Anda di halaman 1dari 13

Trend Globalisasi dan keragaman budaya dalam pembelajaran

IPS SD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pengajaran IPS bersumber dari masyarakat yang meliputi pertumbuhan, perkembangan,
dan kemajuan kehidupan termasuk segala aspek dengan permasalahannya. Dengan demikian,
pengajaran IPS tidak akan kehabisan materi untuk dibahas dan dipermasalahkan. Materi
tersebut bukan hanya apa yang terjadi hari ini, melainkan juga yang telah terjadi pada masa
lampau, dan lebih jauh pada masa yang akan datang. Ditinjau dari lingkup wilayahnya, meliputi
apa yang terjadi setempat secara lokal, nasional, regional sampai ke tingkat global. Hal tersebut
jadi perhatian dan lahan garapan pengajaran IPS.
Kemajuan IPTEK telah membantu kita manusia “melihat” pristiwa dan permasalahan
kehidupan yang secara fisik tidak ada dihadapan kita. Dengan bantuan IPTEK itu juga, kita
manusia mampu menganalisis, memprediksi, dan meyakini pristiwa serta permasalahan diluar
jangkauan pikiran yang melekat pada diri masing-masing.
Oleh karena itu, kita selaku Mahasiswa harus memperhitungkan dan mengatisipasinya.
Janganlah anda puas dengan materi yang telah ada. Katakanlah jenis pakaian, “celana jeans”
yang semula merupakan pakaian pengembala sapi(cowboy), para mekanik bengkel, dewasa ini
telah menjadi mode dimana-mana termasuk di Indonesia, kenyataan yang demikian itu
merupakan hal yang harus diperhatikan pada pembelajaran IPS yaitu Globalisasi, selain itu pula
kita sebagai Generasi penerus harus bisa mempertahankan serta menjaga kelestarian aneka
ragam jenis kebudayaan yang telah ada di Indonesia dengan cara mencintai produk dalam
negeri dan tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh luar, serta  mengenalkan dan mengajarkan
kepada Anak-anak bahwa pentingnya menjaga kebudayaan Indonesia.
Dengan demikian kita akan membahas mengenai isu-isu dan masalah sosial budaya dalam
pembelajaran IPS khususnya tentang Trend Globalisasi, masalah-masalah sosial yang timbul
dari keragaman budaya terhadap pembelajaran IPS, juga akan dibahas hal-hal yang berkenaan
dengan masalah-masalah lingkungan, hukum keterkaitan, kesadaran hukum dan pendidikan
kesadaran hukum warga negara.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Trend Globalisasi dan keragaman budaya dalam pembelajaran IPS SD ?
2.      Apa saja masalah-masalah lingkungan dan pendidikan lingkungan dalam pembelajaran IPS SD?
3.      Apa saja masalah-masalah hukum ketertiban dan kesadaran hukum dalam pembelajaran IPS
SD?
4.      Apa saja masalah-masalah kesadaran, hukum, dan pendidikan kesadaran hukum warga negara
dalam pembelajaran IPS SD?
5.      Bagaimana pluralisme budaya dan keanekaragaman etnis dalam pendidikan IPS SD ?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui Trend Globalisasi dan keragaman budaya dalam pembelajaran IPS SD.
2.       Untuk mengetahui masalah-masalah lingkungan dan pendidikan lingkungan dalam
pembelajaran IPS SD.
3.       Untuk mengetahui masalah-masalah hukum ketertiban dan kesadaran hukum dalam
pembelajaran IPS SD.
4.       Untuk mengetahui masalah-masalah kesadaran, hukum, dan pendidikan kesadaran hukum
warga negara dalam pembelajaran IPS SD.
5.       Untuk mengetahui pluralisme budaya dan keanekaragaman etnis dalam pendidikan IPS SD.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tren Globalisasi dan Keragaman Budaya

2.1.1 Globalisasi
Globalisasi inti katanya adalah global, yang artinya bumi atau dunia. Globalisasi artinya
suatu keadaan atau kondisi dimana isu dan masalah-masalah yang ada menyangkut berbagai
bangsa dan negara atau bahkan seluruh dunia. Pengertian lain berasal dari kata global yang
bermakna keseluruhan.
Pemahaman terhadap globalisasi merupakan suatu proses cara memandang dunia dengan
hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya. Pemahaman tersebut menurut King harus
mengandung hal-hal berikut.
1. Pengertian terhadap bumi beserta manusia sebagai bagian jari jaringan yang memiliki
keterkaitan.
2. Kepedulian bahwa terdapat pilihan-pilihan yang bersifat individu, nasional maupun
universal. Namun demikian, keputusan yang diambil haruslah demi tatanan dunia yang lebih
baik di masa datang.
3. Menerima bahwa bangsa-bangsa lain memiliki pandangan-pandangan yang berbbeda
dan mungkin lebih senang pada pilihan-pilihan yang lain.
Pendidikan global adalah salah satu sarana agar siswa mengerti bahwa mereka adalah
bagian dari masyarakat dunia, sekalipun demikian tidak berarti harus mengingkari dirinya
sebagai warga dari sebuah bangsa. Demikian pula sebaliknya, sebagai warga negara yang baik
seharusnya bisa menjadi warga dunia yang baik.
Pendidikan global mencoba lebih banyak mengangkat persamaan daripada perbedaan-
perbedaan yang dimiliki oleh berbagai bangsa. Di samping itu, berusaha memberikan
penekanan untuk berpikir tentang kesetiaan terhadap bumi tempat kita semua hidup dan tidak
hanya berpikir tentang negerinya sendiri, terutama berkenaan dengan masalah-masalah dan isu-
isu yang mampu melintasi batas-batas  negara. Contoh-contoh masalah dan isu yang sifatnya
global sebagai berikut:
1. Krisis energy, baik persediaan kandungan minyak bumi yang tersisa, masalah harga
maupun penelitian tentang sumber sumber energy pengganti.
2. Jurang antara Negara kaya dan miskin.
3. Kepadatan penduduk yang mendorong urbanisasi serta terjangkitnya penyakit-penyakit
yang diakibatkan oleh kelaparan dan kemiskinan.
4. Populasi yang meliputi seluruh lingkungan bumi, seperti kerusakan hutan, pencemaran
akibat industrialisasi, pencemaran udara sampai lapisan ozon yang semakin menipis.
5. Perang nuklir
6. Perdagangan internasional
7. Komunikasi
8. Perdaganagn obat terlarang
Pendidikan harus dikaitkan denga penelitian tentang sebab-sebab, akibat-akibat, dan
kemungkinan penyelesaia tentang isu-isu global saat ini. Para siswa harus mengetahui
bagaimana mereka memengaruhi dan dipengaruhi oleh masalah-masalah dan isu-isu ini.
Sehingga, mereka berhak mengetahui bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi dalam
proses penyelesaiannya itu.
Ciri isu-isu dan masalah global
1. Ruang lingkupnya bersifat transnasional. Asal-usul dan akibat dari masalahnya melintasi
lebih dari satu negara.
2. Isu-isu dan masalah-masalah hanya dapat diselesaikan melalui tindakan multilateral:
penyelesaian dan perbaikaan tidak dapat dicapai hanya oleh tindakan satu negara.
3. Konflik berasal dari ketidaksepakatan tentang hakikat dan sebab masalah dalam
membedakan nilai dan tujuan tentang jasil dan cara , dan dalam kesulitan menemukan tindakan
yang tepat yang diperlukan untuk menjamin hasil yang diharapkan.
4. Masalah dan isu-isu mempunyai sifat terus menerus (persistence). Masalah dan isu telah
berkembang sebagai masalah dan isu yang berkelanjutan.
5. Isu dan masalah terkait dengan hal lain.

2.1.2 Keragaman Budaya

Keragaman budaya mengandung arti, yaitu keragaman artinya ketidaksamaan, perbedaan


dan budaya berarti dalam rangka kehidupan  bermasyarakat yang dijadikan milik manusia
dengan belajar. Dengan demikian, keanekaragaman budaya dapat diartikan sebagai suatu
keadaan dimana suatu masyarakat memiliki lebih dari satu perangkat gagasan, tindakan, dan
hasil karya. Keanekaragaman budaya di antaranya mengambil wujud perbedaan ras dan etnik
yang dimiliki oleh sebuah masyarakat.
Keanekaragaman budaya bisa diperkenalkan sejak usia sekolah dasar, di Indonesia sejak
kelas 3, dimulai dengan memperkenalkan perbedaan-perbedaan yang ada pada siswa di
kelasnya. Misalnya, perbedaan jenis kelamin, latar belakang pekerjaan orang tua. Pelajran IPS
akan menarik jika para siswa didorong mengenali berbagai perbedaan diantara mereka, tetapi
tanpa melupakan kesamaan dan kebersamaan sebagai anggota kelas tersebut. Dalam
masyarakat yang memiliki keanekaragaman budaya timbul berbagai masalah dan isu0isu
diantaranya adalah pembauran, prasangka dan ethnocentrism (melahirkan superioritas dan
inferioritas).
Pembauran adalah proses sosial yang timbul  apabila ada hal-hal berikut:
1. Golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda.
2. Saling bergaul secara intensif untuk waktu yang lama.
3. Kebudayaan-kebudayaan golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas dan
juga unsur-unsurnya berubah wujud menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Faktor-faktor yang menghambat proses pembauran, antara lain:
1. Kurang pengetahuan terhadap kebudayaan yang dihadapi.
2. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain atau inferioritas.
3. Memandang terlalu tinggi terhadap kebudayaan sendiri dan memandang rendah
terhadap kebudayaan lain atau perasaan superioritas.
Pendidikan tentang keanekaragan budaya akan mampu membebaskan siswa-siswi kita
dari cara berpikir dan memandang  yang sempit terhadap perbedaan kebudayaan sehingga
melalui pendidikan pula diharapkan mampu dikembangkan sikap toleran yang didasari simpati
dan kasih sayang.

2.1.3 Globalisasi dan Keragaman Budaya di Indonesia

Indonesia sebagai dari masyarakat dunia merasakan gelombang globalisasi yang semakin
lama semakin terasa menerpa segala segi kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi,
teknologi, politik, sosial, dan budaya.
Berkembangnya karakter global daari teknologi masalah lingkungan, keuangan,
telekomunikasi, dan media menyebabkan lahirnya umpan balik budaya baru, yakni kebijakan
suatu pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia menjadi perhatian bagi negara lain.
Implikasinya adalah tidak ada negara manapun di dunia yang dengan sendirinya bisa
menyimpan atau menutupi fakta dari negara lain.
Indonesia tidak hanya strategis dari segi geografis dan ekonomis, tetapi juga dalam
sumber daya manusia dan telekomunikasi. Indonesia lebih dulu menyadari pentingnya
telekomunikasi dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa. Luas Indonesia yang demikian,
mampu dieratkan dan jaraknya diperpendek dengan teknologi komunikasi satelit. Dalam dekade
70-an Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yang mempercayakan sistem
komunikasi dengan menggunakan satelit Palapa, bahkan berlangsung sampai dekade tahun 80-
an dan Indonesia tidak menggunakan jasa satelit negaralain, tetapi milik sendiri.
Langkah lain yang diambil Indonesia dalam menyikapi globalisasi adalah diizinkannya
beroperasi stasiun televisi, sebagai pengakuan bahwa bangsa Indonesia sudah waktunya
menerima informasi yang lebih banyak sehingga tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain, dalam
hal pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa penting di belahan bumi lain dalam waktu yang
bersamaaan.
Derasnya arus informasi yang masuk ke Indonesia memberikan keuntungan-keuntungan,
misalnya penyerapan ilmu pengetahuan lebih cepat dilakukan. Peristiwa penting di seluruh dunia
bisa diketahui dengan cepat karena jarak menjadi tidak begitu berarti, terutama bagi yang
menggunakan parabola. Mereka dapat mengetahui berita buruk atau baik dari seluruh dunia.
Misalnya,masalah mode pakaian yang sedang trend di Paris. Di Paris sedang musim baju mini
dan ketat maka kita akan melihat kecemderungan yang sama di seluruh pelosok dunia, para
gadis mengenakan model yang serupa baik tatanan pakaian maupun corak warna. Masalah
tersebut dapat berjangkit di Jakarta, Bandung, Medan, bahkan Papua.
Masalah globalisasi yang melanda Indonesia adalah penggunaan jaringan internet dalam
telekomunikasi. Individu yang menjadi anggota atau mempunyai akses dalam jaringan tersebut
tidak lagi mengenal batas kepentingan. Orang Indonesia bisa mengetahui informasi tentang
negara dan bangsa lain. Sebaliknya, bangsa lain pun bisa memperoleh informasi yang berkaitan
dengan Indonesia.
Media global telah banyak memberikan manfaat bagi Indonesia sekaligus dampak
negatifnya, terutama di kalanga generasi muda. Beberapa media surat kabar menyebutkan
berbagai hasil penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan antara pola tingkah laku
generasi muda, umumnya di perkotaan sebagai masyarakat urban dengan sajian televisi, baik
televisi nasional maupun internasional.
Masalah global lainnnya yang sangat populer meningkat akhir-akhir ini yaitu narkoba dan
jenis obat ectasy. Kebanyakan para penggunanya adalah kalangan muda di kota-kota, bahkan
orang yang lebih tua pun menjadi pengguna obat terlarang tersebut.
Salah satu masalah yang menjadi perhatian khusus yaitu tentang pembauran dalam
masyrakat. Masalah pembauran menjadi salah satu program pemerintah maka usaha ke arah itu
patut mendapat dukungan dari kita semua.
Berabad-abad yang lalu orang cina telah datang ke Indonesia. Kedatangan mereka lebih
teratur lagi ketika VOC (persekutuan dagang orang-orang Belanda) dalam awal abad ke-18
membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengelola perkebunan tebu di Batavia. Pasang surut
peranan mereka di tengah-tengah masyarakat telah banyak ditulis oleh para ahli sehingga saat
ini para ahli masih melihat proses pembauran belum berjalan dengan baik.
Kelambanan proses pembauran tersebut meurut Koentjaraningrat dilatarbelakangi oleh
belum cukupnya sikap saling bertoleransi dan bersimpati. Hasil penelitian dari hariyono tentang
pemahaman menuju asimilasi kultural orang Cina. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran
sebagai berikut.
Di beberapa lingkungan hubungan sosial antara masyarakat Cina dan jawa kurang begitu
harmonis sehingga terbentuk stereotype-stereotype kuat tentang orang Cina di Indonesia.
Stereotype adalah karakteristik yang dimiliki oleh individu-individu berupa ciri khas perilaku dan
emosi yang sama dalam suatu kelompok primordial (kesamaan kedaerahan, misalya sama-
sama orang jawa). Stereotype dapat menumbuhkan fanatisme dan kecurigaan yang akhirnya
menutup diri masing-masing kelompok dan memperkuat stereotypenya sendiri-sendiri.
Ketertutupan ini menyebabkan pembauran menjadi lamban. Di harapkan dengan adanya
pertukaran pengetahuan dan pengertian stereotype dapat menumbuhkan rasa salinh
menghormati dan mengahargai antara kedua belah pihak.

Dengan melihat keuntugan dan kerugian yang diakibatkan globalisasi, seharusnya kita
patut mewaspadai hal tersebut, karena kita tidak akan bisa menolaknya. Kita harus dapat
memahami arti globalisasi secara baik agar dapat diperkenalkan oleh siswa agar meraka dapat
menjadi warga negara yang efektif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pendidikan formal.

2.1.4 Pembelajaran IPS Dalam Era Globalisasi Dan Keragaman   Budaya

Fungsi pengajaran IPS, antara lain membantu para siswa untuk mengembangkan
kemampuan pemahaman terhadap diri pribadinya, menolong mereka untuk mampu mengetahui
dan menghargai masyrakat global dengan keanekaragaman budayanya, memperkenalkan
proses sosialisasi, memberikan pengertian tentang pentingnya mempertimbangkan masa
lampau dan masa kini dalam mengambil keputusan untuk masa datangdan berpartiipasi dalam
aktivitas di masyrakat.
Pengajaran keanekaragaman dalam IPS harus mengandung tujuan, yaitu:
1. Mampu mentransformasikan bahwa “sekolah” akan memberikan pengalaman dan
kesempatan yang sama kepada semua siswa baik putra maupun putri sekalipun mereka
memiliki perbedaan budaya, sosila, ras, dan kelompok etnik.
2. Membimbing para siswa utnuk mengembangkan sikap-sikap positif dalam mendekati
masalah perbedaan budaya, ras, etnik, dan kelompok agama.
3. Mendorong siswa untuk tidak jadi kelompok yang dirugikan dengan cara memberikan
ketrampilan dalam mengambil keputusan dan mengembangkan sikap-sikap sosial.
4. Membimbing para siswa mengembangkan kemampuan memahami saling
keterhubungan dan ketergantungan budaya dan mampu melihatnya dari pandangan yang
berbeda-beda.
Sementara pengajaran globalisasi dalam IPS harus mengandung tujuan sebagai berikut:
1. Mampu menanamkan pengertin bahwa sekalipun mereka berbeda tetapi sebagai
manusia memiliki kesamaan-kesamaan.
2. Membantu para siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahaman bahwa bumi
dihuni oleh manusia yang memiliki saling ketergantungan dan lebih banyak memiliki kesamaan
budaya daripada perbedaannya.
3. Membantu para siswa memahami kenyataan bahwa ada masalah-masalah yang
dihadapi bersama.
4.  Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis terhadap masalah-
masalah dunia dan keterampilan menganalisis informasi yang diterimanya.
Dari tujuan-tujuan yang dijelaskan di atas melalui pengajaran IPS diharapkan lahir generasi
muda yang penuh pengertian akan keragaman budaya dan ikut bertanggung jawab dan peduli
terhadap masalah dan isu global sesuai dengan tingkat pendidikan dan kematangan.

2.2 Masalah-Masalah Lingkungan dan Pendidikan Lingkungan Dalam Pembelajaran IPS SD

Manusia dalam kehidupannya, baik secara individu maupun kelompok tidak bisa dilepaskan dari
lingkungan sekitar dimana ia hidup. Lingkungan sekitar memberikan wahana bagi manusia untuk
mengembangkan dan mengaktualisasikan dirinya sehingga tercapai tujuan yang diinginkan,
seperti kenyamanan, kesejahteraan, dan ketenangan dalam kehidupannya. Manusia merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sekitar, maka corak hubungan keduanya lebih
bersifat fungsional, yaitu saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya untuk
memainkan fungsi dan perannya masing-masing. Corak hubungan antara manusia dengan
lingkungan sekitarnya mengalami perubahan. Sesuai dengan perkembangan zaman dan
kemajuan peradaban manusia, maka ada usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk
mengubah, mengolah, dan menaklukkan alam. Usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia itu
pada gilirannya membawa dampak pada perubahan tatanan lingkungan alam yang ada.
Seringkali dampak yang ditumbuhkan oleh lingkungan alam itu sedemikian rupa sehingga tidak
menguntungkan juga bagi kehidupan manusia. Bencana alam, seperti banjir, bahaya
kekeringan, kelaparan, tanah yang tandus, polusi udara, tanah, dan air, baik secara langsung
mauoun tidak langsung bersumber dari ulah manusia juga.
Adapun aspek-aspeek yang termasuk ke dalam konsep lingkungan hidup yaitu:
1)      Lingkungan abiotik: yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar mahluk hidup yag bukan berupa
organisme hidup. Seperti  mineral, udara, gas, air, dan energi.
2)      Linkungan biotik: yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar mahluk hidup yang berupa organism
hidup. Seperti mikro organism, binatang, tumbuhan, manusia, dan mahluk hidup lainnya.
3)      Lingkungan alam: yaitu kondisi alamiah baik secara abiotik maupun biotic yang belum banyak
dipegaruhi oleh tangan-tangan manusia. Seperti sumber-sumber alam yang belum trgali, udara
yang masih segar, tanah yang belum digarap, hutan yang masih perawan, binatang yang masih
liar, dan sebagainya masuk kategori lingkungan alam itu.
4)      Lingkungan sosial: yaitu manusia baik secara individu maupun kelompok yang ada diluar
dirinya. Seperti keluarga, teman, dan tetangga.
5)      Lingkungan budaya: yaitu segala sesuatu baik secara materi maupun non materi yang
dihasilkan manusia melalui proses penciptaan rasa, karsa, dan karyanya. Lingkungan ini dapat
berupa bangunan, peralatan, senjata, pakaian, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan budaya
non materi dapat berupa tata nilai, norma, peraturan hukum, sistem politik, kesenian, dan
sebaginya.
Perubahan alam dan lingkungan sekitar yang membawa dampak tak terduga adalah
berkenan dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
IPTEK manusia di satu sisi dapat menjelajahi, mengungkap cakrawala, dan menakklukan alam
dengan cara-cara yang eksplosif, tetapi di sisi lain dengan Iptek pula manusia dihadapkan pada
masalah-masalah baru sehubungan dengan semakin rusaknya dan terganggunya lingkungan
untuk keperluan industri perkayuan, penyerobotan lahan-lahan pertanian untuk keperluan
pembangunan pabrik maupun perumahan, dan akibat-akibat dari proses industrilisasi, seperti
populasi, urbanisasi, dan sanitasi yang tidak sehat merupakan dampak-dampak yang kurang
menguntungkan dalam pengalaman hidup manusia. Mengingat demikian seriusnya masalah-
masalah lingkungan maka diperlukan semacam usaha penyadaran dan pendidikan tentang
lingkungan hidup.
Pendidikan Ekologi, yaitu pendidikan yang mengkaji dan memfokuskan dirinya pada
masalah lingkungan hidup, termasuk di dalamnya, menjadi snagat penting kedudukan dan
fungsinya. Dengan Pendidikan Ekologi diharapkan tumbuh kesadaran, pengetahuan,
pemahaman, sikap, dan perilaku yang akan lebih mencintai, mewarisi, memelihara, dan
memanfaatkan lingkungan hidup manusia secara efisien dan efektif.
Dalam perkembangannya Ekologi memiliki cakupan studi yang sangat luas. Dilihat dari bidang
yang dikajinya, maka dikenal cabang-cabang ekologi seperti:
1)      Auteknologi: yaitu ekologi yang mempelajari suatu jenis organism yang berinteraksi dengan
lingkungannya. Dalam hal ini ada ekologi yang khusus mengkaji ekologi alang-alang dan ekologi
asli.
2)      Sinekologi: yaitu ekologiyang mengkaji tentang berbagai kelompok organisme sebagai suatu
kesatuan yang saling berinteraksi dalam suatu daerah tertentu. Dalam hal ini dikenal ada ekologi
populasi, ekologi komunitas dan ekologi ekosistem.
3)      Ekologi Habitat: yaitu ilmu lingkungan yang mempelajari habitat atau tempat suatu jenis atau
kelompok jenis tertentu. Dalam hal ini dikenal ada ekologi bahari, atau kelautan, ekkologi
terrestrial atau daratan, ekologi padang rumput, dan sebagainya.
4)      Ekologi Taksonomi: yaitu ilmu lingkungan yang objek kajiannya sesuai dengan sistematika
mahluk hidup. Dalam hal ini dikenal ada ekologi tumbuhan, ekologi hewan, ekologi mikroba, dan
sebagainya.
            Dengan demikian, pendidikan Ekologi memiliki tujuan yang tidak hanya pada tataran
konseptualisasi, yaitu untuk pengembangan disliplin ilmu itu sendiri, tetapi juga memiliki fungsi
aktualisasi, yaitu untuk pengalaman ilmu itu dalam konteks praktis sehingga dapat bermanfaat
secara langsung untuk kepentingan keselamatan, kesejahteraan, dan keharmonisan manusia di
satu sisi dalam hubungannya dengan lingkungan alam sekitar disisi lain.
Kedudukan dan peranan yang dimainkan oleh manusia dalam konteks ruang dan waktu itu
sangat sentral maka perlu juga mengaitkan Pendidikan Ekologi itu dengan Pendidikan IPS (Ilmu
Pengetahuan Sosial). Bagaimanapun IPS meruppakan disiplin ilmu yang mengkaji tentag
manusia dan pola-pola interaksi dengan lingkungan di dirinya. Pemahaman dan penghargaan
terhadap manusia yang lain, mengapresiasi, dan mewarisi peninggalan peradaban manusia, dan
yang lebih penting dalam hubungannya dengan masalah ekologi melestarikan dan
memanfaatkan sumber daya alam secara rasional dan wajar., merupakan pilar-pilar dari tujuan
pembelajaran Pendidikan IPS. Oleh karena itu, seyogyanyalah Pendidikan IPS diberikan di
tingkat sekolah dengan materi yang tidak terpisahkan dengan masalah-masalah ekologi.

2.3 Masalah-Masalah Hukum Ketertiban dan Kesadaran Hukum Dalam Pembelajaran IPS SD

Sebagai makhluk sosial manusia akan saling berinteraksi satu sama lain. Di dalam interaksi
tersebut akan ada benturan-benturan kepentingan antara individu, apabila dibiarkan akan
menimbulkan suasana yang tidak aman dan tertib. Oleh karena itu, perlu adanya aturan-aturan,
baik tertulis maupun tidak yang bersifat mengikat dan memaksa agar individu atau anggota
masyarakat menaatinya. Kumpulan aturan-aturan tersebut kemudian dikenal dengan istilah
hukum.
Apabila di antara individu tersebut tidak mengindahkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku maka
akan muncul masalah hukum. Masalah-masalah hukum adalah suatu keadaan yang
memperlihatkan ketidakselarasan antara kepentingan satu individu/kelompok dengan
individu/kelompok lain, yang ditandai adanya pelanggaran terhadap tatanan hukum yang
berlaku. Di sinilah pentingnya kesadaran hukum dimiliki oleh setiap individu atau anggota
masyarakat sehingga suasana tertib, aman dan damai dapat terwujud.
Di dalam menanamkan dan mendistribusikan nilai-nilai yang dikandung dalam aspek-aspek
hukum diperlukan suatu sarana atau cara yang efektif. Salah satunya ialah melalui
pengintegrasian aspek-aspek hukum dengan bidang IPS. Penggabungan kedua aspek ini akan
memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan warga negara yang baik karena pada
hakikatnya IPS bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, melalui pemahaman
terhadap pengetahuan dan kemampuannya di dalam berinteraksi secara positif dan aktif dengan
lingkungannya. Di dalam interaksi dengan lingkungan itulah, aspek-aspek tentang hukum,
ketertiban, dan kesadaran hukum penting dimiliki oleh siswa sebagai angota masyarakat.

2.4 Masalah-Masalah Kesadaran, Hukum, dan Pendidikan Kesadaran Hukum Warga Negara
Dalam Pembelajaran IPS SD

2.4.1 Masalah-Masalah Kesadaran Hukum

Manusia merupakan makhluk sosial, artinya makhluk yang senangtiasa berhubungan


dengan makhluk lainnya. Manusia tidak bisa hidup menyendiri tanpa bantuan orang lain.
Manusia sejak dilahirkan memerlukan proses interaksi dengan manusia lain. Dalam melakukan
interaksinya, manusia selalu menghadapi dua lingkungan, yaitu lingkungan fisik atau alam dan
lingkungan sosial atau masyarakat. Contoh lingkungan fisik, yatu bagaimana manusia
berinteraksi dengan pendayagunaan laut, hutan, sungai dan lain-lain, sedangkan contoh
lingkungan sosial, yaitu bagaimana manusia berinteraksi dengan sesama manusia dalam suatu
masyarakat.
Ketika manusia melakukan interaksi dengan kedua lingkungan tersebut maka
dihadapkan pada aturan-aturan atau hukum-hkum yan tertulis maupun tidak tertulis. Interaksi
dalam suatu kelompok masyarakat, baik  interaksi di antara sesama anggota kelompok
masyarakat tersebut maupun dengan alam sktarnya yang diikat oleh hukum yang berlaku dalam
masyarakat tersebut akan terbentuk suatu masyarakat hukum.
Dengan adanya hukum yang mengikat, bagi setiap anggota masyarakat harus memiliki
kesadaran hukum. Keadaran hukum ini yang dimaksud adalah dia mengetahui mana yang boleh
dia lakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan menurut dasar hukum yang telah digariskan.
Selain itu, kesadaran dapat pula menimbulkan pemahaman individu anatara hak dan kewajiban
yang dimiliki oleh individu tersebut.
Terbangunnya kesadaran hukum dalam masyarakat sangat penting karena tujuan
hukum memberikan peraturan-peraturan (petunjuk, pedoman) dalam pergaulan hidup, untuk
melindungi individu dalam hubungannya dengan masyarakat.
Hukum memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut.
1. Penertiban (penataan) masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup.
2. Penyelesaian pertikaian.
3. Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan jika perlu dengan
kekerasan.
4. Pengubahan tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian pada kebutuhan-
kebutuhan dari masyarakat.
5. Pengaturan tentang perubahan hukum harus mewujudkan fungsi-fungsi tersebut di atas
agar ia dapat memenuhui tuntutan keadilan, hasil guna dan kepastian hukum.
Setiap hukum senantiasa ada sanksi. Biasanya bentuk hukum seperti ini adalah hukum
tertulis atau hukum positif. Contohnya, peraturan lalu lintas, peraturan di sekolah, peraturan
ketatanegaraan. Hukum tersebut sudah memiliki kebakuan yang sangat mutlak.
Selain itu, terdapat pula dalam kehidupan bermasyarakat terdapat hukum yang tidak tertulis
dan tidak ada sanksinya apabila ada yang melanggar. Walaupun demikian, hukum wajib ditaati
oleh masyarakat dan memiliki kekuatan mengikat. Hukum dinamakan juga norma.
Besar kecilnya kekuatan mengikat norma, secara sosiologis dapat dibedakan dalam empat
pengertian sebagai berikut.
1. Cara (usage)
2. Kebiasaan (folkways)
3. Tata kelakuan (mores)
4. Adat istiadat (custom)
Cara (usage) lebih menonjol di alam hubungan antarindividu dalam masyarakat. Suatu
penyimpangan terhadapnya, tidak akan  mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya
sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-
masing untuk minum pada waktu bertemu, ada minum tanpa mengeluarkan unyi, ada pula yang
mengeluarkan bunyi sebagai pertanda ras kepuasannya menghilangkan kehausan. Dalam hal
yang terakhir, cara tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila cara
tersebut diperlukan juga maka paling banyak orang-orang yang diajak min um bersama-sama
akan merasa tesinggung dan mencela cara minum demikian.
Kebiasaan (folkways)mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara.
Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam betuk yang sama,
merupakan suatu bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh,
orang yang mempunyai kebiasaan untuk memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua
usianya, apabila perbuatan tadi tidak dilakukan maka hal tadi dianggap sebagai suatu
penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Kebiasaan menghormati orang-
orang yang lebih tua usianya, merupakan suatu kebiasaan masyarakat dan setiap orang akan
menyalahkan penyimpangan terhadap kebiasaan tersebut.
Apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara berprilaku saja,
bahkan diterima sebagai norma-norma pengatur maka kebiasaan tersebut mores atau tata laku.
Tata kelakuan tersebut, di suatu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lai pihak
melarangnya sehingga secara langsung merupakan suatu alat agar supaya anggota-anggta
masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatan dengan tata kelakuan tersebut.
Tata kelakuan memberikan batas-batas pada kelakuan individu-individu. Setiap masyarakat
mempunyai tata kelakuan masing-masing yang mungkin bisa berbeda dengan yang lainnya.
Contohnya, ada suatu masyarakat yang memiliki aturan-aturan yang tegas melarang pergaulan
antara pemuda dan pemudi, ada pula masyarakat yang sebaliknya. Akan tetapi, ada perbuatan-
perbuatan yang seraa universal dilarang, seperti perkawinan antara orang-orang yang memiliki
hubungan darah yang dekat, umpamanya anatara dua saudara kandung.
Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan perikelakuan masyarakat, dapat
mengikat kekuatan, mengikatnya menjadi custom atau adat-istiadat. Anggota-anggota
masyarakat yang melanggar adat-istiaadat akan mendapat sanksi keras yang kadang-kadang
secara tidak langsung diperlukan. Misalnya, adat istiadat atau hukum adat yang melarang
terjadinya perceraian antara suami istri, yang berlaku pada umumnya di daerah Lampung. Suatu
perkawinan dinilai sebagai kehidupan bersama yang sifatnya abadi yang hanya dapat terputus
apabila salah satu meninggal dunia (cerai mati). Apabila terjadi suatu perceraian maka tidak
hanya yang bersangkutan yang tercemar namanya, tetapi seluruh keluarganya dan bahkan
seluruh sukunya. Untuk menghilangkan pencemaran tersebut diperlukan suatu upacara adat
khusus yang membutuhkan biaya besar sekali.

2.4.2 Pendidikan Kesadaran Hukum Warga Negara

Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat memperlihatkan sifat-sifat yang


paradoks. Sifat-sifat tersbut, misalnya di satu pihak ia menjadi produk masyarakat, sedangkan di
pihak lain ia juga menjadi produser masyarakat, di satu pihak ia menjadi pengendali masyarakat
(controller), sedangkan di pihak lain ia merupakan objek yang dikendalikan masyarakat
(controlled).
Sifat paradoksnya tersebut terjadi pula dalam hal hukum, satu sisi manusia memiliki
kebijakan menentukan hukum dan pada sisi lain manusia harus pula memiliki kesadaran untuk
mematuhi hukum yang telah menjadi kesepakatan bersama. Dengan sifat yang paradoks, lebih
baik manusia mampu membangun suasana yang seimbang antara dirinya sebagai objek dan
sebagai subjek atau antara hak dan kewajiban yang dimilikinya.
Begitu pula peran warga negara, pada satu sisi ia menjadi penentu kebijakan dan pada
sisi lain ia harus tunduk terhadap kebijakan yang telah digariskan. Jangan sampai seorang
warga negara yang merasa status dirinya lebih tinggi dari yang lainnya tidak mau tunduk,
bahkan melanggar hukum yang telah ditetapkan.
Untuk membangun kesadaran hukum terhadap warga negara, dapat dilakukan dengan
pendidikan. Pengenaian dan penanaman nilai, mana yang baik dan tidak mana yang boleh dan
tidak mana hak dan kewajiban akan lebih mudah dilakukan dengan proses pendidikan. Jadi,
pendidikan nilai sangat berperan, bahkan penanaman nilai harus ditanamkan sedini mungkin.
Pendidikan tidak hanya dipahami sebagai transfer ilmu pengetahuan saja. Sebab kalau
hal ini saja dilakukan akan membuat kecenderungan siswa yang hanya sekedar menghafal dan
tidak berdampak pada sikap. Perlu ditanamkan nilai dan skill yang mampu membangkitkan
kesadaran hukum dalam diri siswa.
Antara pengetahuan, nilai, dan skill harus terintegrasi dalam proses pendidikan. Sudah
barang tentu penerapan pendidikan, dapat bertitik tolak dari patokan nilai atau standar yang
sudah diterima oleh warga negara secara umum. Dengan cara ini, siswa akan mengetahui,
apabila terjadi pelanggaran hukum baik menurut tata peraturan negara maupun menurut norma
masyarakat.
Dengan terjadinya pelanggaran hukum, siswa dapat diajak melihat fakta sosial maupun
fenomena alam, misalnya banjir. Dalam hal ini, guru dapat melihat sebab-sebab terjadiya banjir
sebagai suatu pelanggaran hukum. Banjir dapat terjadi sebagai akibat penggundulan hutan.
Orang yang menggunduli hutan dianggap melanggar hukum atau norma. Dari segi hukum
tertulis bahwa orang yang menggunduli hutan telah melanggar undang-undang tentang perlunya
diadakan reboisasi atau penghijauan kembali dengan menanam tanaman yang baru, sedangkan
dari segi norma bahwa penggunduan hutan menggangu keseimbangan alam, dalam hal ini
manusia tidak bersikap baik terhadap lingkungan alam. Dilihat dari hubungan lingkungan sosial,
penggundulan hutan mengganggu hajat orang banyak karena banjir dapat membawa
malapetaka bagi orang banyak.
Dengan cara memperkenalkan fenomena alam atau fenomena sosial yang terjadi,
pendidikan kesadaran hukum dapat dilakukan. Dengan contoh tersebut,  pada satu sisi siswa
memiliki ketrampilan menilai bahwa telah terjadi pelanggaran hukum dengan terjadinya banjir
tersebut.

2.4.3 Keterkaitan Pendidikan IPS dengan Masalah-Masalah Kesadaran Hukum dan Pendidikan
Kesadaran Hukum Negara

Memasuki abad modern kehidupan manusia sangat kompleks. Kemajuan kemajuan yang
dicapai oleh manusia sebagai akibat dari penemu-penemu baru yang dari waktu ke waktu
semakin  berkembang, pada satu sisi memberikan keuntungan dan pada sisi lain menimbulkan
kerugian atau bermasalah. Masalah yang muncul sangat kompleks penyebabnya.
Begitu pula dalam masalah hukum, faktor penyebabnya sangat kompleks. Permasalahan
yang sangat kompleks tersebut sudah barang tentu memerlukan pemecahan yang terpadu.
Dengan demikian, IPS memiliki peran yang peting dalam memecahkan permasalahan yang
sangat kompleks tersebut. IPS merupakan perwujudan dari satu pendekatan interdisiplin dari
pelajaran ilmu-ilmu sosial yang merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial,
seperti Sosiologi, Antropologi Budaya, Psikologi Sosial, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Ilmu Politik,
Ekologi.
Menurut E. Wesley, IPS bukan ilmu sosial, tetapi bidang perhatiannya sama, yaitu
hubungan timbal balik di kalangan manusia. IPS hanya terdapat pada pengajaran program
sekolah semata-mata. Ilmu-ilmu sosial dipolakan untuk menggambarkan human knowledge
melalui penelitian, penemuan, eksperimen, dan sebagainya, dengan materi dan permasalahan
yang kompleks. IPS dipolakan untuk tujuan-tujuan instruksioanl dengan materi sesederhana
mungkin, menarik, mudah dimengerti, dan mudah dipelajari.
Untuk dapat melaksanakan program-program IPS dengan baik, sudah sewajarnya
apabila guru pengajar ilmu sosial mengetahui benar-benar akan tujuan pengajaran, di samping
pengorganisasian bahan pelajaran dan metode yang dipakai dalam pelaksanaan proes belajr
mengajar.

2.5 Pluralisme Budaya dan Keanekaragaman Etnis dalam Pendidikan IPS SD

Keragaman budaya menurut Koenjaraningrat (1980) mengandung dua arti kata yaitu
keragaman yang artinya ketidaksamaan, perbedaan dan budaya yang berarti dalam rangka
kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Dengan demikian
keanekaragaman budaya dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana satu masyarakat
memiliki lebih dari satu perangkat gagasan tindakan dan hasil karya.
            Keanekaragaman budaya diantaranya mengambil wujud perbedaan ras dan etnik yang
dimiliki oleh masyarakat, contoh: masyarakat atau bangsa Amerika Serikat berdiri dari berbagai
ras dan etnik seperti masyarakat berkulit hitam dan berkulit putih serta kulit berwarna. Kulit hitam
biasanya disebut orang negro berasal dari Afrika, kulit putih umumnya berasal dari Eropa dan
kulit berwarna umumnya dari Asia seperti Cina dan Jepang. Dengan demikian bangsa Amerika
Serikat adalah masyarakat muli budaya atau memiliki lebih dari satu budaya. Selain itu ada pula
kelompok yang menggunakan budaya Spanyol, sementara bahasa resminya adalah bahasa
inggris.
            Keanekaragaman budaya bisa diperkenalkan sejak usia sekolah dasar di Indonesia sejak
kelas tiga dimulai dengan memperkenalkan perbedaan-perbedaan yang ada pada kelasnya,
misalnya perbedaan jenis kelamin, latar belakang orang tua kemampuan belajar dan
sebagainya. Pelajaran IPS akan sangat menarik jika para siswa didorong mengenali berbagai
perbedaan diantara mereka, tetapi tanpa melupakan kesamaan dan kebersamaan sebagai
anggota kelas tersebut.
            Dalam masyarakat memiliki keanekaragaman budaya tibul berbagai masalah dan isu
diantaranya adalah pembaharuan, prasangka dan ethnocentrisme yang dapat melahirkan
superioritas dan enpioritas dua hal yang terakhir sebenarnya lebih bersifat bagian yang tak
terpisahkan dari proses pembaharuan (asimilasi).
Menurut Koentjaraningrat pembaruan adalah prose sosial yang timbul bila:
1. Golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda
2. Saling bergaul secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan
golongan tadi masing-masing berubah wujud menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Biasanya golongan-golongan yang tersangkut dalam rose asmilasi adalah suatu golongan
mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini golongan minoritas itulah yang
merubah sifat yang khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dan menyesuaikannya dengan
kebudayaan dari golongan mayoritas sedemikian rupa, sehingga lambat laun kehilangan
kepribadiannya dan masuk kedalam kebudayaan mayoritas.

Proses pembaharuan itu sering mengalami hambatan disebabkan oleh:


1.      Kurang pengetahuan terhadap kebudayaan yang dihadapi.
2.      Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain atau inferioritas
3.      Memandang terlalu tinggi terhadap kebudayaan sendiri dan memandang rendah terhadap
kebudayaan lain atau perasaan superioritas.
Sebagai akibat dari perkembangannya hambatan-hambatan tersebut dalam proses
pembaharuan maka sering timbul kecurigaan dan ketidak percayaan diantara individu-individu
pendukung kebudayaan tersebut. Akibat lainnya adalah sulit menanamkan sikap toleransi yang
didasari simpati. Sehingga di beberapa lingkungan masyarakat, hubungan sosial kurang begitu
harmonis, hal ini menunjukan adanya sikap seteriotipe-seteriotipe kuat dikalangan masyarakat.
Seteriotipe adalah karakteristik yang dimiliki oleh individu berupa ciri khas prilaku dan emosi
yang sama dalam suatu kelompok primordial (kesamaan kedaerahan misalnya sama-sama
orang jawa). Stereotipe terbentuk b erdasarkan suatu pendapat yang sudah ada, kemudian
diperkuat oleh pengamatan pribadi secara sepintas dan biasanya berkonotasi negatif. Contonya:
orang gemuk malas dan kurang memiliki disiplin pribadi semua ibu tiri kejam, orang jepang dan
Amerika cerdas-cerdas dan sebagainya.
Steriotipe bisa menumbuhkan fanatisme dan kecurigaan yang akhirnya akan menutup
diri masing-masing kelompok dan memperkuat steoriotif itu sendiri. Ketertutupan itu tentu saja
penghambat pembaruan dalam bernegara. Komunikasi merupakan slah satu syarat terjadinya
interaksi sosial yang harmonis. Pertukaran pengetahuan dan pengertian dibaalik steriotipe
diharapkan dapat menumbuhkan rasa saling menghormati dan menghargai antara dua belah
pihak.
Indonesia sebagai bagaian dari masyarakat dunia merasakan gelombang globalisasi
yang semakin lama semakin terasa menerpa segala segi kehidupan masyarakat, baik dari dalam
bidang ekonomi, teknologi, politik sosial dan tentu saja budaya. Berkembangnya karakter global
dan teknologi, masalah lingkungan, keuangan, telekomunikasi, dan menia menyebabkan
lahirnya umpan  balik budaya yang baru yakni kebijakan suatu pemerintas, termasuk pemerintah
Indonesia, menjadi perhatian bagi Negara lain. Implikasinya adalah tidak ada Negara menutupi
fakta dari Negara lain. Indonesia tampaknya tidak hanya strategi dari segi giografis dan ekonomi
tetapi juga sumber daya manusia dan telekkumunikasi. Indonesia lebih dulu menyadari
pentingnya telekomunikasi dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa. Luas Indonesia
yang demikian mampu dieratkan dan jaraknya di perpendek dengan teknologi komunikasi satelit.
Bahkan dalam decade 70-an Indonesia adalah saatu-satunya Negara di asia tenggara yang
mempercayakan system komunikasinya dengan menggunakan satelit Phalapa, bahkan
berlangsung hingga decade tahun 80-an dan Indonesia tidak menggunakan jasa satelit Negara
lain tetapi milik sendiri.
Detasnya arus informasi yang masuk di Indonesia memberikan keuntungan-keuntungan
misalnya penyerapan ilmu pengertahuan lebih cepat dilakukan. Peristiwa penting diseluruh dunia
bisa diketahui dengan cepat, karena jarak tidak begitu berarti, terutama yang menggunakan
parabola, apakah bisa itu berita baik atau buruk. Mode yang sedang trend di Paris, London atau
ameriika bisa berjangkit pula di Jakarta, Bandung, medan, bahkan Biak Irian Jaya.
Trend globalisasi terakhir yang melanda Indonesia adalah pengggunaan jaringan internet
dalam telekomunikasi. Individu yang menjadi anggota atau mempunyai akses dalam jaringan
tersebut tidak lagi mengenal batas Negara, budaya, bahkan tidak mengenal batas kepentingan.
Orang Indonesia bisa mengetahui papun tentang Negara dan bangs lain, sebaiknya bangsa lain
pun bisa memperoleh informasi yang berkaitan dengan Indonesia.
Dengan melihat keuntungan dan kerugian yang diakibatkan oleh gencarnya globalisasi,
rasanya kita sepakat bahwa kita harus mewaspadai perkembangan lebih lanjut demi
kelangsungan generasi muda kita di masa mendatang. Kita tidak akan menolak arus globalisasi.
Dengan lebih memahaminya agar dapat diperkenalkan kepada siswa kita, berbagai
kemungkinan yang akan ditemukan dalam fungsinya kelak sebagai warga Negara yang baik
sekaligus menjadi warga dunia yang efektif.
Pembentukan sebagai warga ngara yang baik bisa dilakukan melalui antara lain :
pendidikan formal, pendidikan yang bagaimana mampu menghasilkan siswa menghormati dan
menghargai keragaman budaya. Bahkan perbedaan budaya harus di anggap sebagai suatu
modal untuk memperkaya budaya itu sendiri.
Fungsi pelajaran IPS menurut Skell (1995) antara lain membantu para siswa untuk
mengembangkan kemauan pemahaman terhadap diri pribadinya, menolong mereka untuk
mampu mengetahui dan menghargai masyarakat global keanekaragaman budayanya,
memperkenalkan proses sosialisasi, memberika pengertian tentang pentingnya
mempertimbangkan masa lampau atau masa kini dalam mengambil keputusan untuk masa
datang, mengembangkan keterampilann menganalisis dan memecahkan masalah dalam
membimbing pertumbuhan dan mengembangkan partisipasi dalam aktifitas di masyarakat.
(dalam Jschak, 1997: 4.11)
Pengajaran keanekaragaman budaya dalam IPS haruslah mengandung tujuan, antara
lain sebagai berikut :
1. Mampu mentransformasikan bahwa sekolah akan memberikan pengalaman dan
kesempatan yang sama kepada semua siswa baik putra maupun putri sekalipun mereka
memiliki perbedaan budaya, sosial, ras, dan kelompok etnik.
2. Membimbing para siswa untuk mengembangkan sikap-sikap positif dalam mendekati
masalah perbedaan budaya, ras, etnik dan kelompok agama.
3. Mendorong siswa untuk tidak menjadi kelompok yang dirugikan dengan cara
memberikan keterampilan dalam mengambil keputusan dan mengembangkan sikap-sikap sosial.
4. Membimbbing para siswa mengembangkan kemampuan memahami saling
keterhubungan dan ketergantungan budaya dan mampu melihatnya dari pandangan yang
berbeda-beda.
           Pendidikan keanekaragaman budaya merupakan sebuah pendekatan dalam proses
belajar dan pengajaran yang didasarkan pada nilai-nilai yang demokratis demi terpeliharanya
pluralism budaya yang dimiliki oleh masyarakat-masyarakat dan menjaga kelangsungan adanya
saling ketergantungan yang ada di dunia ini.  meningkatkan perkembangan intelektuan, sosial
dan kepribadian para murid sehingga mereka mampu mencapai potensinya yang terbaik. Dalam
hal ini guru memegang peranan penting, karena guru dapat membuat suatu perubahan dalam
kehidupan rapa muridnya, dan perubahan ini bisa positif maupun negative. ( Umi Oktyari
Retnaningsih : 1998: 231).
           Sementara John U.Michealis ( 1980) menjabarkan tujuan pendidikan keanekaragaman
budaya dan etnis adalah sebagai berikut :
1.      Murid mempunyai kesadaran diri sebagai penghuni pelanet bumi, warga Negara dari
masyarakat yang beraneka ragam budaya. Hidup dalam dunia yang makin kompleks
interaksinya, mampu belajar berpikir, peduli, memilih dan bertindak sehingga bisa menikmati
kehidupan di dunia ini sekaligus mampu menghadapi tantangan- tantangan yang datang
padanya.
2.      Murid mampu menghargai hasil karya orang lain dan menerima pendapat atau keyakinan orang
yang berbeda dengan dirinya. Bila orang mempunyai sifat yang demikian maka sifat-sifat
etnosentrisme akan makin menghilang.
3.      Murid mampu memahami kebutuhan, perasaan, dan kementingan orang lain.
4.      Mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kelompok etnis yang
berbeda, untuk berkomunikasi dengan kelompok minoritas dan mayoritas, untuk memecahkan
masaahh komplik dan mengambil tindakan untuk meningkatkan kondiri yang baru.
5.      Mengembangkan sikap, nilai, tingkah laku yang sportif terhadap berbagai kebudayaan atau
berbedaan etnis, keinginan untuk memerani rasialisme, dan prasangka, setiap siswa dapat
menghormati perbedaan antar individu, sadar terhadap keberhasilan politik atau menghargai
berbagai faktor dalam meningkatkan kebudayaan.
   Dari tujuan- tujuan yang terumuskan diatas, jelas bahwa melalui pengajaran IPS
diharapkan akan lahir generasi muda yang penuh pengertian akan keragaman budaya da ikut
bertanggung jawab dan peduli terhadap masalah dan isu global sesuai dengan tingkat
pendidikan dan kematangan siswa.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Isu dan masalah sosial budaya dalam pengajaran IPS meliputi (1) masalah tren
globalisasi dan keragaman budaya, (2) masalah-masalah lingkungan dan pendidikan
lingkungan, (3) masalah-masalah hukum, ketertiban dan kesadaran hukum, (4) masalah-
masalah hukum dan pendidikan kesadaran hukum warga negara.
Globalisasi artinya suatu keadaan atau kondisi dimana isu dan masalah-masalah yang
ada menyangkut berbagai bangsa dan negara atau bahkan seluruh dunia. keanekaragaman
budaya dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana suatu masyarakat memiliki lebih dari satu
perangkat gagasan, tindakan, dan hasil karya. Fungsi pengajaran IPS, antara lain membantu
para siswa untuk mengembangkan kemampuan pemahaman terhadap diri pribadinya, menolong
mereka untuk mampu mengetahui dan menghargai masyrakat global dengan keanekaragaman
budayanya, memperkenalkan proses sosialisasi, memberikan pengertian tentang pentingnya
mempertimbangkan masa lampau dan masa kini dalam mengambil keputusan untuk masa
datangdan berpartiipasi dalam aktivitas di masyrakat.
Pembelajaran IPS bagaimana pun merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang
manusia dan pola-pola interaksi dengan lingkungan di luar dirinya. Pemahaman dan
penghargaan terhadap manusia yang lain, mengapresiasi, dan mewarisi khasanah peninggalan
peradaban manusia, dan yang lebih penting dalam hubungannya dengan masalah ekologi
melestarikan dan memanfaatkan sumber daya alam secara rasional dan wajar, merupakan pilar-
pilar dari tujuan pembelajaran Pendidikan IPS.
Hakikatnya IPS bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, melalui
pemahaman terhadap pengetahuan dan kemampuannya di dalam berinteraksi secara positif dan
aktif dengan lingkungannya. Di dalam interaksi dengan lingkungan itulah, aspek-aspek tentang
hukum, ketertiban, dan kesadaran hukum penting dimiliki oleh siswa sebagai angota
masyarakat.
Penanaman kesadaran hukum warga negara dapat dilakukan melalui proses pendidikan.
Dalam proses pendidikan dilakukan dengan mengintegrasikan antara pengetahuan nilai dan skill
pada diri siswa. Apabila dikaitkan dengan pendidikan IPS, penanaman kesadaran hukum dapat
dilakukan dengan pendekatan multidisipliner. Kurikulum yang ditetapkan, yaitu dengan
pendekatan integrasi dan korelasi terhadap permasalahan-permasalahan sehari-hari yang
dihadapi oleh siswa.

3.2 Saran
Dalam isu dan masalah sosial budaya dalam pengajaran IPS, guru harus dapat
memahami arti globalisasi secara baik agar dapat diperkenalkan oleh siswa agar meraka dapat
menjadi warga negara yang efektif. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pendidikan formal.
Dari tujuan-tujuan yang dijelaskan dalam pembahasan makalah tersebut, melalui
pengajaran IPS diharapkan lahir generasi muda yang penuh pengertian akan keragaman
budaya dan ikut bertanggung jawab dan peduli terhadap masalah dan isu global sesuai dengan
tingkat pendidikan dan kematangan.
Dalam memecahkan masalah mengenai lingkungan, seharusnya pendidikan IPS
diberikan di tingkat sekolah dengan materi yang tak terpisahkan dengan masalah-masalah
ekologi. pendidikan Ekologi memiliki tujuan tidak hanya pada tataran konseptualisasi, yaitu untuk
pengembangan disiplin ilmu itu sendiri, tetapi juga memiliki fungsi aktualisasi, yaitu pengalaman
ilmu itu dalam konteks praktis sehingga dapat bermanfaat secara langsung untuk kepentingan
keselamatan, kesejahteraan, dan keharmonisan manusia di satu sisi dalam hubungannya
dengan lingkungan alam sekitar di sisi lain.

Anda mungkin juga menyukai