Anda di halaman 1dari 3

Pertama-tama mari kita berkenalan dulu dengan Lawrence Kohlberg.

Lawrence Kohlberg lahir di New


York 25 Oktober 1927, dia meraih gelar doktoral dalam bidang psikologi di Chicago University pada
tahun 1958. Lawrence Kohlberg pernah menjadi profesor di 3 universitas ternama yaitu Yellow
University, Chicago University, dan Harvard University. Lawrence Kohlberg meninggal di Wintrhop,
Amerika pada 19 Januari 1987, karena bunuh diri. Tahap-tahap penerapan moral menurut Kohlberg,
menurut Kohlberg perkembangan seseorang ada 3 level yaitu pra konvensional, konvensional, dan pasca
konvensional. Konvensional berasal dari bahasa latin konvinire yang berarti menyesuaikan.

Pada level Pra Konvensional, seseorang menilai perihal yang baik dan buruk berdasarkan faktor-faktor
diluar dirinya, seperti hubungan sebab-akibat, ganjaran dan hukuman, serta yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan. Level ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu, orientasi hukuman dan kepatuhan, orientasi
minat pribadi.

Pada tahap pertama yakni orientasi hukuman dan kepatuhan, seseorang menilai baik buruknya suatu
perilaku berdasarkan rasa takut terhadap hukuman, misalnya, seorang anak merasa benar apabila ia
mematuhi perkataan orang tuanya dan merasa bersalah apabila melanggar perintah orang tuanya,
penalaran moral seperti itu, pertama-tama didasari oleh kesadaran, bahwa ia tidak patuh ia akan
mendapatkan hukuman yang menimbulkan rasa sakit dan perasaan tidak nyaman. Disana tampak
bahwa sikap egosentrisme sangat menonjol. Seseorang pertama-tama melakukan kebaikan untuk
menyelamatkan dirinya sendiri dari sakitnya hukuman, ia belum sampai pada pemahaman, bahwa
berbuat baik itu akan memberi manfaat positif dan juga bagi orang lain. Pada tahap kedua yaitu
orientasi minat pribadi, prinsip job desc berlaku. Seseorang melakukan perbuatan baik, pertama-tama,
akan mengharap imbalan, ia sudah menyadari bahwa orang lain juga punya kepentingan dan keinginan
yang sama dengan dirinya, oleh karena itu perbuatan baik dapat digunakan sebagai instrumen atau alat
untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain. Sebagai contoh kita bisa melihat perilaku anak-anak
kecil yang baru mau disuruh melakukan sesuatu ketika diiming-imingi hadiah yang menarik. Jadi
seseorang ditahap ini bisa saja kelihatan sangat baik tapi sebenarnya maksud utama dari perbuatan
baiknya itu adalah untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Pada level Konvensional, seseorang mulai menyesuaikan sikapnya dengan harapan orang-orang tertentu
atau dengan tertib sosial yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Ia mulai keluar dari sikap egois yang
mementingkan diri sendiri dan mulai melihat kebahagiaan dan kenyamanan orang lain sebagai sesuatu
yang patut diperjuangkan. Disini seseorang juga mulai menaruh orientas tata tertib sosial atau norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat. Level ini dibagi kedalam 2 tahap yaitu orientasi anak baik dan
orientasi hukum dan ketertiban. Pada tahap ketiga yaitu orientasi anak baik, seseorang menganut
prinsip bahwa saya adalah anak baik, karena telah mengetahui ada baiknya melakukan seperti itu.
Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan orang lain , membantu orang lain dan sesuai
dengan yang diharapkan orang lain. Oleh karena itu, ia akan selalu berusaha mematuhi norma-norma
dalam kelompoknya agar tidak merasa malu dan bersalah . Disini unsur setia kawan dan loyalitas dalam
kelompok sangat di unggul-unggulkan. Hal ini terbiasa terjadi misalnya, dalam kelompok-kelompok
remaja atau abg, biasanya anak-anak remaja lebih memilih untuk berbohong demi melindungi temannya
dari pada dianggap penghianat oleh kelompoknya. Pada tahap ke empat yaitu orientasi hukuman dan
ketertiban makna kelompok diperluas. Seseorang mulai menyadari bahwa diluar kelompok lokal seperti
keluarga, teman sebaya, teman sekolah, organisasi-organisasi, himpunan-himpunan, dan sebagainya .
Masih ada kelompok yang lebih luas seperti, suku bangsa, agama, dan negara. Yang menyadari bahwa
bahwa dirinya adalah bagian dari kelompok yang lebih besar itu, dan dengan demikian memiliki
kewajiban untuk menaati hukum yang berlaku. Penekanannya adalah mematuhi hukum secara mutlak
agar ketertiban sosial agar terjamin. Kebanyakan orang dewasa sudah berada ditahap ini.

Pada level Pasca Konvensional, hidup baik mulai dipandang sebagai tanggung jawab pribadi atas dasar
prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Disini seseorang mulai menyadari bahwa hukum tidak dapat
diterima secara mentah-mentah hukum bukanlah sesuatu yang harus ditaati secara mutlak melainkan
sesuatu yang terlebih dahulu harus melalui proses penilaian-penilaian berdasarkan prinsip yang muncul
didalam hati nurani. Level ini juga dibagi menjadi dua tahap yaitu, kontrak sosial egalistis dan prinsip
etika universal. Pada tahap kelima, yaitu kontrak sosial egalistis segi hukum masih ditekankan namun,
seseorang belum menyadari bahwa sesuatu hukum tertentu bekum tentu bisa diterapkan dalam seluruh
segi kehidupan manusia. Disini orang mulai berpikir bahwa hukum itu dapat diubah dan disesuaikan
dengan konteks atau situasi yang ada sejauh dapat memberi suatu manfaat sosial atau demi
kepentingan dan kesejahteraan umum. Oleh karena itu, dapat diselenggarakan persetujuan demokratis
kontrak sosial dan konsensus bebas agar tercapai kesepakatan baru. Pada tahap keenam yaitu, orientasi
pada prinsip hati nurani yang berlaku universal, seseorang mulai menyadari bahwa didalam lubuk
hatinya sebenarnya terdapat prinsip-prinsip yang berlaku universal. Prinsip-prinsip yang berlaku
universal tersebut adalah prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan martabat kemanusiaan,
seperti prinsip keadilan, ketulusan dalam membantu orang lain, persamaan hak manusia dan hormat
nilai suatu kehidupan. Prinsip-prinsip iti bersifat universal karena dapat diberlakukan di setiap situasi,
tempat, saman dan segala aspek manusia. Seseorang yang berbeda oad tahap ini, mengatur tingkah laku
dan penilaian moralnya berdasarkan hati nurani pribadi yang berlaku secara universal tersebut. Ia akan
mengalami penyesalan yang mendalam ketika melanggar prinsip-prinsip hati nurani tersebut. Hati
nurani itu sendiri adalah suatu proses kognitif yang menghasilkan perasaan dan pengaitan secara
rasional berdasarkan pandangan moral atau sistem nilai seseorang.

Dapat disimpulkan bahwa bagi Kohlberg, hujum tertinggi adalah prinsip hati nurani yang berlaku
universal, sayangnya prinsip-prinsip itu tidak selalu dimiliki. Oleh karena itu dibutuhkan kepekaan hati
nurani yang sangat besar ketika menghadapi sosialitas atau persoalan-persoalan. Prinsip-prinsip ini
seringkali bertentangan dalam aturan-aturan yang ada dalam masyarakat tertentu, bukan pertama-
tama karena egoisme pribadi atau mencari keuntungan pribadi melainkan karena menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan serta hormat terhadap martabat sesamanya.

Anda mungkin juga menyukai