kandungan serat kasar lebih tinggi dibandingkan dengan jerami warna kuning.
Kualitas produksi silase jerami jagung mempunyai kandungan gizi pakan mineral
kalsium yang rendah dan protein hanya mencapai 8,3 per sen karena itu perlu ditambahkan
urea dengan kadar 0,45 persen (4,5kg /ton silase) sebagaimana dianjurkan direktorat
pengembangan peternakan, yang akan memberikan peningkatan pada kandungan protein
silase jerami jagung dan cukup untuk memenuhi kebutuhan protein sapi potong dan sapi
perah. selain penambahan urea sebaiknya pada saat pemberian pakan juga ditambahkan
garam sebanyak 50 gr/ekor/hari. proses pembuatan silase jerami jagung dilakukan dengan
melayukan jerami jagung selama 2 hari dan dilakukan pemotongan dengan ukuran 3-5cm,
selanjutnyaa dilakukan pencampuran jerami jagung dengan bahan-bahan yang diperlukan
pembuatan silase. penambahan bahan-bahan pembuatan silase akan mempercepat proses
fermentasi, mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri pembusuk yang akan meningkatkan
tekanan osmosis sel-sel jerami jagung.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan silase ukuran 1 ton hijauan terdiri dari
asam organik (asam format, asam sulfat, asm aklorida/asam propionat) 4-6 kg, molasses atau
tetes 40 kg, garam 30 kg, dedak padi 40 kg, menir 36 kg dan onggok 30 kg. penambahan-
bahan dilakukan secara merata keseluruh potongan jerami jagung yang dibuat silase.
pencamuran molasses atau tetes sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan cara
pencampuran secara berlapis bergantian dengan campuran bahan dan jerami jagung yang
dipadatkan, pada saat penempatan jerami jagung pada lubang galian tanah yang dikenal
sebagai silo dan selanjutnya  dilakukan penutupan silo.
Pemadatan jerami jagung dilakukan setelah proses pencampuran semua bahan yang
diperlukan kecuali molasses/tetes, masukkan potongan jerami jagung dengan cara diinjak-
injak sepadat mungkin dalam silo yang sudah diberikan atas lapisan plastik yang menjadi
tempat penampungan selama proses pembutan silase. pemberian molasses/tetes dapat
dilakukan dengan cara tumpukan padatan jerami jagung dasar ditambahkan molasses/tetes 2
bagian, selanjutnya pada padatan tumpukan lapisan tengah jerami jagung dapat diberikan
molasses/tetes 3 bagian kemudian lapisan tengah padatan tumpukan jerami jagung diberikan
molasses/tetes 5 bagian. pencampuran molasses/tetes secara bertahap ini akan bercampur

9
merata selanjutnya padatkan kembali dan tutup dengan plastik dan tanah. penggunaan silase
sebagai pakan ternak dapat dilakukan setelah 8 minggu proses pembuatan silase, dengan cara
pengambilanya bertahap sesuai dengan kebutuhan konsumsi ternak dan segera lakukan
penutupan kembali.
Metode pembuatan silase jerami padi dengan menggunakan dedak padi sebagai bahan
tambahan adalah sebagai berikut :
 Dijemur jerami padi sampai kadar air menjadi 60-70%
 Ditimbang jerami padi sebanyak 3 kg
 Ditimbang dedak padi sebanyak 300 gr
 Disiapkan plastik untuk alas dalam pencampuran jerami padi dengan dedak padi
 Ditaburkan dedak padi ke semua bagian jerami padi secara berulang-ulang agar tercampur
secara merata
 Dimasukkan ke dalam silo yang tersedia secara padat sampai tidak ada celah udara dalam
silo
 Diselotip silo sampai tidak ada udara yang masuk
 Diamati pada hari ke 7, 14 dan 21 hari dengan melihat perubahan tekstur, aroma, warna,
rasa dan pH

Hidolisis jerami dengan menggunakan asam dan basa kuat.

Prinsip dasar hidrolisis jerami baik padi maupun jagung menggunakan asam dan basa
kuat bertujuan untuk meningkatkan kualitas jerami dengan perlakuan kimia. Penggunaan
asam dan basa kuat akan menyebabkan senyawa kompleks bahan pakan yang sulit dicerna
terhidrolisis menjadi komponen yang lebih sederhana.

Pengolahan jerami dengan asam dan basa kuat.

Pengolahan jerami dengan menggunakan asam kuat seperti HCl, H2SO4, HNO3, dan
basa kuat menggunakan bahan kimia alkali seperti: NaOH dan KOH akan menyebabkan
kenaikan kecernaan disebabkan karena: larutnya sebagian silika dan lignin, bengkaknya
jaringan serat akibat lepasnya sebagian ikatan hidrogen diantara molekul glukosa, dan
terhidrolisanya ikatan ester pada gugus asam uronat diantara selulosa dan hemiselulosa yang
memudahkan enzim pencernaan yang dihasilkan oleh mikroba rumen da pat menembus dan
mencerna dinding sel.

10
Kelemahan penggunaan asam dan basa kuat untuk pengolahan jerami adalah tidak
ekonomis, residu asam kuat bersifat toksik, residu basa kuat menyebabkan gangguan dalam
metabolisme mineral, dan perlu upaya menetralkan pH baik yang diolah dengan asam kuat
maupun basa kuat sebelum diberikan kepada ternak. Cara pengolahan jerami menggunakan
asam dan basa kuat adalah sebagai berikut:

1. Perkecil ukuran bahan

2. Ukur kadar air bahan dan usahakan kadar air bahan 50%

3. Asam/basa kuat (2 – 10% BK bahan ) dilarutkan dalam air dan dicampur dengan bahan
selama 3 – 10 menit dalam suatu wadah yang tertutup.

4. Kerusakan bahan dapat terjadi setelah 24 – 48 jam, dibuka.

2. Limbah pertanian, hijauan

Hijauan limbah pertanian seperti daun ketela pohon, daun ubi jalar, daun kacang-
kacangan (kacang tanah, kacang kedele dll.) juga merupakan sumber pakan yang berkualitas,
namun memiliki kelemahan yaitu kasar serat kasar yang tinggi. Untuk limbah hijauan ini
dapat diolah menjadi hay atau silage, prosespengolahannya sama dengan pengolahan hijauan
pakan (lihat bab tentang pengolahan hijauan).

3. Limbah pertanian, tanaman perkebunan

Limbah perkebunan pada saat ini mempunyai peluang yang besar untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak dan tentu saja pengelolaannya perlu dilakukan secara tepat, sehingga
ketersediaannya berkesinambungan. Beberapa limbah (by product) perkebunana yang
mempunyai potensi untuk digunakan sebagai pakan ternak adalah limbah pisang (daun, kulit
dan batang), pucuk tebu, kulit kopi dan kulit coklat.

Limbah pisang

Di bidang kesehatan, pohon pisang merupakan salah satu tanaman obat. Semak
berumpun setinggi 3 meter itu buahnya memiliki kandungan kimia noradrenalin, 5-hidroksi
triptamin, dopamin, vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, F, G, serotinin, pektin, dan
tanin (buah muda). Getahnya mengandung tanin dan asam galat (funnyfree.net)

Produk samping tanaman pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan adalah
batang pisang bagian bawah (bongkol), tengah dan bagian atas termasuk daunnya. Di

11
beberapa daerah, batang pisang telah dimanfaatkan sebagai bahan pengenyang disamping
sebagai sumber pengadaan air minum untuk ternak. Batang pisang mengandung senyawa
sekunder dan mineral makro dan mikro yang cukup penting bagi ternak yang bersangkutan.
Senyawa sekunder, seperti tanin pada umumnya dalam jumlah yang tidak berlebihan
dipergunakan sebagai bahan protektor protein kasar mudah larut yang terkandung dalam
bahan pakan lainnya.

Tabel 1. Berbagai manfaat tanaman pisang

Nama Limbah Penggunaan

Kulit Pisang Cuka Kulit pisang, nata de banana, wine (anggur), pakan ternak
Buah Pisang, sale pisang, pure pisang, tepung pisang, kripik pisang,
Buah Pisang
pakan ternak
Buah Pisang Buah pisang reject Pakan ternak
Jantung Dendeng Jantung Pisang, pakan ternak
Tandan Pisang Pakan ternak
Daun pisang Daun pisang Pembungkus makanan, hiasan, pakan ternak.
Pakan ternak, penawar racun ular, tempat pentas pagelaran wayang
Batang Semu Batang Semu
kulit, serat untuk kain, kertas
Pupuk K, sabun, Kripik Bonggol pisang,penyakit disentri,
pendarahan usus, obat kumur serta untuk memperbaiki
Bonggol Pisang Bonggol Pisang pertumbuhan dan menghitamkan rambut. Sedangkan untuk
makanan, bonggol pisang dapat diolah menjadi panganan, seperti
urap dan lalapan.
Pengobatan yang menggunakan pisang Kanker perut, ambient, anemia, daya ingat, depresi dan stree,
hipertensi dan stroke, obesitas, nyeri lambung, sindrom
prementruasi.

Limbah kulit pisang

Pengolahan pisang dihasilkan limbah kulit pisang yang cukup banyak jumlahnya yaitu
kira-kira sepertiga dari buah pisang yang belum dikupas (Munadjim, 1983). Kumalaningsih
(1993) menyatakan perbandingan antara kulit dan daging adalah 1, 2 : 1,6 pada saat pisang
masih muda, berubah menjadi 2,0 : 2,7 bila telah masak, sehingga perlu dipikirkan

12
pemanfaatannya. Salah satunya melalui pengawetan sebagai akibat melimpahnya limbah kulit
pisang dalam bentuk segar, sehingga keberadaanya mempunyai nilai guna yang tinggi.
Sekitar 20 % buah pisang tidak dipilih, dan tidak termanfaatkan (Preston dan Leng, 1987)

Hasil analisis kimia kulit pisang di Indonesia menunjukkan bahwa kulit pisang tersebut
memiliki kandungan zat-zat makanan yang cukup tinggi seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis proksimat kulit pisang

Komponen Mentah Masak Silase


Bahan Kering (BK) *
14,1 14,0 12,79
Serat Kasar (SK) *
13,0 10,1 8,12
BETN* 56,8 60,7 62,98
Lemak Kasar 6,0 10,7 9,16
Protein Kasar (PK) 7,7 7,8 9,53
Abu 16,5 10,7 10,21
KcPK 22,0 33,8 36.45
ME (M.Kal/kg) 2,2 2,5 2,45

Kandungan nutrisi kulit pisang sangat berpotensi sekali sebagai sumber karbohidrat


yang baik untuk semua fase kehidupan ternak. Kandungan karbohidrat terutama bahan
ekstrak tanpa nitrogen sebesar 66,20 % (Heruwatno, dkk. 1993) dan masih mengandung
selulosa dan hemiselulosa sebesar 40 % dari total serat kasar yang dikandungnya (Parakkasi,
1990) dengan kandungan serat kasar kulit pisang sebesar 13 % (Gohl, 1981). Van Soest
(1994) bahwa selulosa dan hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tanaman yang
masih dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Hasil analisis kulit pisang yang dilakukan
di Laboratorium nutrisi dan makanan Ternak Universitas Brawijaya (Susilowati, 1997)
diperoleh komposisi nutrient sebagai berikut : BK = 12,6 %; BO = 80,36%; PK = 8,36 %;
gula reduksi = 42,34 % dan gula terlarut = 5,41 %. Kandungan karbohidrat yang besar
terutama gula reduksi pada kulit pisang ambon termasuk dalam Readily Available
Carbohidrates (RAC) dengan energy bruto sebesar 3724,32 Kcal/kg.

Potensi limbah pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak


di Indonesia adalah batang semu, daun pisang, kulit pisang. Kendala yang dihadapi yaitu
kandungan protein rendah dengan kadar air cukup tinggi sebesar 86% sehingga dalam
penggunaanya dalam pakan tidak dapat digunakan sebagai bahan tunggal tetapi perlu adanya
penambahan bahan pakan sumber protein tinggi misalnya konsentrat atau bungkil biji bijian
tanaman kacang. Kadar PK untuk bahan suplemen yang baik sebesar 30 % (Parakkasi, 1990).

13
Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan cepat mengalami pembusukan dan kerusakan
sehingga dalam pemberiannya harus segar dan cepat.

Agar kulit pisang mudah dicerna oleh ternak dan mempunyai nilai gizi pakan yang
bagus, maka kulit pisang dapat dilakukan dengan cara fermentasi anaerob..
Dengan kandungan kulit pisang yang baik, kulit pisang memiliki potensi sebagai pakan
ternak kambing dan domba. Selain harga kulit murah, bahkan gratis bisa menekan biaya
pakan yang mahal.

Penelitian penggunaan kulit pisang sudah dilakukan di Indonesia. Kulit pisang


sebagai pakan basal ternak punya kendala kandungan serat kasar rendah sehingga
pemberiannya harus ditambahkan hijauan berserat kasar tinggi. Tetapi karena kulit pisang
kaya energy sehingga pemberiaanya bisa dicampurkan dengan nitrogen bukan protein (NPN)
seperti urea sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein mikroba (single cell protein).
Penggunaan urea dalam pakan sumber protein dianjurkan maksimum sebanyak 1 % dari total
bahan kering konsentrat atau sebanyak 5 % dari protein konsentrat. Mengingat urea
merupakan bahan kimia menjadi tidak tepat mempunyai banyak kelemahan yaitu terjadinya
polusi tanah dan lingkungan serta residu yang berbahaya dalam saluran pencernaan ternak,
sehingga penggunaan bahan kimia ini tidak begitu dianjurkan.

Penelitian silase merupakan pilihan yang tepat pada kulit pisang, hal ini salah satu
upaya untuk mengatasi factor pembatas kulit pisang yang kaya tanin. Heruwatno dkk. (1993)
menyatakan bahwa kulit pisang yang masih hijau kaya akan tanin, karenanya tidak baik
diberikan secara langsung untuk pakan ternak. Kandungan tanin pada kulit pisang mentah
sebesar 7,36 % dan setelah masak turun menjadi 1,99 %. Variasi tergantung jenis pisang yang
digunakan seperti kulit pisang raja masak diperoleh tanin sebesar 0,042 %. Tanin merupakan
salah satu senyawa polihidroksipenol yang mempunyai sifat mudah berikatan dengan protein
atau polimer lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, pectin untuk membentuk senyawa
komplek yang stabil sehingga akan menghambat kerja ensim protease dan selulase. Tanin
mempunyai dua sifat utama yang dapat dihidrolisis (hidrolizable tannin) baik dengan larutan
asam, basa, atau enzim sehingga menghasilkan senyawa sederhana seperti monosakarida, dan
asam karbosilat. Tannin hidrolis merupakan senyawa gallatanin dan ellagitannin yaitu ester
dari glucose dan asam gallat atau asam elegant (asam hexahidroksifelat). Tanin yang kedua
adalah tanin condensed yang mempunyai struktur yang lebih komplek dan tidak dapat
dihidrolisis oleh asam atau enzim. Sedangkan yang termasuk dalam senyawa ini adalah
catechin dan leucoantosianin yang molekulnya dapat terpolarisasi menimbulkan warna hitam

14
bilamana bereaksi dengan ion logam sehingga kurang disukai oleh ternak
ruminansia. Adanya tanin bebas yang aktif (Hydrolizable tannin) dalam bahan pakan akan
menentukan citarasa yang pahit atau sepet (Astrigent) sehingga mengurangi palatabilitas bagi
ternak. Seperti yang dilaporkan Pond dan Manner (1974) bahwa dalam proses pematangan
buah pisang akan terjadi reduksi tanin bebas menjadi tanin terikat dan biasanya tanin jenis ini
banyak terdapat didalam kulit pisang dibandingkan dalam dagingnya. Selain itu efek negative
lain adanya tanin dalam campuran bahan pakan dalam jumlah tinggi dapat menurunkan
konsumsi bahan kering pakan dan kecernaanya.

Cara membuat pakan ternak dari kulit pisangpun sangat mudah. Bahan yag
dibutuhkan untuk membuat pakan ternak adalah kulit pisang, dedak, probiotik (EM4 atau bisa
juga MO4) dan alat yang dibutuhkan kantong plastik, tali dan tong plastik. Cara membuat
pakan dari kulit pisang:

1. Siapkan lahan dengan alas plastik/terpal.

2. Campurkan kulit pisang, dedak dengan EM4 dan aduklah sampai merata.

3. Masukan campuran tersebut ke dalam kantong plastik dan diikat.

4. Setelah itu, masukan kedalam tong plastik.

5. Biarkan selama 2 - 3 hari untuk proses fermentasi.


6. Bukalah setelah 2-3 hari, lalu biarkan sebentar (diangin anginkan)
7. Barulah diberikan ke ternak kambing, domba atau sapi.

Limbah Pucuk tebu.

Pembuatan silase pucuk tebu merupakan salah satu cara yang harus dilakukan agar
bahan pakan ini dapat tersedia sepanjang tahun, disamping juga untuk menekan biaya dan
memperpanjang masa simpan.

Proses pembuatan silase (ensilase) adalah melalui pengawetan bahan pakan yang
umumnya terdiri dari hijauan (limbah hijauan) melalui proses fermentasi dalam suatu tempat
(silo) dalam kondisi kedap udara atau anaerob (Lubis, 1963). Pada kondisi tersebut bakteri
an-aerob akan berkembang dengan cepat, terutama bakteri pembentuk asam laktat sehingga
akan menghasilkan silase yang baik dan mengurangi/menghambat pertumbuhan jamur
pembusuk dan ragi (Ensminger,1971).

15
Menurut Pangestu (2003), beberapa keuntungan limbah pucuk tebu jika
dijadikan sumber pakan bagi ternak ruminansia adalah karena tanaman ini lebih toleran
terhadap musim panas, tahan terhadap hama dan penyakit serta dapat tumbuh pada musim
kemarau. Pemanenan tebu dilakukan terutama untuk memenuhi kebutuhan pabrik gula, agar
dapat selalu berproduksi secara optimal, sehingga limbah yang diperoleh cukup banyak
sepanjang tahun sedangkan penggunaannya oleh peternak belum terlalu banyak (Hernaman et
al., 2005).

Melimpahnya produksi pucuk tebu, tentu memerlukan pengawetan agar tahan lama
dan salah satu cara untuk itu adalah membuat silase pucuk tebu. Lubis (1963), menyatakan
bahwa pembuatan silase tidak tergantung kepada cuaca, sehingga merupakan cara
pengawetan paling baik di daerah tropis. Mc Ilroy (1997) menyatakan bahwa jika cara
pembuatan silase baik, maka nilai gizinya hampir sama dengan nilai gizi segarnya. Cullison
(1982) mengemukakan bahwa setiap tanaman sebenarnya dapat dijadikan silase, dengan
syarat tanaman tersebut mengandung air yang cukup, mengandung sejumlah karbohidrat dan
zat-zat makanan lainnya serta mudah memperolehnya. Sumber karbohidrat sebagai additif
yang biasa dipakai untuk pembuatan silase yaitu tepung sagu, dedak, tepung jagung dan
tepung tapioka. Kualitas silase tidak hanya diukur dari segi kecernaan ataupun kandungan
gizi saja tetapi juga diukur berdasarkan warna, bau, tekstur, pH dan jumlah jamur..
Pembuatan silage pucuk tebu dapat digunakan beberapa jenis sumber karbohidrat yang
mudah larut (water soluble carbohydrate) yaitu dedak : tepung jagung, tepung sagu dan
tepung tapioka.

Selain limbah kulit pisang dan pucuk tebu, limbah perkebunan seperti kulit cacao dan
kulit kopi juga dapat diolah menjadi bahan pakan.

4 Limbah Agroindustri
Selain limbahh pertanian dan perkebunan maka limbah argroindustripun punya
potensi yang besar dalam menunjang usaha peternakan. Limbah agroindustri antara lain
limbah penolahan kacang kedele (ampas tahu, ampas susu kedele, kulit ari kacang
kedele/ampas tempe), limbah pengolahan padi yang banyak digunakan sebagai bahan pakan
adalah dedak padi, bekatul, limbah pengolahan sagu 9ampas sagu/ela sagu), limbah
pengolahan ketela pohon (onggok), bunglkil –bungkilan (bungkil kelapa, kacang tanah dll),
limbah pengolahan jagung. .Untuk bagian ini akan diberikan tugan mandiri bagi mahasiswa.

5. Limbah peternakan dan perikanan.

16
Limbah peternakan, seperti kotoran ayam, isi rumen, bulu ayam, lemak telo, tulang, dan
darah. Limbah perikanan yang meliputi beberapa jenis ikan yang merupakan hasil sampingan
pada penangkapan udang dan limbah pada unit pembekuan dan pengolahan/pengalengan ikan
seperti bagian kepala, sirip, ekor, dan isi perut dan limbah rumput laut.

Limbah ikan

Limbah ikan yang terdiri atas kepala, isi perut, daging, dan tulang ikan bila diberikan
secara langsung dapat menimbulkan efek negatif karena cepat rusak dan menjadi busuk,
sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Salah satu usaha untuk pengolahan
limbah tersebut yaitu melalui proses pembuatan silase ikan, baik secara kimiawi maupun
secara biologis.

Pengolahan secara biologis dikenal sebagai proses fermentasi non-alkoholis dengan


menggunakan kemampuan bakteri asam laktat dan penambahan karbohidrat yang dapat
berlangsung dalam keadaan anaerobik.

Pengolahan secara kimiawi yaitu dengan cara diawetkan dalam kondisi asam pada
tempat atau wadah dengan cara penambahan asam organik. Limbah ikan yang mengalami
proses pengolahan (silase ikan), selain mempunyai nilai gizi yang tinggi juga dapat
memberikan rasa dan aroma yang khas, mempunyai daya cerna tinggi serta kandungan asam
amino yang tersedia menjadi lebih baik. Keunggulan lain dari silase ikan, pengolahannya
tidak Rakhmawati, R. dan Sulistyoningsih. Rekayasa Pakan melalui Biofermentasi 29
menimbulkan pencemaran dapat mengurangi penggunaan tepung ikan yang hingga kini
masih bernilai input relatif tinggi.

Limbah rumput laut

Dengan bertambahnya budidaya rumput laut muncul dampak jumlah limbah


Gracilaria sp yang terbuang dan berserakan. Disisi lain pada pakan menjadi permasalahan
utama yang sangat berpengaruh pada biaya produksi. Harga pakan konsentrat pabrik yang
menjulang tinggi seringkali memperkecil keuntungan para peternak. Limbah rumput laut
Gracilaria sp yaitu sekitar 500 kg per hari yang terkandung karbohidrat dan sumpil yang
mengandung kalsium dan protein tinggi merupakan satu potensi sebagai bahan tambahan
nutrisi pakan ternak, baik yang dibudidayakan sendiri oleh klaster atau bahkan bisa dijual.
Pada proses pengolahan limbah rumput laut dan sumpil sebagai bahan dasar untuk pembuatan
pakan ternak diperlukan alat berupa mesin perajang, penepung dan mesin pembuat pelet.

17
Hasil analisis limbah rumput laut dan sumpil mengandung kadar protein kasar masing-masing
7,0792% dan 2,5274%.

Daftar Pustaka

Soetrisno, C. I. (2002). Peran Teknologi Pengolahan Limbah Pertanian Dalam


Pengembangan Ternak Ruminansia, Diponegoro University Library.

Umiyasih, U. dan Y, Anggraeny. 2005. Evaluasi limbah dari beberapa varietas jagung siap
rilis sebagai pakan sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner di Bogor tahun 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Hal.
125- 130.

Umiyasih, U. dan E. Wina. 2008. Pengolahan dan nilai nutrisi limbah tanaman jagung
sebagai pakan ternak ruminansia. WARTAZOA Vol. 18 No. 3 Th. 2008. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor.

18

Anda mungkin juga menyukai