Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT

HIPERPLASIA

OLEH

KELOMPOK III :

FRANCISCO MENDONGA SARMENTO

IRGI DIMAS BORA’A

JOANICO MIRA XIMENES

FRANSISKA ROMANA MARAWALI

HERLINA YAMA DE JESUS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA


KUPANG 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Askep yang berjudul “ Benigna Prostat Hiperplasma” ini
dapat kami selesaikan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kulaih
Keperawatan KMB II, selain itu menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis. Kami menyadari bahwa Askep yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
Askep ini.

Kupang, 24 September 2021

Kelompok VII
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………………….....................
2. Tujuan
2.1 TujuanUmum...............................................................................................................

2.2 Tujuan Kusus................................................................................................................


BAB II KONSEP PENYAKIT
2.1 Pengertin .....................................................................................................................
2.2. Etiologi……………….................................................................................................

2.3. Pathofisiologi...……………………………………………………………................
2.4. Pathaway…………………...………………...............................................................
2..5. Manifestasi Klinis……………………………………................................................
2.6. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik.............................................................................
2.7. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan...................................................................
2.8. Pencegahan...................................................................................................................
2.9. Pendidikan Kesehatan.................................................................................................
2.10. Penelitian Terkait Dengan Konsep Penyakit...............................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian .................................………………………………..................................

3.2 Diagnosa ......................................................................................................................


3.3 Intervensi .....................................................................................................................

BAB IV LAPORAN KASUS


4.1 Pengkajian .................................................................................................................

4.2 Diagnosa .....................................................................................................................

4.3 Intervensi ....................................................................................................................

4.4 Implementasi ..............................................................................................................

4.5 Evaluasi ......................................................................................................................


BAB V PENUTUPAN

5.1 Kesimpulan .................................................................................................................

5.2 Saran ..........................................................................................................................


BAB 1
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan


sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini
di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secara umum dan di Indonesia
secara khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30 juta,
bilangan ini hanya pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai kalenjar prostat, maka
oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria (emedicine, 2009).

Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut usia,
maka dapat di lihat kadar insidensi BPH. pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu
menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam
rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70
tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90% ( A.K. Abbas, 2005), Akan
tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH. secara umum membabitkan 20% pria
pada usia 40-an, dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada
usia 70. Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah
penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50
persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup
mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya. 5
persen pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu,
jika dilihat, dari 200 juta lebih bilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100
juta adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta,
maka dapat secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia
menderita penyakit BPH atau PPJ ini, Indonesia kini semakin hari semakin maju dan
dengan berkembangnya sesebuah negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah
dengan sarana yang makin maju dan selesa, maka kadar penderita BPH secara pastinya
turut meningkat. (Furqan, 2003) Secara pasti, bilangan penderita pembesaran prostat
jinak belum di dapat, tetapi secara prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di
Palembang, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak
yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617
kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo, 2002). Ini dapat menunjukkan bahawa
kasus BPH adalah antara kasus yang paling mudah dan banyak ditemukan. Kanker
prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku dan lebih ganas
berbanding BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat. Kenyataan
ini adalah berdasarkan bilangan dan presentase terjadinya kanker prostat di dunia secara
umum dan Indonesia secara khususnya.

Secara umumnya, jika diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih kurang
220.900 kasus baru ditemukan, dimana, daripada jumlah ini, 29.000 daripadanya berada
di tahap membunuh (A.K. Abbas, 2005). Seperti juga BPH, kanker prostat juga
menyerang pria berusia lebih dari 50 dan pada usia bawah itu bukan merupakan suatu
yang abnormal. Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005,
insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang, yakni
yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati. Setelah
secara umum melihat dan mengetahui akan epidemiologi dari kedua penyakit, yakni BPH
dan kanker prostat, penulis tertarik untuk mengetahui dengan lebih dalam lagi mengenai
gambaran penyakit ini terutama berdasarkan gambaran secara histopalogi memandangkan
tiada penelitian khusus yang setakat diketahui oleh penulis mengenainya dijalankan di
Medan.

II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan menerapkan tentang asuhan
keperawatan pada
Benigna Prostat Hiperplasia.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawaatan serta :Melakukan
penkajian pada klient.Menganalisa data untuk merumuskan diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada Benigna
Prostat Hiperplasia.Mengetahui intervensi dari Benigna Prostat Hiperplasia.
BAB II
KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian Benign prostatic hyperplasia (BPH)


Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah
kondisi ketika kelenjar prostat membesar. Akibatnya, aliran urine menjadi tidak lancar
dan buang air kecil terasa tidak tuntas.
Kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria. Oleh karena itu, penyakit ini
hanya dialami oleh pria. Hampir semua pria mengalami pembesaran prostat, terutama
pada usia 60 tahun ke atas. Meski begitu, tingkat keparahan gejalanya bisa berbeda
pada tiap penderita, dan tidak semua pembesaran prostat menimbulkan masalah.
Pria berusia 60 tahun ke atas sebaiknya melakukan pemeriksaan ke dokter
secara rutin, terutama bila mengalami gangguan buang air kecil. Bila tidak ditangani,
terhambatnya aliran urine akibat BPH dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan
kandung kemih. Namun perlu diketahui, pembesaran prostat jinak tidak terkait dengan
kanker prostat.
2. Etiologi dari BPH
Belum diketahui apa yang menyebabkan pembesaran prostat jinak. Akan
tetapi, kondisi ini diduga terkait dengan perubahan pada keseimbangan kadar hormon
seksual seiring pertambahan usia pria.Pada sebagian besar pria, prostat akan terus
tumbuh seumur hidup. Ketika ukurannya cukup besar, prostat akan menghimpit uretra,
yaitu saluran yang mengalirkan urine dari kandung kemih ke lubang kencing. Kondisi
inilah yang menyebabkan munculnya gejala-gejala di atas.
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena pembesaran
prostat jinak, yaitu:
• Berusia di atas 60 tahun
• Kurang berolahraga
• Memiliki berat badan berlebih
• Menderita penyakit jantung atau diabetes
• Rutin mengonsumsi obat hipertensi jenis penghambat beta
• Memiliki keluarga yang mengalami gangguan prostat
3. Patofisiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
testoteron estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi
testoteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa diperifer. Bila perubahan
mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomik. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah
prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang
disebut tuberkulasi. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding.
Apabila kedaan ini berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi berkontraksi sehingga terjadi retensi urine.
Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi
karena detrusor gagal berkontraksi sehingga kontraksi menjadi terputus.Gejala iritasi
terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna saat miksi atau
pembesaran prostat yang menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, vesika
sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi dekompensasi,
akan terjadi retensi urine sihingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine dalam
kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini
berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita
tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urine terus terjadi maka vesika tidak mampu
lagi menampung urine sehingga tekanan intra vesika terus meningkat melebihi tekanan
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga menimbulkan inkontinensia paradoks. Retensi
kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroueter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
Prose kerusakan ginjal dipercepat apabila terjadi infeksi. Sisa urine yang terjasi selama
miksi akan menyebabkan terbentuknya batu endapan yang
dapat menyebabkan hematuria, sistisis dan pielonefritis.
4. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi).
b) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas
berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering
mengejan pada saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal.
Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada
pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan,
keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan
gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang
besar.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi
1. Laboratorium
a) Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman
terhadap beberapa antimikroba.
b) Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit
yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar ureum dan
kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status
metabolic.
c) Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, hitunglah prostate specific antigen density (PSAD) lebih besar sama
dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila
PSA > 10 ng/ml.
2. Radiologis/pencitraan
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi bulibuli dan
volume residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-
buli yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga
dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat,
serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
b) Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan
adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau
hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh
kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata
kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit
yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau
sakulasi buli-buli.
c) Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat,
memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan
volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau
tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.
6. Penatalaksanaan Medis
1. Dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari
gambaran klinis
a) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa
seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
b) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
c) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
d) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan. terbuka.
2. Terapi medikamentosa
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita
BPH adalah:
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk
mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa
blocker(penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone
testosterone/dehidrotestosteron (DHT).
Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH. menurut
Purnomo (2011) diantaranya: penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin
5 alfa reduktase. fitofarmaka
7. Pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Pembesaran prostat jinak tidak dapat dicegah. Upaya pencegahan yang bisa Anda
lakukan adalah mencegah agar gejalanya tidak semakin memburuk, yaitu dengan
perawatan mandiri seperti yang telah dijelaskan di atas. Anda juga dapat mencegah
kondisi semakin memburuk dengan segera memeriksakan diri ke dokter begitu
mengalami gejala pembesaran prostat jinak. Dengan begitu, kondisi Anda dapat segera
ditangani sebelum muncul komplikasi.
8. Pendidikan Kesehatan
Bila gejala yang dirasakan tergolong ringan, pasien bisa melakukan penanganan
secara mandiri untuk meredakan gejala, yaitu dengan:
• Menghindari minum apapun satu atau dua jam sebelum tidur.
• Membatasi asupan minuman yang mengandung kafein dan alkohol.
• Membatasi konsumsi obat pilek yang mengandung dekongestan dan antihistamin.
• Tidak menahan atau menunda buang air kecil.
• Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam.
• Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat.
• Berolahraga secara teratur dan rutin melakukan senam Kegel.
• Mengelola stres dengan baik.

9. Penelitian Terkait Dengan Konsep Penyakit


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Medical Profession Program,
Faculty of Medicine, Tadulako Univesity – Palu, INDONESIA. Insidensi BPH akan
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, yaitu sekitar 20% pada pria
usia 40 tahun, kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan akan mencapai 90%
pada pria usia 80 tahun. Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70
juta kasus degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju
sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus. Tahun 2013
di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita oleh laki-laki berusia di
atas 60 tahun.
Gejala awal BPH termasuk kesulitan dalam mulai buang air kecil dan
perasaan buang air kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar,
ia menekan uretra dan mempersempitnya. Ini menghalangi aliran urin. Kandung kemih
mulai mendorong lebih keras untuk mengeluarkan air seni, yang menyebabkan otot
kandung kemih menjadi lebih besar dan lebih sensitif. Ini membuat kandung kemih
tidak pernah benar-benar kosong, dan menyebabkan perasaan perlu sering buang air
kecil. Gejala lain termasuk aliran urin yang lemah. BPH atau benign prostatic
hyperplasia sebanarnya merupakan istilah histopatologis yaitu terdapat hiperplasia sel-
sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Diagnosis BPH dapat ditegakkan dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan colok dubur dan
pemeriksaan penunjang. Baik itu melakukan pemeriksaan darah maupun pemeriksaan
USG dalam kasus ini.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. . Pengkajian
a) Anamnese:
1. . Identitas: identitas Pasien, umur, jenis kelamin , dll
b) Keluhan Utama
c) Riwayat Penyakit Sekarang
d) Riwayat penyakit dahulu
2. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)
2. Vital sign (tande vital)
3. Pemeriksaan temperature dalam batas normal
4. Pemeriksaan fisik
5. Kesadaran
6. Body sistem
7. Sistem pernafasan
8. Sistem kardiovaskuler
9. Sistem persarafan
10. Sistem perkemihan
11. Sistem pencernaan
12. Sistem integument
13. Sistem musculoskeletal
14. Sistem reproduksi
15. Sistem imun
16. Sistem Endokrin
17. Sistem penginderaan
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawaatan yang seri ng muncul
1. Retensi Urin
2. Nyeri Akut
3. Inkontinensia urin fungsional
4. Intervensi Keperawatan
a) Retensi urin berhubungan dengan tekanan intra vesika meningkat
Kriteria basil:
1. Residu pasca berkemih > 100-200 ml.
2. Menunjukkan pengosongan kandung kemih dengan prosedur bersih,
3. Mendiskripsikan prosedur perawatan di rumah.
4. Melaporkan spasme kandung kemih.. 5) Mempunyai keseimbangan
asupan dan haluaran 24 jam.
5. Mengosongkan kandung kemih secara tuntas.
Aktivitas keperawatan
• Pengkajian
1. Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung
kemih.
2. Perawatan retensi urin.
3. Pantau derajat distensi kandung kemih melalui palpasi dan
perkusi
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
1. Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang
harus di laporkan
2. Perawatan retensi urin: intruksikan pasten dan keluarga untuk mencatat
haluaran urine bila diperlukan.
Aktivitas lain
1. Lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih
2. Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan yang adekuat tanpa
menyebabkan kandung kemih overdistensi.
Aktivitas kolaboratif
1. Rujuk ke perawat terapi enterestama untuk instruksi kateterisasi
intermiten mandiri menggunakan prosedur setiap 4-6jam saat terjaga
2. Perawatan retensi urin: rujuk pada nepesialis kontinensia urin jika di
Perlukan
b) Nyeri akut berhubungan karena adanya sensitifitas yang meningkat.
Kriteria hasil:
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang denganskala 0-10
3. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non-
analgesik secara tepat melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
Aktivitas keperawatan Pengkajian
1. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0
sampai 10 (0-tidak ada nyeri atau tidak kenyamanan, 10= nyeri berat)
2. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau pereda nyeri oleh analgesik
dan kemungkinan efek sampingnya.
3. Manajemen nyeri: lakukan pengkajian nyeri meliputi lokasi,
karakteristik,awitan dan durasi,frekuensi,kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
1. Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
2. Informasikan pada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan strategi koping yang didasarkan.
3. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau oipid
(resiko ketergantungan atau overdosis).
4. Managemen nyeri: berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berlangsung dan antisipasi ketidak nyamanan
akibat prosedur.
Aktivitas lain
1. Bantu pasien untuk berfokus pada hal lain, bukan pada nyeri dan rasa tidak
nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, dan
interaksi dengan pengunjung.
2. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif di
masalalu seperti distraksi relaksasi atau kompres hangat atau dingin
3. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien
terhadap analgesik.
Aktivitas kolabiratif
1. Kelola nyeri paska bedah awal dengan pemberian obat yang terjadwal atau
PCA.
2. Management nyeri: gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat dan laporkan pada dokter jika tindakan tidak berhasil
atau keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien di masa lalu.
c) Inkontensia urin fungsional berhubungan dengan kehilangan kontrol miksi.
Kriteria hasil
1. Mengidentifikasi keinginan berkemih
2. Melakukan eliminasi secara mandiri
3. Mempertahankan pola eliminasi yang dapat diduga
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Pantau eliminasi urin,termasuk frekuensi, bau, volume dan warna.
2. Kumpulkan spesimen urine prosi tengah untuk urinalis.
3. Identifikasi faktor yang menyebabkan episode inkontinensia
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
1. Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan perawatan kulit dan
higine untuk mencegah kerusakan kulit.
2. Lakukan strategi management kandung kemih selama melakukan
aktivitas di tempat yang jauh dari rumah.
3. Ajarkan pasien dan pemberi asuhan tentang tanda dan gejala infeksi
saluran kemih.
Aktivitas lain
1. Beri pakaian pelindung atau pengalas jika perlu.
2. Modifikasi pakaian yang mudah dan cepat di lepas.
3. Bantu pasien untuk eliminasi dan berkemih tepat waktu pada interval
yang diprogramkan.
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter dan ahli terapi okupasi untuk
bantuanketangkasan manual.
2. Rujuk ke penyedia perawatan primer (minta pasien untuk menghubungi
penyedia ) jika tanda dan gejala infeksi kandung kemih terjadi.
BAB IV
LAPORAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 20 September 2021. Jam 08.00 WIB diruang
Kartika. Pengkajian didapat melalui wawancara dengan klien, keluarga, dan data status
klien.
1. Identitas
Nama : Tn. D
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Swasta
Suku : Timor
No. RM : 070 xxx
Tanggal masuk : 19 September 2021
Tanggal pengkajian : 20 September 2021
Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasi
Alamat : Oesapa
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sdr.T Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat : Oesapa
3. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada perut bagian
bawah dan nyeri saat BAK. Nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri
terasa terusmenerus.
b. Riwayat Penyakit
Sekarang Klien mengatakan ± 1 minggu yang lalu mengeluh nyeri
pada saat BAK, baru pada tanggal 20 September 2021 klien dibawa oleh
keluarga ke RS Wirasakti Kupang di UGD oleh dokter diagnosa BPH dan
harus dilakukan operasi, dan pada tanggal 23 September 2021 dilakukan
operasi oleh dokter.
4. Pola funsional
a. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu melakukan aktivitas secara
mandiri seperti: makan, minum, mandi, berpakaian,
toileting
Selama sakit : klien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga dari
makan, minum, mandi, toileting, berpakaian , mobilitas,
ROM
5. Pemeriksaan Fisik
a. TTV: TD: 140/90 mmHg, RR: 18 x/ menit, N: 86 x/ menit, S: 3640 C
b. Abdomen
I : Terdapat luka pembedahan daerah suprapubis,panjang luka ± 5
cm dan terdapat ± 5 jahitan, luka bersih, tidak ada pus, tidak
bengkak, tampak warna kemerahan, tidak ada edema, terpasang
drainase.
A : Peristaltik 10x/ menit
P : Sura Tympani
P : Tidak terdapat nyeri tertekan
c. Genetalia
Terpasang kateter sejak tanggal 21 September 2021, keadaan kateter bersih,
genetalia bersih.
6. Data focus
a. Data subjektif
1) Klien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah bekas luka operasi,
nyeri
2) saat BAK, nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, terus-menerus
3) Klien mengatakan hanya dapat tiduran ditempat tidur setelah operasi
3. Klien mengatakan terdapat luka bekas operasi pada perut bagian
bawah
b. Data objektif
1) Wajah klien tampak tegang menahan sakit
2) TTV: TD: 140/90 mmHg, N: 86x/ menit, RR: 18x/ menit, S: 3640
3) Terpasang kateter sejak tanggal 23 September 2021, urine tampak
kemerahan serta keruh dan ada sedikit stosel, terpasang infuse RL 20
tpm, terpasang drainase
4) Tampak ada luka post open prostatectomy didaerah suprapubic
dengan panjang luka ± 5cm, dan terdapat ± 5 jahitan, luka bersih,
tampak kemerahan, tidak ada pus, tidak bengkak
B. ANALIA DATA
NO Diagnosa Etialogi Masalah
1. DS: bd. agens cedera fisik Nyeri akut
Klien mengatakan (pembedahan)
nyeri pada luka bekas
operasi bagian bawah
perut, nyeri saat BAK,
neyri seperti ditusuk-
tusuk, skala nyeri 6,
terus-menerus

DO:
Wajah klien tampak
tegang menahan sakit.
TTV:
TD : 140/90 mmHg,
N: 86x/ menit,
RR: 18x/ menit,
S: 360C
2. DS: bd keterbatasan Hambatan aktivitas
Klien mengatakan lingkungan, peralatan ditempat tidur
setelah operasi hanya terapi
tiduran ditempat tidur

DO:
Aktivitas dibantu
keluarga, klien
tampak bedrest
ditempat tidur
3. DS: bd Prosedur invasive Resiko infeksi
Klien mengatakan trauma, pembedahan
pada luka bekas
operasi terasa panas

DO:
Terlihat panjang luka
± 5 cm dan terdapat ±
5 jahitan, luka bersih,
tampak kemerahan ,
tidak ada pus, tidak
bengkak
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (pembedahan)
2. Hambatan aktivitas ditempat tidur berhubungan dengan keterbatasan lingkungan,
peralatan terapi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma, pembedahan

D. INTERVENSI

No Dianosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan ✓ Gali bersama
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 3 pasien faktor
agens cedera fisik x 24 jam diharapkan nyeri yang dapat
(pembedahan) berkurang/ hilang menurunkan dan
Kriteria Hasil : memperberat
✓ Klien mengatakan nyeri.
nyeri berkurang atau ✓ Ajarkan prinsip-
hilang, Skala nyeri 0- prinsip nyeri
3 Klien menjadi ✓ Kolaborasi
tenang/ rileks dengan pasien,
✓ TTV : keluarga dan tim
TD : 120/80 mmHg, medis.
N : 76 x/menit, ✓ Observasi
RR : 18x/menit, adanya petunjuk
S : 36℃ non verbal
mengenai
ketidaknnyaman
an pasien.
2. Hambatan aktivitas Setelah dilakukan tindakan • Identifikasi
ditempat tidur keperawatan selama 3 x 24 toleransi fisik
berhubungan dengan jam diharapkan suhu tubuh melakukan
keterbatasan kembali normal dengan pergerakan
lingkungan, peralatan kriteria Hasil : • Bantu klien ke
terapi • ADL dapat dilakukan posisi yang
secara mandiri, Dapat optimal
mengatur posisi dari • Terapi latihan
terlentangduduk, fisik.
Dapat melakukan
aktivitas miring
kanan-kiri, Mampu
mengubah posisi
ditempat tidur
3. Resiko infeksi Setelah diakukan tindakan • Kaji
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 karakteristik
prosedur invasive jam keluahan dari anak dapat luka
trauma, pembedahan teratasi dengan • Kaji tanda-tanda
kriteria hasil : infeksi (Panas,
• Tidak ada tanda-tanda kemerahan
infeksi (kemerahan, pembengkakan)
pus, nyeri, bengkak) , • Observasi TTV
Tampak panjang luka • Anjurkan klien
±5cm dan terdapat ±5 untuk intake
jahitan, Terpasang makanan yang
infus RL 20 tpm , tinggi kalori dan
Terpasang kateter, protein
Terpasang drainase • Kolaborasi
pemeriksaan
laboratorium
dan antibiotik.
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


1 Nyeri akut berhubungan • Mengobservasi TTV S : Klien mengatakan
dengan agens cedera nyeri sudah
fisik (pembedahan) • Mengkaji tingkat nyeri berkurang saat BAK,
• Mengajarkan teknik nyeri seperti ngilu,
skala nyeri 1-3, nyeri
nafas dalam kadang-kadang.
• Memberikan terapi
O : klien tampak rileks
analgesic dengan hasil
nyeri dapat diatasi skala A : masalah teratasi
sebagian dan
nyeri 1-3,.
P : Intervensi dilanjutkan

2 Hambatan aktivitas • Mengobsrvasi tingkat S : Klien mengatakan


ditempat tidur sudah mampu
ketergantungan
berhubungan dengan mengatur posisi
keterbatasan • Mengajarka ROM secara mandiri walau
lingkungan, peralatan baru sedikit.
terapi • Menganjurkan tirah
baring O : klien sudah mampu
mengatur posisi
• Melatih gerak aktif secara mandiri.
dengan hasil klien
A : masalah teratsi
mampu mengubah posisi sebagian dan.
secara mandiri, dapat
P : Intervensi dilanjutkan
beraktivitas mandiri.
3 Resiko infeksi • Mengobservasi tanda- S : Klien mengatakan
berhubungan dengan panas pada luka
tanda Infeksi
prosedur invasive bekas operasi sudah
trauma, pembedahan • Melakukan perawatan berkurang.
luka O : Klien tampak rileks
dengan prinsip steril
A : masalah teratasi
• Pemberian antibiotic sebagian
dengan hasil
P :Intervensi intervensi
menekan pertumbuhan dilanjutkan.
mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya
infeksi
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Masalah yang diderita oleh klien dapat teratasi meliputi nyeri akut, hambatan
mobilitas ditempat tidur, resiko infeksi sehingga klien dapat sembuh lagi dan dapat
melakuakan kegiatan sehari-hari tanpa masalah.
SARAN
1. Untuk klien: agar selalu menerapkan anjuran dari dokter dan perawat supaya tidak
terjadi masalah yang sama dan dihindari.
2. Institusi pelayanan kesehatan : diharapakan meningkatkan kualitas, ketelitian,
perawatan, pendokumentasian dan pelayanan yang propesional.
3. Tenaga ksehatan: duharapkan dapat melakukan perawatan yang holistic,
komprehensif, serta tanggung jawab dalam melakukan tindakan
4. Pendidikan: supaya meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas, professional,
bermutu, terampail, cekatan dan bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/228222149/Laporan-Pendahuluan-Askep-Benigna-Prostat-
Hiperplasia
https://www.slideshare.net/septianraha/1-asuhan-keperawatan-pada-bph
http://eprints.ums.ac.id/20515/

Anda mungkin juga menyukai