Anda di halaman 1dari 21

Mengenal Geologi dan Bumi

Belajar Ilmu Kebumian Itu Menyenangkan dan Bermanfaat

SIFAT-SIFAT FISIK MINERAL

Sifat-Sifat Fisik Mineral

Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan penyusun atom-atom yang beraturan, maka
setiap jenis mineral mempunyai sifat-sifat fisik/kimia tersendiri. Dengan mengenal sifat-sifat tersebut
maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita mengetahui susunan kimiawinya dalam batas-
batas tertentu (Graha,1987)

Sifat-sifat fisik yang dimaksudkan adalah:

Kilap (luster)

Warna (colour)

Kekerasan (hardness)

Cerat (streak)

Belahan (cleavage)

Pecahan (fracture)

Bentuk (form)

Berat Jenis (specific gravity)

Sifat Dalam

Kemagnetan

Kelistrikan

Daya Lebur Mineral

Kilap
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena cahaya
(Sapiie, 2006)

Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis:

a. Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan seperti logam.
Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:

Gelena

Pirit

Magnetit

Kalkopirit

Grafit

Hematit

b. Kilap Bukan Logam (non metallic luster), terbagi atas:

Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan.

Kilap kaca (viteorus luster), misalnya pada kuarsa dan kalsit.

Kilap Sutera (silky luster), kilat yang menyeruai sutera pada umumnya terdapat pada mineral yang
mempunyai struktur serat, misalnya pada asbes, alkanolit, dan gips.

Kilap Damar (resinous luster), memberi kesan seperti damar misalnya pada spharelit.

Kilap mutiara (pearly luster), kilat seperti lemak atau sabun, misalnya pada serpentin,opal dan nepelin.

Kilap tanah, kilat suram seperti tanah lempung misalnya pada kaolin, bouxit dan limonit.

Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisiknya ini dapat dipakai dalam menentukan
mineral secara megaskopis. Untuk itu perlu dibiasakan membedakan kilap mineral satu dengan yang
lainnya, walaupun kadang-kadang akan dijumpai kesulitan karena batas kilap yang satu dengan yang
lainnya tidak begitu tegas (Danisworo 1994).
Warna

Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat diandalkan
dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu warna, tergantung
keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai contoh, kuarsa dapat berwarna
putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna. Walau demikian ada beberapa mineral yang
mempunyai warna khas, seperti:

Putih : Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O), Gypsum (CaSO4.H2O), Milky Kwartz (Kuarsa Susu) (SiO2)

Kuning : Belerang (S)

Emas : Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), Ema (Au)

Hijau : Klorit ((Mg.Fe)5 Al(AlSiO3O10) (OH)), Malasit (Cu CO3Cu(OH)2)

Biru : Azurit (2CuCO3Cu(OH)2), Beril (Be3Al2 (Si6O18))

Merah : Jasper, Hematit (Fe2O3)

Coklat : Garnet, Limonite (Fe2O3)

Abu-abu : Galena (PbS)

Hitam : Biotit (K2(MgFe)2(OH)2(AlSi3O10)), Grafit (C), Augit

Kekerasan

Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral dapat
membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard. Mineral yang
mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral tersebut. Standar
kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan
dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak
sampai skala 10 untuk mineral terkeras .

Skala Kekerasan Mohs


Skala KekerasanMineral Rumus Kimia

1 Talc H2Mg3 (SiO3)4

2 Gypsum CaSO4. 2H2O

3 Calcite CaCO3

4 Fluorite CaF2

5 Apatite CaF2Ca3 (PO4)2

6 Orthoklase K Al Si3 O8

7 Quartz SiO2

8 Topaz Al2SiO3O8

9 Corundum Al2O3

10 Diamond C

Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas maka di bawah ini diberikan kekerasan dari alat penguji
standar :

Alat Penguji Derajat Kekerasan Mohs

Kuku manusia 2,5

Kawat Tembaga3

Paku 5,5

Pecahan Kaca 5,5 – 6

Pisau Baja 5,5 – 6

Kikir Baja 6,5 – 7

Kuarsa 7

Cerat
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat dapat diperoleh apabila
mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau membubuk suatu mineral kemudian
dilihat warna dari bubukan tersebut. Cerat dapat sama dengan warna asli mineral, dapat pula berbeda.
Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah.
Contohnya :

Pirit : Berwarna keemasan namun jika digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan jejak berwarna
hitam.

Hematit : Berwarna merah namun bila digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan jejak berwarna
merah kecoklatan.

Augite : Ceratnya abu-abu kehijauan

Biotite : Ceratnya tidak berwarna

Orthoklase : Ceratnya putih

Warna serbuk, lebih khas dibandingkan dengan warna mineral secara keseluruhan, sehingga dapat
dipergunakan untuk mengidentifikasi mineral (Sapiie, 2006).

Belahan

Balahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu atau lebih arah tertentu.
Belahan merupakan salah satu sifat fisik mineral yang mampu membelah yang oleh sini adalah bila
mineral kita pukul dan tidak hancur, tetapi terbelah-belah menjadi bidang belahan yang licin. Tidak
semua mineral mempunyai sifa ini, sehingga dapat dipakai istilah seperti mudah terbakar dan sukar
dibelah atau tidak dapa dibelah. Tenaga pengikat atom di dalam di dalam sruktur kritsal tidak seragam
ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah melalui suatu bidang, maka mineral akan
cenderung membelah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-
bidang tersebut. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan
teratur (Danisworo, 1994).

Contoh mineral yang mudah membelah adalah kalsit yang mempunyai tiga arah belahan sedang kuarsa
tidak mempunyai belahan. Berikut contoh mineralnya:
a. Belahan satu arah, contoh : muscovite.

b. Belahan dua arah, contoh : feldspar.

c. Belahan tiga arah, contoh : halit dan kalsit.

Pecahan

Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang tidak teratur apabila
mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral
apabila memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak halus dan dapat memantulkan sinar
seperti cermin datar, sedang bidang pecahan memantulkan sinar ke segala arah dengan tidak teratur
(Danisworo, 1994).

Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:

Concoidal: bila memperhatikan gelombang yang melengkung di permukaan pecahan, seperti


kenampakan kulit kerang atau pecahan botol. Contoh Kuarsa.

Splintery/fibrous: Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya asbestos, augit, hipersten

Even: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus, contoh pada kelompok
mineral lempung. Contoh Limonit.

Uneven: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan yang kasar, contoh: magnetit,
hematite, kalkopirite, garnet.

Hackly: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan kasar tidak teratur dan runcing-runcing. Contoh
pada native elemen emas dan perak.

Bentuk
Mineral ada yang berbentuk kristal, mempunyai bentuk teratur yang dikendalikan oleh system
kristalnya, dan ada pula yang tidak. Mineral yang membentuk kristal disebut mineral kristalin. Mineral
kristalin sering mempunyai bangun yang khas disebut amorf (Danisworo, 1994).

Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas, misalnya:

a. Bangun kubus : galena, pirit.

b. Bangun pimatik : piroksen, ampibole.

c. Bangun doecahedon : garnet

Mineral amorf misalnya : chert, flint.

Kristal dengan bentuk panjang dijumpai. Karena pertumbuhan kristal sering mengalami gangguan.
Kebiasaan mengkristal suatu mineral yang disesuaikan dengan kondisi sekelilingnya mengakibatkan
terjadinya bentuk-bentuk kristal yang khas, baik yang berdiri sendiri maupun di dalam kelompok-
kelompok. Kelompok tersebut disebut agregasi mineral dan dapat dibedakan dalam struktur sebagai
berikut:

Struktur granular atau struktur butiran yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang mempunyai
dimensi sama, isometrik. Dalam hal ini berdasarkan ukuran butirnya dapat dibedakan menjadi
kriptokristalin/penerokristalin (mineral dapat dilihat dengan mata biasa). Bila kelompok kristal
berukuran butir sebesar gula pasir, disebut mempunyai sakaroidal.

Struktur kolom: terdiri dari prisma panjang-panjang dan ramping. Bila prisma tersebut begitu
memanjang, dan halus dikatakan mempunyai struktur fibrous atau struktur berserat. Selanjutnya
struktur kolom dapat dibedakan lagi menjadi: struktur jarring-jaring (retikuler), struktur bintang
(stelated) dan radier.

Struktur Lembaran atau lameler, terdiri dari lembaran-lembaran. Bila individu-individu mineral pipih
disebut struktur tabuler,contoh mika. Struktur lembaran dibedakan menjadi struktur konsentris, foliasi.
Sturktur imitasi : kelompok mineral mempunyai kemiripan bentuk dengan benda lain. Mineral-mineral
ini dapat berdiri sendiri atau berkelompok.

Bentuk kristal mencerminkan struktur dalam sehingga dapat dipergunakan untuk pemerian atau
pengidentifikasian mineral (Sapiie, 2006).

Berat Jenis

Adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Cara yang umum untuk menentukan
berat jenis yaitu dengan menimbang mineral tersebut terlebih dahulu, misalnya beratnya x gram.
Kemudian mineral ditimbang lagi dalam keadaan di dalam air, misalnya beratnya y gram. Berat terhitung
dalam keadaan di dalam air adalah berat miberal dikurangi dengan berat air yang volumenya sama
dengan volume butir mineral tersebut.

Sifat Dalam

Adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong, menghancurkan,
membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah

Rapuh (brittle): mudah hancur tapi bias dipotong-potong, contoh kwarsa, orthoklas, kalsit, pirit.

Mudah ditempa (malleable): dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti emas, tembaga.

Dapat diiris (secitile): dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, contoh gypsum.

Fleksible: mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah dan sesudah bengkok tidak
dapat kembali seperti semula. Contoh mineral talk, selenit.

Blastik: mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi patah dan dapat kembali seperti
semula bila kita henikan tekanannya, contoh: muskovit.

Kemagnitan
Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Diatakan sebagai feromagnetic bila mineral dengan mudah
tertarik gaya magnet seperti magnetik, phirhotit. Mineral-mineral yang menolak gaya magnet disebut
diamagnetic, dan yang tertarik lemah yaitu paramagnetic. Untuk melihat apakah mineral mempunyai
sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada seutas tali/benang sebuah magnet, dengan sedikit demi
sedikit mineral kita dekatkan pada magnet tersebut. Bila benang bergerak mendekati berarti mineral
tersebut magnetik. Kuat tidaknya bias kita lihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat dengan benang
tersebut dengan garis vertical.

Kelistrikan

Adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu pengantar arus atau londuktor dan idak
menghantarkan arus disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu mineral yang
bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.

Daya lebur mineral

Yaitu meleburnya mineral apabila dipanaskan, penyelidikannya dilakukan dengan membakar bubuk
mineral dalam api. Daya leburnya dinyatakan dalam derajat keleburan.

GEOLISTRIK

GEOLISTRIK

Metode Geolistrik

Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Geolistrik
merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di
bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (‘Direct Current’) yang mempunyai
tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah ‘Elektroda Arus’ A dan B
yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan
menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam.

Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah.
Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan penggunakan multimeter yang
terhubung melalui 2 buah ‘Elektroda Tegangan’ M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak
elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang
terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus
listrik pada kedalaman yang lebih besar.

Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan
separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan
pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2.

Cara Kerja Metode Geolistrik

Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda yang
terletak dalamsatu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda arus (AB) di
bagian luar dan 2 buah elektroda ntegangan (MN) di bagian dalam.

Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang
terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (‘Apparent Resistivity’). Disebut tahanan jenis semu
karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah
permukaan yang dilalui arus listrik.

Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang terpanjang
tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-X dan tahanan
jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data
tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan.

Kegunaan Geolistrik
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m sangat
berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan yang merupakan
lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah ‘confined aquifer’ yaitu lapisan akifer yang diapit
oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas.
‘Confined’ akifer ini mempunyai ‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah
titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat.

Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras resistivitas
dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui perkiraan
kedalaman ‘bedrock’ untuk fondasi bangunan.

Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah permukaan. Hanya
saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika yang lain untuk mengetahui
secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan.

Konfigurasi

Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak
dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua
sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metoda perhitungan
tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metoda
geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak digunakan untuk
mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survei yang relatif murah.

Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada
pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan
sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi
menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah
fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor ketidakseragaman dari pelapukan batuan induk,
material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa
menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.
‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan
disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan
pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-homogenan
lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi
Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada
kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik
pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar.

Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus listrik,
multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat
menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benar-
benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang mempunyai fasilitas seperti
ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.

Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih
baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini
bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil.

Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang
bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat
sulit untuk menghilangkan factor non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang
akurat.

Konfigurasi Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara
teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah
relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari
1/5 jarak AB.

Konfigurasi Schlumberger

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah
lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang
mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan
minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus
yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.

Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-
homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu
ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.

Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar
hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap
jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil,
misalnya 1.0 milliVolt.

Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara jarak MN
berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila
mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar,
katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih
kecil dari 1.0 milliVolt.
Parameter yang diukur :

Jarak antara stasiun dengan elektroda-elektroda (AB/2 dan MN/2)

Arus (I)

Beda Potensial (∆ V)

Parameter yang dihitung :

Tahanan jenis (R)

Faktor geometrik (K)

Tahanan jenis semu (ρ )

Cara intepretasi Schlumberger adalah dengan metode penyamaan kuva (kurva matching). Ada 3 (tiga)
macam kurva yang perlu diperhatikan dalam intepretasi Schlumberger dengan metode penyamaan
kurva, yaitu :

Kurva Baku

Kurva Bantu, terdiri dari tipe H, A, K dan Q

Kurva Lapangan

Untuk mengetahui jenis kurva bantu yang akan dipakai, perlu diketahui bentuk umum masing-masing
kurva lapangannya.

Kurva bantu H, menunjukan harga ρ minimum dan adanya variasi 3 lapisan dengan ρ1 > ρ2 < ρ3.

Kurva bantu A, menunjukkan pertambahan harga ρ dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 < ρ3.

Kurva bantu, K menunjukan harga ρ maksimum dan variasi lapisan dengan ρ1 < ρ2 > ρ3.

Kurva bantu Q, menunjukan penurunan harga ρ yang seragam : ρ1 > ρ2 > ρ3

Kurva-Kurva Bantu Dalam Metode Penyamaan Kurva Schlumberger


Alat-alat yang digunakan : kertas kalkir/mika plastik, kertas double log, marker OHP.

Plot nilai AB/2 vs ρ pada mika plastik diatas double log. AB/2 sebagai absis dan ρ sebagai ordinat.

Buat kurva lapangan dari titik-titik tersebut secara smooth (tidak selalu harus melalui titik-titik tersebut,
untuk itu perlu dilihat penyebaran titik-titiknya secara keseluruhan).

Pilih kurva Bantu apa saja yang sesuai dengan setiap bentukan kurva lapangan.

Letakkan kurva lapangan diatas kurva baku, cari nilai P1 merupakan kedudukan :

d1’,ρ1’ (kedalaman terukur, tahanan jenis terukur)

d1’ = kedalaman lapisan perama = sebagai absis

ρ1 = tahanan jenis lapisan pertama = sebagai ordinat

Pindahlah kurva lapangan dan letakkan diatas tipe kurva Bantu pertama yang telah ditentukan. Tarik
garis putus-putus sesuai dengan harga ρ1/ρ2 pada kurva Bantu tersebut. Garis putus-putus sebagai
kurva Bantu ini merupakan tempat kedudukan P2.

Kembalikan kurva lapangan diatas kurva baku, geser kurva lapangan berikutnya sedemikian sehingga
kurva baku pertama melalui pusat kurva baku. Tentukan nilai ρ3/ρ2 serta plot titik P2. (catatan : posisi
sumbu-sumbunya harus sejajar dengan sumbu-sumbu pada kurva Bantu)

Dari P2 dapat ditentukan d2’, ρ2’

Titik pusat P3, koordinat d3’, ρ3’ dan nilai kurva Bantu selanjutnya dapat dicari dengan jalan yang sama.

Koreksi Kedalaman

Untuk titik-titik pusat (Pn) yang terletak pada kurva bantu tipe H, tidak perlu dikoreksi.

Titik P pada kurva Bantu tipe A, K dan Q perlu dikoreksi.

Titik P1 apapun kurvanya tidak perlu dikoreksi.


Contoh Kurva Bantu

Titik P1, tidak perlu dikoreksi

Titik P2, tidak perlu dikoreksi karena terletakpada kurva Bantu tipe H

Titik P3 dan P4, perlu dikoreks nilai d (kedalaman), karena terletak pada kurva Bantu selain tipe H.

Cara Koreksi Kedalaman

Untuk titik P3 :

Letakkan/impitkan kembali mika plastik diatas kurva Bantu tipe A (dengan nilai ρ4/ρ3 = 10) dengan
pusat P2. baca nilai koreksi (sebagai n) tepat pada titik P3 (nilai absis dari kurva Bantu tersebut ditandai
dengan garis putus-putus). Kemudian dapat dicari ketebalan lapisan ke-3 dengan rumus :

H3 = n.d2

Sehingga kedalaman lapisan ke-3 dapat dihitung dengan rumus:

D3 = h3 + d2

Demikian juga untuk titik P4, dan seterusnya.

Jadi, dari hasil penyamaan kurva (curve matching) akan diperoleh data sebagai berikut :
Koordinat Pn = (dn’, ρn)

Kn = ρn+1/ρn

Jenis Kurva Bantu

Nilai Koreksi Kedalaman (n)

Setelah diperoleh nilai-nilai ρ dan d, kemudian dibuat penampang tegaknya (berupa kolom) sesuai harga
d-nya (menggunakan skala). Selanjutnya dilakukan pendugaan unt interpretasi litologi penyusun pada
masing-masing lapisan berdasarkan nilai ρ.

Penafsiran litologi ini akan semakin mendekati kebenaran apabila kita memiliki data bawah permukaan
seperti data dari sumur. Jika tidak ada sumur, maka kita sebaiknya mengetahui geologi regional daerah
penelitian tersebut atau data yang diperoleh dari pengamatan geologi daerah sekitar (untuk mengetahui
variasi litologi).

Tabel Nilai Resistivitas

Rock Resitivitas

Common rocks

Topsoil

Loose sand

Gravel

Clay

Weathered bedrock
Sandstone

Limestone

Greenstone

Gabbro

Granite

Basalt

Graphitic schist

Slates

Quartzite

Ore minerals

Pyrite (ores)

Pyrrhotite

Chalcopyrite
Galena

Sphalerite

Magnetite

Cassiterite

Hematite

Common rocks

50–100

500–5000

100–600

1–100

100–1000

200–8000

500–10 000
500–200 000

100–500 000

200–100 000

200–100 000

10–500

500–500 000

500–800 000

Ore mineral

0.01–100

0.001–0.01

0.005–0.1

0.001–100
0.01–1 000 000

0.01–1000

0.001–10 000

1000–1 000 000

Anda mungkin juga menyukai