Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

”KEBUTUHAN ELIMINASI DAN PERSONAL HYGIENE”

Nama kelompok IV :

1. Ana Jirana ( B.19.002 )


2. Maharani ( B.19.004 )
3. Nurlianti ( B.19.008 )
4. Gabriella renil ( B.19.012)
5. Nursyalimah ( B.19.009)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA GENERASI POLEWALI


MANDAR

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah


melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah kebutuhan eliminasi dan personal hygiene ini bisa selesai pada
waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen Pembimbing yang


selalu memberikan dukungan serta bimbingannya sehingga makalah ini
bisa di susun dengan baik dan rapih.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan


para pembaca. Namun terlepas dari itu kami memahami bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Polewali, 11 Desember 2019

kelompok

i
DAFTAR ISI

SAMPUL

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
1.4 Manfaat 2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Kebutuhan Eliminasi 3
2.1.1 Kebutuhan Eliminasi Urine 3
2.1.2 Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine 8
2.1.3 Kebutuhan Eliminasi Alvi ( Buang Air Besar ) 14
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi 20
2.1.5 Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi ( Buang
Air Besar ) 21

2.2 Personal Hygene 28

2.2.1 Seborrheic Dermatitis ( Radang Padaa Kulit


di Rambut ) 36

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 41
3.2 Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ibu hamil hendaknya mengetahui bagaimana caranya
memperlakukan diri dengan baik dan body mekanik ( sikap tubuh
yang baik ) diinstruksikan kepada wanita hamil karena diperlukan
untuk membentuk aktivitas sehari-hari yang aman dan nyaman
selama kehamilan.
Masalah BAK dan BAB selama masa kehamilan bisa terjadi
menjadi tidak lancar jika hal yang menjadi mandatory selama masa
kehamilan tidak dijaga dengan baik. Maka dengan itu perlunya para
ibu-ibu atau klien untuk mengetahui apa itu KEBUTUHAN
ELIMINASI DAN PERSONAL HYGIENE.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan pada ibu selama hamil, sehingga
permasalahan eliminasi dan personal hygiene tersebut bisa diatasi
dengan baik. Dan semoga bisa bermanfaat untuk mahasiswa dan
dosen yang membaca makalah ini.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui kebutuhan fisik klien,yaitu :
a. Eliminasi, dan
b. Personal Hygiene.

1.3 Rumusan Masalah


Dari penjelasan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan eliminasi ?
2. Sebutkan jenis-jenis eliminasi ?

1
3. Apa faktor yang mempengaruhi eliminasi ?
4. Apa yang dimaksud personal hygiene ?
5. Bagaimana evaluasi personal hygiene ?

1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai pengembangan bahan masukan atau pengkajian baru
khususnya ilmu kebidanan.
b. Dapat menjadi acuan bagi pengkajian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi institusi
Kepada institusi, makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan
literature atau referensi pembuatan makala selanjutnya
b. Manfaat bagi mahasiswa
Kepada mahasiswa diharapkan sebagai sumber informasi dalam
upaya penanganan pencegahan infeksi.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kebutuhan eliminasi


Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan
buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
2.1.1 Kebutuhan Eliminasi Urine
1. Organ yang Berperan dalam Eliminasi Urine
Organ yang berperan dalam terjadinya eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Peranan masing-
masing organ tersebut diantaranya :
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal ( di belakang selaput
perut) yang terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang
punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan
volume cairan dalam tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari
daerah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa
yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas
nefron, yang merupakan unit dari struktur ginjal yang
berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine
disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan
melalui ureter ke kandung kemih (Gambar 5.1).
b. Kandung Kemih (bladder, buli-buli)
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas
otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine).
Dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang
memanjang di tengah dan melingkar disebut sebagai detrusor,
dan berfungsi untuk mengeluarkan urine. Pada dasar kandung
kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk

3
lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkaran
yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan
uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung
kemih keluar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan
motoris ke otot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem
simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi
kendur dan terjadi kontradiksi sphinoter bagian dalam
sehingga urine tetap tinggal dalam kandung kemih. Sistem
parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung
kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot
lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya
kontradiksi otot detrusor dan kendurnya sphinoter.
c. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan
urine ke bagian luar. Fungsi uretra pada wanita mempunyai
fungsi berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria,
uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem
reproduksi berukuran panjang ± 20 cm uretra pria terdiri dari
tiga bagian uretra prostatik, uretra membranosa, dan uretra
kevernosa. Pada wanita, uretra memiliki panjang 4-6,5 cm dan
hanya berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar
tubuh. (Potter, 1997).
Saluran perkemihan dilapisi membran mukosa, dimulai dari
meatus uretra hingga ginjal. Secar normal, mikroorganisme
tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, namun
membran mukosa ini pada keadaan patologis yang terus
menerus akan menjadikannya sebagai media yang baik untuk
pertumbuhan beberapa patogen.
1) Proses Berkemih

4
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria
(kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan
rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250 - 450 cc (pada
orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi
urine yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-
saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan
tersebut diteruskan melalui medula spinalis ke pusat
pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebal.
Selanjutnya, otak memberikan impuls/rangsangan melalui
medula spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kemudian
terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter
internal.
Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan
sphincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan,
akan menyebabkan relaksasi sphincter eksternal dan urine
kemungkinan dikeluarkan (berkemih).
Komposisi Urine :
a) Air (96 %)
b) Larutan (4 %)
c) Larutan organik
Urea, amonia, kreatin, dan asam urat.
d) Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat,
magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam
anorganik yang paling banyak.
e) Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
1. Diet dan asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium

5
dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, minum
kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons Keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria,
sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan
berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan
beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi
pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih
memiliki mengalami kesuliatan untuk mengontrol buang air kecil.
Namun, kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat
dengan bertambahnya usia.
7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti
diabetes melitus.
8. Sosiokultural

6
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang
melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot
urine bila dalam keadaan sakit.
10. Tonus otot
Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya
sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran
urine.
11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai
dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine.
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya
pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan
pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat
menyebabkan retensi urine.
13. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan
eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan
dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus
pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asupan
sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu, tindakan sistoskopi
dapat menimbulkan edema lokal pada uretra sehingga pengeluaran
urine terganggu.

7
2.1.2 Gangguan / Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
1. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung
kemih akbiat ketidakmampuan kandung kemih untuk
mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi
vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung urine
sebanyak 3000-4000 lm urine.
Tanda klinis retensi :
a. Ketidaknyamanan daerah pubis.
b. Distensi vesika urinaria.
c. Ketidaksanggupan untuk berkemih.
d. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50
ml).
e. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih.
f. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
Penyebab :
a. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria.
b. Trauma sumsum tulang belakang.
c. Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah.
d. Sphincter yang kuat.
e. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).
2. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter
eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi
urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah :
proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar prostat,
serta penuaan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik dan
sedatif.
3. Enuresis

8
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih
(mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter
eksterna. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau orang jompo.
Umumnya, enuresis terjadi pada malam hari (noctural enuresis).
Faktor penyebab enuresis :
a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.
b. Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari
indikasi keinginan berkemih tidak diketahui. Hal itu
mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar
mandi.
c. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya, tidak dapat
menampung urine dalam jumlah besar.
d. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah
(misalnya, persaingan dengan saudara kandung atau cekcok
dengan orang tua).
e. Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan
mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu dengan mendidiknya.
f. Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem
perkemihan.
g. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral.
h. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
4. Perubahan pola eliminasi urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang
yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi
anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih.
Perubahan pola eliminasi terdiri atas :
a. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam
sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan
meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang
tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan

9
oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada
keadaan stres atau hamil.
b. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil
memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter
eksternal. Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi
pada anak karena kurangnya kemampuan pengontrolan pada
sphincter.
c. Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal
ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih,
trauma, dan striktur uretra.
d. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah
besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan.
Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes
melitus dan penyakit ginjal kronis.
e. Urinaria supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara
mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada
kecepatan 60-120 ml/jam secara terus-menerus.
5. Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urine
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan

Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine tersebut


berbeda-beda, maka dalam pengambilan atau pengumpulan
urine juga dibedakan sesuai dengan tujuannya. Cara
pengambilan urine tersebut, antara lain : pengambilan urine
biasa, pengambilan urine steril, dan pengumpulan selama 24
jam.

10
Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine
dengan mengeluarkan urine secara biasa, yaitu buang air
kecil. Pengambilan urine biasa ini biasanya digunakan untuk
pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan kehamilan,
dan lain-lain.
b. Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine
dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan
kateterisasi atau fungsi suprapubis yang bertujuan mengetahui
adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.
c. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan
urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk
mengetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat
jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal.

Persiapan Alat dan Bahan :


1) Botol penampung beserta penutup
2) Etiket khusus
Prosedur Kerja (untuk pasien mampu buang air kecil sendiri) :
1) Cuci tangan
2) Jelaskan pada pasein mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
3) Bagi pasien yang tidak mampu buang air kecil secar
sendiri, maka bantu untuk buang air kecil (lihat prosedur
menolong buang air kecil). Keluarkan urine, kemudian
tampung ke dalam botol.
4) Bagi pasien yang mampu untuk buang air kecil sendiri,
maka anjurkan pasien untuk buang air kecil dan biarkan
urine yang pertama keluar dahulu. Kemudian anjurkan
menampung urine ke dalam botol.

11
5) Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan
pemeriksaan.
6) Cuci tangan.
6. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
Tindakan membantu pasien yang tidak mampu baung air kecil
sendiri di kamar kecil dilakukan dengan menggunakan alat
penampung (urineal). Hal tersebut dilakukan untuk menampung
urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan jumlah).
Persiapan Alat dan Bahan :
a. Urineal
b. Pengalas
c. Tisu
Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
c. Pasang alas urineal di bawah glutea.
d. Lepas pakaian bawah pasien.
e. Pasang urineal di bawah glutea/pinggul atau di antara kedua
paha.
f. Anjurkan pasien untuk berkemih.
g. Setelah selesai, rapikan alat.
h. Cuci tangan, catat warna, dan jumlah produksi urine.

7. Melakukan Kateterisasi
Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam
kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi
kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan.
Dalam pelaksanaannya, kateterisasi terbagi menjadi dua tipe
intermitent (straight kateter) dan tipe indwelling (foley kateter).
Indikasi :

12
Tipe Intermitent :
a. Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi.
b. Retensi akut setelah trauma uretra.
c. Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesik.
d. Cedera tulang belakang.
e. Degenerasi neuromuskular secara progresif.
f. Untuk mengeluarkan urine residual.
Tipe Indwelling :
a. Obstruksi aliran urine.
b. Post op uretra dan struktur disekitarnya (TUR-P).
c. Obstruksi uretra.
d. Inkontinensia dan disorientasi berat.
Persiapan Alat dan Bahan :
a. Sarung tangan steril.
b. Kateter steril (sesuai dengan ukuran dan jenis).
c. Duk steril.
d. Minyak pelumas / jelly.
e. Larutan pembersih antiseptik (kapas sublimat).
f. Spuit yang berisi cairan.
g. Perlak dan alasnya.
h. Pinset anatomi.
i. Bengkok
j. Urineal bag.
k. Sampiran.

Prosedur Kerja (pada perempuan) :


a. Cuci tangan.

13
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
c. Atur ruangan.
d. Pasang perlak/alas.
e. Gunakan sarung steril.
f. Pasang duk steril.
g. Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas ke bawah (±
3 kali hingga bersih).
h. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri.
Bersihkan bagian dalam.
i. Kateter diberi minyak pelumas atau jelly pada ujungnya, lalu
asupan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik napas, asupan
(2,5-5 cm) atau hingga urine keluar.
j. Setelah selesai, isi balon dengan cairan akuades atau
sejenisnya dengan menggunakan spuit untuk yang dipasang
tetap. Bila tidak dipasang tetap, tarik kembali sambil pasien
disuruh napas dalam.
k. Sambung kateter dengan urineal bag dan fiksasi ke arah
samping.
l. Rapikan alat.
m. Cuci tangan.

2.1.3Kebutuhan Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)


1. Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air
besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus
halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas doedenum, jejunum,
dan ileum dengan panjang ± 6 cm diameter 2,5 cm. Usus halus
berfungsi dalam absorpsi elektrolit Na+ , Cl-, K+, Mg2+, HCO3,
dan Ca2+. Usus besar dimulai dari rektum, kolon hingga anus
yang memiliki panjang ± 1,5 m atau 50-60 inci dengan diameter 6

14
cm. Usus besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari
saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai ke
dubur (anus).
Makanan yang diterima oleh usus halus dari lambung dalam
bentuk setengah padat, chyme baik air, nutrien, maupun elektrolit
kemudian akan diabsorbs
i. Produk buangan yang memasuki usus besar isinya berupa
cairan.
Setiap hari saluran usus menyerap sekitar 800-1000 ml cairan.
Penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk
dan setengah padat. Jika penyerapan tidak baik. Kalau feses
terlalu lama dalam usus besar, maka terlalu banyak air yang
diserap sehingga feses menjadi kering dan keras.
Pada batas antara usus besar dan ujung halus terdapat katup
ileocaecal. Katup ini biasanya mencegah zat yang masuk ke usus
besar sebelum waktunya, dan mencegah produk buangan untuk
kembali ke usus halus. Produk buangan cepat melalui usus besar,
feses itu lunak dan berair.
Usus akan mensekresi mukus, kalium, bikarbonat, dan enzim.
Secara umum, kolon berfungsi sebagai tempat absorpsi, proteksi,
sekresi , dan eliminasi. Kolon sigmoid mengandung feses yang
sudah siap untuk dibuang dan diteruskan ke dalam rektum.
Panjang rektum 12 cm (5 inci), 2,5 cm (1 inci) merupakan saluran
anus. Dalam rektum terdapat tiga lapisan jaringan transversal.
Ketiga lapisan tersebut merupakan rektum yang menahan feses
untuk sementara, dan setiap lipatan lapisan tersebut mempunyai
arteri dan vena.
Gerakan peristaltik yang kuat dapat mendorong feses ke depan.
Gerakan ini terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltik sering
terjadi sesudah makan. Biasanya ½-1/3 dari prosuk buangan hasil
makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam feses

15
dan sisanya sesudah 24-28 jam berikutnya. Proses perjalanan
makanan dari mulut hingga sampai rektum membutuhkan waktu
selama 12 jam. Proses perjalanan makanan, khususnya pada
daerah kolon, memiliki beberapa gerakan, diantaranya haustral
suffing atau dikenal sebagai gerakan mencampur zat makanan
dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air, kemudian diikuti
dengan kontraksi haustral atau gerakan mendorong zat
makanan/air pada daerah kolon dan terakhir terjadi gerakan
peristaltik yaitu gerakan maju ke anus.
Otot lingkar (sphincter) bagian dalam dan luar saluran anus
menguasai pembuangan feses dan gas dari anus. Rangsangan
motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan rangsangan
penghalang oleh sistem parasimpatis (kraniosakral). Bagian dari
sistem saraf otonom ini memiliki sistem kerja yang berlawanan
dalam keseimbangan yang dinamis. Sphincter luar anus
merupakan otot bergaris dan dibawah penguasaan parasimpatis.
Baik di waktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan pada
fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh
jumlah, sifat cairan, makanan yang masuk, taraf kegiatan, dan
keadaan emosi.
2. Proses Buang Air Besar (Defekasi)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut
buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks
untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang
belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus
bagian dalam akan mengendur dan usus besar mengucup.
Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian
sphincter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf
parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama
defekasi berbagai otot lain membantu proses itu, seperti otot
dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.

16
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu
proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsik dan refleks defekasi
parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat
sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi,
kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik,
dan akhirnya feses sampai di anus. Lalui pada saat sphincter
interna relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan,
refleks defekasi parasimpatis dimulai dari adanya feses dalam
rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan
merangsang kekolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke
rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi
sphincter interna, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter
interna berelaksasi.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak
direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai
oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar
usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang normal terdiri
atas massa padat, berwarna coklat karena disebabkan oleh
mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.

3. Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi


a. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau
beresiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga
menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang
keluar jari terlalu kering dan keras.
Tanda Klinis :
1) Adanya feses yang keras.
2) Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
3) Menurunnya bising usus.
4) Adanya keluhan pada rektum.

17
5) Nyeri saat mengejan dan defekasi
6) Adanya perasaan masih ada sisa feses.
Kemungkinan penyebab :
1) Defek persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas karena
cedera serebrospinalis, cerebro vaskular accident (CVA)
dan lain-lain.
2) Pola defekasi yang tidak teratur.
3) Nyeri saat defekasi karena hemorroid.
4) Menurunnya peristaltik karena stres psikilogis.
5) Penggunaan obat seperti Antasida, Laksantif, atau Anestesi.
6) Proses menua (usia lanjut).
b. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau
beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk
cairan. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa
mual dan muntah.
Tanda klinis :
1) Adanya pengeluaran feses cair.
2) Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
3) Nyeri/kram abdomen.
4) Bising usus meningkat
Kemungkinan Penyebab :
1) Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.
2) Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.
3) Efek tindakan pembedahan usus.
4) Efek penggunaan obat seperti Antasida, Laksantif, Antibiotik,
dan lain-lain.
5) Stres psikologis.
c. Inkontinensia usus
Inkontinensia usus merupakan keadaan individu yang
mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal,

18
hingga mengaami proses pengeluaran feses tak disadari. Hal ini
juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan
hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran fese
dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
Tanda klinis :
Pengeluaran feses yang tidka dikehendaki.
Kemungkinan penyebab :
1) Gangguan sphincter rektal akibat cedera anus, pembedahan
, dan lain-lain.
2) Distensi rektum berlebih.
3) Kurangnya kontrol spihncter akibat cedera medula spinalis,
CVA, dan lain-lain.
4) Kerusakan kognitif.
d. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena
pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus.
e. Hemorroid
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di
daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah
anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, perenggangan
saat defekasi, dan lain-lain.
4 Fecal Impaction
Fecal Impaction merupakan massa feses keras dilipatan rektum
yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang
berkepanjangan. Penyebab fecal impaction yaitu, asupan
kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat dan kelemahan tonus
otot.

19
2.1.4Faktor yang Mempengaruhi Proses Defekasi
1. Usia
Setiap tahap perkembangan / usia memiliki kemampuan
mengontrol proses defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki
kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar,
sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol
secara penuh, kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan
tersebut mengalami penurunan.
2. Diet
Diet, pola, atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat
mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki
kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan
defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat
mempengaruhinya.
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi
menjadi keras. Oleh karena, proses absorpsi air yang kurang
menyebabkan kesulitan proses defekasi.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui
aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat
membantu kelancaran proses defekasi. Hal ini kemudian membuat
proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah
baik.
5. Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhinya proses defekasi,
seperti penggunaan Laksantif atau Antasida yang terlalu sering.
Kedua jenis tersebut dapat melukkan feses dan meningkatkan
peristaltik usus. Penggunaan lama menyebabkan usus besar
kehilangan tonus ototnya da menjadi kurang responsif terhadap
stimulasi yang diberikan oleh laksantif.

20
6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi.
Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup
sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih
atau toilet, ketika seseorang tersebut buang air besar di tempat
yang terbuka atau tempat yang kotor, maka ia akan mengalami
kesulitan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi,
biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung
dengan sistem pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit
infeksi lainnya.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan/keinginan untuk
defekasi, seperti nyeri pada kasus hemorroid dan eliminasi.
9. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dapat mempengaruhi proses
defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi
sensoris dalam melakukan defekasi. Hal tersebut dapat
diakibatnya karena kerusakan pada tulang belakang atau
kerusakan saraf lainnya.

2.1.5Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)


1. Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan
yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan
pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap
dan pemeriksaan kultur (pembiakan).
Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan feses yang
terdiri atas pemeriksaan warna, bau, konsistensi, lendir, darah,
dan lain-lain.

21
2. Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan feses melalui
biakan dengan cara toucher (lihat prosedur pengambilan feses
melalui tangan).

Persiapan Alat dan Bahan :

a. Tempat penampung beserta penutup.


b. Etiket khusus.
c. Dua batang lidi kapas sebagai alat untuk mengambil feses.
Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
c. Anjurkan untuk buang air besar lalu ambil feses melalui lidi
kapas yang telah dikeluarkan. Setelah selesai, anjurkan untuk
membersihkan daerah sekitar anus.
d. Asupan bahan pemeriksaan ke dalam botol yang telah
disediakan.
e. Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan
pemeriksaan.
f. Cuci tangan.
3. Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot
Membantu pasien buang air besar dengan pispot di tempat tidur
merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu buang air
besar secara sendiri di kamar kecil. Tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi alvi.
Persiapan alat dan bahan :
a. Alas/perlak.
b. Air bersih
c. Tisu
d. Sampiran apabila tempat pasien di bangsal umum.
e. Sarung tangan.

22
Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilaksanakan.
c. Pasang sampiran kalau di bangsal umum.
d. Gunakan sarung tangan.
e. Pasang pengalas di bawah glutea.
f. Tempatkan pispot di antara pengalas tepat di bawah glutea
dengan posisi bagian lubang pispot tepat di bawah rektum.
g. Setelah pispot tepat di bawah glutea, tanyakan pada pasien
apakah sudah nyaman atau belum. Kalau belum, atur sesuai
dengan kebutuhan.
h. Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang telah
disediakan.
i. Setelah selesai, siram dengan air hingga bersih. Kemudian
keringkan dengan tisu.
j. Catat tanggal, jam defekasi, da karakteristiknya.
k. Cuci tangan.
4. Memberikan Huknah Rendah
Memberikan Huknah rendah merupakan tindakan memasukkan
cairan hangat ke dalam kolon desenden dengan kanula rekti
melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengosongkan
usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya
obstruksi makanan sebagai dampak dari pascaoperasi dan
merangsang buang air besar bagi pasien yang mengalami
kesulitan dalam buang air besar.
Persiapan Alat dan Bahan :
a. Pengalas.
b. Irigator lengkap dengan kanula rekti.
c. Cairan hangat ± 700 – 1000 ml dengan suhu 40,5 – 43 ºC pada
orang dewasa.

23
d. Bengkok.
e. Jelly.
f. Pispot.
g. Sampiran.
h. Sarung tangan.
i. Tisu.
Prosedur Kerja :
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
c. Atur ruangan dengan meletakkan sampiran apabila di bangsal
umum atau menutup pintu apabila di ruang sendiri.
d. Atur posisi sim miring ke kiri pada pasien.
e. Pasang pengalas di bawah glutea.
f. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan (40,5 –
43ºC) dan hubungkan dengan kanula rekti. Kemudian cek
aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok
serta berikan jelly pada ujung kanula.
g. Gunakanlah sarung tangan dan asupan kanula kira-kira 15 cm
ke dalam rektum ke arah kolon desenden sambil pasien
diminta untuk bernafas panjang dan memegang irigator
setinggi 50 cm dari tempat tidur. Buka klemnya dan air dialirkan
sampai pasien menunjukkan keinginan untuk buang air besar.
h. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air
besar dan pasng pispot atau dianjurkan ke toilet. Jika pasien
tidak mampu mobilisasi jalan, bersihkan daerah sekitar rektum
hingga bersih.
i. Cuci tangan.
j. Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi dan respons
pasien.

24
5. Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan
cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan kanula usus. Hal
tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus pada pasien
perbedah atau untuk prosedur diagnostik.
Persiapan alat dan bahan :
a. Pengalas
b. Irigator lengkap dengan kanula usus.
c. Cairan hangat (seperti huknah rendah).
d. Bengkok.
e. Jelly.
f. Pispot.
g. Sampiran.
h. Sarung tangan.
i. Tisu.
Prosedur Kerja:
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
c. Atur ruangan dengan menggunakan sampiran apabila pasien
berada di ruang bangsal umum atau tutup pintu apabila diruang
sendiri.
d. Atur posisi sim miring ke kanan pada pasien.
e. Gunakan sarung tangan.
f. Irigator diisi cairan hangat yang sesuai dengan suhu badan dan
hubungkan dengan kanula usus. Kemudian cek aliran dengan
membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok, lalu berikan
jelly pada ujung kanula.
g. Masukkan kanula ke dalam rektum ke arah kolon asenden ± 15-
20 cm sambil pasien disuruh napas panjang dan pegang irigator

25
setinggi 30 cm dari tempat tidur. Buka klem sehingga air
mengalir pada rektum sampai pasien menunjukkan ingin buang
air besar.
h. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air
besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Kalau tidak
mampu ke toilet, bersihkan dengan air sampai bersih lalu
keringkan dengan tisu.
i. Buka sarung tangan dan catat jumlah, warna, konsistensi, dan
respons pasien.
j. Cuci tangan.
6. Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan
gliserin ke dalam poros usus dengan spuit gliserin. Hal ini dilakukan
untuk merangsang perstaltik usus, sehingga pasien dapat buang air
besar (khususnya pada orang yang mengalami sembelit). Selain
itu, tindakan ini juga dapat digunakan untuk persiapan operasi.

Persiapan alat dan bahan :

a. Spuit gliserin.
b. Gliserin dalam tempatnya.
c. Bengkok.
d. Pengalas.
e. Sampiran.
f. Sarung tangan.
g. Tisu.
Prosedur kerja :
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilaksanakan.
c. Atur ruangan. Apabila pasien sendiri, maka tutup pintu. Namun
bila pasien di ruang bangsal umum, maka gunakan sampiran.

26
d. Atur posisi pasien (miringkan kek kiri), dan berikan pengalas di
bawah glutea, serta buka pakaian bawah pasien.
e. Gunakan sarung tangan, kemudian spuit diisi gliserin ± 10 – 20
cc dan cek kehangat cairan gliserin..
f. Masukkan gliserin perlahan-lahan ke dalam anus dengan tangan
kiri mendorong. Perenggangan daerah rektum, sedangkan
tangan kanan memasukkan spuit ke dalam anus sampai
pangkal kanula dengan ujung spuit diarahkan ke depan.
Anjurkan pasien napas dalam.
g. Setelah selesai, cabut dan masukkan ke dalam bengkok.
Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi
dan pasang pispot. Apabila pasien tidak mampu ke
toilet,bersihkan dengan iar hingga bersih lalu keringkan dengan
tisu.
h. Pasang pispot atau anjurkan ke toilet.
i. Lepaskan sarung tangan, catat jumlah feses yang keluar, warna,
konsistensi, dan respons pasien.
j. Cuci tangan.
7. Mengeluarkan Feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan memasukkan
jari ke dalam rektum pasien untuk mengambil atau menghancurkan
massa feses sekaligus mengeluarkannya. Indikasi tindakan ini
adalah apabila massa feses terlalu keras dan dalam pemberian
enema tidak berhasil, maka terjadi konstipasi serta pengerasan
feses yang tidak mampu dikeluarkan oleh manula.
Persiapan alat dan bahan :
a. Sarung tangan.
b. Minyak pelumas / Jelly.
c. Alat penampung atau pispot.
d. Pengalas.
e. Sarung tangan.

27
Prosedur kerja :
a. Cuci tangan.
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilaksanakan.
c. Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas (jelly) pada jari
telunjuk.
d. Atur posisi miring dengan lutut fleksi.
e. Masukkan jari ke dalam rektum dan dorong perlahan-lahan
sepanjang dinding rektum ke arah umbilikus (ke arah massa
feses yang impaksi).
f. Secara perlahan-lahan, lunakkan massa dengan massage
daerah feses yang impaksi (arahkan jari pada inti yang keras).
g. Gunakan pispot bila ingin buang air besar atau bantu ke toilet.
h. Lepaskan sarung tangan, kemudian catat jumlah feses yang
keluar, warna, kepadatan, dan respons pasien.
i. Cuci tangan.

2.2 Personal hygene


Personal hygene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan
untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun
psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor
diantaranya : budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga,
pengetahuan tentang perawatan diri, serta persepsi terhadap
perawatan diri.
1. Jenis Perawatan Diri Berdasarkan Waktu Pelaksanaan
Perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaan dibagi menjadi
empat, yaitu :
a. Perawatan dini hari. Merupakan perawatan diri yang
dilakukan pada waktu bangun dari tidur, untuk melakukan
tindakan seperti persiapan dalam pengambilan bahan
pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan,

28
mempersiapkan pasien untuk melakukan makan pagi dengan
melakukan tindakan perawatan diri seperi mencuci muka dan
tangan, serta menjaga kebersihan mulut.
b. Perawatan pagi hari. Perawatan yang dilakukan setelah
melakukan makan pagi dengan melakukan perawatan diri
seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan
eliminasi (buang air besar dan kecil); mandi atau mencuci
rambut; melakukan perawatan kulit melakukan pijatan pada
pada punggung; membersihakn mulut kuku dan rambut; serta
merapikan tempat tidur pasien.
c. Perawatan siang hari. Perawatan diri yang dilakukan setelah
melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan
dan setelah makan siang. Berbagai tindakan perawatan diri
yang dapat dilakukan antara lain, mencuci muka dan tangan;
membersihkan mulut; merapikan tempat tidur; serta
melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan
pasien.
d. Perawatan menjelang tidur. Perawatan diri yang dilakukan
pada saat menjelang tidur agar pasien dapat tidur atau
beristirahat dengan tenang. Berbagai kegiataan yang dapat
dilakukan antara lain : pemenuhan kebutuhan eliminasi
(buang air besar dan kecil); mencuci tangan dan muka;
membersihkan mulut; serta memijat daerah punggung.
Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mempertahankan
perawatan diri baik secara sendiri maupun dengan bantuan
dapat melatih hidup sehat/bersih dengan memperbaiki gambaran
atau persepsi terhadap kesehatan dan kebersihan; serta
menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan
kesehatan. Membuat rasa nyaman dan relaksasi dapat dilakukan
untuk menghilangkan kelelahan, mencegah infeksi, mencegah

29
gangguan sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas pada
jaringan.

Jenis Perawatan Diri Berdasarkan Tempat

a. Perawatan Diri Pada Kulit


Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang
dapat melindungi tubuh dari berbagai kuman atau trauma,
sehingga diperlukan perawatan yang adekuat (cukup) dalam
mempertahankan fungsinya. Sebagai bagian dari organ
pelindung, kulit secara anatomis terdiri atas dua lapisan yaitu
lapisan epidermis (kutikula) dan lapisan dermis (korium).
Lapisan epidermis terdiri atas bagian-bagian seperti stratum
korneum, stratum lusidum, dan stratum granulosum. Lapisan
dermis terdiri atas ujung saraf sensoris, kelenjar keringat, dan
kelenjar sebaseus.

b. Fungsi Kulit
Kulit secara umum memiliki berbagai fungsi, di antaranya :
1) Melindungi tubuh dari berbagai masuknya kuman atau
trauma jaringan bagian dalam sehingga dapat menjaga
keutuhan kulit.
2) Mengatur keseimbangan suhu tubuh serta membantu
dalam produksi keringat dan penguapan.
3) Sebagai alat peraba yang dapat membantu tubuh untuk
menerima rangsangan dari luar melalui rasa sakit,
sentuhan, tekanan atau suhu.
4) Sebagai alat ekskresi keringat melalui pengeluaran air,
garam, dan nitrogen.
5) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit yang
bertugas mencegah pengeluaran cairan tubuh secara
berlebihan.

30
6) Memproduksi dan menyerap vitamin D sebagai
penghubung atau pemberi vitamin D dari sinar ultraviolet
yang datang dari sinar matahari.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kulit
Perubahan dan keutuhan pada kulit dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya :
1) Usia. Perubahan kulit dapat ditentukan oleh usia
seseorang. Hal ini dapat terlihat pada bayi yang berusia
relatif masih muda dengan kondisi kulit yang sangat
rawan terhadap berbagai trauma atau masuknya kuman.
Sebaliknya pada orang dewasa, keutuhan kulit sudah
memiliki kematangan sehingga fungsinya sebagai
pelindung sudha baik.
2) Jaringan kulit. Perubahan dan keutuhan kulit dapat
dipengaruhi oleh struktur jaringan kulit. Apabila jaringan
kulit rusak, maka terjadi perubahan pada struktur kulit.
3) Kondisi/keadaan lingkungan. Beberapa kondisi atau
keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan
kulit secara utuh, antara lain keadaan panas, adanya nyeri
akibat sentuhan serta tekanan, dan lain-lain.

4) Tindakan Perawatan Diri Pada Kulit

Cara perawatan kulit

Merupakan tindakan pada kulit yang mengalami atau


beresiko terjadi kerusakan jaringan lebih lanjut, khususnya
pada daerah yang mengalami tekanan (tonjolan). Tujuannya
adalah untuk mencegah dan mengatasi terjadinya luka
dekubitus akibat tekanan yang lama dan tidak hilang.

31
Persiapan alat dan bahan :
a) Baskom cuci.
b) Sabun.
c) Air.
d) Agen pembersih.
e) Balutan.
f) Pelindung kulit.
g) Plester.
h) Sarung tangan.

Prosedur Kerja :
a) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
b) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
c) Tutup pintu ruangan.
d) Atur posisi pasien.
e) Kaji luka/kulit tertekan dengan memperhatikan warna,
kelmbapan, penampilan sekitar kulit, ukur diameter kulit,
dan ukur kedalaman.
f) Cuci kulit sekitar luka dengan air hangat atau sabun cuci
secara menyeluruh dengan air.
g) Secara menyeluruh dan perlahan-lahan, keringkan kulit
yang disertai dengan pijatan.
h) Secara menyeluruh, bersihkan luka dengan cairan normal
atau larutan pembersih. Gunakan semprit irigasi luka pada
luka yang dalam.
i) Setelah selesai, berikan obat atau agen topikal.
j) Catat hasil
k) Cuci tangan.
5) Cara Memandikan Pasien Di Tempat Tidur

32
Memandikan pasien di tempat tidur dilakukan pada pasien
yang tidak mampu mandi secara sendiri. Tujuannya untuk
menjaga kebersihan tubuh, mengurangi infeksi akibat kulit
kotor, memperlancar sistem peredaran darah, dan
menambah kenyamanan pasien.

Persiapan alat dan bahan :

a) Baskom mandi dua buah, masing-masing berisi air dingin


dan air hangat.
b) Pakaian pengganti.
c) Kain penutup.
d) Handuk, sarung tangan pengusap badan.
e) Tempat untuk pakaian kotor.
f) Sampiran.
g) Sabun.
Prosedur kerja :
a) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
b) Cuci tangan.
c) Atur posisi pasien.
d) Pada pasien, lakukan tindakan memandikan yang diawali
dengan membentangkan handuk dibawah kepala.
Kemudian bersihkan muka, telinga, dan leher dengan
sarung tangan pengusap. Keringkan dengan handuk.
e) Kain penutup diturunkan, kedua tangan pasien dinaikkan
ke atas, serta handuk di atas dada pasien dipindahkan
dan dibentangkan. Kemudian kembalikan kedua tangan
ke posisi awal di atas handuk, lalu basahi kedua tangan
dengan air bersih. Keringkan dengan handuk.

33
f) Kedua tangan dinaikkan ke atas, handuk dipindahkan di
sisi pasien lalu bersihkan daerah dada dan perut.
Keringkan dengan handuk.
g) Miringkan pasien ke kiri, handuk dibentangkan di bawah
punggung sampai glutea dan basahi punggung hingga
glutea, lalu dikeringkan dengan handuk. Selanjutnya,
miringkan pasien ke kanan dan lakukan hal yang sama.
Setelahnya, kembalikan pasien ke posisi telentang dan
pasangkan pakaian dengan rapi.
h) Letakkan handuk di bawah lutut, lalu bersihkan kaki. Kaki
yang paling jauh didahulukan dan dikeringkan dengan
handuk.
i) Ambil handuk dan letakkan di bawah glutea. Pakaian
bawah perut dibuka, lalu bersihkan daerah lipatan paha
dan genitalia. Setelah selesai, pasang kembali pakaian
dengan rapi.
j) Cuci tangan.

6. Perawatan Diri Pada Kuku dan Kaki


Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek
penting dalam mempertahankan perawatan diri karena
berbagai kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui kuku.
Dengan demikian, kuku seharusnya tetap dalam keadaan
sehat dan bersih. Secara anatomis, kuku terdiri atas dasar
kuku, badan kuku, dinding kuku, kantong kuku, akar kuku,
dan lunula. Kondisi normal kuku ini dapat terlihar halus, tebal
± 0,5 mm, transparan, dan dasar kuku berwarna-warna
merah muda.
a. Masalah/Gangguan pada Kuku
1) Ingrown Nail. Kuku tangan yang tidak tumbuh-tumbuh
dan dirasakan sakit pada daerah tersebut.

34
2) Paronychia. Radang di sekitar jaringan kuku.
3) Ram`s Horn Nail. Gangguan kuku yang ditandai
pertumbuhan yang lambat disertai kerusakan dasar
kuku atau infeksi.
4) Bau tidak sedap. Reaksi mikroorganisme yang
menyebabkan bau tidak sedap.
b. Tindakan perawatan diri pada kuku
1) Cara perawatan kuku
Merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu
merawat kuku sendiri. Tujuannya adalah menjaga
kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau
infeksi akibat garukan dari kuku.
Persiapan alat dan bahan :
a) Alat pemotong kuku.
b) Handuk.
c) Baskom berisi air hangat.
d) Bengkok.
e) Sabun.
f) Kapas.
g) Sikat kuku.
Prosedur kerja :
a) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
b) Cuci tangan.
c) Atur posisi pasien dengan posisi duduk atau tidur.
d) Tentukan kuku yang akan dipotong.
e) Rendamkan kuku denga air hangat ± 2menit. Lakukan
penyikatan dengan beri sabun bila kotor.
f) Keringkan dengan handuk.
g) Letakkan tangan di atas bengkok dan lakukan
pemotongan kuku.

35
h) Cuci tangan.
7. Perawatan Diri Pada Rambut
Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi
proteksi dan pengatur suhu. Indikasi perubahan status
kesehatan diri juga dapat dilihat dari rambut mudah rontok,
sebagai akibat kurang gizi. Secara anatomis, rambut terdiri
atas bagian batang, akar rambut, sarung akar, folikel rambut,
serta kelenjar sebasea.
a. Masalah/gangguan pada perawatan rambut
Berbagai masalah yang terjadi pada rambut di antaranya :
1) Kutu
2) Ketombe
Alopecia (botak)

2.2.1 Seborrheic dermatitis (radang pada kulit di rambut).


1. Tindakan perawatan diri pada rambut
a. Cara perawatan rambut
Merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan diri dengan mencuci dan
menyisir rambut. Tujuannya adalah membersihkan kuman-
kuman yang ada pada kulit kepala, menambah rasa
nyaman, membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada
kulit, serta memperlancar sistem peredaran darah di bawah
kulit.
Persiapan alat dan bahan :
a. Handuk secukupnya.
b. Perlak atau pengalas.
c. Baskom berisi air hangat.
d. Sampo atau sabun dalam tempatnya.
e. Kasa dan kapas.
f. Sisir

36
g. Bengkok
h. Gayung
i. Ember kosong.
Prosedur kerja :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
b. Cuci tangan.
c. Tutup jendela atau pasang sampiran.
d. Atur posisi pasien dengan posisi duudk atau berbaring.
e. Letakkan baskom di bawah tempat tidur, tepat di bawah
kepala pasien.
f. Pasang perlak atau pengalas di bawah kepala dan
disambungkan ke arah bagian baskom dengan pinggir
digulung.
g. Tutup telinga dengan kapas.
h. Tutup dada sampai ke leher dengan handuk.
i. Kemudian sisir rambut dan lakukan pencucian dengan air
hangat. Selanjutnya gunakan sampo dan bilas dengan air
hangat sambil dipijat.
j. Setelah selesai, keringkan.
k. Cuci tangan.
b. Perawatan Diri Pada Mulut dan Gigi
Gigi dan mulut adalah bagian penting yang harus
dipertahankan kebersihannya sebab berbagai kuman
dapat masuk melalui organ ini. Banyak organ yang berada
dalam mulut seperti oro faring, kelenjar parotid, tonsil,
uvula, kelenjar sublingual, kelenjar submaksilaris, dan
lidah.
1) Masalah / gangguan pada gigi dan mulut
Masalah yang sering terjadi pada kebersihan gigi dan
mulut, antara lain :

37
a) Halitosis, bau napas tidak sedap yang dapat
disebabkan adanya kuman atau lainnya.
b) Ginggivitas, radang pada daerah gusi.
c) Karies, radang pada gigi.
d) Stomatitis, radang pada daerah mukosa atau
rongga mulut.
e) Peridontal disease, gusi yang mudah berdarah dan
bengkak.
f) Glostitil, radang pada lidah.
g) Chilosis, bibir yang pecah-pecah.
2) Tindakan perawatan diri pada gigi dan mulut
a) Cara perawatan gigi dan mulut
Merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu
mempertahankan kebersihan mulut dan gigi dengan
membersihkan serta menyikat gigi dan mulut secara
teratur. Tujuannya untuk mencegah infeksi pada
mulut akibat kerusakan pada daerah gigi dan mulut,
membantu menambah nafsu makan, serta menjaga
kebersihan gigi dan mulut.
Persiapan alat dan Bahan :
- Handuk dan kain pengalas.
Gelas kumur berisi :

- Air masak/NaCl

- Obat kumur

- Boraks gliserin

- Spatel lidah telah dibungkus denga kain kasa.

- Kapas lidi.

- Bengkok.

38
- Kain kasa.

- Pinset atau arteri klem.

- Sikat gigi dan pasta gigi.

Prosedur Kerja :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
b. Cuci tangan.
c. Atur posisi pasien.
d. Pasang handuk dibawah dagu dan pipi pasien.
e. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang
berisi air dan NaCl.
f. Anjurkan pasien untuk membuka. Lakukan mulut
dengan sudip lidah bila pasien tidak sadar.
g. Lakukan pembersihan di mulai dari dinding rongga
mulut, gusi, gigi, lidah, bibir. Bila sudah kotor, letakkan
di bengkok.
h. Lakukan hingga bersih. Setelah itu, oleskan boraks
gliserin.
i. Untuk perawatan gigi, lakukan penyikatan dengan
gerakan naik turun dan bilas. Lalu keringkan.
j. Cuci tangan.

2. Perawatan diri pada alat kelamin perempuan


Merupakan perawatan diri pada organ eksterna yang terdiri atas
mons veneris, terletak di depan simpisis pubis; labia mayora, dua
lipatan besar yang membentuk vulva; labia minora, dua lipatan
kecil di antara atas labia mayora; klitoris, sebuah jaringan erektil
yang serupa dengan penis laki-laki; kemudian juga bagian yang
terkait disekitarnya, seperti uretra, vagina, perineum, dan anus.

39
a. Tindakan perawatan diri pada alat kelamin
Cara Vulva Higiene
Vulva higiene merupakan tindakan pada pasien yang tidak
mampu membersihkan vulva sendiri. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya infeksi pada vulva dan menjaga
kebersihan vulva.
Persiapan alat dan bahan :
1) Kapas sublimat atau desinfektan.
2) Pinset.
3) Bengkok.
4) Pispot.
5) Tempat membersihkan (cebok) yang berisi larutan
desinfektan.
6) Desinfektan sesuai dengan kebutuhan.
7) Pengalas.
8) Sarung tangan.
Prosedur kerja :
1) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
2) Cuci tangan.
3) Atur posisi pasien dengan posisi dorsal recumbent.
4) Pasang pengalas dan psipot, kemudian letakkan di bawah
glutea pasien.
5) Gunakan sarung tangan.
6) Lakukan tindakan perawatan kebersihan vulva dengan
tangan kiri membuka vulva memakai kapas sublimat dan
tangan kanan menyiram vulva dengan larutan
desinfektan.
7) Kemudian ambil kapas sublimat dengan pinset, lalu
bersihkan vulva dari atas ke bawah. Kapas yang telah
kotor dibuang ke bengkok. Hal ini dilakukan hingga bersih.

40
8) Setelah selesai, ambil pispot dan atur posisi pasien.
9) Cuci tangan.
3. Kebutuhan Kebersihan Lingkungan Pasien
Pemenuhan kebutuhan kebersihan lingkungan pasien yang
dimaksud di sini adalah kebersihan pada tempat tidur. Melalui
kebersihan tempat tidur diharapkan pasien dapat tidur dengan
nyaman tanpa gangguan selama tidur sehingga dapat membantu
proses penyembuhan. Pemenuhan kebutuhan ini melalui
prosedur penyiapan tempat tidur tertutup maupun terbuka.
1. Cara Menyiapkan Tempat Tidur
Persiapan alat dan bahan :
a. Tempat tidur, kasur, bantal.
b. Seprai besar.
c. Seprai kecil.
d. Sarung bantal.
e. Perlak.
f. Selimut.

41
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yakni eliminasi urine
(kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air
besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah Ginjal,
Kandung Kemih, dan Uretra.
Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan
perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan
kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan
perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor diantaranya : budaya, nilai
sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan tentang perawatan
diri, serta persepsi terhadap perawatan diri.

3.2 Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna
karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi
kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang
baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan
bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon
maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan
kemampuan yang terbatas.

42
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, Musrifatul. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Untuk Kebidanan.


Salembang Medika.

43
44

Anda mungkin juga menyukai