SC 12
SC 12
Galang melangkah mendekati. Isak itu begitu mengiris perasaannya. Diraihnya tangan
Putri, ditariknya agar duduk ditepi pembaringan.
Ada sesal ketika ia bersedia menikahinya. Tapi pilu mendengar ratap tangisnya.
"Jadi itu sebabnya maka pakde Broto minta agar aku cepat2 menikahi kamu? Kemana
ayah bayi dalam kandunganmu? Dia kabur? Katakan biar aku seret dia kehadapanmu."
Putri terus tenggelam dalam isaknya.
Galang marah bukan alang kepalang. Marah kepada laki2 yang menodai kesucian
isterinya, tapi juga marah kepada pak Broto yang tidak mau berterus terang
kepadanya tentang keadaan Putri.
Ia merasa direndahkan. Ia diberi iming2 harta dan kedudukan agar mau menjilat
makanan sisa.
Tapi akan beda suasananya seandainya pak Broto mau berterus terang. Artinya entah
apa yang terjadi maka dia akan membantunya. Sekarang ini Galang merasa diberi
iming2 agar mau menikahi Putri. Ini menyakitkan. Membuatnya merasa rendah.
"Ma'af untuk siapa? Laki2 laknat itu.. atau untuk ayahmu yang menutupi aibmu?"
"Semuanya mas..,"
Galang menghela nafas. Ingin rasanya ia menghapus air mata itu. Menyibakkan
sebagian rambut ikal yang menutupi dahi dan pipinya, tapi diurungkannya.
"Nanti kalau hatimu sudah tenang, ceritakan semuanya," kata Galang kemudian keluar
dari kamar itu lalu duduk menyandarkan kapalanya di sandaran sofa.
Simbok yang sudah tau kedatangan Galang, keluar dengan membawa secangkir teh
hangat.
"Mbok, kan aku sudah bilang.. jangan panggil pakai "den".. mas atau pak saja,"
tegur Galang.
"Iya sih den.. eh.. pak.. dirumah Solo juga pak Broto bilang jangan panggil "den"
sama bapak.. juga ibu.. tapi ini baru.. jadi nggak enak."
"Sama saja mbok, kan simbok sudah dianggap keluarga oleh kami. Kalau sama bapakku
juga jangan den Sapto. Pak Sapto saja."
"Disini mbok, jangan dibawah. Duduk dikursi dihadapanku sini. Ada yang ingin aku
tanyakan."
Simbok menurut, dengan canggungnya ia duduk dihadapan suami momongannya. Dalam hati
dia berdebar, apakah ia telah membuat kesalahan?
Simbok terkejut. Ia tau bahwa Putri dipaksa menikah, tapi ia sama sekali tak tau
apa alasannya. Ia merasa hanya seorang abdi yang tak pantas mendengarkan semua
permasalahan dirumah majikannya.
Dikampungnya, gadis seusia Putri memang harus segera dicarikan suami, sehingga
simbok tak merasa aneh ketika momongannya dipaksa menikah tiba2. Dulu ia pernah
merasakannya. Dinikahkan dengan seorang mandor kebun tebu, tapi tak lama karena
sebelum dikaruniai seorang anakpun, suaminya meninggal.
"Mbok..., simbok dengar pertanyaanku?" ulang Galang karena simbok hanya diam
menatapnya.
"Oh.. iya dd.. pak.. dengar.. tapi simbok nggak tau kenapa. Lha jeng Putri kan
sudah dewasa.. jadi ya biasa saja kalau kemudian dipaksa menikah. Dulu simbok juga
begitu."
"Jadi menurut simbok nggak ada apa2? Masak sih simbok nggak tau apa2. Sebelum
bertemu aku pasti ada sebuah peristiwa..."
"Peristiwa apa ya.. ya cuma jeng Putri nangis2 karena dipaksa menikah itu. Mungkin
karena jeng Putri sudah punya pacar..," kata simbok yang buru2 menutup mulutnya
dengan kedua tangan karena merasa keceplosan. Harusnya simbok tak membuat Galang
cemburu, iya kan.. itu batinnya sembok yang berfikir sangat sederhana.
"I..iy..iya pak.. tapi ya jangan diambil hati.. anak muda sekarang kan begitu, lha
mungkin bapak nggak suka sama pacarnya jeng Putri lalu dinikahkan sama pak Galang.
Tapi ma'af, simbok nggak bermaksud membuat pak Galang cemburu.. ma'af ya pak. Yang
penting kan sekarang jeng Putri sudah menjadi isterinya mas Galang."
Galang mengangguk angguk. Ternyata simbok tidak tau apa2 kecuali hal sederhana yang
baru saja dikatakannua.
"Ma'af lho pak.. jangan marah sama jeng Putri ya," pesan simbok.
***
Sementara itu Putri merasa sedikit lega karena telah mengatakan keadaan yang
sebenarnya kepada suaminya. Ia tak sependapat dengan ayahnya yang melarang mengakui
bahwa dirinya telah mengandung anaknya Teguh. Ia berjanji dalam hati akan
mengatakan semuanya pada Galang. Dipejamkannya matanya dan tak lama kemudian ia
terlelap dalam tidur yang nyenyak. Simbok yang melongok kedepan, dan bermaksud
menawarinya makan, heran ketika melihat Galang tidur disofa. Ketika simbok melongok
kekamar, dilihatnya Putri tertidur pulas. Simbok tak berani membangunkan keduanya,
kemudian ia membersihkan meja makan dari makanan yang tadi disiapkannya.
***
"Jeng, tadi malam kok nggak makan. Simbok nggak berani membangunkan," kata simbok
pagi hari itu.
" Ya mbok.. aku mau mandi dulu," kata Putri sambil masuk kekamar mandi. Tapi simbok
heran mendengar suara Putri muntah2 lagi. Diketuknya pintu kamar mandi.
"Oh.. nggak.. nggak papa," jawab Putri berbohong. Perutnya memang terasa mual dan
sekarang Putri tau bahwa itu semua karena dirinya mengandung.
Ketika Putri selesai berganti pakaian, dihampirinya Galang yang sudah rapi, tapi
tampaknya bukan baju kekantor yang dipakainya. Ia memakai celana jean dan t shirt
biru muda. Ia duduk dikursi diteras depan, memandangi kebun kecil yang ditumbuhi
mawar2 cantik beraneka warna. Dulu bu Broto yang menanamnya karena katanya Putri
sangat menyukai bunga mawar.
Putri mengakui, suaminya ini bukan hanya tampan tapi juga penuh pengertian. Kalau
semalam sedikit kasar itu karena terkejut mendengar kata2nya. Sayangnya hati Putri
masih terpaut pada Teguh, yang ditinggalkannya tanpa pesan. Sudahlah, Putri mencoba
mengibaskan bayangan Teguh yang melintas dibenaknya.
Sekarang Putri mendekati Galang, lalu duduk dihadapannya. Galang memandangi wajah
cantik itu dengan perasaan tak menentu. Ia isterinya dan benih2 cinta mulai tumbuh
dihatinya. Lihatlah, rambut yang tergerai sebahu, wajah tanpa polesan make up tapi
tetap kelihatan cantik mempesona, bibir tipis kemerahan.. mata indah walau tampak
kuyu.. aduhai.. tapi apakah benar aku bisa memilikinya? Kata Galang dalam hati.
"Mas..." Putri menata hatinya yang berdegup kencang. Ia harus menceritakan semuanya
pagi ini juga.
Galang memandanginya tak berkedip.
"Baiklah, katakan saja sebelum aku menentukan langkah apa yang akan aku ambil dalam
pernikahan ini."
Dan Putripun mengatakan semuanya, tentang Teguh yang dicintainya tapi kemudian
harus ditinggalkannya karena ayahnya tak menyukainya dan kemudian memaksanya
menikah untuk menutupi aibnya."
Galang mendengarkan dengan sesama. Titik air mata yang semula mengambang kemudian
jatuh dipipi Putri membuatnya iba.
"Ma'afkan aku mas, kalau kamu mau menceraikan aku, aku bisa menerima."
"Dia masih kuliah, aku tak ingin mengganggunya. Kalau mas Galang menceraikan aku,
aku akan membesarkan anakku seorang diri."
Galang memandangi wajah cantik yang masih berlinangan air mata masih dengan
perasaan iba. Ingin ia merengkuh tubuhnya dan mendekapnya erat2. Tapi takut Putri
menolaknya.
"Ya sudah, nanti kalau aku pulang dari Semarang kita akan bicara lagi."
Ya, sebentar lagi aku berangkat. Tapi besok aku sudah kembali."
Galang mengangguk, ini pertama kalinya Putri menawarkan makan sejak menjadi
isterinya.
***
Galang sudah berangkat. Putri masih termenung diteras. Barangkali Galang akan
mengadukan peristiwa semalam kepada ayahnya, kemudian memutuskan untuk
menceraikannya. Entahlah, Putri sudah pasrah. Ini lebih baik daripada hidup berumah
tangga dengan menyimpan kebusukan selamanya. Tiba2 bayangan Teguh kembali melintas,
dan Putri ingin menelponnya. Diambilnya ponsel dan mengingat ingat nomor telephone
Teguh. Yah, masih ingat kok.
"O.. temannya mas Teguh ya, ini mas Teguh sudah berangkat kuliah, hapenya
ketinggalan."
***
besok lagi ya
at August 01, 2019
Share
1 comment:
Reply
‹
›
Home
View web version
About Me
My photo
Kejora Pagi
View my complete profile
Powered by Blogger.