Anda di halaman 1dari 11

Kitab Musasar Jayabaya[sunting]

Asmarandana
1. Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Jayabaya di Kediri yang gagah perkasa, Musuh
takut dan takluk, tak ada yang berani.
2. Beliau sakti sebab titisan Batara wisnu. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja
agung, pasukannya raja-raja.
3. Terkisahkan bahwa Sang Prabu punya putra lelaki yang tampan. Sesudah dewasa
dijadikan raja di Pagedongan. Sangat raharja negara-nya.
4. Hal tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang Prabu akan
mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan Maolana.
5. Lengkapnya bernama Ngali Samsujen. Kedatangannya disambut sebaik-baiknya. Sebab
tamu tersebut seorang raja pandita lain bangsa pantas dihormati.
6. Setelah duduk Sultan Ngali Samsujen berkata: “Sang Prabu Jayabaya, perkenankan
saya memberi petuah padamu menge.nai Kitab Musarar.
7. Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan diganti oleh
orang lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena beliau telah
mengerti kehendak Dewata.
8. Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab Musarar
sudah diketahui semua. Beliaupun ingat tinggal menitis 3 kali.
9. Kelak akan diletakkan dalam teken Sang Pandita yang ditinggal di Kakbah yang
membawa Imam Supingi untuk menaikkan kutbah,
10. Senjata ecis itu yang bernama Udharati. Dikelak kemudian hari ada Maolana masih
cucu Rasul yang mengembara sampai ke P. Jawa membawa ecis tersebut. Kelak menjadi
punden Tanah Jawa.
11. Raja Pandita pamit dan musnah dari tempat duduk. Kemudian terkisahkan setelah
satu bulan Sang Prabu memanggil putranya.
12. Setelah sang putra datang lalu diajak ke gunung Padang. Ayah dan putra itu
setelah datang lalu naik ke gunung.
13. Di sana ada Ajar bernama Ajar Subrata. Menjemput Prabu Jayabaya seorang raja
yang berincoknito termasuk titisan Batara Wisnu..
14. Karenanya Sang Prabu sangat waspada, tahu sebelum kejadian mengenai raja-raja
karena Sang Prabu menerima sasmita gaib.
15. Bila Islam seperti Nabi. Prabu Jayabaya bercengkrama di gunung sudah lama.
Bertemu dengan ki Ajar di gunung Padang. Yang bertapa brata sehingga apa yang
dikehendaki terjadi.
16. Tergopoh-gopoh menghormati. Setelah duduk ki Ajar memanggil seorang endang yang
membawa sesaji. Berwarna-warni isinya. Tujuh warna-warni dan lengkap delapan
dengarn endangnya.
17. Jadah (ketan) setakir, bawang putih satu talam, kembang melati satu bungkus,
darah sepitrah, kunir sarimpang, sebatang pohon kajar dan kembang mojar satu
bungkus.
18. Kedelapan endang seorang. Kemudian ki Ajar menghaturkan sembah : “Inilah
hidangan kami untuk sang Prabu”. Sang Prabu waspada kemudian menarik senjata
kerisnya.
19. Ki Ajar ditikam mati. Demikian juga endangnya. Keris kemudian dimasukkan lagi.
Cantrik-cantrik berlarian karena takut. Sedangkan raja putra kecewa melihat
perbuatan ayahnya.
20. Sang putra akan bertanya merasa takut. Kemudian merekapun pulang. Datang di
kedaton Sang Prabu berbicara dengan putranya.
21. Heh anakku. Kamu tahu ulah si Ajar yang saya bunuh. Sebab berdosa kepada guru
saya Sultan Maolana Ngali Samsujen tatkala masih muda.
#Sinom
1. Dia itu sudah diwejang (diberitahu) oleh guru mengenai kitab Musarar. Sama
seperti saya. Namun dia menyalahi janji, musnah raja-raja di P. Jawa. Toh saya
sudah diberitahu bahwa saya tinggal 3 kali lagi.
2. Bila sudah menitis tiga kali kemudian ada zaman lagi bukan perbuatan saya. Sudah
dikatakan oleh Maolana Ngali tidak mungkin berobah lagi. Diberi lambang zaman Catur
semune segara asat.
3. Itulah Jenggala, Kediri, Singasari dan Ngurawan. Empat raja itu masih kekuasaan
saya. Negaranya bahagia diatas bumi. Menghancurkan keburukan.
4. Setelah 100 tahun musnah keempat kerajaan tersebut. Kemudian ada zaman lagi yang
bukan milik saya, sebab saya sudah terpisah dengan saudara-saudara ditempat yang
rahasia.
5. Di dalam teken sang guru Maolana Ngali. Demikian harap diketahui oleh anak cucu
bahwa akan ada zaman Anderpati yang bernama Kala-wisesa.
6. Lambangnya: Sumilir naga kentir semune liman pepeka. Itu negara Pajajaran.
Negara tersebut tanpa keadilan dan tata negara, Setelah seratus tahun kemudian
musnah.
7. Sebab berperang dengan saudara. Hasil bumi diberi pajak emas. Sebab saya
mendapat hidangan Kunir sarimpang dari ki Ajar. Kemudian berganti zaman di
Majapahit dengan rajanya Prabu Brawijaya.
8. Demikian nama raja bergelar Sang Rajapati Dewanata. Alamnya disebut Anderpati,
lamanya sepuluh windu (80 tahun). Hasil negara berupa picis (uang). Ternyata waktu
itu dari hidangan ki Ajar.
9. Hidangannya Jadah satu takir. Lambangnya waktu itu Sima galak semune curiga
ketul. Kemudian berganti zaman lagi. Di Gelagahwangi dengan ibukota di Demak. Ada
agama dengan pemimpinnya bergelar Diyati Kalawisaya.
10. Enam puluh lima tahun kemudian musnah. Yang bertahta Ratu Adil serta wali dan
pandita semuanya cinta. Pajak rakyat berupa uang. Temyata saya diberi hidangan
bunga Melati oleh ki Ajar.
11. Negara tersebut diberi lambang: Kekesahan durung kongsi kaselak kampuhe bedah.
Kemudian berganti zaman Kalajangga. Beribukota Pajang dengan hukum seperti di
Demak. Tidak diganti oleh anaknya. 36 tahun kemudian musnah.
12. Negara ini diberi lambang: cangkrama putung watange. Orang di desa terkena
pajak pakaian dan uang. Sebab ki Ajar dahulu memberi hidangan sebatang pohon kajar.
Kemudian berganti zaman di Mataram. Kalasakti Prabu Anyakrakusuma.
13. Dicintai pasukannya. Kuat angkatan perangnya dan kaya, disegani seluruh bangsa
Jawa. Bahkan juga sebagai gantinya Ajar dan wali serta pandita, bersatu dalam diri
Sang Prabu yang adil.
14. Raja perkasa tetapi berbudi halus. Rakyat kena pajak reyal. Sebab waktu itu
saya mendapat hidangan bawang putih dari ki Ajar. Rajanya diberi gelar: Sura Kalpa
semune lintang sinipat.
15. Kemudian berganti lagi dengan lambang: Kembang sempol Semune modin tanpa
sreban. Raja yang keempat yang penghabisan diberi lambang Kalpa sru kanaka putung.
Seratus tahun kemudian musnah sebab melawan sekutu. Kemudian ada nakhoda yang
datang berdagang.
16. Berdagang di tanah Jawa kemudian mendapat sejengkal tanah. Lama kelamaan ikut
perang dan selalu menang, sehingga terpandang di pulau Jawa. zaman sudah berganti
meskipun masih keturunan Mataram. Negara bernama Nyakkrawati dan ibukota di Pajang.
17. Raja berpasukan campur aduk. Disegani setanah Jawa. Yang memulai menjadi raja
dengan gelar Layon keli semune satriya brangti. Kemudian berganti raja yang
bergelar: semune kenya musoni. Tidak lama kemudian berganti.
18. Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi(Raja yang penuh inisiatif dalam segala
hal, namun memiliki kelemahan suka wanita) kemudian berganti gajah meta semune
tengu lelaki (Raja yang disegani/ditakuti, namun nista.) Enam puluh tahun menerima
kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan.
19. Waktu itu pajaknya rakyat adalah Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi
hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkasiat, pemerintah
rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.
20. Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri.
Kemudian berganti zaman Kutila. Rajanya Kara Murka(Raja-raja yang saling balas
dendam.). Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram(Dua kekuatan pimpinan yang
saling jegal ingin menjatuhkan).
21. Nakhoda(Orang asing)ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana
(Orang arif dan bijak) tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan
diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu , randa loro
nututi pijer tetukar(( Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua
untuk menggantikannya).
22. Tidak berkesempatan menghias diri(Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab
adanya masalah-masalah yang merepotkan ), sinjang kemben tan tinolih itu sebuah
lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat
itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
23. Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang.
Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi Orang besar hatinya jail. Makin
hari makin bertambah kesengsaraan negara.
24. Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan
tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan menyamar
sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.
25. Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang oleh ki
Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara pecah.
26. Banyak hal-hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana.
Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara Murka Kutila
musnah.
27. Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang(Raja berhati
putih namun masih tersembunyi). Lahir di bumi Mekah(Orang Islam yang sangat
bertauhid). Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di
bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
28. Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa(Orang Islam
yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran tradisi Jawa (kawruh
Jawa)). Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai
pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.
29. Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan
bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan
senyumnya manis sekali.
Isi Ramalan[sunting]
1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda zaman
Jayabaya telah mendekat.
7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang
akan mengalami zaman berbolak-balik
12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani
melanggar sumpah sendiri.
14. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
16. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
17. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
19. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
20. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
21. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
22. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
23. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
24. Nantang bapa--- Menantang ayah.
25. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
26. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
27. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
28. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
29. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
31. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
32. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang
kerja halal justru merasa malu.
34. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
35. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
36. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara
murka, memupuk durhaka.
38. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
39. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
40. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
41. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
42. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
43. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
45. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
46. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
48. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
49. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
50. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang gonta-ganti pasangan.
51. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
52. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
53. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
54. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
55. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
56. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
57. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
58. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
59. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
60. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
61. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
62. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
63. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
66. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
67. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
68. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
70. Akeh laknat--- Banyak kutukan
71. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
72. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
73. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
74. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
75. Guru disatru---Guru dimusuhi.
76. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
77. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
78. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
79. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
80. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
81. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan,
dan utara.
82. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
83. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
84. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang
bangau.
85. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
86. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
87. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
88. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
89. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
90. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
91. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
92. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
93. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
94. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
95. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
96. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
97. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
98. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
99. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
100. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
101. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
102. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
103. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
104. Sing kebat kliwat---Yang tangkas lepas.
105. Sing telah sambat---Yang terlanjur menggerutu.
106. Sing gedhe kesasar---Yang besar tersasar.
107. Sing cilik kepleset---Yang kecil terpeleset.
108. Sing anggak ketunggak---Yang congkak terbentur.
109. Sing wedi mati---Yang takut mati.
110. Sing nekat mbrekat---Yang nekat mendapat berkat.
111. Sing jerih ketindhih---Yang hati kecil tertindih
112. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
113. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
114. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
115. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
116. Wong tani ditaleni---Orang (yang) bertani diikat.
117. Wong dora ura-ura---Orang (yang) bohong berdendang.
118. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang
wibawanya.
119. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
120. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
121. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
122. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
123. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
124. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
125. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
126. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
127. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
128. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
129. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping
makanan.
130. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi
hidup sengsara.
131. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
132. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai.
133. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup
merana dan tersisih.
134. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
135. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para
pembesar banyak salah faham.
136. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
137. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
138. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
139. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
140. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
141. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
142. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
143. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Banyak harta hilang entah ke mana
144. Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe---Banyak pangkat dan
derajat lenyap entah mengapa.
145. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak
haram.
146. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si
sadar.
147. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
148. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada.
149. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
150. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
151. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
152. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
153. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
154. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
155. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.
156. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
157. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
158. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit
159. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
160. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
161. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
162. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
163. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi.
164. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci.
165. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat
makin kuasa.
166. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
167. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
168. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
169. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
170. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.
171. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.
172. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh
173. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.
174. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.
175. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.
176. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.
177. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.
178. Agama ditantang---Agama ditantang.
179. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.
180. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.
181. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.
182. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.
183. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan.
184. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan
hilang akal budi.
185. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.
186. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si
laknat.
187. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh
dan berprajurit.
188. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.
189. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.
190. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.
191. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.
192. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.
193. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.
194. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga
195. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.
196. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.
197. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.
198. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.
199. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.
200. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.
201. Buruh mangluh---Buruh menangis.
202. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.
203. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.
204. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.
205. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.
206. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.
207. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.
208. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para
raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
209. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal setengah.
210. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.
211. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
212. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.
213. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.
214. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.
215. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.
216. Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka---Lambat-laun datanglah kelak
terbaliknya zaman.
#Bait Terakhir Ramalan Jayabaya
140. polahe wong Jawa kaya gabah diinteri\ endi sing bener endi sing sejati\ para
tapa padha ora wani\ padha wedi ngajarake piwulang adi\ salah-salah anemani pati\
141. banjir bandang ana ngendi-endi\ gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni\
gehtinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati geni\ marga wedi kapiyak
wadine sapa sira sing sayekti\
142. pancen wolak-waliking jaman\ amenangi jaman edan\ ora edan ora kumanan\ sing
waras padha nggagas\ wong tani padha ditaleni\ wong dora padha ura-ura\ beja-bejane
sing lali,\ isih beja kang eling lan waspadha\
143. ratu ora netepi janji\ musna kuwasa lan prabawane\ akeh omah ndhuwur kuda\
wong padha mangan wong\ kayu gligan lan wesi hiya padha doyan\ dirasa enak kaya
roti bolu\ yen wengi padha ora bisa turu\
144. sing edan padha bisa dandan\ sing ambangkang padha bisa\ nggalang omah gedong
magrong-magrong\
145. wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes\ akeh wong mati kaliren
gisining panganan\ akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara\
146. wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil\ sing ora abisa maling
digethingi\ sing pinter duraka dadi kanca\ wong bener sangsaya thenger-thenger\
wong salah sangsaya bungah\ akeh bandha musna tan karuan larine\ akeh pangkat lan
drajat padha minggat tan karuan sebabe\
147. bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret\ sakilan bumi dipajeki\ wong wadon
nganggo panganggo lanang\ iku pertandhane yen bakal nemoni\ wolak-walike zaman\
148. akeh wong janji ora ditepati\ akeh wong nglanggar sumpahe dhewe\ manungsa
padha seneng ngalap,\ tan anindakake hukuming Allah\ barang jahat diangkat-angkat\
barang suci dibenci\
149. akeh wong ngutamakake royal\ lali kamanungsane, lali kebecikane\ lali sanak
lali kadang\ akeh bapa lali anak\ akeh anak mundhung biyung\ sedulur padha cidra\
keluarga padha curiga\ kanca dadi mungsuh\ manungsa lali asale\
150. ukuman ratu ora adil\ akeh pangkat jahat jahil\ kelakuan padha ganjil\ sing
apik padha kepencil\ akarya apik manungsa isin\ luwih utama ngapusi\
151. wanita nglamar pria\ isih bayi padha mbayi\ sing pria padha ngasorake drajate
dhewe\
#Bait 152 sampai dengan 156 hilang
157. wong golek pangan pindha gabah den interi\ sing kebat kliwat, sing kasep
kepleset\ sing gedhe rame, gawe sing cilik keceklik\ sing anggak ketenggak, sing
wedi padha mati\ nanging sing ngawur padha makmur\ sing ngati-ati padha sambat
kepati-pati\
158. cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring\ melu Jawa sing padha eling\
sing tan eling miling-miling\ mlayu-mlayu kaya maling kena tuding\ eling mulih
padha manjing\ akeh wong injir, akeh centhil\ sing eman ora keduman\ sing keduman
ora eman\
159. selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun\ sinungkalan dewa wolu, ngasta
manggalaning ratu\ bakal ana dewa ngejawantah\ apengawak manungsa\ apasurya padha
bethara Kresna\ awatak Baladewa\ agegaman trisula wedha\ jinejer wolak-waliking
zaman\ wong nyilih mbalekake,\ wong utang mbayar\ utang nyawa bayar nyawa\ utang
wirang nyaur wirang\
160. sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawa\ ngalu-ngalu tumanja ana kidul
wetan bener\ lawase pitung bengi,\ parak esuk bener ilange\ bethara surya
njumedhul\ bebarengan sing wis mungkur prihatine manungsa kelantur-lantur\ iku
tandane putra Bethara Indra wus katon\ tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa\
161. dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan\ wetane bengawan banyu\ andhedukuh
pindha Raden Gatotkaca\ arupa pagupon dara tundha tiga\ kaya manungsa angleledha\
162. akeh wong dicakot lemut mati\ akeh wong dicakot semut sirna\ akeh swara aneh
tanpa rupa\ bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis\ tan
kasat mata, tan arupa\ sing madhegani putrane Bethara Indra\ agegaman trisula
wedha\ momongane padha dadi nayaka perang\ perange tanpa bala\ sakti mandraguna
tanpa aji-aji
163. apeparap pangeraning prang\ tan pokro anggoning nyandhang\ ning iya bisa
nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang\ sing padha nyembah reca
ndhaplang,\ cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang\
164. putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu\ hiya yayi bethara mukti,
hiya krisna, hiya herumukti\ mumpuni sakabehing laku\ nugel tanah Jawa kaping
pindho\ ngerahake jin setan\ kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah
saeko proyo\ kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda\ landhepe
triniji suci\ bener, jejeg, jujur\ kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong\
165. pendhak Sura nguntapa kumara\ kang wus katon nembus dosane\ kadhepake
ngarsaning sang kuasa\ isih timur kaceluk wong tuwa\ paringane Gatotkaca sayuta\
166. idune idu geni\ sabdane malati\ sing mbregendhul mesti mati\ ora tuwo, enom
padha dene bayi\ wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada\ garis sabda ora
gentalan dina,\ beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira\ tan karsa
sinuyudan wong sak tanah Jawa\ nanging inung pilih-pilih sapa\
167. waskita pindha dewa\ bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira\
pindha lahir bareng sadina\ ora bisa diapusi marga bisa maca ati\ wasis, wegig,
waskita,\ ngerti sakdurunge winarah\ bisa pirsa mbah-mbahira\ angawuningani
jantraning zaman Jawa\ ngerti garise siji-sijining umat\ Tan kewran sasuruping
zaman\
168. mula den upadinen sinatriya iku\ wus tan abapa, tan bibi, lola\ awus aputus
weda Jawa\ mung angandelake trisula\ landheping trisula pucuk\ gegawe pati utawa
utang nyawa\ sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan\ sing pinggir-pinggir tolak
colong njupuk winanda\
169. sirik den wenehi\ ati malati bisa kesiku\ senenge anggodha anjejaluk cara
nistha\ ngertiyo yen iku coba\ aja kaino\ ana beja-bejane sing den pundhuti\ ateges
jantrane kaemong sira sebrayat\
170. ing ngarsa Begawan\ dudu pandhita sinebut pandhita\ dudu dewa sinebut dewa\
kaya dene manungsa\ dudu seje daya kajawaake kanti jlentreh\ gawang-gawang terang
ndrandhang\
171. aja gumun, aja ngungun\ hiya iku putrane Bethara Indra\ kang pambayun tur isih
kuwasa nundhung setan\ tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh\ hiya siji iki
kang bisa paring pituduh\ marang jarwane jangka kalaningsun\ tan kena den apusi\
marga bisa manjing jroning ati\ ana manungso kaiden ketemu\ uga ana jalma sing
durung mangsane\ aja sirik aja gela\ iku dudu wektunira\ nganggo simbol ratu tanpa
makutha\ mula sing menangi enggala den leluri\ aja kongsi zaman kendhata madhepa
den marikelu\ beja-bejane anak putu\
172. iki dalan kanggo sing eling lan waspada\ ing zaman kalabendu Jawa\ aja
nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa\ cures ludhes saka braja jelma kumara\
aja-aja kleru pandhita samusana\ larinen pandhita asenjata trisula wedha\ iku hiya
pinaringaning dewa\
173. nglurug tanpa bala\ yen menang tan ngasorake liyan\ para kawula padha suka-
suka\ marga adiling pangeran wus teka\ ratune nyembah kawula\ angagem trisula
wedha\ para pandhita hiya padha muja\ hiya iku momongane kaki Sabdopalon\ sing wis
adu wirang nanging kondhang\ genaha kacetha kanthi njingglang\ nora ana wong
ngresula kurang\ hiya iku tandane kalabendu wis minger\ centi wektu jejering
kalamukti\ andayani indering jagad raya\ padha asung bhekti\

#Serat Wirid Hidayat Jati


Anggitanipun Panjenenganipun Raden Ngabehi Ranggawarsita#Kapethil saking serat Jawi
Kandha ing Surakarta Hadiningrat tahun 1908##Ditulis oleh Raden Ngabehi
Ronggowarsito#Dipublikasikan dari Serat Jawi Kanda di Surakarta, dan dicetak oleh
N.V. Mij. t/v d/z ALBERT RUSCHE & CO., Surakarta tahun 1908.
Aneka pituduh ingkang sanyata, anggêlarakên dunung lan pangkating kawruh
kasampurnan, winiwih saking pamêjangipun para wicaksana ing Nungsa Jawi, karsa
ambuka pitêdah kasajatining kawruh kasampurnan, tutuladhan saking Kitab Tasawuf,
panggêlaring wêjangan wau thukul saking kawêningan raosing panggalih, inggih cipta
sasmitaning Pangeran, rinilan ambuka wêdharing pangandikaning Pangeran dhatêng
Nabi. Musa, Kalamolah, ingkang suraosipun makatên: Ing sabênêr-bênêre manungsa iku
kanyatahaning Pangeran, lan Pangeran iku mung sawiji.##Inilah sebuah petunjuk yang
benar yang menjelaskan tentang ilmu sirr kesempurnaan hidup, yang berakar dari
ajaran para ahli hikmah di tanah Jawa, yang hendak membuka hakikat kesempurnaan
sejati, sebuah pelajaran dari kitab Tasawuf, tersingkapnya ajaran ini terpancar
dari kebersihan jiwa heningnya alam pikiran, yaitu tanggapnya rasa atas cipta
Tuhan, dengan ihlash mengawali pelajaran ini yakni dengan menukil Firman Allah
kepada Nabi Musa AS yang bermakna : Yang sebenar- benar manusia itu adalah
kenyataan (adanya) Tuhan, dan Tuhan itu Maha Esa.##Pangandikaning Pangeran ingkang
makatên wau, inggih punika ingkang kawêdharakên dening para gurunadi dhatêng para
ingkang sami katarimah puruitanipun. Dene wontên kawruh wau, lajêng kadhapuk 8
papangkatan, sarta pamêjanganipun sarana kawisikakên ing talingan kiwa.
Mangêrtosipun asung pêpengêt bilih wêdharing kawruh kasampurnan, punika botên
kenging kawêjangakên dhatêng sok tiyanga, dene kengingipun kawêjangakên, namung
dhatêng tiyang ingkang sampun pinaringan ilhaming Pangeran, têgêsipun tiyang
ingkang sampun tinarbuka papadhanging budi pangangên-angênipun
(ciptanipun).##Firman Allah yang demikian ini yang diajarkan oleh para ahli
(mursyid) kepada sesiapa yang diterima penghambaannya(salik). Dimana ajaran itu,
kemudian teringkas menjadi 8 hal, penyampaiannya dengan cara membisikkan ke telinga
murid sebelah kiri. Pemahaman semacan ini memberikan pengertian bahwa ilmu
'kasampurnan' ini tidak seyogyanya diajarkan kepada sembarang orang, kecuali kepada
orang-orang yang telah mendapat hidayah dari Allah SWT, artinya orang yang telah
tercerahkan dirinya (ciptanya).##Awit saking punika, pramila ingkang sami kasdu
maos sêrat punika sayuginipun sinêmbuha nunuwun ing Pangeran, murih tinarbuka
ciptaning sagêd anampeni saha angêcupi suraosing wejangan punika, awit suraosipun
pancen kapara nyata yen saklangkung gawat. Mila kasêmbadanipun sagêd angêcupi
punapa suraosing wêjangan punika, inggih muhung dumunung ing ndalêm raosing cipta
kemawon.##Maka dari itu, barang siapa yang sudi membaca tulisan ini seyogyanya
berlandaskan permohonan kepada Allah, agar kiranya dapat terbuka ciptanya hingga
mampu menerima dan memahami maknanya, karena makna dari ajaran ini ternyata sangat
rumit/berbahaya. Maka bisanya memahami ajaran ini tidak lain hanya berada di dalam
cipta - rasa pribadi.##Mila inggih botên kenging kangge wiraosan kaliyan tiyang
ingkang dereng nunggil raos, inggih ingkang dereng kêparêng angsal ilhaming
Pangeran. Hewa dene sanadyana kangge wiraosing kaliyan tiyang ingkang dereng
nunggil raos, wêdaling pangandika ugi mawia dudugi lan pramayogi, mangêrtosipun
kêdah angen mangsa lan êmpan papan saha sinamun ing lulungidaning basa.##Maka tidak
boleh kiranya untuk didiskusikan dengan orang yang belum sampai atau belum
mengunggal rasanya dengan kita, yaitu orang yang belum menerima hidayah dari Allah
SWT. Walau demikian seandainya harus disampaikan kepada orang yang belum sampai,
hendaknya disampaikan dengan sangat hati-hati, melihat situasi- kondisi, waktu dan
tempat yang tepat serta disampaikan dengan kiasan bahasa yang indah.##Mênggah
wontêning wêwêjangan 8 pangkat wau, kados ing ngandhap punika:##Delapan wejangan
tersebut di atas, sebagaimana di bawah ini:##I.1. Wêwêjangan ingkang rumiyin, dipun
wastani: pitêdahan wahananing Pangeran, sasadan pangandikanipun Pangeran dhatêng
Nabi Mohammad s.a.w. Makatên pangandikanipun: Sajatine ora ana apa-apa, awit duk
maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji, kang ana dhihin iku ingsun, ora ana
Pangeran anging ingsun sajatine kang urip luwih suci, anartani warna aran lan
pakartiningsun (zat, sifat, asma, af’al).##I.1 Wejangan yang pertama, disebut
pelajaran akan sifat-sifat Allah. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi Muhammad SAW
yang bermakna kurang lebih begini: Sesungguhnya tidak ada apa-apa tatkala sebelum
masa penciptaan, yang ada (paling awal) itu hanya Aku, tidak ada Tuhan kecuali Aku
yang Hidup dan Maha Suci baik asma maupun sifatKu (dzat, sifat, asma, af'al).##I.2.
Mênggah dunungipun makatên: kang binasakake angandika ora ana Pangeran anging
ingsun, sajatine urip kang luwih suci, sajatosipun inggih gêsang kita punika
rinasuk dening Pangeran kita, mênggahing warna nama lan pakarti kita, punika sadaya
saking purbawisesaning Pangeran kita, inggih kang sinuksma, têtêp tintêtêpan,
inggih kang misesa, inggih kang manuksma, umpami surya lan sunaripun, mabên lan
manisipun, sayêkti botên sagêd den pisaha.##I.2. Yang dimaksud begini: Yang
digambarkan tiada tuhan kecuali aku, hakekat hidup yang suci, sesungguhnya hidup
kita ini adalah melambangkan citra Allah, sedang nama dan perbuatan kita itu semua
berasal dari Kemahakuasaaan Allah, yang 'menyatu' ibarat matahari dan sinarnya,
madu dengan manisnya, sungguh tiada terpisahkan.###II.1. Wêwêjangan ingkang kaping
kalih, dipun wastani: Pambuka kahananing Pangeran, pamêjangipun amarahakên
papangkatan adêging gêsang kita dumunung ing dalêm 7 kahanan, sasadan
pangandikanipun Pangeran dhatêng Nabi Mohammad s.a.w. Makatên pangandikanipun:
Satuhune ingsun Pangeran sajati, lan kawasan anitahakên sawiji-wiji, dadi padha
sanalika saka karsa lan pêpêsteningsun, ing kono kanyatahane gumêlaring karsa lan
pakartiningsun, kang dadi pratandha. ##II.1 Wejangan yang kedua adalah : Pengertian
adanya Allah., Wejangan ini mengajarkan bahwa elemen hidup kita ini berada pada 7
keadaan, sebagaimana firman Allah kepada Muhammad SAW yang maknanya begini:
Sesungguhnya Aku adalah Allah, yang berkuasa menciptakan segala sesuatu dengan kun
fa yakun dari qodrat dan iradatKu, yang demikian ini menjadi pertanda bahwa Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.##II.2. Kang dhihin, ingsun gumana ing dalêm awang-
uwung kang tanpa wiwitan tanpa wêkasan, iya iku alam ingsun kang maksih
piningit.##II.2. Yang pertama, Aku ada dalam ketiadaan yang tanpa awal serta tanpa
akhir, itulah alamKu yang Maha Gaib.##II.3. Kapindho, ingsun anganakake cahya
minangka panuksmaningsun dumunung ana ing alam pasênêdaningsun.##II.3. Kedua, Aku
mengadakan cahaya sebagai manifestasiKu, berada dalam kehendakKu.##II.4. Kaping
têlu, ingsun anganakake wawayangan minangka panuksma lan dadi rahsaningsun,
dumunung ana ing alam pambabaraning wiji.##II.4. Ketiga, Aku menciptakan bayang-
bayang sebagai pertanda citraKu, yang berada pada alam kejadian/penciptaan (mula-
jadi).##II.5. Kaping pat, ingsun anganakake suksma minangka dadi pratandha
kauripaningsun, dumunung ana ing alaming gêtih.##II.5. Keempat, Aku mengadakan ruh
sebagai pertanda hidupku, yang berada pada darah.##II.6. Kaping lima, ingsun
anganakake angên-angên kang uga dadi warnaningsun, ana ing dalêm alam kang lagi
kêna kaumpamaake bae.##II.6. Kelima, Aku mengadakan angan-angan yang juga menjadi
sifatku, yang berada pada alam yang baru boleh diumpamakan saja.##II.7. Kaping
ênêm, ingsun anganakake budi, kang minangka kanyatahan pêncaring angên-angên kang
dumunung ana ing dalêm alaming badan alus.##II.7. Keenam, Aku mengadakan budi, yang
merupakan kenyataan penjabaran angan- angan yang berada pada alam ruhani.##II.8.
Kaping pitu, ingsun anggêlar warana kang minangka kakandhangan sakabehing
paserenaningsun. Kasêbut nêm prakara ing dhuwur mau tumitah ana ing donya iya iku
sajatining manungsa.##II.8. Ketujuh, aku menggelar akal sebagai sentral/wadah atas
semua ciptaanku. Enam perkara tersebut di atas tercipta di dunia yang merupakan
hakikat manusia

Anda mungkin juga menyukai