Anda di halaman 1dari 21

Sistem pemerintahan

Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur
pemerintahannya.

Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:

1. Presidensial
2. Parlementer
3. Semipresidensial
4. Komunis
5. Demokrasi liberal
6. liberal

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu.
Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang
dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai
fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan
mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-
lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.

Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah
laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan
politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu
dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem
pemerintahan itu secara menyeluruh.

Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda
pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya
perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendir

Sistem presidensial
Sistem presidensial (presidensiil), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan
sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan
terpisah dengan kekuasan legislatif.

Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:

 Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat


pemerintahan yang terkait.
 Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling
menjatuhkan.
 Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan
karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk
mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap
negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan
karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan
posisinya.

Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara
Amerika Latin dan Amerika Tengah.

Daftar isi

 1 Ciri-ciri sistem presidensial


 2 Kelebihan dan kelemahan sistem presidensial
 3 Republik dengan sistem pemerintahan presidensial
o 3.1 Sistem presidensial dengan perdana menteri
 4 Lihat pula
 5 Referensi

Ciri-ciri sistem presidensial


Monarki
Republik konstitusional
konstitusional
Pendalaman teori
Presidensia Semipresidensia Parlemente
Parlementer
l l r

Kepala negara Presiden Raja/Ratu

Kepala pemerintahan Presiden Perdana Menteri

Sifat kepala negara Populer Seremonial

Sifat kepala pemerintahan Populer Seremonial Populer

Kekuasaan kepala negara Pemisahan atau pembagian Hanya pemisahan

ditentukan jangka waktu


Masa jabatan kepala negara seumur hidup
(maksimal 2 periode)

ditentukan
jangka
Masa jabatan kepala pemerintahan waktu tidak ditentukan jangka waktu
(maksimal 2
periode)
Monarki
Republik konstitusional
konstitusional
Pendalaman teori
Presidensia Semipresidensia Parlemente
Parlementer
l l r

Kekuasaan negara Pemisahan atau pembagian Hanya pemisahan

Hak prerogratif untuk eksekutif Presiden Perdana Menteri

Hak kekuasaan wilayah negara Presiden Perdana Menteri

Hak pendapat menurut


Presiden Perdana Menteri
UUD/UU/peraturan diberlakukan/dicabut

tidak
(kecuali ada
Tampilan kepala negara dalam kabinet ya
undangan Perdana
Menteri)

Eksekutif tanggungjawab kepada legislatif tidak ya

Eksekutif dijatuhkan legislatif tidak ya

Hanya Partai Berkuasa


Posisi eksekutif Partai politik dan profesional Mayoritas Parlemen (termasuk
partai koalisi)

Pembubaran legislatif oleh eksekutif tidak ya

tidak dapat diganggu gugat dapat diubah


Keputusan kepala negara
(keputusan mutlak) melalui legislatif

Keterlibatan kepala negara untuk hak


ya tidak
partai politik/hak pemilih

Keterlibatan anggota keluarga kepala


negara untuk hak partai politik/hak ya tidak
pemilih/anggota eksekutif

Jumlah keturunan dalam posisi kepala


tidak tentu hanya satu
negara

Rangkap jabatan kepala negara ya tidak

Pengusulan/Pengubah/Pengganti/Perbaika Presiden Perdana Menteri


n UUD/UU/peraturan
Monarki
Republik konstitusional
konstitusional
Pendalaman teori
Presidensia Semipresidensia Parlemente
Parlementer
l l r

bersama dengan legislatif

diwariskan turun
dipilih rakyat (langsung) atau
Pemilihan kepala negara temurun menurut
parlemen (tidak langsung)
UU

dipilih
rakyat
(langsung)
ditunjuk dipilih rakyat (langsung) atau
Pemilihan kepala pemerintahan atau
Presiden parlemen (tidak langsung)
parlemen
(tidak
langsung)

Hukuman kepada kepala negara Pemakzulan Dilucut haknya

Hukuman kepada kepala pemerintahan Pemakzulan Mosi tak percaya

Lingkungan Istana Negara kalangan umum pribadi

dianggap
Posisi elite/orang kaya setara bangsawan/feoda
l

berubah-ubah sesuai dengan


Pemilihan parlemen tepat waktu
keputusan Perdana Menteri

Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu :

 Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
 Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh
mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
 Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
 Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan kepada
kekuasaan legislatif).
 Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
 Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Kelebihan dan kelemahan sistem presidensial

Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:

 Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
 Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan
Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan
Presiden Indonesia adalah lima tahun.
 Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
 Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang
luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:

 Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan


kekuasaan mutlak.
 Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
 Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif
dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas
 Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.

Sistem parlementer
  Monarki konstitusional di mana kekuasaan berada di tangan parlemen.
  Republik parlementer di mana parlemen secara efektif terpisah dari kepala negara.
  Republik parlementer dengan presiden eksekutif dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada
parlemen

Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan
penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara
mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem
parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang
terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya
pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara
saja.

Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan
secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan
melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas
antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa
kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.

Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan
tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang
kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem
parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala
negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai
dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki
seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan
keseimbangan dalam sistem ini.

Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, Jepang, Belanda,
Malaysia, Singapura dan sebagainya.

Ciri-ciri sistem parlementer


Monarki
Republik konstitusional
konstitusional
Pendalaman teori
Presidensi Semipresidensi Parlemente
Parlementer
al al r
Kepala negara Presiden Raja/Ratu
Kepala pemerintahan Presiden Perdana Menteri
Sifat kepala negara Populer Seremonial
Sifat kepala pemerintahan Populer Seremonial Populer
Hanya
Kekuasaan kepala negara Pemisahan atau pembagian
pemisahan
Masa jabatan kepala negara ditentukan jangka waktu seumur hidup
(maksimal 2 periode)
ditentukan
jangka
Masa jabatan kepala pemerintahan waktu tidak ditentukan jangka waktu
(maksimal 2
periode)
Hanya
Kekuasaan negara Pemisahan atau pembagian
pemisahan
Hak prerogratif untuk eksekutif Presiden Perdana Menteri
Hak kekuasaan wilayah negara Presiden Perdana Menteri
Hak pendapat menurut
UUD/UU/peraturan Presiden Perdana Menteri
diberlakukan/dicabut
tidak
(kecuali ada
Tampilan kepala negara dalam kabinet ya
undangan Perdana
Menteri)
Eksekutif tanggungjawab kepada
tidak ya
legislatif
Eksekutif dijatuhkan legislatif tidak ya
Posisi eksekutif Partai politik dan Hanya Partai Berkuasa
profesional Mayoritas Parlemen (termasuk
Monarki
Republik konstitusional
konstitusional
Pendalaman teori
Presidensi Semipresidensi Parlemente
Parlementer
al al r
partai koalisi)
Pembubaran legislatif oleh eksekutif tidak ya
dapat diubah
Keputusan kepala negara tidak dapat diganggu gugat melalui
(keputusan mutlak)
legislatif
Keterlibatan kepala negara untuk hak
ya tidak
partai politik/hak pemilih
Keterlibatan anggota keluarga kepala
negara untuk hak partai politik/hak ya tidak
pemilih/anggota eksekutif
Jumlah keturunan dalam posisi kepala
tidak tentu hanya satu
negara
Rangkap jabatan kepala negara ya tidak
Pengusulan/Pengubah/Pengganti/Perba
ikan UUD/UU/peraturan Presiden Perdana Menteri
bersama dengan legislatif
diwariskan
dipilih rakyat (langsung) atau
Pemilihan kepala negara turun temurun
parlemen (tidak langsung)
menurut UU
dipilih
rakyat
(langsung) dipilih rakyat (langsung)
ditunjuk
Pemilihan kepala pemerintahan atau atau
Presiden
parlemen parlemen (tidak langsung)
(tidak
langsung)
Hukuman kepada kepala negara Pemakzulan Dilucut haknya
Pemakzula
Hukuman kepada kepala pemerintahan Mosi tak percaya
n
Lingkungan Istana Negara kalangan umum pribadi
dianggap
Posisi elite/orang kaya setara bangsawan/feod
al
berubah-ubah sesuai dengan
Pemilihan parlemen tepat waktu
keputusan Perdana Menteri
Bentuk pemerintahan di berbagai negara. Sistem parlementer penuh berwarna oranye. Sistem
monarki konstitusional dengan parlemen kuat berwarna merah, monarki konstitusional dengan
parlemen lebih lemah dari raja berwarna magenta.

Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:

 Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala
negara dikepalai oleh presiden/raja.
 Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berdasarkan undang-undang.
 Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
 Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
 Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
 Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.

Kelebihan dan kelemahan sistem parlementer


Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:

 Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian
pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif
berada pada satu partai atau koalisi partai.
 Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
 Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi
berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:

 Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan


parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
 Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir
sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
 Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet
adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka
yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
 Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka
menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi
menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

Sistem semipresidensial
Sistem semipresidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan kedua sistem
pemerintahan: presidensial dan parlementer.

Terkadang, sistem ini juga disebut dengan Dual Eksekutif (Eksekutif Ganda). Dalam sistem ini,
presiden dipilih oleh rakyat sehingga memiliki kekuasaan yang kuat. Presiden melaksanakan
kekuasaan bersama-sama dengan perdana menteri.

Sistem ini digunakan oleh Republik Kelima Perancis.

Ciri-ciri
Monarki
Republik konstitusional
konstitusional
Pendalaman teori
Presidensia Semipresidensia Parlemente
Parlementer
l l r

Kepala negara Presiden Raja/Ratu

Kepala pemerintahan Presiden Perdana Menteri

Sifat kepala negara Populer Seremonial

Sifat kepala pemerintahan Populer Seremonial Populer

Kekuasaan kepala negara Pemisahan atau pembagian Hanya pemisahan

ditentukan jangka waktu


Masa jabatan kepala negara seumur hidup
(maksimal 2 periode)

ditentukan
jangka
Masa jabatan kepala pemerintahan waktu tidak ditentukan jangka waktu
(maksimal 2
periode)

Kekuasaan negara Pemisahan atau pembagian Hanya pemisahan

Hak prerogratif untuk eksekutif Presiden Perdana Menteri


Monarki
Republik konstitusional
konstitusional
Pendalaman teori
Presidensia Semipresidensia Parlemente
Parlementer
l l r

Hak kekuasaan wilayah negara Presiden Perdana Menteri

Hak pendapat menurut


Presiden Perdana Menteri
UUD/UU/peraturan diberlakukan/dicabut

tidak
(kecuali ada
Tampilan kepala negara dalam kabinet ya
undangan Perdana
Menteri)

Eksekutif tanggungjawab kepada legislatif tidak ya

Eksekutif dijatuhkan legislatif tidak ya

Hanya Partai Berkuasa


Posisi eksekutif Partai politik dan profesional Mayoritas Parlemen (termasuk
partai koalisi)

Pembubaran legislatif oleh eksekutif tidak ya

tidak dapat diganggu gugat dapat diubah


Keputusan kepala negara
(keputusan mutlak) melalui legislatif

Keterlibatan kepala negara untuk hak


ya tidak
partai politik/hak pemilih

Keterlibatan anggota keluarga kepala


negara untuk hak partai politik/hak ya tidak
pemilih/anggota eksekutif

Jumlah keturunan dalam posisi kepala


tidak tentu hanya satu
negara

Rangkap jabatan kepala negara ya tidak

Pengusulan/Pengubah/Pengganti/Perbaika
n UUD/UU/peraturan Presiden Perdana Menteri
bersama dengan legislatif

Pemilihan kepala negara dipilih rakyat (langsung) atau diwariskan turun


parlemen (tidak langsung) temurun menurut
Monarki
Republik konstitusional
konstitusional
Pendalaman teori
Presidensia Semipresidensia Parlemente
Parlementer
l l r

UU

dipilih
rakyat
(langsung)
ditunjuk dipilih rakyat (langsung) atau
Pemilihan kepala pemerintahan atau
Presiden parlemen (tidak langsung)
parlemen
(tidak
langsung)

Hukuman kepada kepala negara Pemakzulan Dilucut haknya

Hukuman kepada kepala pemerintahan Pemakzulan Mosi tak percaya

Lingkungan Istana Negara kalangan umum pribadi

dianggap
Posisi elite/orang kaya setara bangsawan/feoda
l

berubah-ubah sesuai dengan


Pemilihan parlemen tepat waktu
keputusan Perdana Menteri

Ciri-ciri pemerintahan semipresidensial yaitu:

1. dari presidensial
o Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih
langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
o Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
o Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
2. dari parlementer
o Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala
negara dikepalai oleh presiden.
o Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
o Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

Komunisme
Komunisme adalah sebuah ideologi. Penganut paham ini berasal dari Manifest der
Kommunistischen yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, sebuah manifesto politik
yang pertama kali diterbitkan pada 21 Februari 1848 teori mengenai komunis sebuah analisis
pendekatan kepada perjuangan kelas (sejarah dan masa kini) dan ekonomi kesejahteraan yang
kemudian pernah menjadi salah satu gerakan yang paling berpengaruh dalam dunia politik.

Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap paham kapitalisme di awal abad
ke-19, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani hanyalah bagian
dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan ekonomi. Akan tetapi, dalam
perkembangan selanjutnya, muncul beberapa faksi internal dalam komunisme antara penganut
komunis teori dan komunis revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan cara
perjuangan yang berbeda dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa yang
disebutnya sebagai masyarakat utopia.

Ide dasar

Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan komunis internasional. Komunisme atau


Marxisme adalah ideologi dasar yang umumnya digunakan oleh partai komunis di seluruh dunia.
sedangkan komunis internasional merupakan racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin
sehingga dapat pula disebut "Marxisme-Leninisme".

Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari pengambil alihan alat-alat produksi
melalui peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh
atau yang lebih dikenal dengan proletar (lihat: The Holy Family [1]), namun pengorganisasian
Buruh hanya dapat berhasil dengan melalui perjuangan partai. Partai membutuhkan peran
Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika
dicetuskan oleh Politbiro.

Komunisme sebagai anti-kapitalisme menggunakan sistem partai komunis sebagai alat


pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan akumulasi modal pada individu.
pada prinsipnya semua adalah direpresentasikan sebagai milik rakyat dan oleh karena itu, seluruh
alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna kemakmuran rakyat secara merata,
Komunisme memperkenalkan penggunaan sistem demokrasi keterwakilan yang dilakukan oleh
elit-elit partai komunis oleh karena itu sangat membatasi langsung demokrasi pada rakyat yang
bukan merupakan anggota partai komunis karenanya dalam paham komunisme tidak dikenal hak
perorangan sebagaimana terdapat pada paham liberalisme.

Secara umum komunisme berlandasan pada teori Materialisme Dialektika dan Materialisme
Historis oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan mitos, takhayul dan agama dengan
demikian tidak ada pemberian doktrin pada rakyatnya, dengan prinsip bahwa "agama dianggap
candu" yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran ideologi
lain karena dianggap tidak rasional serta keluar dari hal yang nyata (kebenaran materi).
Komunis Internasional

Komunis internasional sebagai teori ideologi mulai diterapkan setelah meletusnya Revolusi
Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai
sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih
menganut paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos. Komunis
internasional adalah teori yang disebutkan oleh Karl Marx.

Maoisme

Ideologi komunisme di Tiongkok agak lain daripada dengan Marxisme-Leninisme yang diadopsi
bekas Uni Soviet. Mao Zedong menyatukan berbagai filsafat kuno dari Tiongkok dengan
Marxisme yang kemudian ia sebut sebagai Maoisme. Perbedaan mendasar dari komunisme
Tiongkok dengan komunisme di negara lainnya adalah bahwa komunisme di Tiongkok lebih
mementingkan peran petani daripada buruh. Ini disebabkan karena kondisi Tiongkok yang
khusus di mana buruh dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari kapitalisme.

Indonesia dan komunisme

Indonesia pernah menjadi salah satu kekuatan besar komunisme dunia. Kelahiran PKI pada
tahun 1920an adalah kelanjutan fase awal dominasi komunisme di negara tersebut, bahkan di
Asia. Tokoh komunis nasional seperti Tan Malaka misalnya. Ia menjadi salah satu tokoh yang
tak bisa dilupakan dalam perjuangan di berbagai negara seperti di Cina, Indonesia, Thailand, dan
Filipina. Bukan seperti Vietnam yang mana perebutan kekuatan komunisme menjadi perang
yang luar biasa. Di Indonesia perubuhan komunisme juga terjadi dengan insiden berdarah dan
dilanjutkan dengan pembantaian yang banyak menimbulkan korban jiwa. Dan tidak berakhir
disana, para tersangka pengikut komunisme juga diganjar eks-tapol oleh pemerintahan Orde
Baru dan mendapatkan pembatasan dalam melakukan ikhtiar hidup mereka.

Sejarah Komunisme Di Indonesia

Era pra-Perang Kemerdekaan

Kelahiran Komunisme di Indonesia tak bisa dilepaskan dari hadirnya orang-orang buangan
politik dari Belanda dan mahasiswa-mahasiswa lulusannya yang berpandangan kiri. Beberapa di
antaranya Sneevliet, Bregsma, dan Tan Malaka yang masuk setelah Sarekat Islam (SI) Semarang
sudah terbentuk.

Gerakan Komunis di Indonesia diawali di Surabaya, yakni di dalam diskusi intern para pekerja
buruh kereta api Surabaya yang dikenal dengan nama VSTP. Awalnya VSTP hanya berisikan
anggota orang Eropa dan Indo Eropa saja, namun setelah berkembangnya waktu, kaum pribumi
juga banyak yang bergabung. Salah satu anggota yang menjadi besar adalah Semaoen kemudian
menjadi ketua SI Semarang.

Komunisme kemudian juga aktif di Semarang, atau sering disebut dengan "Kota Merah" setelah
menjadi basis PKI di era tersebut. Hadirnya ISDV dan masuknya para pribumi berhaluan kiri ke
dalam Sarekat Islam menjadikan komunis sebagai bagian cabangnya, yang nantinya disebut
sebagai "SI Merah". ISDV sendiri sering menjadi salah satu organisasi yang bertanggung jawab
atas banyaknya pemogokan buruh di Jawa.

Konflik antara SI Semarang (SI Merah) dengan SI pusat di Yogyakarta (SI Putih) mendorong
diselenggarakannya kongres. Atas usulan Haji Agus Salim, yang disahkan oleh pusat SI, baik SI
Merah maupun SI Putih menyepakati bahwa personel SI Merah keluar dari SI. Mantan personel
SI Merah kemudian bersama ISDV berganti nama menjadi PKI.

Kehancuran PKI fase awal bermula dengan adanya Persetujuan Prambanan yang memutuskan
akan ada pemberontakan besar-besaran di seluruh Hindia-Belanda. Tan Malaka yang tidak setuju
karena Komunisme di Indonesia kurang kuat mencoba menghentikan, namun para tokoh PKI
lainnya tidak menggubris usulan tersebut, kecuali mereka yang ada di pihak Tan Malaka.
Pemberontakan terjadi pada tahun 1926-1927 yang berakhir dengan kekalahan PKI. Para tokoh
PKI menyalahkan Tan Malaka atas kegagalan tersebut, karena telah mencoba menghentikan
pemberontakan dan memengaruhi cabang-cabang PKI.

Era Perang Kemerdekaan

Gerakan PKI bangkit kembali pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia, diawali oleh
kedatangan Muso secara misterius dari Uni Soviet ke Negara Republik (Saat itu masih beribu
kota di Yogyakarta). Sama seperti Soekarno dan tokoh pergerakan lain, Muso berpidato dengan
lantang di Yogyakarta dengan pandangannya yang murni Komunisme. Di Yogyakarta, Muso
juga mendidik calon-calon pemimpin PKI seperti D.N. Aidit.

Muso dan pendukungnya kemudian menuju ke Madiun, di sana ia dikabarkan mendirikan


Negara Indonesia sendiri yang berhalauan komunis. Gerakan ini didukung oleh salah satu
menteri Soekarno, Amir Syarifuddin. Divisi Siliwangi akhirnya maju dan mengakhiri
pemberontakan Muso ini.[2]

Era pasca-Perang Kemerdekaan RI

Pasca Perang Kemerdekaan Indonesia tersebut, PKI menyusun kekuatannya kembali. Didukung
oleh Soekarno yang ingin menyatukan semua aspek masyarakat Indonesia saat itu, di mana antar
ideologi menjadi musuh masing-masing, PKI menjadi salah satu kekuatan baru dalam politik
Indonesia. Ketegangan itu tidak hanya terjadi di tingkat atas saja, melainkan juga di tingkat
bawah di mana tingkat ketegangan banyak terjadi antara tuan tanah dan para buruh tani.[3]

Soekarno sendiri yang cenderung ke kiri, lebih dekat kepada PKI. Terutama setelah Dekrit
Presiden pada 5 Juli 1959, politik luar negeri Indonesia semakin condong ke Blok Timur (Blok
Komunis Uni Soviet). Indonesia lebih banyak melakukan kerja sama dengan negara komunis
seperti Uni Soviet, Kamboja, Vietnam, RRT, maupun Korea Utara. Beberapa langkah-langkah
politik luar negeri yang dianggap kekiri-kirian itu antara lain:

 Presiden Soekarno menyampaikan pandangan politik dunia yang berlawanan dengan barat,
yaitu OLDEFO (Old Established Forces) dan NEFO (New Emerging Forces)
 Indonesia membentuk Poros Jakarta-Peking dan Poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Peking-
Pyongyang yang membuat Indonesia terkesan ada di pihak Blok Timur
 Konfrontasi dengan Malaysia yang berujung dengan keluarnya Indonesia dari PBB.

Di sisi lain, konflik dalam negeri semakin memanas dikarenakan krisis moneter, selain itu juga
terdengar desas-desus bahwa PKI dan militer yang bermusuhan akan melakukan kudeta. Militer
mencurigai PKI karena mengusulkan Angkatan Kelima (setelah AURI, ALRI, ADRI dan
Kepolisian), sementara PKI mencurigai TNI hendak melakukan kudeta atas Presiden Soekarno
yang sedang sakit, tepat saat ulang tahun TNI. Kecurigaan satu dengan yang lain tersebut
kemudian dipercaya menjadi sebab insiden yang dikenal sebagai Gerakan 30 September, namun
beberapa ilmuwan menduga, bahwa ini sebenarnya hanyalah konflik intern militer waktu itu. [4]

Pasca Gerakan 30 September, terjadi pengambinghitaman kepada orang-orang komunis oleh


pemerintah Orde Baru. Terjadi "pembersihan" besar-besaran atas warga dan anggota keluarga
yang dituduh komunis meskipun belum tentu kebenarannya. Diperkirakan antara limaratus ribu
sampai duajuta jiwa meninggal di Jawa dan Bali setelah peristiwa Gerakan 30 September, para
"tertuduh komunis" ini yang ditangkap kebanyakan dieksekusi tanpa proses pengadilan.
Sementara bagi "para tertuduh komunis" yang tetap hidup, setelah selesai masa hukuman, baik di
Pulau Buru atau di penjara, tetap diawasi dan dibatasi ruang geraknya dengan penamaan Eks
Tapol.[5]

Era pasca-Reformasi

Semenjak jatuhnya Presiden Soeharto, aktivitas kelompok-kelompok komunis, marxis, dan


haluan kiri lainnya, mulai kembali aktif di lapangan politik Indonesia, walaupun secara hukum,
belum boleh mendirikan partai karena masih dilarang oleh pemerintah.

Apakah Komunisme Telah Mati?

Banyak orang yang mengira komunisme 'mati' dengan bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991,
yang diawali dengan keputusan Presiden Mikhail Gorbachev. Namun komunisme yang murni
belum pernah terwujud dan tak akan terwujud selama revolusi lahir dalam bentuk sosialisme
(Uni Soviet dan negara-negara komunis lainnya). Dan walaupun komunis sosialis hampir punah,
partai komunis tetap ada di seluruh dunia dan tetap aktif memperjuangkan hak-hak buruh, pelajar
dan anti-imperialisme. Komunisme secara politis dan ekonomi telah dilakukan dalam berbagai
komunitas, seperti Kepulauan Solentiname di Nikaragua.

Seperti yang digambarkan Anthony Giddens, komunisme dan sosialisme sebenarnya belum mati.
Ia akan menjadi hantu yang ingin melenyapkan kapitalisme selamanya. Saat ini di banyak
negara, komunisme berubah menjadi bentuk yang baru. Baik itu Kiri Baru ataupun komunisme
khas seperti di Kuba dan Vietnam. Di negara-negara lain, komunisme masih ada di dalam
masyarakat, namun kebanyakan dari mereka membentuk oposisi terhadap pemerintah yang
berkuasa.

Demokrasi liberal
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi
secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah.[1] Dalam demokrasi liberal,
keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada
sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan
agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum
dalam konstitusi.[2]

Demokrasi liberal pertama kali dikemukakan pada Abad Pencerahan oleh penggagas teori
kontrak sosial seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau. Semasa Perang
Dingin, istilah demokrasi liberal bertolak belakang dengan komunisme ala Republik Rakyat.
Pada zaman sekarang demokrasi konstitusional umumnya dibanding-bandingkan dengan
demokrasi langsung atau demokrasi partisipasi.

Demokrasi liberal dipakai untuk menjelaskan sistem politik dan demokrasi barat di Amerika
Serikat, Britania Raya, Kanada. Konstitusi yang dipakai dapat berupa republik (Amerika Serikat,
India, Perancis) atau monarki konstitusional (Britania Raya, Spanyol). Demokrasi liberal dipakai
oleh negara yang menganut sistem presidensial (Amerika Serikat), sistem parlementer (sistem
Westminster: Britania Raya dan Negara-Negara Persemakmuran) atau sistem semipresidensial
(Perancis).

Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang
utama.[1]

Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. [2] Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan agama.[2]

Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini
dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.[3].

Pokok-pokok Liberalisme

Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak
Milik (Life, Liberty and Property).[2] Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari
tiga nilai dasar Liberalisme tadi:

 Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human

Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan
baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. [2] Namun karena kualitas manusia yang

berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan


berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini
(persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak

dari demokrasi.[2]

 Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap

orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam

setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan

politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan
dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.
( Treat the Others Reason

Equally.)[2]

 Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah

tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus

bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The


Governed)[2]

 Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk

membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi
dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan
mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum
tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.[2]

 Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of

Individual)[2]

 Negara hanyalah alat (The State is Instrument). [2] Negara itu sebagai suatu mekanisme yang
digunakan untuk

tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. [2] Di dalam ajaran Liberal
Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri,
dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela
masyarakat telah mengalami kegagalan.[2]

 Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse


Dogatism).[2] Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang
menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini,
kebenaran itu adalah berubah.[2]

Dua Masa Liberalisme

Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. [2] Ada dua macam
Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. [2] Liberalisme Klasik timbul
pada awal abad ke 16. [2] Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. [2]
Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu
saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme
Klasik itu masih ada. [2] Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar ; hanya
mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya
ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. [2] Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme
Klasik itu tidak pernah berakhir.[2]

Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. [2]
Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan paham
baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). [2] Meskipun begitu,
bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena
kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan. [2] Jadi, tetap ada
keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.[4]

Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan Perkembangan Liberalisme


Klasik

Tokoh yang memengaruhi paham Liberalisme Klasik cukup banyak – baik itu dari awal maupun
sampai taraf perkembangannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pandangan yang relevan
dari tokoh-tokoh terkait mengenai Liberalisme Klasik.

Martin Luther dalam Reformasi Agama

Gerakan Reformasi Gereja pada awalnya hanyalah serangkaian protes kaum bangsawan dan
penguasa Jerman terhadap kekuasaan imperium Katolik Roma. [5]. Pada saat itu keberadaan
agama sangat mengekang individu. [5] Tidak ada kebebasan, yang ada hanyalah dogma-dogma
agama serta dominasi gereja. [5] Pada perkembangan berikutnya, dominasi gereja dirasa sangat
menyimpang dari otoritasnya semula. [5] Individu menjadi tidak berkembang, kerena mereka
tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh Gereja bahkan dalam mencari penemuan ilmu
pengetahuan sekalipun. [5] Kemudian timbullah kritik dari beberapa pihak – misalnya saja kritik
oleh Marthin Luther; seperti : adanya komersialisasi agama dan ketergantungan umat terhadap
para pemuka agama, sehingga menyebabkan manusia menjadi tidak berkembang; yang
berdampak luas, sehingga pada puncaknya timbul sebuah reformasi gereja (1517) yang menyulut
kebebasan dari para individu yang tadinya “terkekang”.[5]

John Locke dan Hobbes; konsep State of Nature yang berbeda


Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan
konsep negara alamaiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of Nature. [6] Namun
dalam perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak
belakang satu sama lainnya. [6] Jika ditinjau dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka
pahami itu sesungguhnya berbeda. [6] Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa dalam ‘’State
of Nature’’, individu itu pada dasarnya jelek (egois) – sesuai dengan fitrahnya. [6] Namun,
manusia ingin hidup damai. [6] Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru – suatu
masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari
individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa). [6] Sedangkan John
Locke (1632 – 1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun
karena adanya kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan
diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa
sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti ‘membeli
kucing dalam karung’. [6] Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir dari sebuah penguasa/ pihak
ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan
Locke, Monarkhi Konstitusional. [6] Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir ini sama-
sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. [6] Inti dari
terbentuknya Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing
individu) meskipun baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. [6]
Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga
kekuasaan Negara menjadi terbatas – hanya sebagai “penjaga malam” atau hanya bertindak
sebagai penetralisasi konflik. [6]

Adam Smith

Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mahzab ekonomi klasik merupakan dasar
sistem ekonomi kapitalis. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, haluan pandangan yang
mendasari seluruh pemikiran mahzab klasik mengenai masalah ekonomi dan politik bersumber
pada falsafah tentang tata susunan masyarakat yang sebaiknya dan seyogyanya didasarkan atas
hukum alam yang secara wajar berlaku dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pemikir
ekonomi klasik adalah Adam Smith (1723-1790). Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan
ekonomi yang sangat luas, oleh Sumitro Djojohadikusumo dirangkum menjadi tiga kelompok
pemikiran. Pertama, haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari falsafah politik, kedua,
perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan kekuatan-kekuatan yang
manakah yang menentukan nilai dan harga barang. Ketiga, pola, sifat, dan arah kebijaksanaan
negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat.
Singkatnya, segala kekuatan ekonomi seharusnya diatur oleh kekuatan pasar dimana kedudukan
manusia sebagai individulah yang diutamakan, begitu pula dalam politik.

Relevansi kekuatan Individu Liberalisme Klasik dalam Demokrasi dan


Kapitalisme

Telah dikatakan bahwa setidaknya ada dua paham yang relevan atau menyangkut Liberalisme
Klasik. Dua paham itu adalah paham mengenai Demokrasi dan Kapitalisme.
* Demokrasi dan Kebebasan Dalam pengertian Demokrasi, termuat nilai-nilai hak asasi
manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi manusia merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya
demokratis mestilah mempraktekkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada hak-hak
asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap hak-hak asasi setiap anggota
masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang
menindas.

Jelaslah bahwa demokrasi berlandaskan nilai hak kebebasan manusia. Kebebasan yang
melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif – yang bertanggungjawab, dan bukan
kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang
dan melindungi demokrasi itu dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di
dalamnya. Kemerdekaan dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk melindungi
demokrasi dari ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan demokrasi itu sendiri. Demokrasi
juga mengisyaratkan penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan Rakyat.[7]

* Kapitalisme dan Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap dalam


memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam tatanan ekonomi itu sendiri
merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu
sendiri menjadi tujuan. Di pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat
yang diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk
mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah bimbingan
terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan negara dan negara
totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual secara sukarela – tekniknya sebuah
sistem pasaran. Selama kebebasan untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara
efektif, maka ciri pokok dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran
adalah bahwa ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa
kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.[8]

Bacaan lebih lanjut tentang liberalisme


Literatur oleh para pemikir yang ikut menyumbang bagi teori liberal didaftarkan dalam
Sumbangan terhadap teori liberal.

 Bahasa Indonesia
o Kebebasan
o Liberalisme
o Individualisme
o Tanggung Jawab
o Keadilan Sosial
o Adam Smith: Pasar dan Individu
 Bahasa Inggris
o The future of liberal revolution / Bruce Ackerman - New Haven: Yale University Press,
1992
o Left and Right: The Prospects for Liberty / Murray N. Rothbard, 1965
o Liberalism and Democracy / Norberto Bobbio - London: Verso, 1990 (Liberalismo e
democrazia, 1988)
o Liberalism / John A. Hall - London: Paladin, 1988
o The Decline of Liberalism as an Ideology / John H. Hallowell - London: Kegan Paul,
Trench, Trubner, 1946
o Beyond the Global Culture War/ Adam K. Webb- Routledge, 2006, about the origins of
Liberalism and types of challenges to it in the present world
o Liberalism / Ludwig von Mises, 1927
 Bahasa Belanda
o Beleid voor een vrije samenleving / J.W. de Beus en Percy B. Lehning (red.) - Meppel:
Boom, 1990
o Afscheid van de Verlichting: Liberalen in verwarring over eigen gedachtengoed / Hans
Charmant en Percy Lehning - Amsterdam: Donner, 1989
o Liberalisme, een speurtocht naar de filosofische grondslagen / A.A.M. Kinneging e.a. -
Den Haag: Teldersstichting, 1988
o De liberale speurtocht voortgezet / K. Groenveld, H.J. Lutke Schipholt & J.H.C. van Zanen
- Den Haag: Teldersstichting, 1989
o Het menselijk liberalisme / Dirk Verhofstadt - Antwerpen: Houtekiet, 2002
 Bahasa Perancis
o Le libéralisme / Georges Burdeu - Paris: Seuil, 1979
 Bahasa Jerman
o Die Freiheit die wir meinen / Werner Becker - München: Piper, 1982
o Noch eine chance für die Liberalen / Karl-Hermann Flach - Frankfurt: Fischer, 1971
o Liberalismus / Lothar Gall - Königstein: Athenäum, 1985

Anda mungkin juga menyukai