Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Atas segala kemudahan dan pertolongan-Nya sehingga kami
mampu menyelesaikan laporan ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta yakni nabi muhammad SAW, yang selalu menjadi panutan bagi pengikutnya
menuju Cahaya Islam dan Kebenaran.

Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sutriani, S.T, M.T selaku Dosen
mata kuliah Perancangan Perumahan dan Permukiman Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar yang telah membimbing serta memberikan tugas ini sebagai bahan pembelajaran.

Laporan ini juga disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu mengenai Permukiman
Kumuh dan penanganan perancangan yang dapat dilakukan yang disajikan berdasarkan Survey
lokasi, data fisik lingkungan dan beberapa sumber lainnya. kenakalan remaja

Semoga Laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih kepada pembaca serta
kelompok kami. Walaupun Laporan ini telah diselesaikan, tidak menutup kemungkinan Laporan
ini juga memiliki kekurangan. Maka, diperlukanlah kritik dan saran membangun untuk
pengerjaan tugas berikutnya. makalah b

ahasa indonesia tingkat smp

Gowa, 28 Desember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 LATAR BELAKANG 4
1.2 RUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN 4
1.4 SASARAN 4
1.5 MANFAAT 4
1.6 METODE PENELITIAN 4
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK PEMUKIMAN KUMUH 5
2.2 KRITERIA UMUM PERMUKIMAN KUMUH 5
2.3 KRITERIA KHUSUS PERMUKIMAN KUMUH 5
2.4 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TUMBUHNYA PERMUKIMAN KUMUH 5
2.5 FENOMENA KEKUMUHAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN 5
2.6 BENTUK PERUBAHAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KEARAH KEKUMUHAN 6
2.7 STRATEGI PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH 6
2.8 PROGRAM-PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH 6
BAB III GAMBARAN UMUM 8
BAB IV ANALISIS 8
BAB V KESIMPULAN 8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-
kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di Negara berkembanglainnya. pengkajian
tentang permukiman kumuh (slum), pada umumnya mencakup tiga segi, pertama kondisi
fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di pemukiman
tersebut, dan ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain
tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah,
jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak
berfungsi serta sampah belum dikelola dengan baik.
Program penanganan permukiman kumuh yang telah ditetapkan oleh
kementerian perumahan pada tahun 2010 merupakan penanganan perumahan dan
permukiman kumuh berbasis kawasan. Program PLP2PK-BK yang dilaksanakan pada
tahun 2010 bertujuan untuk mewujudkan lingkungan perumahan dan permukiman yang
layak melalui efektivitas dan efisiensi perencanaan dan penanganan serta menyinergikan
tindakan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat dan stakeholder
lainnya.
Namun masih adanya beberapa permasalahan dan penanganna yang tidak
menyeluruh di semua perumahan mauapun permukiman kumuh yang ada, sehingga
menjadikan suatu alasan penting melakukan penilaian dan solusi desain kawasan
permukiman kumuh dengan melihat kondisi eksisting kawasan permukiman dengan
arahan penanganan yang seharusnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun beberapa permasalahan dalam kajian penanganan kumuh yang
berkembang yaitu diantaranya sebagai berikut.
a. Beberapa Program upaya dalam permukiman kumuh di Kota Makassar masih belum
efektif terhadap kawasan kumuh di Kelurahan Latte, Kecamatan Mariso.
b. Masih adanya kondisi fisik lingkungan di kawasan kumuh Kelurahan Latte,
Kecamatan Mariso yang tidak layak huni.
c. Masih rendahnya upaya penanganan terhadap kawasan permukiman
kumuh dilihat pada kondisi eksisting dan arahan seharusnya, terutama penanganan pada
kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Latte, Kecamatan Mariso.
1.3 TUJUAN
Dalam tujuan melakukan penelitian ini sebagaimana mengetahui tingkat
kekumuhan dan ketidaklayakan pada lokasi Kelurahan Latte, Kecamatan Mariso baik
kondisi fisik dan nonfisik pada lingkungan kawasan.
1.4 SASARAN
Pencapaian tujuan penelitian diantaranya memiliki beberapa sasaran yang perlu
tercapai yaitu:
1. Terindentifikasi tingkat Penanganan permukiman kumuh ditinjau dari aspek fisik
lingkungan permukiman, kondisi pertimbangan lainnya berupa kondisi sosial dan
budaya, dan legalitas tanah terkait.
2. Arahan pengembangan penanganan permukiman kumuh berdasarkan hasil analisis.
3. Solusi atau penanganan desain kawasan yang dapat dilakukan pada lokasi
berdasarkan kondisi eksisting
1.5 MANFAAT
Penelitian pada penilaian terhadap upaya penanganan di kawasan permukiman
kumuh di Kelurahan Latte, Kecamatan Mariso memiliki manfaat yang diperoleh yaitu,
Dapat meninjau hasil dari upaya penanganan yang telah ada serta permasalahan yang
terjadi dilokasi. Sehingga hal tersebut dapat menjadi acuan untuk penanganan
permukiman kumuh yang direncanakan baik dalam perencanaan maupun solusi desain
yang sesuai dengan program-program dalam penanganan permukiman kumuh di
perkotaan.
1.6 RUANG LINGKUP
Penelitian yang dilakukan berada di RT F dan O RW 1 Kelurahan Latte,
Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang bias dikategorikan sebagai
permukiman atau kawasan kumuh yang membutuhkan penanganan.
1.7 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Metode Pengumpulan Data
Metode ini dilakukan di semua penelitian pada umumnya. Dan metode yang
digunakan pada penelitian dalam hal pengumpulan data dengan melakukan survey
sekunder (kepustakaan) dengan mencari literature mengenai kawasan kumuh. Selain
itu dengan observasi (survey lokasi) yaitu melakukan pengkajian dan pengamatan
langsung pada lokasi kawasan kumuh.
2. Metode Analisis
Metode yang digunakan pada penelitian ini yakni Analisis Deskriptif yaitu metode
analisis yang digunakan untuk menginterpretasikan data-data yang ada, sehingga
diperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai kondisi yang tengah terjadi di
lokasi.
1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Pada sistematika pembahasan dalam laporan penelitian yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang , perumusan masalah, tujuan, sasaran,
manfaat, ruang lingkup wilayah, metodelogi penelitian, serta sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan tentang kajian penelitian yang ditinjau dari beberapa teori-teori yang
berkaitan, ataupun beberapa kajian pustaka terkait dengan penelitian.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum mengenai studi kajian yaitu tentang
gambaran secara umum permukiman bantaran sungai sebagaiaman menjadi suatu
data/informasi awal seperti hal nya input data dalam memahami karakteristik secara
umum.
BAB IV ANALISIS
Menjelaskan tentang analisis mengenai tingkat kekumuhan dan kelayakan permukiman,
dan evaluasi penanganan kawasan permukiman kumuh di Kelurahan Latte, Kecamatan
Mariso, serta Arahan terhadap potensi dan masalah yang berkembang pada kawasan
permukiman kumuh.
BAB V KESIMPULAN
Bab ini menjelaskan terkait dari hasil analisis yang telah dilakukan dengan menarik
sebuah kesimpulan dan dari beberapa bab sebelumnya yang telah dijelaskan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Karakteristik Pemukiman Kumuh
Pada umumnya permukiman kumuh diwarnai oleh tingkat kepadatan penduduk
yang sangat tinggi, tingkat kepadatan hunian sangat tinggi, tingkat kepadatan bangunan
yang sangat tinggi, kualitas rumah sangat rendah, tidak memadainya kondisi sarana dan
prasarana dasar seperti halnya air bersih, jalan, drainase, sanitasi, listrik, fasilitas
pendidikan, ruang terbuka/rekreasi/sosial, fasilitas pelayanan kesehatan, perbelanjaan
dan sebagainya. Selain itu juga diwarnai oleh tingkat pendapatan penghuninya yang
rendah, tingkat pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah, tingkat privasi
keluarga yang rendah serta kohesivitas komunitas yang rendah karena beragamnya
norma social budaya yang dianut.
Kumuh atau slum adalah permukiman atau perumahan orang-orang miskin kota
yang berpenduduk padat, terdapat di pinggir-pinggir jalan atau lorong-lorong yang
kotor dan merupakan bagian dari kota secara keseluruhan atau juga biasa disebut
dengan wilayah pencomberan oleh Suparlan. Tetapi pada perincian ini permukiman
kumuh dianggap sebagai tempat anggota masyarakat kota yang mayoritas
berpenghasilan rendah dengan membentuk permukiman tempat tinggal dalam kondisi
minim. (Raharjo, 2005:147) Charter Adam (1984) menamakan permukiman di
lingkungan kumuh sebagai kampung gembel dengan ciri bangunan liar di atas tanah
yang tidak sah. Menurut E.E. Bergel (1970) permukiman kumuh disebutnya sebagai
daerah slum yang bukan saja dari segi fisik tetapi juga dari segi sosial. Soemadi (1990)
menyatakan perkampungan kumuh adalah bagian dari kota yang jorok, bangunan-
bangunan yang tidak memenuhi syarat dan kesehatan serta didiami oleh orang miskin
dengan fasilitas tempat pembuangan sampah, maupun fasilitas air bersih tidak
memenuhi syarat kesehatan.
Menurut UU No. 1 Pasal 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman menyatakan bahwa Permukiman Kumuh adalah Permukiman tidak layak
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan
kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Karakteristik
Pemukiman Kumuh menurut Johan Silas :
a. Keadaan rumah pada pemukiman kumuh terpaksa dibawah standar rata-rata 6
m2/orang. Sedangkan fasilitas perkotaan secara langsung tidak terlayani
karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan pemukiman yang
ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.
b. Pemukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat
mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas
keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat pemukiman disamping
pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan
mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir setiap orang tanpa syarat
yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar apapun,
selalu dapat diterima dan berdiam di sana.
2.2 Kriteria Umum Permukiman Kumuh:
a. Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu
dibenahi.
b. Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas,
namun masih dapat ditingkatkan.
c. Para penghuni lingkungan pemukiman kumuh pada umumnya bermata pencaharian
tidak tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan rendah.
d. Pada umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling
bawah, meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali
dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.
e. Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program
pembangunan kota pada umumnya.
f. Kehadirannya perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu,
tetapi tidak semua begitu saja dapat dianggap permanen.
2.3 Kriteria Khusus Pemukiman Kumuh:
a. Berada di lokasi tidak legal
b. Dengan keadaan fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah
(miskin)
c. Tidak dapat dilayani berbagai fasilitas kota
d. Tidak diinginkan kehadirannya oleh umum (kecuali yang berkepentingan)
e. Pemukiman kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada
sistem angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau tidak
selalu murah.
2.4 Faktor-faktor Penyebab Tumbuhnya Permukiman kumuh
Pada dasarnya suatu permukiman kumuh terdiri dari beberapa aspek penting,
yaitu tanah/lahan, rumah/perumahan, komunitas, sarana dan prasarana dasar, yang terajut
dalam suatu sistem sosial, sistem ekonomi dan budaya baik dalam suatu ekosistem
lingkungan permukiman kumuh itu sendiri atau ekosistem kota. oleh karena itu
permukiman kumuh harus senantiasa dipandang secara utuh dan integral dalam dimensi
yang lebih luas. Beberapa dimensi permukiman kumuh yang menjadi penyebab
tumbuhnya permukiman adalah sebagai berikut:
a. Faktor Urbanisasi Dan Migrasi Penduduk
Substansi tentang urbanisasi yaitu proses modernisasi wilayah desa menjadi kota
sebagai dampak dari tingkat keurbanan (kekotaan) dalam suatu wilayah (region) atau
negara. Konsekuensinya adalah terjadi perpindahan penduduk (dengan aktifitas
ekonominya) secara individu atau kelompok yang berasal dari desa menuju kota atau
daerah hinterland lainnya.
Rumusan beberapa faktor secara umum yang dapat mempengaruhi terjadinya proses
keurbanan, antara lain :
1. Ketimpangan tingkat pertumbuhan ekonomi antara desa dengan perkotaan
2. Peluang dan kesempatan kerja yang lebih terbuka di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah perdesaan
3. Terjadinya pola perubahan minat tentang lapangan pekerjaan dari pertanian ke
industri, utamanya bagi penduduk usia kerja di perdesaan
4. Lebih majunya teknologi dan infrastruktur prasarana transportasi, sehingga
memudahkan terjadinya mobilitas penduduk baik yang permanen atau yang ulang
alik.
5. Keberadaan fasilitas perkotaan yang lebih menjanjikan, utamanya aspek
pendidikan, kesehatan, pariwisata dan aspek sosial lainnya.
b. Faktor Lahan di Perkotaan
Pertumbuhan dan perkembangan kota yang sangat pesat telah menyebabkan berbagai
persoalan serius diantaranya adalah permasalahan perumahan. Permasalahan
perumahan sering disebabkan oleh ketidakseimbangan antara penyediaan unit hunian
bagi kaum mampu dan kaum tidak mampu di perkotaan. Di samping itu sebagian
kaum tidak mampu tidak menguasai sumber daya kunci untuk menopang
kehidupannya, sehingga kaum tidak mampu ini hanya mampu tinggal di unit-unit
hunian sub standar di permukiman yang tidak layak.
c. Faktor Prasarana dan Sarana Dasar
Secara umum karakteristik permukiman kumuh diwarnai juga oleh tidak memadainya
kondisi sarana dan prasarana dasar seperti halnya suplai air bersih, jalan, drainase,
jaringan sanitasi, listrik, sekolah, pusat pelayanan kesehatan, ruang terbuka, pasar dan
sebaginya.
d. Faktor Sosial Ekonomi
Pada umumnya sebagian besar penghuni lingkungan permukiman kumuh mempunyai
tingkat pendapatan yang rendah karena terbatasnya akses terhadap lapangan kerja
yang ada. Tingkatpendapatan yang rendah ini menyebabkan tingkat daya beli yang
rendah pula atau terbatasnya kemampuan untuk mengakses pelayanan sarana dan
prasarana dasar.
e. Faktor Sosial Budaya
Permukiman kumuh juga sering ditandai oleh tingkat pendidikan dan keterampilan
yang sangat rendah. Pada umumnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah
ini sangat erat dengan rendahnya tingkat pedapatan penduduk sehingga mambatasi
akses terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia.
f. Faktor Tata Ruang
Dalam konstelasi tata ruang kota, permukiman kumuh merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari konsfigurasi struktur ruang kota. oleh karena itu, perencanaan tata
ruang kota perlu didasarkan pada pemahaman bahwa pengembangan kota harus
dilakukan sesuai dengan daya dukungnya termasuk daya dukung yang relatif rendah
di lingkungan permukiman kumuh.
g. Faktor Aksesibilitas
Secara umum, salah satu penyebab munculnya permukiman kumuh adalah
terbatasnya akses penduduk miskin kepada capital komunitas (community capital).
Kapital komunitas ini meliputi capital terbangun, individu dan sosial serta lingkungan
alam. Kapital terbangun meliputi informasi, jalan, sanitasi, drainase, jaringan listrik,
ruang terbuka, perumahan, pasar, bangunan-bangunan pelayanan publik, sekolah dan
sebagianya.
h. Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam hal pencapaian pekerjaan dan
pendapatan. Meskipun begitu, pendidikan sangat ditentukan oleh pendidikan itu
sendiri dan pekerjaan orang tua untuk mampu menyekolahkan anak mereka pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini berarti perbedaan latar belakang budaya
dan sosial ekonomi (pendidikan dan pekerjaan) orang tua tidak hanya berpengaruh
terhadap pendidikan anak. tetapi juga untuk pencapaian pekerjaan dan pendapatan
mereka. Sedangkan faktor lain seperti : tempat tinggal, agama, status perkawinan dan
status migrasi, serta umur sangat kecil pengaruhnya terhadap pencapaian pekerjaan
dan pendapatan.
2.5 Fenomena Kekumuhan Lingkungan Permukiman
Seiring dengan pertumbuhan kehidupan manusia baik ekonomi, sosial maupun
budaya maka manusia berkeinginan untuk memiliki kehidupan dan status yang lebih
baik yaitu dengan mengadakan perubahan-perubahan, seperti gaya hidup dan bentuk
hunian yang mereka tinggali.
Pertumbuhan berarti pula berubah baik bentuk dan ukurannya. Tidak
dimungkinkan pertumbuhan ukuran dengan tidak menyebabkan perubahan bentuk
fisiknya (Doxiadis, Constantinos A., 1981 : 26). Dengan bertambahnya jumlah
penghuni rumah dan dengan bertambahnya penghasilan mereka membuat ruang-
ruang baru. Perubahan hunian ini akan merubah wajah suatu hunian. Hal ini akan
berpengaruh pada penyediaan fasilitas sarana prasarana lingkungan yang harus
bertambah juga jika jumlah permukiman bertambah. Selain hal tersebut di atas, faktor
kemiskinan juga sangat berpengaruh pada kualitas lingkungan fisik permukiman.
Karena dana yang terbatas dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari, maka masyarakat kurang mampu tidak dapat memperbaiki maupun
memelihara bangunan rumah hunian mereka. Yang akan berakibat pada kekumuhan
lingkungan permukiman.
2.6 Bentuk Perubahan Lingkungan Permukiman Kearah Kekumuhan
Ada dua pendekatan dalam menangani lingkungan kumuh ini menurut Drs.
Komarudin, MA (1997: 85) yaitu:
1. Penggunaan/pemindahan teknologi (technological transfer) dan
2. Penangannan sendiri (self reliant technology)
Dalam kaitannya dengan dua hal tersebut diatas ada sebelas hal sulitnya menangani
masalah lingkungan permukiman ini:
1. High rise building (bangunan tinggi) yang akan ditangani oleh penghuni yang
tergusur, memerlukan biaya yang besar karena biaya yang digunakan bukan
hanya untuk membangun kamar tidur saja.
2. Peremajaan lingkungan kumuh, yang merupakan proyek yang besar (large
project). Jadi harga dipertimbangkan dengan matang dan harus dipikirkan masak-
masak karena menyangkut banyak orang yang akan digusur atau dimukimkan
kembali,
3. Adanya dualisme antara peremajaan lingkungan dengan penataan lingkungan.
Penghuni rumah kumuh biasanya masih lebih senang tinggal di rumah kumuhnya
daripada di rumah sewa bertingkat (rusunawa).
4. Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang tidak melalui survey sosial (social
survey) tentang karakteristik penduduk yang akan tergusur.
5. Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang kurang memperhatikan kelengkapan
lingkungan seperti taman, tempat terbuka, tempat rekreasi, sampah, pemadam
kebakaran dan tempat bermain anak. Karena hal tersebut memerlukan biaya besar.
6. Tenaga yang bergerak di dalam program peremajaan lingkungan kumuh tidak
profesional.
7. Penggusuran (squater clearance) sering diartikan jelek, padahal pemerintah
berusaha meremajakan lingkungan dan memukimkan penduduk ke lingkungan
yang lebih baik.
8. Keterbatasan lahan (land shortage). Dalam melaksanakan peremajaan lingkungan
kumuh harus memilih lokasi yang tepat dan disesuaikan dengan tujuannya dan
konsumen yang akan menempati.
9. Belum kuatnya dana pembangunan perumahan (no housing finance).
10. Perlu lingkungan hidup yang baik (the nice environment).
11. Perlu diciptakan kebersamaan antar warga.
2.7 Strategi Penanganan Permukiman Kumuh
Bentuk-bentuk penanganan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan ada beberapa
bentuk antara lain:
a. Perbaikan Permukiman
Kondisi perumahan kampung digolongkan sebagai perumahan marginal, tidak
memenuhi standar yang berlaku. Namun penghuninya, sesungguhnya tidak
bersifat pasif terhadap lingkungan perumahannya, Moris (1977: 4). Secara sadar
atau tidak, penghuni memberi tanggapan terhadap tempat tinggalnya dengan
mengerahkan segenap sumber daya (fisik, sosial, ekonomi) guna memenuhi
kebutuhan rumah yang sesuai norma. Ada usaha yang dapat dilakukan penghuni
terhadap rumahnya, yaitu:
1) Usaha memenuhi kebutuhan ketika penghuni merasakan kekurangan pada
rumahnya. Bentuk tindakan dapat berupa pindah rumah juga dapat berupa
perubahan atau penambahan terhadap rumahnya. Jadi penghuni secara
aktif menimbulkan perubahan terhadap keadaan rumahnya atau
diistilahkan sebagai housing adjustment (Moris, 1977: 80).
2) Usaha penghuni sebagai tanggapan atas tekanan akibat berbagai
kekurangan pada rumah, dengan cara melakukan perubahan pada dirinya
tanpa merubah rumahnya. Dalam hal ini penghuni bersifat pasif atau
diistilahkan sebagai housing adaptation.
b. Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman.
Dalam UU Nomor 4 tahun 1992 tentang “Perumahan dan Permukiman” ditegaskan
bahwa penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil,
dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri,
ketergantungan, dan kelestarian lingkungan hidup. Penataan perumahan dan
permukiman bertujuan:
1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia,
dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat,

2. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan


sehat, aman, serasi, dan teratur,

3. Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang


rasional.

4. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-


bidang lain.

2.8 Program-program Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh


Untuk menata permukiman kota menjadi lebih teratur, rapi dan indah, dan sehat
telah diupayakan berbagai program penataan lingkungan dan permukiman kumuh
diberbagai kota di indonesia. Berbagai program dengan bernagai istilah telah
diimplementasikan di permukiman dengan tujuan yang sama untuk membuat permukiman
menjadi semakin tertata dan dilengkapi sarana prasarana dasar kota. Program perbaikan
lingkungan perkampungan atau yang sering dikenal dengan kampung improvement
program (KIP) telah lama diupayakan. Hingga saat ini program tersebut masih tetap
dilakukan dengan berbagai penyesuaian seiring dengan perkembangan masyarakat
perkotaan dan permukimannya.
Program perbaikan kampung di indonesia, pertama kali dilakukan pada tahun
1923 di Kota Surabaya. Dengan demikian, KIP sudah dilakukan pada waktu zaman
pemerintahan Belanda di Indonesia. Namun demikian terdapat perbedaan yang mendasar
antara KIP pada zaman pemerintahan Belanda dan KIP pada saat setelah kemerdekaan.
Pada zaman Belanda, KIP dilaksanakan untuk menangani politik etis yang dilakukan oleh
kaum oposisi di Parlemen Belanda. Tujuan lain adalah untuk melindungi penduduk
warga eropa yang umumnya tinggal didekat kampung dari bahaya epidemi.
Jadi pada dasarnya, program ini hanya menangani aspek sanitasi kampung.
Sedangkan program perbaikan perbaikan lingkungan yang saat sekarang ini dilaksanakan
lebih menekankan pada pembangunan yang menyeluruh bagi penduduk, khususnya
penduduk miskin. pembangunan dalam hal ini mempunyai arti membangun lingkungan
fisik dan sakaligus manusianya (Silas, 1996: 8-9).
BAB III
GAMBARAN UMUM

3.1 GAMBARAN UMUM WILAYAH


Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai pemukiman kumuh di kota
Makassar. yaitu dengan meninjau kemudian dibuatkan solusi baik dari sarana, prasarana,
dan utilitas umum dari pemukiman kumuh tersebut.

PETA KOTA MAKASSAR

Lokasi permukiman kumuh ini terletak di RT F dan G, RW 1 Kelurahan Lette,


Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
3.2 KONDISI FISIK LINGKUNGAN
Dari hasil survey yang telah kami lakukan pada kawasan permukiman kumuh di
RT F dan G, RW 1 Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi
Selatan, kondisi lingkungan pada kawasan tersebut sangat padat penduduk. Adapun data
yang kami dapatkan dari hasil survey, yaitu sebagai berikut;

1. Kondisi Bangunan
Kondisi bangunan merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan
apakah suatu kawasan termasuk dalam kategori permukiman kumuh atau tidak.
Kondisi bangunan dilihat dari sifat bangunan seperti permanen/semi-
permanen/tidak layak huni. Mayoritas wilayah permukiman kumuh mempunyai
kondisi bangunan yang tidak layak huni.
Gambar 1.1 Kondisi bangunan. Sumber: Dokumentasi pribadi
hasil survey lapangan.

Kondisi bangunan yang terdapat pada RT F dan G, RW 1 Kelurahan Lette,


Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan yaitu mayoritas rumah
warga yang tidak layak huni dengan dinding material seng yang digunakan telah
lapuk. Material bangunan yang mereka gunakan pun tidak memenuhi standard an
sangat rawan bencana. Selain itu untuk kegiatan MCK, mayoritas warga
melakukan kegiatan tersebut di luar rumah.

Gambar 2.1 Kondisi MCK bangunan. Sumber: Dokumentasi pribadi


hasil survey lapangan.
2. Kepadatan Bangunan
Selain kondisi bangunan, aspek lain yang menentukan kategori suatu
wilayah termasuk permukiman kumuh adalah kepadatan bangunan. Jika
diperhitungkan dari jumlah penduduk dan jarak yang sempit serta tidak adanya
pekarangan atau halaman pada kawasan permukiman tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa kawasan ini merupakan kawasan permukiman kumuh.
Bangunan rumah antara satu warga dengan warga lainnya hampir tidak
mempunyai jarak. Dari hasil survey yang kami lihat, hanya tembok rumah yang
dijadikan sebagai pemisah antara rumah satu dengan rumah lainnya. Selain itu
akses jalan sangat sempit, dan hanya dapat dilalui 2 kendaraan bermotor.

Gambar 1.2 Kondisi bangunan. Sumber: Dokumentasi pribadi


hasil survey lapangan

3. Kepadatan Penduduk
Aspek ketiga yang mempengaruhi kekumuhan suatu daerah yaitu
kepadatan penduduknya. Jika kepadatan bangunan dan luas wilayah dibandingkan
maka kita dapat menyimpulkan kawasan tersebut kumuh atau tidak. Seperti yang
kami ketahui melalui survei lapangan, lingkungan kumuh di RT F dan G, RW 1
Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, sebagian
besar penduduknya bertambah karena adanya urbanisasi sehingga terjadi
peningkatan penduduk pada kawasan tersebut.
Berdasarkan Aspek Perumahan dan Permukiman. Adapun aspek non fisik dan
fisik pada lingkungan kumuh di RT F dan G, RW 1 Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso,
Kota Makassar, Sulawesi Selatan yaitu sebagai berikut;
1. Aspek Politik
Dari hasil analisa yang dilakukan, kawasan lette sudah memadahi aspirasi
masyarakat melalui pelayanan efisien, menjadikan situasi politik di kawasan lette
lebih aman ( tidak ada kesenjangan politik).
2. Aspek Ekonomi
Berdasarkan analisa, kondisi perekonomian masyarakat sekita masih
terbilang rendah. Sebagian besar masyarakatnya adalah tukang becak, dan
sebagian lainnya masih ada yang menganggur.
3. Aspek Amenity
Untuk sarana olahraga dan rekreasi merupakan sarana yang cukup penting
dalam menciptakan manusia yang sehat jasmani maupun rohani. Kebutuhan
sarana olahraga dan rekreasi untuk ketersediaan saat ini di Lette belum memadahi,
belum tersedia ruang terbuka hijau untuk berolahraga, maupun untuk anak-anak
bermain.
4. Aspek Komunikasi Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, dan Perdagangan
Berdasarkan hasil analisa, tidak terdapat jaringan komunikasi kabel
( telepon rumah), namun berdasarkan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat
sekitar, sepertinya tidak dibutuhkan adanya jaringan telepon rumah, karena juga
sudah tersedianya jaringan komunikasi nirkabel ( handphone).
5. Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum
 unit RW
berjarak sekitar 700 m dari titik pusat permukiman
 unit kelurahan
berjarak sekitar 600 m dari titik permukiman
 unit kecamatan
terletak di jl.Seroja berjarak sekitar 900 m
 kantor kepolisian
terletak di jl. Nusa indah berjarak sekitar 1 km dari titik pusat permukiman
6. Sarana Pendidikan dan Pembelajaran

Terletak di jl. Nuri lorong 300. Berjarak sekitar 350 m dari titik pusat
permukiman
7. Sarana Kesehatan

Berjarak sekitar 300 m dari titik pusat permukiman ( masuk wilayah


kel.panambungan. Puskesmas yang di peruntukkan untuk kel. lette adalah
puskesmas pertiwi, terletak di jl.angsa, namun berjarak lebih jauh, yaitu sekitar
900m dari titik pusat permukiman.
8. Prasarana Jaringan Jalan
Di lokasi permukiman bukan merupakan jalan arteri primer, melainkan
jalanan kecil dengan lebar kurang lebih 3 m yang hanya dilalui kendaraan pribadi
dengan kondisi jalan yang rusak. sehingga diadakan perbaikan paving di area
jalan pada permukiman.
Gambar 1.5 Kondisi jaringan jalan. Sumber: Dokumentasi pribadi
hasil survey lapangan

9. Prasarana Jaringan Drainase


Prasarana jaringan drainase memadai. Berdasarkan hasil analisa, jaringan
drainase terletak dibawah jaringan jalan, dan sudah memenuhi standar material
penutup drainase yang telah di tetapkan.

Gambar 1.6 Kondisi drainase. Sumber: Dokumentasi pribadi


hasil survey lapangan.

10. Prasarana Jaringan Air Bersih


Sebagian rumah sudah mendapatkan aliran air bersih langsung, dan
sebagian yang belum, masih mengangkut air penampungan air bersih yang
terletak di beberapa titik rumah warga.
Gambar 1.7 Sumber: Dokumentasi pribadi
hasil survey lapangan.

11. Prasarana Jaringan Persampahan


Berdasarkan hasil analisa lokasi, jaringan persampahan masyarakat
permukiman kumuh masih terbilang tidak teratur, karena masih banyak yang
membuang sampah pada lahan kosong, sehingga lahan tersebut dijadikan tempat
sampah massal para masyarakat.

Gambar 1.8 Sumber: Dokumentasi pribadi


hasil survey lapangan

Anda mungkin juga menyukai