Anda di halaman 1dari 35

KUALITAS PERAIRAN SUNGAI BERDASARKAN KOMUNITAS

BENTOS, AKTIVITAS ANTROPOGENIK DAN VEGETASI RIPARIAN


SERTA PROFIL SUNGAI SEMANGGI, TANGERANG SELATAN
RIVER WATER QUALITY BASED ON BENTOS COMMUNITY, ANTHROPOGENIC
ACTIVITY AND RIPARIAN VEGETATION AND RIVER PROFILE OF SEMANGGI RIVER,
SELATAN TANGERANG
Aprigil Putri Latipudin , Dhea Ayuning Tyas1*, Fitri Mutiara Dewi1, Zulfanida
1

Musyaffa1, Ahmad Zulfikar Wicaksono2, Mardiyansyah3, Khoirul Hidayah3


1
Mahasiswa Program Studi Biologi,
2
Asisten Laboratorium,
3
Dosen Praktikum Ekologi Perairan
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Tekonologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tangerang Selatan, Indonesia
*Corresponding auothor : dheaayuning.tyas19@mhs.uinjkt.ac.id

Abstrak
Bentos merupakan organisme yang hidup sesil atau menetap di dasar sungai, dan dapat
digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan. Tujuan praktikum ini untuk
mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatas, mengetahui dan
mempelajari teknik pengambilan data faktor fisik, kimia, dan biologi dari suatu profil
perairan, menghitung dan mengidentifikasi makrozoobentos, dan mempelajari korelasi faktor
lingkungan dengan populasi makrozoobentos. Metode yang digunakan yaitu makrozoobentos
dikoleksi dari tiga stasiun menggunakan kuadran dan dianalisis morfometri beserta
keragaman dan kepadatannya. Untuk mengukur faktor fisik kimia digunakan alat berupa pH
indikator, Conductivity meter, DO meter, Total Dissolve Solids (TDS) meter, Secchi disk,
botol sampel, penggaris, kuadran, kaca pembesar. Sedangkan bahan yang digunakan berupa
sampel bentos dan formalin 5%. Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisik kimia diketahui di
Sungai Semanggi memiliki kualitas air yang sedang. Nilai indeks keanekaragaman, indeks
kemerataan dan dominansi memiliki nilai yang rendah. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh
adanya faktor fisik kimia dari perairan tersebut.

Kata Kunci : Bentos; Faktor Fisik; Faktor Kimia; Keanekaragaman; Rendah; Sungai
Semanggi.

Abstract
Benthos is a settling organism in river sediment, and they can be used as the bioindicator of
environmental pollution. The purposes if this practikum is to study the characteristics of river
ecosystmes and their limiting factors, study techniques for colleting data on physycal, chemical,
biological factors of water and edge profiles, calculating and identifying macrozoobenthos, counting
and identifying macrozoobenthos, and studying the correlation of environmental factors with
macrozoobenthos populations. The method used is macrozoobenthos collected at three stations using
a square and the analyzed along with its diversity and density. To measure factors used the tools
including pH indicator, Conductivity meter, DO meter, Total Dissolve Solids (TDS), Secchi disk,
sample bottle, rule, square, and magnifying glass. While the materials used benthic samples and
formaldehyde 5%. Based on the observations, measurement of physical and chemical factors in

1
Semanggi River has a average. Wealth index, diversity index and uniformity index has a low value.
Because the affected of physical and chemical factors in the water.
Keywords : Benthic; Physical Factors; Chemical Factors; Diversity; Low; Semanggi River.

PENDAHULUAN Vegetasi yang berada di daerah


Sungai sebagai salah satu perbatasan aliran sungai disebut dengan
komponen lingkungan yang memiliki vegetasi riparia yang terdiri atas tumbuhan
fungsi penting bagi kehidupan manusia yang dapat hidup di area dengan
termasuk untuk menunjang keseimbangan kelembaban tinggi. Komunitas vegetasinya
lingkungan. Sebagai akibat adanya berupa pohon, semak-semak, herba, dan
peningkatan pembangunan di berbagai rumput (Kocher & Harris, 2007; Oktaviani
bidang maka baik secara langsung ataupun & Yanuwiadi, 2016).
tidak langsung akan mempunyai dampak
terhadap kerusakan lingkungan termasuk MATERIAL DAN METODE
didalamnya pencemaran sungai yang Waktu dan Tempat Penelitian
berasal dari limbah domestik ataupun non
Pengambilan data dan pencuplikan
domestik seperti industri dan pabrik
sampel dilakukan di sepanjang Sungai
(Wijayanti, 2017). Kondisi sungai
Semanggi, Ciputat, Tangeramg Selatan
dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang
semakin meningkat sehingga kondisi pada tanggal 30 Oktober 2021. Titik
tersebut sangat berpotensi menurunkan pengambilan sampel dibagi menjadi 3
kualitas perairan yang terdapat komunitas stasiun dengan jarak interval antar stasiun
bentos karena komunitas bentos dalam yaitu 5 meter disepanjang aliran sungai.
ekosistem perairan memiliki peranan yang
sangat utama di danau dan sungai (Sharma Alat dan Bahan
et al., 2013). Alat yang digunakan pada
Makrozoobentos merupakan praktikum kali ini yaitu DO meter, TDS,
organisme yang hidup menetap (sesile) pH indikator, Conductivity metei,
dan memiliki daya adaptasi bermacam- termometer, air raksa, Water sampler,
macam terhadap kondisi lingkungan turbidimeter, botol winkler, botol sampel,
(Pratiwi & Astuti, 2012). Bentos memiliki plastik sampel, secchi disk, refraktometer,
distribusi yang luas, menempati posisi bandul/bola tenis meja, tali rafia,
penting dalam rantai makanan, serta haemocytometer. Sementara bahan yang
memiliki respon yang cepat dibandingkan diperlukan yaitu sampel gastropoda yang
organisme tingkat tinggi lainnya sehingga ditemukan diperairan Sungai Semanggi.
dapat digunakan sebagai indikator
Bahan yang digunakan pada
pencemaran lingkungan (Silva et al., 2009;
praktikum kali ini yaitu sampel air sungai,
Rizka et al., 2016). Gitarama et al. (2016),
sampel bentos, alkohol 70%, dan lugol.
menyatakan bahwa keanekaragaman
bentos dapat digunakan sebagai penentu Pengukuran Faktor Kimia – Fisik
kondisi suatu perairan (Yolanda et al., Perairan
2015; Octavina et al., 2015). Adanya Pertama air sampel diambil
keanekaragaman bentos di dalam menggunakan wadah kemudian diukur
ekosistem perairan dapat digunakan parameter suhu, pH, dan TDS atau
sebagai penentu kondisi atau kualitas dari kekeruhan, selanjutnya pengukuran arus
perairan (Gitarama et al., 2016). digunakan dengan alat bandul/bola tenis

2
meja dengan cara pertama menentukan dengan menggunakan transek 1x1 m lalu
suatu jarak (contoh 5 atau 10 meter) pada diidentifikasi dan dicatat jumlahnya.
sungai dengan arah dari hulu ke hilir
Teknik Sampling, Pengawetan,
kemudian lepaskan bola tenis meja diberi
Identifikasi, Analisis Bentos dan
sedikit pemberat atau benda lain yang
Analisis Persentasi Substrat
cukup ringan dan dapat terapung dari awal
Kuadrat 50 cm2 dengan
dampai akhir jarak yang sudah ditentukan
pengulangan 3x dieltakkan dengan jarak
setelah itu catat waktu tempuh benda yang
antar kuadrat 5 m, kemudian difoto dan
dilepaskan tersebut dan ukur kecepatan
diukur variabel kimia fisik perairannya.
arus bagian tepi maupun tengah aliran
Selanjurnya, presentasi substrat dianalisis,
sungai, untuk pengukuran kandungan
dan dimasukkan biota pada plastik sampel
oksigen terlarut (DO) air yaitu diambil
yang telah diberi label. Sampel dibawa ke
contoh air menggunakan water sampler
laboratorium dan disimpan di lemari
kemudian diumur dengan menggunakan
pendingin. Kemudian, makrozoobenthos
DO meter, pengukuran kecerahan perairan
diidentifikasi dan diukur morfometrinya.
menggunakan secchi disk dengan cara
Data yang diperoleh dianalisis dengan
diturunkan secchi disk secara perlahan
indeks Shannon-Wiener.
sampai tidak terlihat, kemudian diangkat
perlahan sampai secchi disk terlihat
pertama kali panjang dari tali secchi
pertama kali tidak terlihat dan terlihat
dicatat kemudian dibagi 2, alat WQC
adalah alat yang memiliki parameter kimia
fisik perairan sehingga parameter seperti
pH, suhu, konduktifitas/salinitas, TSS, Produktivitas Primer dan BOD5
TDS dan DO dapat diukur secara Pertama air pada permukaan
bersamaan. perairan diambil dengan water bottle
sampler, dan dituangkan pada botol
Diagram Profil Sungai
Winkler. Kemudian, diukur DO awal air,
Pertama kedalaman sungai diukur
buang air pada tempat yang sama dan
dalam interval 20 cm (dilihat situasi
diambil kembali seperti prosedur awal. Air
sepanjang atua tau dua meter), kemudian
dimasukkan pada botol Winkler dan diberi
didata fisik-kimia perairan yang diamati
serta keterangan, kemudian diinkubasi
meliputi, dasar kekeruhan, suhu dan pH air
selama 5 hari pada suhu 20℃. Terakhir
sungai. Selanjutnya, hewan dan tumbuhan
diukur DO akhir air.
yang ada di sekitar lokasi pengambilan
sampel diamati dan dicatat. Produktifitas Primer
Dengan metode botol terang dan
Vegetasi (Profil Melintang Sungai)
botol gelap yang digunakan dapat
Pertama ditentukan daerah sungai
menghasilkan nilai respirasi, produktivitas
yang akan diteliti, kemudian pada setiap
kotor, dan produktivitas bersih. Kemudian,
stasiun diukur lebar sengai dengan
hasil perhitungan dibagi dengan jam
dibentangkan tali rafia dari tepi sungai satu
inkubasi, dan dikalikan 12 untuk
ke tepi sungai yang lain. Selanjutnya,
mendapatkan satuan per hari.
diukur kedalaman sungai setiap interval 1
Pada produktivitas primer,
m. Dilakukan analisis vegetasi jenis
hubungan antara nilai respirasi,
tumbuhan yang ada pada tepi sungai
produktivitas kotor dan produktivitas

3
bersih dapat dinyatakan dengan (Pitoyo & (keanekaragaman jenis sedang), dan jika
Wiryanto, 2002): nilai H’ <2 dikatakan komunitas sangat
stabil (keanekaragamam jenis tinggi) (kent
Produktivitas Bersih (PN) = & paddy, 1992) menurut odum (1993)
Produktivitas Kotor (PO) – Respirasi (R) keanekaragaman jenis dalam suatu
Kawasan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu
jumlah jenis dan banyaknya individu untuk
Keterangan :
semua jenis.
PO= Kandungan oksigen akhir pada botol
terang – Kandungan oksigen akhir pada
b. Kemerataan Jenis (E)
botol gelap
R = Kandungan oksigen awal –
Kandungan oksigen akhir pada botol gelap H'
E=
Hmax
Keterangan:
Pada pengukuran BOD5 menggunakan E: Kemerataan
rumus: H’: Indeks Shannon-Wiener
Indeks kemerataan (E)
5 × [ Kadar { DO (0 hari) -DO (5 hari) }] menunjukkan pola sebaran populasi suatu
ppm jenis di dalam suatu komunitas, yaitu
Analisis Data merata atau tidak. Jika nilai E semakin
Data hasil pengukuran kemudian tinggi menunjukkan jenis-jenis dalam
dianalisis dengan menggunakan indeks komunitas tersebut semakin menyebar. E <
Shannon-Wiener (H’) digunakan untuk 0,3 menunjukkan kemerataan jenis
menghitung Indeks Keanekaragaman tergolong rendah E = 0,3 -0,6 menujukkan
(diversity indeks), Indeks Keseragaman kemerataan jenis tergolong sedang E > 0,6
(E), Indeks Dominansi (D) dan Indeks maka kemerataan jenis tergolong tinggi.
Morisita dihitung menurut Odum (1996) Indek skemerataan digunakan unutk
dengan rumus sebagai berikut: mengetahui kemerataan pembagian
individu diantara jenis-jenis yang ada
a. Indeks Keanekaragaman (H’) dalam suatu habitat. Indeks ini
menunjukkan pola sebaran populasi suatu
H’ = -∑pi ln pi jenis di dalam suatu komunitas, yaitu
Keterangan: merata atau tidak. Jika nilai kemerataan
H’: Indeks Keanekaragaman relative tinggi, maka keberadaan setiap
pi: Kelimpahan suatu jenis yang jenis individu pada suatu komunitas dalam
diperoleh kondisi merata (Isabella et al., 2017).
ni: Jumlah individu dalam jenis i
N: Jumlah seluruh individu c. Dominansi Jenis (D)
Indeks keanekaraman Jenis
menggambarkan tingkat kestabilan suatu λ = ∑ Pi2 Pi = n/N
komunitas tegakan. Semakin tinggi nilai Keterangan:
H’, maka komunitas vegetasi hutan λ: Indeks Dominansi Simpson
tersebut semakin tinggi tingkat kestabilan n: Jumlah individu tiap spesies
nya. Suatu komunitas yang memiliki nilai N: Jumlah individu seluruh spesies
H’ < 1 dikatakan komunitas kurang stabil Indeks Dominansi digunakan untuk
(keanekaragaman jenis rendah), jika nilai mengetahui pemutusan dan penyebaran
H’ antara1-2 dikatakan komunitas stabil

4
jenis-jenis dominan. Jika dominan lebih
terkonsentrasi pada sauatu jenis, nilai
indeks dominansi akan meningkat dan
sebaliknya jika beberapa jenis
mendominasi secara bersama-sama maka
nilai indeks dominansi akan rendah (Misra,
1973). Nilai indeks dominansi berkisar
antara 0-1. Jika indeks dominansi
mendekati 0, berarti hampir tidak ada
individu yang mendominansi dan biasanya
diikuti dengan keseragaman yang
besar.Apabila indeks dominansi mendekati
1, berarti ada salah satu genera yang
mendominansi dan nilai indeks
keseragaman kecil. Sementara Legendre
and Legendre (1983), membagi kriteria
dominansi ke dalam tiga kategori, yaitu: D
< 0,4 (Dominansi rendah), 0,4<D<0,6
(Dominansi sedang), D>0,6 (Dominansi
tinggi)
d. Indeks Morisita

MI = S ¿ ¿

Keterangan:
MI: Indeks Morisita
S: Jumlah total dari kuadrat
N: Jumlah individu
N: Jumlah total semua individu
Ketentuan nilai indeks Morista
a. Jika MI = 1 berarti distribusi
spesies secara random;
b. Jika MI > 1 berarti distribusi
spesies secara berkelompok; dan
c. Jika MI < 1 berarti distribusi
spesies secara beraturan.

5
HASIL PENGAMATAN
Pengamatan kualitas perairan sungai dilakukan di sepanjang Sungai Semanggi, Ciputat, Tangeramg Selatan pada tanggal 30 Oktober
2021. Titik pengambilan sampel dibagi menjadi 3 stasiun dengan jarak interval antar stasiun yaitu 5 meter disepanjang aliran sungai. Diperoleh
hasil pengamatan berupa data kimia fisik perairan, produktivitas primer, BOD5, profil sungai, vegetasi reparian, keberadaan bentos, dan
antropogenik (sampah).
Tabel 1. Data Kimia Fisik Sampling Air
Parameter
Stasiu EC DO Kualitas
n T TDS TUR BOD Arus Intensitas Cahaya kecerahan
pH (S/cm (mg/L WQI Perairan
(0C) (ppm) (NTU) (mg/L) (m/s) (Lux) (cm)
) )
1 28,7 7,5 90 300 42,01 8,3 8,3 0,8 61 20 70.71 Sedang
2 28,6 7,3 80 170 61 7,3 7,3 0,67 56 22 67.14 Sedang
3 28,6 7,2 80 180 58 7,4 7,1 0,8 40 20 70 Sedang
Rata- 69.283333
28,6 7,3 83,3 216,7 53,7 7,7 7,6 0,8 52,3 20,7
rata 3 Sedang

Tabel 2. Data Produktivitas Primer

Produktivitas Primer (mg/L) Produktivitas Bersih (PN)


Stasiun DO (awal) Tingkat Kesuburan
(mg C/m3)
BT BG
1 8,3 11,8 5,0 619,344 Mesotrofik

2 7,3 12,5 6,9 975,936 Eutrofik

3 7,4 8,4 6,2 187,68 Oligotrofik

Rata-rata 7,67 10,9 6,03 594,32 Mesotrofik

6
Produktivitas Primer
1200
1000
800
600
400
200
0
1 2 3
Stasiun

Produktivitas Primer
Gambar 1. Produktivitas Primer di Setiap Stasiun

Tabel 3. Data Nilai BOD5


Titik Sampling BOD5

1 5

2 4,5

3 3,5

Rata-Rata 4,3

BOD5
5
4
3
2
1
0
1 2 3
Stasiun

BOD5
Gambar 2. BOD5 di Setiap Stasiun

7
PROFIL SUNGAI

Gambar 3. Profil Tepi Sungai Titik 1

Gambar 4. Profil Tepi Sungai Titik 2

Gambar 5. Profil Tepi Sungai Titik 3

8
Gambar 6. Rata-Rata Profil Tepi Sungai

Tabel 4. Data Vegetasi Riparian


Stasiun Vegetasi Riparian Jumlah
Acalypha siamensis 1
Typhonium blumei 10
Bambusa vulgaris 1
Stasiun 1
Laportea sp. 88
Synedrella nodiflora 3
Bouea macrophylla 18
Bambusa vulgaris 1
Typhonium blumei 1
Stasiun 2
Buchanania sessilifolia 1
Acalypha siamensis 5
Sloanea guianensis 2
Bambusa vulgaris 1
Stasiun 3 Solanum nigrum 2
Makaranga tanarius 1
Mangifera indica 3

9
Vegetasi Riparian
100
80
60
40
20
0
1 2 3

Stasiun

Acalypha siamensis Typhonium blumei Bambusa vulgaris


Laportea sp. Synedrella nodiflora Bouea macrophylla
Buchanania sessilifolia Sioanea guianensis Solanum nigrum
Makaranga tanarius Mangifera indica
Gambar 7. Sebaran Vegatasi Riparian di Setiap Stasiun

Tabel 5. Jumlah Individu dan Rata-Rata Pengukuran Makrozoobenthos


No. Spesies Lokasi Jumlah Individu Rata-Rata
(Titik) Lebar Tinggi
1 Lanistes carinatus 1 1 1,8 2,9
2 Pila ampullacea 1 3 3,27 3,77
3 Pomacea canaliculata 1 10 3,18 4,02
2 1 3,6 5
3 1 2,8 3,8
4 Pomella americanista 1 1 3,9 5,6
5 Pomacea maculata 2 1 3,3 4,1
6 Heleobia bertoniana 2 1 1,3 1,95
7 Pomacea paludosa 2 1 2 2,2
8 Potamolithus catharinae 3 1 3,4 4,6

Makrozoobenthos
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3

Stasiun

Lanistes carinatus Pila ampullacea


Pomacea canaliculata Pomella americanista
Pomacea maculata Heleobia bertoniana
Pomacea paludosa Potamolithus catharinae

Gambar 8. Sebaran Makrozoobenthos di Setiap Stasiun

10
Tabel 6. Indeks Keragaman Setiap Stasiun
Stasiun H’ E C
1 0,9181 0,3311 0,5157
2 0,692 0,4991 0,25
3 0,692 0,998 0,5
Rata-Rata 0,7673 0,6094 0,4219

Indeks Setiap Stasiun


1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
1 2 3

H'Stasiun
E C

Gambar 9. Analisis Indeks di Setiap Stasiun

Tabel 7. Data Antropogenik (Sampah)


Stasiun Jumlah sampah
Stasiun 1 14
Stasiun 2 19
Stasiun 3 17

Persentase Antropogenik (Sampah)

Stasiun 3 Stasiun 1
34% 28%

Stasiun 2
38%

Gambar 10. Persentase Antropogenik (Sampah) di Setiap Stasiun


PEMBAHASAN kualitas air dilakukan pada beberapa
stasiun yaitu terdiri dari stasiun 1, stasiun 2
Pengamatan kualitas air sungai
dan stasiun 3. Kajian tersebut berdasarkan
menentukan tingkat kelayakan sampel
parameter kimia (pH, DO, dan BOD) dan
dalam penggunaannya. Pengkajian indeks

11
parameter fisika (suhu, konduktivitas, menurut (Permenkes RI No. 492, 2010)
TDS, turbiditas, intensitas cahaya, arus dan yaitu 500 ppm, Air di sungai semanggi
kecerahan). memiliki nilai TDS kecil menandakan
Stasiun 1, stasiun 2, dan stasiun 3 rendahnya gas, ion, maupun padatan yag
setelah dilakukan sampling mendapatkan terlarut dalam air. Penyebab adanya TDS
hasil parameter pertama yaitu suhu, suhu bermula pada limbah dosmetik berupa
yang diperoleh berkisar 28,7oC, 28,6oC dan sabun deterjen dan limbah industrial
28,6oC maka hasil ini melebihi 0.7 dan 0.6 berupa surfaktan yang larut air (Yohannes
dari batasan baku Permenkes RI No. 492 et al., 2019). Peningkatan EC berbanding
tahun 2010, adanya kenaikan suhu dapat lurus dengan nilai TDS, dan TDS
disebabkan kurangnya sirkulasi kalor di memengaruhi turbiditas. Parameter ke
dalam badan air. Suhu pada badan air juga empat adalah EC, EC yang didapat pada
mempengaruhi sifat konduktivitas air stasiun 1 berkisar 300 S/cm, nilai ini tidak
seiring dengan pergerakan ion termasuk nilai ideal yang sesuai baku mutu
(Hadisantoso et al, 2018). Batasan suhu (Permenkes RI No. 492, 2010) yaitu
yang dianggap baik berkisar 22-28°C. 170 mg/L, 220 mg/L, 280 mg/L, dan 210
dalam ketentuan baku mutu air, dijelaskan mg/L Konsentrasi elektrolit meningkat di
bahwa terdapat perbedaan sebanyak 0,2- atas variabel tertentu. Hal tersebut
0,5 namun masih termasuk ke dalam dikarenakan konsentrasi rata-rata jarak
keadaan diterima (Permenkes RI No. antar kation dan anion menurun sehingga
492, 2010). Parameter ke dua adalah pH lebih banyak terbentuk interaksi ionik
Power of Hydrogen (pH) adalah (Aryani, 2017). Konduktivitas mempunyai
konsentrasi ion-ion hidrogen yang terbebas hubungan erat dengan TDS, namun pada
dalam suatu cairan dan merupakan stasiun 2 dan 3 termasuk nilai ideal yang
indikator suatu perairan yang mempunyai sesuai baku (Permenkes RI No. 492,
peranan dalam menentukan tingkat 2010) yaitu 170 dan 180 S/cm.
keasaman maupun kebasaan air yang akan Selanjutnya parameter ke lima adalah
mempengaruhi nutrient yang ada di dalam turbiditas, turbiditas yang didapatkan
air (Humuna et al, 2018). pH yang didapat berkisar 42.01, 61 dan 58 NTU nilai ini
berkisar 7.5, 7.3 dan 7.2 dan termasuk tidak sesuai dengan (Permenkes RI No.
nilai ideal sesuai baku mutu Permenkes RI 492, 2010) yaitu memiliki nilai berkisar 5
No. 492 tahun 2010. Nilai ideal pH NTU turbiditas yang memiliki peranan
perairan adalah 7-8.5. Nilai pH yang penting karena berhubungan dengan zat-
dibawah atau melampaui rentang nilai zat terlarut dan tidak terlarut. Kekeruhan
ideal memiliki kandungan senyawa yang seringkali mengakibatkan sulitnya cahaya
mampu merusak tubuh apabila dikonsumsi matahari masuk ke dalam air. Hal tersebut
atau digunakan dalam jumlah besar. Nilai merimbas pada suhu air yang sulit naik
pH air kran rumah cenderung asam dengan atau menghangat dan mengurangi laju
nilai 5.4. Nilai pH dapat dipengaruhi oleh osmoregulasi dan fotosintesis organisme
aktivitas fotosintesis tumbuhan air, suhu, air di dalamnya pula sulitnya pengikatan
maupun salinitas (Aryani, 2017). oksigen di badan air. Parameter ke enam
Parameter ketiga adalah TDS yang didapat adalah DO, DO yang diperoleh yaitu 8.3,
berkisar 90 ppm, 80 ppm, dan 80 ppm. 7.3 dan 7.4 mg/L nilai ini termasuk nilai
Nilai tersebut masih termasuk nilai ideal ideal yang sesuai baku mutu (Permenkes

12
RI No. 492, 2010) yaitu ≥ 6 mg/L diukur hingga dasar perairan (Krisna,
dimana semakin besar DO menunjukkan 2009) .
tingkat kontaminasi limbah yang semakin Water Quality Index atau Indeks
kecil. Konsentrasi DO pula menjadi Kualitas Air adalah metode sederhana
indikator adanya pencemar organik. dengan memakai sejumlah jenis parameter
Semakin tinggi konsentrasi bahan organik yang mengurangi informasi besar ke
dalam perairan maka kebutuhan oksigen nomor tunggal (Abbasi et al., 2012;
terlarut dalam proses dekomposisi oleh Romdania, 2018). Metode WQI resmi
bakteri juga semakin meningkat sehingga yang ditetapkan oleh KepMen LH No.115
Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan
akan menurunkan kandungan oksigen
Status Mutu Air dengan metode Storet atau
terlarut dalam perairan (Nisrina et al.,
Indeks Pencemaran. Kelebihan dari
2020). Parameter ke tujuh adalah BOD ,
metode Storet yaitu memiliki seri data
BOD yang didapat berkisar 8.3, 7.3 dan yang relatif banyak dibandingkan metode
7.1 mg/L nilai ini tidak termasuk nilai Indeks Pencemaran yang hanya satu seri
ideal yang sesuai Peraturan Pemerintah RI data (Kurnianto, 2017). Metode Storet
No.82 Tahun 2001, yaitu 2 mg/L BOD. adalah metode yang membandingkan data
Tingginya kandungan BOD dalam air kualitas air dan kelas air yang sesuai
sungai bisa dipengaruhi oleh jumlah dengan peruntukannya. Metode Storet
mikroorganisme yang sedikit. Jumlah dan adalah cara penentuan air dengan
aktivitas mikroorganisme mempunyai mengklasifikasikan mutu air ke dalam 4
pengaruh yang signifikan terhadap nilai kelas menggunakan sistem nilai US-EPA
BOD (Koda et al., 2017). Parameter ke (United State-Environmental Protection
delapan adalah arus , nilai yang didapat Agency) (Awalunikmah, 2017). Metode
berkisar 0.8, 0.67 dan 0.8 m/s nilai arus storet dapat mengetahui nilai parameter
yang telah melampaui atau memenuhi
sungai termasuk kedalam berarus cepat.
standar baku mutu air (Khairil, 2014).
Kecepatan arus di sungai ditentukan oleh
Penilaian metode storet dengan
kemiringan, substrat, kedalaman, dan
memberikan nilai negatif (-), jika hasilnya
kelebaran dasarnya (Odum, 1998). tidak sesuai dengan standar baku mutu
Berdasarkan kecepatan arus, perairan yang berlaku. Jika dalam parameter
dapat dikelompokkan dalam lima biologi, nilai negatif lebih besar
kelompok, yaitu: a) berarus sangat cepat dibandingkan parameter kimia. Sedangkan
(>1 m/dtk); b) berarus cepat (0,5 - 1 dalam parameter kimia, nilai negatif lebih
m/dtk); c) berarus sedang (0,25 - 0,5 besar dibandingkan dengan parameter
m/dtk); d) berarus lambat (0,2 - 0,25 fisika. Perbedaan bobot nilai ini
m/dtk); dan e) berarus sangat lambat. menunjukkan besarnya tingkat
Parameter ke Sembilan adalah intensitas pencemaran terhadap suatu lingkungan
cahaya, nilai yang didapat berkisar 61 , 56 (Pamekas, 2013). Nilai WQI stasiun 1, 2
dan 40 LUX . Parameter ke sepuluh adalah dan 3 yang didapat setelah perhitungan
kecerahan nilai yang diperoleh adalah 20, adalah 70.71, 67.14, dan 70.00 nilai WQI
22 dan 20 cm. Kecerahan air menunjukkan ini tergolong kedalam kualitas perairan
sedang.
dimana berdasarkan nilai kecerahan yang
Sungai Semanggi memiliki
berkisar 20 cm kondisi sungai termasuk
kedalaman berkisar 20 cm – 55 cm dengan
wilayah perairan yang tidak jernih dan
lebar 950 cm. Daerah sempadan sungai
relative dangkal sehingga kecerahan

13
tersebut telah memenuhi kriteria yang Untuk hasil pengamatan nilai
telah ditetapkan oleh peraturan menteri PU produktivitas yang dilakukan di wilayah
No. 63 Tahun 1993 bahwa batas sempadan sungai Semanggi, Tangerang Selatan
minimum untuk sungai dengan kedalaman diperoleh hasil bahwa nilai produktivitas
kurang dari 3 m adalah 10 m dari tepi kiri bersih pada stasiun 1, 2, dan 3 berkisar
dan kanan sungai disepanjang alur sungai. 187,68 sampai 975,936 mg C/m3. Dimana
Terdapat vegetasi yang berada di sekitar produktivitas bersih stasiun 1 adalah
sungai adalah vegetasi riparian. Untuk
619,344 mg C/m3 (Mesotrofik), stasiun 2
pengamatan pada dominansi spesies
adalah 975,936 mg C/m3 (Eutrofik), dan
menunjukan tingkat kehadiran dan
stasiun 3 adalah 187,68 mg C/m3
penguasaan suatu jenis dalam ekosistem
bahwa suatu perairan cukup produktif (oligotrofik). Nilai produktivitas primer
dalam menghasilkan biomassa tumbuhan tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu
dan pasukan oksigen dalam perairan mencapai 975,936 mg C/m3 sehingga
(Sofyan & Zainuri, 2021). Berdasarkan termasuk perairan eutrofik (>750 mg C/m 3
pengamatan pada 3 stasiun bahwa pada per hari) (Triyatno et al., 1997). Hal ini
stasiun 1 terdapat 6 jenis dengan total 121 dikarenakan optimalnya intensitas cahaya
individu diantaranya terdapat Acalypha yang masuk pada perairan dan dipengaruhi
siamensis, Typhonium vulgaris, Bambusa oleh nutrien yang didapatkan dari proses
vulgaris, Laportea sp., Synedrella dekomposisi serasah dari tumbuhan
nadiflora, dan Bouea macrophylla, pada vegetasi di sekitarnya baik dari
stasiun 2 terdapat 4 jenis dengan total 8 pepohononan maupun semak, sehingga
individu yakni Bambusa vulgaris, dapat mendukung kinerja fitoplankton
Typhonium blumei, Buchanania yang menyebabkan tingginya kadar
sessilifolia, dan Acalypha siamensis,
oksigen dan karbondioksida di lokasi
sedangkan pada stasiun 3 terdapat 5 jenis
stasiun 2. Akan tetapi, tingginya
dengan total 9 individu diantaranya
kandungan nilai produktivitas primer di
Sioanea guaianensis, Bambusa vulgaris,
Solanum nigum, Makaanga tanaius dan suatu perairan tidaklah begitu baik, karena
Mangifera indica. Total jenis yang dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi
ditemukan pada seluruh titik adalah 11 yang menimbulkan kurangnya pasokan
jenis. Dilihat dari hasil pengamatan bahwa oksigen bagi kehidupan biota air seperti
vegetasi riparian yang tinggi berada pada ikan (Haryadi et al., 2010).
stasiun 1. Adapun fungsi ekologis vegetasi Nilai produktivitas primer terendah
riparian untuk sebagai penjunjang terdapat pada stasiun 3 yaitu 187,68 mg
kestabilan ekosistem karena berperan C/m3 sehingga termasuk perairan
dalam siklus karbon, oksigen, nitrogen dan oligotrofk (0-200 mg C/m3 per hari)
siklus air (Bates, 1961; Ainy et al., 2018). (Triyatno et al., 1997). Rendahnya
Vegetasi riparian memiliki batas ideal produktivitas primer pada stasiun 3
menurut USDA (2000) yaitu dengan disebabkan oleh aktivitas manusia
memiliki 3 zonasi, antara lain zona 1, zona
sehingga terdapat banyaknya sampah dan
2, dan zona 3. Adanya zonasi karena
limbah domestik sehingga dapat
memiliki fungsi yang penting dalam
mempengaruhi kekeruhan air dan aktivitas
menjaga fungsi ekologis riparian (Ainy et
al., 2018). fotosintesis fitoplankton, serta respirasi
dari biota yang ada di stasiun 3. Hal ini
didukung juga oleh Haryadi et al. (2010),

14
menyatakan bahwa rendahnya kandungan Berdasarkan hasil analisis nilai
produktivitas primer di perairan dapat BOD5 di perairan Sungai Semanggi pada
berdampak buruk bagi makhluk hidup di tiga titik sampling diperoleh kisaran
dalamnya, karena perairan tersebut tidak sebesar 3,5 mg/L sampai dengan 5 mg/L.
produktif atau miskin zat organik dan Maka kisaran nilai BOD5 tersebut masih di
oksigen. Dengan kata lain produktivitas bawah nilai baku mutu air dalam Peraturan
primer dapat dijadikan indikasi Pemerintah Republik Indonesia No. 82
pengukuran kualitas perairan yang Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas
digunakan sebagai pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran (6 mg/L
sumberdaya dan pemantauan kualitas air. atau 6 ppm). Nilai BOD diketahui dapat
Sehingga secara fisik, kondisi perairan di mengindikasikan tingkat pencemaran pada
wilayah sungai Semanggi, Tangerang suatu perairan (Salmin, 2005; Saraswati et
Selatan dapat dikatakan kurang baik al., 2017). Perairan alami yang baik untuk
dikarenakan pemanfaatan yang dilakukan perikanan memiliki BOD5 sebesar 0,5-7,0
masyarakat sekitar kurang baik, seperti mg/L dan perairan dengan nilai BOD5
membuang sampah ke daerah aliran sebesar 10 mg/L dianggap telah
sungai. mengalami pencemaran (Mayagitha &
Rudiyanti, 2014). Berdasarkan hasil
Nilai BOD5 di Sungai Semanggi pengamatan, nilai BOD5 pada titik
BOD5 adalah salah satu metode sampling 1 lebih tinggi dibandingkan titik
untuk mengetahui tinggi atau rendah 2 dan 3, hal ini dikarenakan di sekitar
nutrien perairan. Kebutuhan oksigen lokasi 1 terdapat lebih banyak vegetasi
biokimiawi atau Biochemical Oxygen dibandingkan dengan titik sampling 2 dan
Demand (BOD) adalah kebutuhan oksigen 3 yang menyebabkan banyak serasah jatuh
bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan ke perairan titik sampling 1. Menurut
semua zat-zat organik terlarut maupun Saraswati et al. (2017), tingginya Nilai
sebagai tersuspensi dalam air menjadi BOD5 mengindikasikan adanya
bahan organik yang lebih sederhana. peningkatan bahan organik di perairan
Aktifnya bakteri-bakteri tersebut tersebut. Dari rata-rata nilai BOD5, maka
menguraikan bahan organik bersamaan dapat dikatakan bahwa perairan Sungai
dengan habisnya oksigen yang Semanggi termasuk dalam tingkat
terkonsumsi (Ginting, 2007; Mayagitha & pencemaran rendah. Tingkat pencemaran
Rudiyanti, 2014). Pada praktikum ini rendah memiliki kisaran sebesar 0 sampai
pengujian nilai BOD digunakan nilai dengan 10 mg/L (Wirosarjono, 1974;
BOD520º (Five day Biochemical Oxygen Salmin, 2005; Saraswati et al., 2017).
Demand dengan suhu 20ºC). Nilai tersebut Berdasarkan hasil analisis
diasumsikan pada hari kelima nilai pengamatan di Sungai Semanggi terdapat
BOD520º memiliki nilai 70-80% dari BOD 8 spesies dengan 21 individu. Stasiun 1
total. Parameter BOD5 merupakan diperoleh 4 spesies makrozoobenthos,
indikator adanya senyawa cemaran organik yaitu Lanites carinatus, Pila ampullaceal,
seperti protein, glukosa, aldehida, ester, Pomaceae canaliculate, dan Pomela
dan sebagainya di dalam perairan (Faradila americanita dengan total 15 individu
et al., 2017). makrozoobenthos, sedangkan pada lokasi
stasiun 2 juga diperoleh 4 jenis spesies

15
makrozoobenthos, yaitu Pomaceae Semanggi Ciputat yaitu sebesar 0,91,
canalicuta, Pomacea maculate, Heleobia sedangkan indeks keanekaragaman
bertoniana, dan Pomacea paludosa terendah terdapat pada stasiun 2 dan 3
dengan total 4 individu. Sedangkan pada yaitu sama-sama memiliki nilai 0,69.
lokasi stasiun 3 hanya terdapat 2 jenis Indeks keanekaragaman paling tinggi
spesies makrozoobenthos, yaitu terdapat pada stasiun 2, hal ini diduga
Potamolithus catharinae dan Pomaceae dipengaruhi oleh kandungan bahan organik
canaliculated dengan total 2 individu. yang tinggi yang dimanfaatkan sebagai
Komposisi makrozoobenthos tertinggi bahan makanan sehingga mendukung
terdapat pada stasiun 1 terdapat sebanyak 4 tingginya nilai indeks keanekaragaman
jenis dengan 15 individu, hal tersebut bentos. Kawuri et al, (2012) menyatakan
dikarenakan pada stasiun terdapat vegetasi bahwa suatu komunitas memiliki indeks
yang masih alami, sehingga komposisi keanekaragaman yang tinggi jika terdapat
makrozoobenthos yang didapatkan masih banyak spesies dengan jumlah individu
tinggi. masing-masing spesies relative merata.
Berdasarkan hasil pengamatan Menurut Ludwig dan Reynold (1988);
jumlah individu tersebut, dapat dilakukan Pratami et al., (2018) , bahwa nilai indeks
perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’), keanekaragaman rendah (H’<1), indeks
Kemerataan (E) dan Dominansi (D). keanekaragaman sedang (1<H’<3), indeks
Indeks keanekaragaman berfungsi untuk keanekaragaman tinggi (H’≥3). Indeks
mengetahui tingkat keanekargaman spesies keanekaragaman makrozoobentos di
tiap stasiun. Indeks kemerataan berfungsi perairan sungai dipengaruhi oleh kondisi
untuk mengetahui tingkat penyebaran dari lingkungan sekitarnya sehingga
organisme merata atau tidak, sedangkan makrozoobentos yang mampu beradaptasi
indeks dominansi berfungsi untuk indeks keanekaragaman tinggi sedangkan
mengetahui ada atau tidaknya spesies yang makrozoobentos yang tidak mampu
mendominasi di suatu wilayah tertentu beradaptasi indeks keanekaragaman
(Pratami et al., 2018). Hasil perhitungan rendah (Rahmawati, 2011). Faktor
menunjukkan indeks keanekaragaman lingkungan memiliki pengaruh terhadap
pada semua stasiun termasuk kategori populasi organisme dalam
rendah. Indeks keanekaragaman paling mempertahankan kehidupan serta
tinggi yaitu pada stasiun 1. Indeks penyebarannya (Pratami et al., 2018)
kemerataan termasuk dalam kategori Indeks kemerataan pada stasiun 1
rendah dan paling tinggi yaitu pada stasiun (0,33), stasiun 2 (0,49), dan stasiun 3
3, sedangkan indeks dominansi termasuk (0,99). Pada stasiun 3 indeks
dalam kategori rendah pada Gambar 9. kemerataannya lebih tinggi dibandingkan
Kondisi ini menunjukkan bahwa stasiun 1 dan 2. Hal tersebut sesuai dengan
spesies makrozoobenthos yang ditemukan menurut Purnama et al., (2011) bahwa
kurang beragam atau bervariasi. ekositem perairan yang belum mengalami
Keanekaragaman rendah, produktivitas perubahan kondisi lingkungan akan
sangat rendah sebagai indikasi adanya menunjukkan jumlah individu yang merata
tekanan yang berat dan ekosistem tidak pada hampir semua spesies yang ada.
stabil. Indeks keanekaragaman (H’) Sebaliknya ekosistem perairan yang telah
tertinggi pada stasiun 1 di Sungai mengalami perubahan kondisi lingkungan,

16
penyebaran jumlah individu tidak merata Hal ini diperkuat oleh Basmi
karena ada jenis yang mendominasi. (2000) dalam Pirzan & Rani (2008),
Indeks kemerataan pada ketiga stasiun apabila nilai dominansi mendekati nilai 1
mendekati 1 menandakan individu tiap berarti di dalam komunitas terdapat genus
marga terbagi merata karena tidak ada yang mendominansi genus lainnya,
marga Makrozoobentos yang sebaliknya apabila mendekati nilai 0
mendominasi. Hal ini sesuai dengan berarti di dalam struktur komunitas tidak
pernyataan Ludwig dan Reynold (1988); terdapat genus yang secara ekstrim
Pratami et al., (2018) bahwa jika indeks mendominasi genus lainnya. Berdasarkan
kemerataan (E)>1 berarti termasuk dalam klasifikasi Basmi (2000) dalam Amin
kemerataan tinggi, sedangkan jika indeks (2008) indeks dominansi perairan
kemerataan (E)<1 berarti termasuk dalam Sungsang mendekati nilai nol
kemerataan rendah. Indeks kemerataan menunjukkan secara umum struktur
yang tinggi berarti persebaran bentos komunitas dalam keadaan stabil dan tidak
merata dan tidak ada dominansi oleh satu terjadi tekanan ekologis terhadap biota di
spesies. Faktor fisik kimiawi yang relatif habitat tersebut
homogen menjadi penyebab tingginya
kemerataan bentos. Antropogenik (Sampah) di Sungai
Nilai indeks dominansi Semanggi
makrozoobenthos yang diperoleh di sungai Pengertian sampah berdasarkan SK
Semanggi Ciputat pada stasiun 1 (0,51), SNI tahun 1990; Subekti (2010) adalah
stasiun 2 (0,25), dan stasiun 3 (0,5). Nilai limbah yang bersifat padat, terdiri dari zat
indeks dominansi tertinggi berada pada organik dan zat anorganik yang dianggap
stasiun 1 (nilai 0,51) hal ini diakibatkan sudah tidak berguna lagi. Bertambahnya
karena pada stasiun 1 hanya terdapat 16 sampah sejalan dengan meningkatnya
genus dan diantara genus tersebut jumlah manusia, pembangunan fisik dan
ditemukan genus yang mendominasi. peningkatan prasarana serta sarana yang
Genus yang mendominasi pada stasiun 1 memadai. Sampah dapat berasal dari
adalah Pomaceae canaliculate. Nilai daratan yang kemudian dibawa oleh aliran
dominansi yang paling rendah berada pada air. Jenis-jenis sampah yang ada di sungai
stasiun 2 (nilai 0,25), hal ini diakibatkan yaitu sampah organik dan sampah
karena pada stasiun 2 tidak terdapat genus anorganik. Sampah organik umumnya
yang mendominasi. Terlihat dengan berupa bahan buangan yang dapat
ditemukannya 4 genus pada stasiun membusuk atau terdegredasi oleh
tersebut yang memiliki total individu mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke
masing-masing 1 genus. Hal ini sesuai perairan akan menaikkan populasi
dengan pernyataan Ludwig & Reynold mikroorganisme. Sedangkan sampah
(1988); Pratami et al. (2018) bahwa jika anorganik umumnya berupa bahan
indeks dominansi (D)<0.30 termasuk buangan yang sulit terdegredasi oleh
dalam kategori rendah, jika D berkisar mikroorganisme, dengan adanya sampah
antara 0.30-0.60 termasuk dalam kategori anorganik akan meningkatkan kadar logam
sedang, jika D berkisar antara 0.60-1.00 berat sehingga akan berdampak bagi
maka termasuk dalam kategori tinggi. kesehatan manusia (Indrawati, 2011).
Menurut purwaningrum (2016),

17
menyatakan bahwa komposisi sampah pencemaran maupun gangguan lainnya
yang dihasilkan dari aktivitas antropogenik berupa menurunnya jumlah kekayaan
diantaranya 60-70% merupakan sampah taksa, kelimpahan, dan bergesernya
organik, 30-40% merupakan sampah komposisi taksa dari yang sensitif menjadi
anorganik, dari sampah anorganik itu taksa yang toleran (Luoma & Carter, 1991;
sendiri 14% terdiri atas sampah plastik. Sudarso et al., 2013). Maka, dapat
Berdasarkan hasil pengamatan dikatakan kondisi perairan Sungai
Semanggi kurang baik karena cukup
antropogenik (sampah) di perairan Sungai
banyaknya sampah yang ditemukan.
Semanggi cukup banyak yaitu pada tiga
stasiun ditemukan 14 sampai 19 sampah, KESIMPULAN
dimana pada stasiun 1 ditemukan 14
Komunitas makrozoobenthos
sampah (28%), stasiun 2 ditemukan 19 berdasarkan pengamatan bahwa nilai
sampah (38%), dan stasiun 3 ditemukan 17 indeks keragaman, indeks kemerataan dan
sampah (34%). Masyarakat daerah Sungai dominansi yang mengindikasikan tingkat
Semanggi, Tangerang Selatan memiliki keanekaragaman makrozoobentos
kebiasaan membuang sampah-sampah ke termasuk ke dalam kategori rendah.
perairan Sungai Semanggi, sehingga
DAFTAR PUSTAKA
banyak sampah-sampah yang
terakumulasi. Sampah-sampah yang Ainy, N. S., Wardhana, Wisnu. Dan
dibuang umumnya masuk sebagai kategori Nisyawati. (2018). Struktur
sampah anorganik macro debris. Vegetasi Riparian Sungai
Pesanggrahan Kelurahan Lebak
Berdasarkan hasil penelitian Isman (2016),
Bulus Jakarta Selatan. BIOMA,
menyatakan bahwa jenis sampah yang 4(2), 60-69.
paling dominan dapat masuk ke perairan Aryani, T. (2017). Analisis Kualitas Air
adalah kategori macro debris yaitu dapat Minum Dalam Kemasan (AMDK)
berupa plastik, pakaian, kardus, sterofoam, di Yogyakarta Ditinjau dari
karet, puntung rokok, logam, sampah Parameter Fisika-Kimia. Media
organik, tali, dan kaca. Macro debris Ilmu Kesehatan, 6(1), 46-55.
Awalunikmah, R.S. 2017. Penentuan
sendiri merupakan jenis sampah yang
Status Mutu Air Sungai Kalimas
memiliki ukuran 2,5 cm – 1 m. dengan Metode Storet dan Indeks
Aktivitas antropogenik ini dapat Pencemaran. Tugas Akhir.
mempengaruhi input dari bahan organik, Fakultas Teknik Sipil dan
nutrien, maupun logam berat ke ekosistem Perencanaan, Institut Teknologi
sungai melalui perubahan penggunaan Sepuluh Nopember.
lahan (Singer & Battin, 2007; Sudarso et E. P. Odum, (1998). “Dasar-Dasar
al., 2013). Dampak aktivitas antropogenik Ekologi. Alih Bahasa: Samingan, T
juga dapat mengubah kondisi habitat, dan B. Srigandono,” Yogyakarta:
mencemari kualitas air yang pada akhirnya Edisi Ketiga Universitas Gadjah
berpengaruh terhadap jenis-jenis ikan yang Mada Press. 824.
dapat beradaptasi pada kondisi tertentu
Faradila, D., Assuyuti, Y. M., Zikrillah, R.
(Heryani & Triyanto, 2017) dan B., Rijaluddin, A. F., & Ramadhan,
mempengaruhi struktur maupun fungsi F. (2017). Penuntun Praktikum
dari organisme makrozoobentos yang Ekologi Perairan. Jakarta: UIN
hidup di ekosistem sungai. Biasanya Syarif Hidayatullah.
respon ekologi yang ditimbulkan akibat
18
Gitarama, A. M., Majariana, K. R. dan Krisna, H. W. (2009). Komunitas perifiton
Dewi, A. P. (2016). Komunitas dan fitoplankton serta parameter
Makrozoobentos Dan Akumulasi fisika-kimia perairan sebagai
Kromium di Sungai Cimanu Lama, penentu kualitas air di bagian hulu
Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Sungai Cisadane, Jawa Barat.
Indonesia, 21(1), 48-55. [Skripsi]. Departemen Biologi.
Hadisantoso, P.E., Widayanti, Y., dan Kurnianto, Alfan. (2019). Analisis
Hanifah, A.A.R. (2018). Kualitas Air Sungai Kalimas Kota
Pengelolaan Limbah Air Wudhu Surabaya Menggunakan Metode
Wanita dengan Metode Aerasi dan Indeks Pencemaran. Skripsi.
Adsorsi Menggunakan Karbon Fakultas Sains dan Teknologi, UIN
Aktif. Al-Kimiya, 5(1),1-6 Sunan Ampel Surabaya.
Hariyadi. S., Adiwilaga. E. M., Prartono, Lee, Z. P., Marra, J., Perry, M. J., &
T., Hardjomidjojo, S., & Damar, A. Kahru, M. (2014). Estimating
(2010). Produktivitas Primer Oceanic Primary Productivity from
Estuari Sungai Cisadane pada Ocean Color Remote Sensing: A
Musim Kemarau. Linmotek, 17(1), Strategic Assessment. Journal of
49-57. Marine Systems, 149, 50-59.
Heryani, G. S., & Triyanto. (2017). Mayagitha, K. A., & Rudiyanti, S. (2014).
Dampak Kegiatan Antropogenik Status Kualitas Perairan Sungai
Terhdap Keragaman Komunitas Bremi Kabupaten Pekalongan
Ikan di Sungai Citarum. Prosiding Ditinjau dari Konsentrasi TSS,
Pertemuan Ilmiah Masyarakat BOD5, COD, dan Struktur
Limnologi Indonesia. Komunitas Fitoplankton.
Humuna, B., Tanjung, R.H.R., Suwito, Management of Aquatic Resiurces
Maury, K.H., dan Alianto. (2018). Journal (MAQUARES), 3(1), 177-
Kajian Kualitas Air Laut dan 185.
Indeks Pencemaran Berdasarkan Pamekas, R. (2013). Pembangunan dan
Parameter Fisika-Kimia di Perairan Pengelolaan Infrastruktur
Distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Kawasan Permukiman. PT. Dunia
Ilmu Lingkungan, 16(1), 35-43 Pustaka Jaya.
Indrawati, D. (2011). Upaya Pengendalian Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416
Pencemaran Sungai yang tahun 1990, Permenkes RI
diakibatkan oleh Sampah. TJL, No.416/Menkes/Per/IX/1990
5(6), 193-200. tentang Syarat Kualitas Air Bersih
Isman, F. M. (2016). Identifikasi Sampah dan Air Minum Bagi Kesehatan.
Laut di Kawasan Wisata Pantai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Kota Makssar (Skripsi, Universitas No. 82 Tahun 2001 Tentang
Hassanudin). Pengelolaan Kualitas Air dan
Kementrian Kesehatan. (2010). Peraturan Pengendalian Pencemaran. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Kementrian Lingkungan Hidup.
Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907
No.492/MENKES/PER/IV/2010. tahun 2002, Permenkes RI
Koda, E., Miszkowska, A., and Sieczka, A. No.907/Menkes/Per/IX/2002
(2017). Levels of Organic Pollution tentang Syarat Kualitas Air Minum
Indicators in Groundwater at the Bagi Kesehatan.
Old Landfill and Waste Pratami, V. A. Y., Setyono, P. dan
management Site. Applied Sunarto, S. (2018).
Sciences, 7(6): 1- 22. Keanekaragaman, Zonasi Serta
Overlay Persebaran Bentos di

19
Sungai Keyang, Ponorogo, Jawa Namada Basin. Intl. J. Adv Fish
Timur. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Aquat. Sci, 1(1), 57-65.
Pesisir dan Perikanan, 7(2), 127- Sofyan, D. A., & Zainuri, M. (2021).
138. Analisis Produktivitas Primer dan
Pratiwi, R. dan Astuti, O. (2012). Kelimpahan Fitoplankton di
Biodiversitas Krustasea (Decapoda, Perairan Estuari Daerah Bancaran
Branchyura, Macrura) dari Kecamatan Kota Bangkalan.
Ekspedisi Perairan Kendari 2011). Juvenil: Jurnal Ilmiah Kelautan
Jurnal Kelautan, 17(1), 8-14. dan Perikanan, 2(1), 47-52.
Purnama, P. R., N. W. Nastiti, M. E. Subekti, S. (2010). Pengelolaan Sampah
Agustin, dan M. Affandi. (2011). Rumah Tangga 3R Berbaasis
Diversitas Gastropoda di Sungai Masyarakat. Prosiding Seminar
Sukamade, Taman Nasional Meru Nasional Sains dan Teknologi, 24-
Betiri, Jawa Timur. Surabaya: 30.
Universitas Airlangga Sudarso, J., Wardiaatno, Y., SSetiyanto, D.
Purwaningrum, P. (2016). Upaya D., & Anggraitoningsih, W.
Mengurangi Timbulan Sampah (2013). Pengaruh Aktivitas
Plastik di Lingkungan. JTL, 8(2), Antropogenik di Sungai Ciliwung
141-147. Terhadap Komunitas Larva
Rahmawaty. (2011). Indeks Trichoptera. Jurnal Manusia dan
keanekaragaman makrzoobentos Lingkungan, 20(1), 68-83.
sebagai bioindikator tingkat Triyatmo, B., Rustadi., Djumanto.,
pencemaran di Muara Sungai Priyono, S. B., Krismono.,
Jeneberang. Bionature,12(2),103- Sehenda, M., & Kartamihardja, E.
109. S. (1997). Studi Perikanan di
Romdania, Y., Herison, A., Susilo, G.E., Waduk Sermo: Studi Biolimnologi.
dan Elza Novilyansa. (2018). Jakarta: Lembaga Penelitian UGM
Kajian Penggunaan Metode IP, dengan Agricultural Research
Storet dan CCME-WQI Dalam Management Project.
Menentukan Status Kualitas Air. Wijayanti, T. (2017). Profil Pencemaran
Jurnal SPATIAL Wahana Logam Berat Pada Perairan Daerah
Komunikasi dan Informasi Aliran Sungai (DAS) Grindulu
Geografi, 18(2), 133-144. Pacitan. Jurnal Ilmiah Sains, 17(1),
Rulik, Oktaviani. Dan Yanuwiadi, Bagyo. 19-26.
(2016). Analisis Vegetasi Riparian Yohannes, B., Utamo, W.S., dan Agustina,
di Tepi Sungai Porong, Kabupaten H. (2019). Kajian Kualitas Air
Sidoarjo. Jurnal Biotropika, 4(1), Sungai dan Upaya Pengendalian
25-31. Pencemaran Air (Studi di Sungai
Saraswati, N. L. G. R. A., Arthana, I. W., Krukut, Jakarta Selatan). IJEEM,
& Hendrawan, I. G. (2017). 4(2), 136-156.
Analisis Kualitas Perairan pada
Wilayah Perairan Pulau Serangan
Bagian Utara Berdasarkan Baku
Mutu Air Laut. Journal of Marine
and Aquatic Sciences. 3(2), 163-
170.
Sharma, R., Kurma, A. dan Vyas, V.
(2013). Diversity of
Macrozoobenthos in Morand River
A Tributary of Ganjal River in

20
LAMPIRAN
PERHITUNGAN :

a. Vegetasi Riparian

1. Acalypha siamensis

Pi =
∑¿ = 6
= 0.0434
N 138
ln Pi = ln 0.043 = -3.1373
Pi ln Pi = 0.0434 × -3.1373 = -0.1362
Pi2 = 0.04342 = 0.00188356

2. Typhonium blumei

Pi =
∑¿ = 11
= 0.0797
N 138
ln Pi = ln 0.0797= -2.5295
Pi ln Pi = 0.0797 × -2.5295 = -0.2016
Pi2 = 0.07972 = 0.00635209

3. Bambusa vulgaris

Pi =
∑ ¿ = 3 = 0.0217
N 138
ln Pi = ln 0.0217 = -3.8304
Pi ln Pi = 0.0217 × -3.8304 = -0.0831
Pi2 = 0.02172 = 0.00047089

4. Laportea sp.

Pi =
∑¿ = 88
= 0.6376
N 138
ln Pi = ln 0.6376 = -0.4500
Pi ln Pi = 0.6376× -0.4500 = -0.2869
Pi2 = 0.63762 = 0.40653376

5. Synedrella nodiflora
Pi =
∑ ¿ = 3 = 0.0217
N 138

21
ln Pi = ln 0.0217 = -3.8304
Pi ln Pi = 0.0217 × -3.8304 = -0.0831
Pi2 = 0.02172 = 0.00047089

6. Bouea macrophylla

Pi =
∑¿ = 18
= 0.1304
N 138
ln Pi = ln 0.1304 = -2.0371
Pi ln Pi = 0.1304 X -2.0371 = -0.2656
Pi2 = 0.13042 = 0.01700416

7. Buchanania sessilifolia

Pi =
∑¿ = 1
= 0.0072
N 138
ln Pi = ln 0.0072 = -4.9337
Pi ln Pi = 0.0072 X -4.9337 = -0.0355
Pi2 = 0.00722 = 0.00005184

8. Sioanea guianensis

Pi =
∑¿ = 2
= 0.0144
N 138
ln Pi = ln 0.0144 = -4.2405
Pi ln Pi = 0.0144 X -4.2405 = -0.0611
Pi2 = 0.01442 = 0.00020736

9. Solanum nigrum

Pi =
∑¿ = 2
= 0.0144
N 138
ln Pi = ln 0.0144 = -4.2405
Pi ln Pi = 0.0144 X -4.2405 = -0.0611
Pi2 = 0.01442 = 0.00020736

10. Makaranga tanarius

Pi =
∑¿ = 1
= 0.0072
N 138
ln Pi = ln 0.0072 = -4.9337
Pi ln Pi = 0.0072 X -4.9337 = -0.0355
Pi2 = 0.00722 = 0.00005184

11. Mangifera indica

Pi =
∑¿ = 3
= 0.0217
N 138
ln Pi = ln 0.0217 = -3.8304

22
Pi ln Pi = 0.0217 × -3.8304 = -0.0831
Pi2 = 0.02172 = 0.00047089

H’ = −∑ Pi ln Pi = -( -0.1362+-0.2016+-0.0831+-0.2869+-0.0831+-0.2656+-0.0355+-
0.0611+-0.0611+-0.0355+-0.0831)
= 1.33288
H' 1.33288 1.33288
E= = = = 0.55586
ln S ln 11 2.3978
C = ∑ Pi 2 = ( 0.00188356 + 0.00635209 + 0.00047089 + 0.40653376 + 0.00047089 +
0.01700416 + 0.00005184 +0.00020736 + 0.00020736 +
0.00005184 + 0.00047089 )
= 0.4337

Tabel MI Keseluruhan
ΣX2 -
ΣX ΣX2 (ΣX)2 - ΣX
ΣX
121 14641
8 64
14648 18906
9 81
138 14786
ΣX - ΣX / (ΣX)2 - ΣX
2
0.774780493

Jumlah stasiun 3

MI 2.324341479
Hasil BERKELOMPOK

Perhitungan MI keseluruhan

ΣX = 121+8+9 = 138

ΣX2 = (1212+82+92+) = 14786

ΣX2 – ΣX = 14786 – 138= 14648

(ΣX)2 – ΣX = (138)2 – 138 = 18906

MI = N (ΣX)2 – ΣX = 3(14648)

(ΣX)2 – ΣX 18906

= 0.774780493

Lampiran perhitungan Produktivitas Primer setiap stasiun


Stasiun 1

23
Diket:
DO awal = 8,3
Botol Terang (BT) = 11,6
Botol Gelap (BG) = 5,0

PP = PG – R
P G = B T – BG
= 11,6 – 5,0
= 6,6
R = DO – BG
= 8,3 – 5,0
= 3,3
PP = PG – R
= 6,6 – 3,3
= 3,3 mg/L Oksigen
 Konversi = 3,3 x 375,36 = 1.238,688 C/m3
1.238,688
 =51,612
24
 51,612 x 12 = 619,344 mg C/m3

(Tingkat kesuburan Mesotrofik)

Stasiun 2
Diket:
DO awal = 7,3
Botol Terang (BT) = 12,5
Botol Gelap (BG) = 6,9

PP = PG – R
P G = B T – BG
= 12,5 – 6,9
= 5,6
R = DO – BG
= 7,3 – 6,9
= 0,4
PP = PG – R
= 5,6 – 0,4
= 5,2 mg/L Oksigen
 Konversi = 5,2 x 375,36 = 1.951,872 C/m3
1.951,872
 =81,328
24
 81,328 x 12 = 975,936 mg C/m3

(Tingkat kesuburan Eutrofik)

24
Stasiun 3
Diket:
DO awal = 7,4
Botol Terang (BT) = 8,4
Botol Gelap (BG) = 6,2

PP = PG – R
P G = B T – BG
= 8,4 – 6,2
= 2,2
R = DO – BG
= 7,4 – 6,2
= 1,2
PP = PG – R
= 2,2 – 1,2
= 1 mg/L Oksigen
 Konversi = 1 x 375,36 = 375,36 C/m3
375,36
 =15,64
24
 15,64 x 12 = 187,68 mg C/m3

(Tingkat kesuburan Oligotrofik)

DATA BENTHOS SUNGAI


No. Lokasi Spesies Pengukuran (cm)
L T S TA LA
1 titik 1 sp. 1 1.8 2.9 1.8 2.2 1.8
Lanistes carinatus

sp. 2 2 2.4 1.9 2.2 1.9


Pila ampullacea

25
sp. 3 2.6 3.5 3.2 3.2 2.9
Pomacea canaliculata

sp. 4 2.4 3.6 3.1 3.5 2.9


Pomacea canaliculata

sp. 5 3.2 3.2 2.8 3.3 3.1


Pomacea canaliculata

sp. 6 3.1 3.6 3 4 3.5


Pomacea canaliculata

sp. 7 3.6 3.8 3.5 4.1 3.4


Pila ampullacea

sp. 8 3.1 4 3.5 4.2 3.7


Pomacea canaliculata

26
sp. 9 3.3 4.2 3.5 4 3.1
Pomacea canaliculata

sp. 10 3.4 4.1 3.3 4.1 3.5


Pomacea canaliculata

sp. 11 3.2 4.3 3.6 4.3 3.2


Pomacea canaliculata

sp. 12 3.4 4.4 3.5 4.3 3.7


Pomacea canaliculata

sp. 13 3.7 4.5 3.8 4.4 4.1


Pomacea canaliculata

sp. 14 3.8 5 4.3 5.2 3.8


Pomacea canaliculata

27
sp. 15 4.2 5.1 4.3 5.2 4.1
Pila ampullacea

sp. 16 3.9 5.6 4.7 5.6 4


Pomella americanista

2 Titik 2 Sp. 1 3.6 5 4.3 4.8 3.2


Pomaceae canaliculata

Sp. 2 3.3 4.1 3.7 4 2.9


Pomacea maculata

Sp. 3 1.3 1.95 1.6 1.7 1.4


Heleobia bertoniana

Sp. 4 2 2.2 1.8 2.1 1.4


Pomacea paludosa

28
3 Titik 3 Sp. 1 3.4 4.6 4.2 4.5 3.6
Potamolithus
catharinae

Sp. 2 2.8 3.8 3.3 3.9 2.4


Pomaceae canaliculata

PERHITUNGAN
A. Stasiun 1
Jumlah
No. Spesies pi ln pi pi ln pi pi2
individu
Lanistes
1 1 0.0625 -2.7726 -0.1733 0.0039
carinatus
2 Pila ampullacea 3 0.1875 -1.6740 -0.3139 0.0352
Pomacea
3 11 0.6875 -0.3747 -0.2576 0.4727
canaliculata
Pomella
4 1 0.0625 -2.7726 -0.1733 0.0039
americanista
16 H’ 0.9181 C 0.5157
E 0.3311

Indeks Keanekaragaman (H’) Stasiun 1

Lanistes carinatus Pomacea canaliculata

Pi =
∑¿ = 1
= 0.0625 Pi =
∑ ¿ = 11 = 0.6875
N 16 N 16
ln Pi = ln 0.0625 = - 2.7725 ln Pi = ln 0.6875 = - 0. 3747
Pi ln Pi = 0.0625 × - 2.7725 = - 0.1733 Pi ln Pi = 0.6875 × - 1.3747 = -
Pi2 = 0.06252 = 0.0039 0.2576
Pi2 = 0.18752 = 0.4727

29
Pila ampullaceal Pomella americanista

Pi =
∑¿ = 3
= 0.1875 Pi =
∑¿ = 1
= 0.0625
N 16 N 16
ln Pi = ln 0.1875 = - 1.6740 ln Pi = ln 0.0625 = - 2.7725
Pi ln Pi = 0.1875 × - 1.6740 = - 0.3139 Pi ln Pi = 0.0625 × - 2.7725= -
Pi2 = 0.18752= 0.0352 0.1733
Pi2 = 0.06252 = 0.0039
H’ = −∑ Pi ln Pi
= - ((-0.1733) + (-0.3139) + (-0.2576) + (-
0.1733))
= 0.9181
H' 0.9181
E= = = 0.3311
ln S ln 16
C = ∑ pi 2
= (0.0039 + 0.4727 + 0.0352 + 0.0039)
= 0,5157
B. Stasiun 2
Jumlah
No. Spesies pi ln pi pi ln pi pi2
individu
Pomaceae
1 1 0.25 -1.3862 -0.3465 0.0625
canaliculata
Pomacea
2 1 0.25 -1.3862 -0.3465 0.0625
maculata
Heleobia
3 1 0.25 -1.3862 -0.3465 0.0625
bertoniana
Pomacea
4 1 0.25 -1.3862 -0.3465 0.0625
paludosa
4 H’ 0.692 C 0.25
E 0.4991

Indeks Keanekaragaman (H’) Stasiun 2 Heleobia bertoniana

Pomacea canaliculata ∑ ¿ = 1 = 0.25


Pi =
N 4
Pi =
∑ ¿ = 1 = 0.25 ln Pi = ln 0.25 = - 1.3862
N 4
Pi ln Pi = 0.25 × - 1.3862= - 0.3465
ln Pi = ln 0.25 = - 1.3862 Pi2 = 0.252 = 0.0625
Pi ln Pi = 0.25 × - 1.3862= - 0.3465
Pi2 = 0.252 = 0.0625

30
Pomacea maculata Pomacea paludosa

Pi =
∑ ¿ = 1 = 0.25 Pi =
∑ ¿ = 1 = 0.25
N 4 N 4
ln Pi = ln 0.25 = - 1.3862 ln Pi = ln 0.25 = - 1.3862
Pi ln Pi = 0.25 × - 1.3862= - 0.3465 Pi ln Pi = 0.25 × - 1.3862= - 0.3465
Pi2 = 0.252 = 0.0625 Pi2 = 0.252 = 0.0625

H’ = −∑ Pi ln Pi
= - ((-0.3465) + (-0.3465) + (-0.3465) + (-
0.3465))
= 0.692
H' 0.692
E= = = 0.4991
ln S ln 4
C = ∑ pi 2
= (0.0625 + 0.0625 + 0.0625 + 0.0625)
= 0.25

C. Stasiun 3
Jumlah
No. Spesies Pi ln pi pi ln pi pi2
individu
Potamolithus
1. 1 0.5 -0.693 -0.346 0.25
catharinae
Pomaceae
2. 1 0.5 -0.693 -0.346 0.25
canaliculata
2 H’ 0.692 C 0.5
E 0.998

Indeks Keanekaragaman (H’) Stasiun 3

Potamolithus catharinae

Pi =
∑ ¿ = 1 = 0.5
N 2
ln Pi = ln 0.5 = - 0.693
Pi ln Pi = 0.5 × - 0.693= - 0.346
Pi2 = 0.52 = 0.25

31
423Pomacea maculata

Pi =
∑ ¿ = 1 = 0.5
N 2
ln Pi = ln 0.5 = - 0.693
Pi ln Pi = 0.5 × - 0.693= - 0.346
Pi2 = 0.52 = 0.25

H’ = −∑ Pi ln Pi
= - ((-0.346) + (-0.346))
= 0.692
H' 0.692
E= = = 0.998
ln S ln2
C = ∑ pi 2
= (0.25 + 0.25)
= 0.5

Tabel MI Keseluruhan Makrozoobenthos


ΣX ΣX2 ΣX2 - ΣX (ΣX)2 - ΣX
16 256 254 208
4 16
2 4
22 276
ΣX2- ΣX / (ΣX)2 - ΣX 1.2211538
Jumlah stasiun 3
MI 3.663462
Hasil MI > 1:
Berkelompok
Perhitungan MI keseluruhan
ΣX = 16 + 4 + 2 = 22
ΣX2 = (162+ 42 + 22) = 276
ΣX2 – ΣX = 276 – 22 = 254
(ΣX)2 – ΣX = (22)2 – 276 = 208
MI = N (ΣX)2 – ΣX = 3.663462
(ΣX)2 – ΣX

DATA VEGETASI RIPARIAN


PLOT 1

32
Acalypha siamensis Bambusa vulgaris sp.

Synedrella nodiflora Thyponium blumei

Bouea macrophylla Laportea sp.

PLOT 2

33
   
Buchanania sessilifolia Bambusa vulgaris sp.

Thyponium blumei Acalypha siamensis

PLOT 3

 
Syngonium sp. Bambusa vulgaris sp.

34
Mangifera indica Cocos nucifera L.

Sloanea guianensis

Titik lokasi sungai Semanggi, Tangerang Selatan

35

Anda mungkin juga menyukai