Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filipina adalah salah satu negara kepulauan yang berbentuk Republik di Asia
Tenggara. Filipina memiliki kurang lebih 7.107 pulau besar dan kecil, dengan
perkiraan luas wilayahnya sekitar 300.000 km. Pulau terbesar di antara ribuan
pulau tersebut adalah: Pulau Luzon, Pulau Mindanao, Pulau Samar, Pulau Panay,
Pulau Mindoro, Pulau Negros, Pulau Visayan, Pulau Palawan, Pulau Leyte, Pulau
Bohol, dan Pulau Masbate. Keunikan Filipina dari negara-negara di Asia
Tenggara lainnya adalah salah satu negara yang mayoritas  penduduknya
beragama katolik. Selain itu,berdasarkan pengalaman kolonialisme oleh bangsa
Barat, Filipina merupakan negara di Asia Tenggara yang sangat dekat dengan
Amerika Serikat, bahkan secara superfisial Filipina merupakan negara yang paling
terlihat akulturasi  budaya bangsa Malaya dengan bangsa Barat dimana
westernisasi di Filipina dapat terlihat  jelas dari penamaan masyarakat asli Filipina
yang sangat melekat dengan bahasa Spanyol, dan upacara adat pernikahan di
Filipina merupakan akulturasi dari budaya bangsa Amerika Serikat.

Tidak hanya itu, sistem pemerintahan di Filipina juga mengikuti sistem


pemerintahan Amerika Serikat dimana terdapat tiga kekuasan dalam sistem
pemerintahan yaitu Eksekutif,Legislatif, dan yudisial. Oleh karena itu, Filipina
sering dianggap sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara dimana pengaruh
budaya Barat,terutama budaya bangsa Amerika Serikat, terasa sangat kuat. Ini
menjadi salah satu keunikan dalam membahas mengenai proses terbentuknya
bangsa Filipina hingga menjadi sebuah negara Republik. Seperti yang diketahui,
masyarakat asli Filipina merupakan rumpun Malaya-Polynesia, tetapi kebudayaan
asli dan sistem pemerintahan di Filipina sangat mengikuti budaya demokrasi

1
Amerika Serikat. Dilihat dari pengalaman penjajahan Amerika Serikat di Filipina,
negara ini seharusnya negara yang memiliki pemahaman nilai-nilai demokrasi
yang sangat kuat dan dalam tahap demokrasi yang telah mendarah daging. Dalam
nilai-nilai demokrasi dikatakan bahwa demokrasi akan membawa negara kearah
kemakmuran, salah satunya dipertegas oleh pendapat Sorensen yang mengatakan
bahwa Modernisasi dan kesejahteraan akan selalu disertai sejumlah faktor yang
kondusif bagi demokrasi, seperti meningkatnya tingkat melek huruf dan
pendidikan, urbanisasi, dan pembangunan media massa.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah pemerintahan Marcos di Filiphina?
      1.2.2   Bagaimana sejarah pemerintahan Cory di Filiphina?
1.2.3 Bagaimana sejarah terjadinya masalah Moro di Filiphina?
1.2.4 Bagaimana perkembangan Filiphina dewasa ini?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1 Untuk mengetahui sejarah pemerintahan Marcos di Filiphina
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah pemerintahan Cory di Filiphina
1.3.3 Untuk mengetahui sejarah terjadinya masalah Moro di Filiphina
1.3.4 Untuk mengetahui perkembangan Filiphina dewasa ini

2
BAB II
PEMBAHASAN

Dalam sistem pemerintahan, Filiphina mengikuti sistem pemerintahan Amerika


Serikat dimana terdapat tiga pembagian kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif,dan
yudisial. Tidak hanya itu, sistem pemerintahan Filiphina merupakan sistem
pemerintahan demokrasi Amerika Serikat dimana dewan Legislatif Filipina
memiliki sistem bicameral atau 2 kamar yaitu Kongres terdiri dari Senat dan
Dewan Perwakilan. Presiden Filipina adalah kepala negara dan kepala
pemerintahan di Republik Filipina. Presiden Filipina dikenal oleh masyarakat
setempat dengan sebutan Ang-Pangulo atau Pangulo. Misalnya Ang Pangulo
Benigno S. Aquino III untuk presiden yang sedang menjabat sekarang.

2.1 Filiphina di Bawah Pemerintahan Ferdinand Marcos


2.1.1 Periode 1965-1969
Presiden Marcos mengadakan pembangunan jalan, jembatan dan pekerjaan
umum yang mencaku 16.000 kilometer jalan feeder, sekitar 30.000 meter
lineal dari jembatan permanen, generator dengan kapasitas listrik satu juta
kilowatt, dan layanan air 8 daerah dengan 38 lokasi. Untuk mencapai
tujuannya presiden Marcos memobilisasi tenaga kerja dan sumber sumber
angkatan bersenjata Filipina (AFP) untuk melengkapi lembaga sipil dalam
kegiatan seperti pembangunan infrastruktur, ekonomi dan industri.
2.1.2  Periode 1969-1972
Dalam periode ini Marcos mengembangkan propaganda di Filipina. Seluruh
sekolah di Filipina diwajibkan memiliki gambar resmi presiden atau semua
fasilitas akan ditutup. Propaganda pesan Marcos  juga ditempatkan pada
billboard di seluruh Filipina. Pada akhir periode keduanya ini ditandai

3
dengan munculnya krisis ekonomi, meningkatnya kriminalitas, gerakan
komunis serta  pemisahan di wilayah selatan.
2.1.3 Periode 1972-1981
Di tengah merebaknya aksi kriminalitas serta ancaman pemberontakan
komunis, Marcos menyatakan darurat militer pada 21 September 1972.
Marcos membatasi kebebasan pers dan menangkap sejumlah tokoh oposisi
seperti, Beniqno Aquino dan Jovito Salonga. Darurat militer secara resmi
menuntun pada kestabilan ekonomi namun dengan mengorbankan
pengurangan kebebasan sosial dan hingga meningkatkan korupsi yang
dilakukan Marcos dan kroni kroninya.
2.1.4 Sesudah Tahun 1972
Pihak militer kemudian menjadi benteng pemerintahan Marcos dan
memiliki hak istimewa. Terjadi pembengkakan personil militer yang
dibarengi kenaikan pangkat secara  bertubi tubi, penambahan gaji, serta
pemangkuan jabatan penting oleh kalangan militer menggantikan kalangan
sipil.
2.1.5  Periode 1981-1983
Enam bulan setelah pencabutan undang-undang darurat, diadakan pemilu
pertama setelah dalam dua belas tahun tidak diadakan. Marcos menang
besar atas kandidat lainnya, tapi  pemungutan suara tersebut diatur secara
tidak jujur dan pemilu tersebut diboikot oleh partai  partai oposisi utama.

2.2 Filiphina di Bawah Pemerintahan Corry


Secara keseluruhan pemerintahan Cory Aquino membuat keuntungan penting
dalam aspek membawa kembali demokrasi, memulihkan kepercayaan investor
dalam  perekonomian, dan memberlakukan reformasi hukum dan konstitusional.

2.3 Isu Separatisme Bangsa Moro di Filiphina Selatan

Pada masa pembangunan, pemerintah Filipina tidak mengakui hukum adat Moro.
Ada  perasaan dendam dari pemerintah Filipina terhadap bangsa Moro atas
penyerangan pusat  pemerintahan di Manila. Sehingga, menimbulkan ketegangan
antara penduduk minoritas muslim Moro dengan para pendatang pada
pemberontakan bangsa Moro tahun 1960-1970. Tahun 1972, Nur Misuari sebagai

4
pemimpin MNLF bersama pendukungnya mendeklarasikan rencana mendirikan
Republik bangsa Moro melalui Moro National Liberation Front (MNLF) yang
memiliki tujuan untuk mencapai kebebasan penuh kepada bangsa Moro dan
merdeka dari penjajahan Filipina. Peristiwa ini menimbulkan intervensi militer
terhadap bangsa Moro yang ingin menentukan nasibnya sendiri. Hasilnya, pada
maret 1968 terjadi pembunuhan massal di Sulu sekitar 24 orang mati oleh tentara
Filipina atas perintah presiden Marcos. Peristiwa pembunuhan massal ini menjadi
awal kekacauan di pulau Mindanao.

Bangsa Moro adalah penduduk muslim yang sejak lama telah menduduki pulau
Mindanao, kepulauan Basilan, Palawan, Sulu dan Tawi-tawi. Bangsa Moro pada
dasarnya bukan merupakan bagian dari pemerintahan Filipina akan tetapi tahun
1946 pada kemerdekaan Filipina, kepulauan tersebut menjadi bagian dari wilayah
Filipina karena setelah kesepakatan antara AS dengan Sultan Mindanao. Sejak
tahun 1970-an militer Filipina masuk kewilayah Mindanao yang didominasi oleh
penduduk muslim, target mereka adalah menyerang markas-markas MNLF
(sekarang MILF karena MNLF telah melakukan kesepakatan perjanjian damai)
yang sampai saat ini terus  berlangsung. Sejak itu pula menimbulkan terjadinya
eskalasi konflik diantara pemerintah dan MNLF setelah terjadinya pembunuhan
massal terhadap 24 orang penduduk Sulu yang dikenal dengan Jabidah Massacre,
ini merupakan bentuk eskalasi konflik yang pertama pada tahun 1968, akan tetapi
hal ini dapat diselesaikan sehingga terjadi de-eskalasi karena tujuan
genocide tersebut tidak terbukti. Selanjutnya, proses negosiasi terjadi pada tahun
1975  presiden Marcos melakukan gencatan senjata antara pemerintah dengan
MNLF untuk memulai membicarakan perdamaian dengan MNLF. Hal ini
diakibatkan oleh embargo minyak oleh negara-negara arab yang tergabung dalam
organisasi pengeksor minyak terhadap negara-negara pendukung Israel, negara
Filipina merupakan salah satu pendukungnya.

Pada bulan Desember 1976 pemerintah Filipina dan MNLF menandatangani


perjanjian Tripoli yang merupakan hasil dari pendekatan perdamaian tersebut.
Muamar Qaddafi  presiden Libya sebagai mediator permasalahan ini, akan tetapi

5
perjanjian Tripoli tidak efektif dan beberapa tahun kemudian terjadi konflik
kembali menimbulkan eskalasi konflik yang kedua kalinya. Sehingga, pada saat
ini pula terjadi perpecahan MNLF yang terbagi menjadi dua. Penyebabnya, karena
MNLF dan MILF keduanya memiliki pandangan yang berbeda terhadap
pemerintahan Filipina. MNLF bersifat tidak menjadi gerakan separatis dari
Filipina sedangkan MILF merupakan gerakan separatis bangsa Moro yang ingin
menentuakan nasibnya sendiri dengan mendirikan negara republik islam.
Peristiwa ini merupakan akibat dari kegagalan perjanjian Tripoli. Selama setelah
perjanjian Tripoli yang terjadi adalah  bargaining antara pemerintah dan MNLF
dalam hal pemberian otonomi yang disepakati dalam perjanjian tersebut.

Tahun 1986, presiden Aquino yang menggantikan presiden Marcos melakukan


pertemuan dengan Nur Misuari (pimpinan MNLF) untuk membicarakan rencana
perdamaian sebagai langkah awal negosiasi penyelesaian sengketa atau konflik.
Menurut penulis ini merupakan langkah yang baik untuk menjalin hubungan
perdamaian antara pemerintah dengan MNLF. Akan tetapi, hal ini membuat
kemarahan MILF yang tidak diikutsertakan. Alhasil, setelah 10 tahun kemudian
dibentuk "Final Peace Agreement" . Dimediasi oleh OKI dan MWL namun
pemerintah Filipina cenderung melakukan negosiasinya dimulai dengan MNLF.

Tahun 1996, dibawah pimpinan Fidel Ramos memang sudah terbentuk FPA yang
disepakati oleh MNLF dengan pemerintah Filipina. Kondisi ini dalam tahapan
proses damai disebut dengan tahapan peacemaking seperti halnya setelah
perjanjian Tripoli. Dalam kondisi  peacemaking fokus antara keduanya pada
kesepakatan untuk penghentian peperangan diantara kedua pihak, dengan
agreement tersebut berarti konflik itu harus dihentikan dan ada tanggung jawab
bersama untuk menjaga perjanjian tersebut baik dari pemerintah maupun MNLF.
Sehingga, apabila perdamaian sudah terwujud maka perdamaian tersebut harus
dijaga, ini akan berlangsung ketahap perdamaian selanjutnya. Selanjutnya,
presiden Fidel Ramos digantikan oleh Presiden Estrada (1998-2001) menyatakan
"all out war"  tentara pemerintah Filipina dengan MILF. Selama pemerintah
Estrada tidak terjadi sebuahpertemuan yang akan menyelesaikan masalah ini.

6
Pada kenyataannya, presiden Estrada tidak mengindahkan akan perjanjian FPA
yang sudah  berlangsung. Sehingga yang terjadi adalah kegagalan resolusi konflik
melalui negosiasi FPA tersebut. Seharusnya yang terjadi adalah bukannya
kekerasan kembali akan tetapi proses rekonsiliasi. Singkatnya, resolusi konflik ini
menghasilkan kegagalan antara pemerintah Filipina dengan MILF, sehingga
terjadi eskalasi konflik yang kembali akan tetapi hal proses rekonsiliasi antara
pemerintah dengan MNLF dikatakan berhasil. Karena pemerintah hanya akan
menyerang kelompok separatis dari MILF dan kelompok separatis lainnya. Dalam
sejarah juga pemerintah Filipina enggan melakukan perundingan dengan MILF
karena mereka menganggap dengan tuduhan bahwa MILF merupakan gerakan
islam garis keras yang banyak melakukan aksi-aksi terorisme.

Masalah separatisme yang terjadi di Filiphina Selatan ini merupakan salah satu
penghambat bagi Filiphina dalam penerapan nilai-nilai demokrasi yang
seharusnya sudah mendarah daging dengan masyarakat Filiphina. Separatisme ini
muncul karena belum meratanya pembangunan di Filiphina, salah satu faktornya
adalah negara Filiphina merupakan negara kepulauan yang sulit untuk
diintegrasikan dalam satu rencana  pembangunan yang merata dengan daerah-
daerah di Filiphina lainnya.

3.4 Perkembangan Filiphina Dewasa Ini


3.4.1 Pertumbuhan Ekonomi Filiphina
Ekonomi Filiphina merupakan ekonomi keempat terbesar di Asia Tenggara
dan ketiga puluh enam di dunia  berdasarkan PDB. Filiphina menganut
sistem ekonomi campuran dengan industri utama bergerak pada bidang
pengolahan makanan, tekstil, elektronik, dan otomotif.  Meskipun kerusakan
yang ditimbulkan oleh serangkaian bencana alam yang melanda negara itu
pada tahun 2013, Produk Domestik Bruto negara (PDB) tumbuh sebesar 6,5
persen pada keempat tahun 2013 didorong oleh sektor Jasa, khususnya
perdagangan, real estate, bisnis, dan kinerja percepatan Manufaktur,
membuka jalan bagi PDB tahunan mengalami  pertumbuhan 7,2 persen.

7
Di sisi permintaan, berkelanjutan belanja konsumen dan pemerintah
sepanjang tahun ditopang oleh peningkatan investasi dalam Pembentukan
Modal Tetap, khususnya di Peralatan, memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan PDB yang sehat pada 2013. Pada kuartal keempat, belanja
pemerintah berkurang tidak mampu meniadakan pertumbuhan PDB yang
kuat ditopang oleh belanja konsumen dan investasi dalam pembentukan
modal tetap dan  pertumbuhan dalam perdagangan internasional.

Pendapatan Nasional (Gross National Product, GNP) negara ini, merupakan


jumlah nilai seluruh pendapatan ekonomi Filiphina, yaitu sekitar 30 triliun
dolar setiap tahunnya. Dengan  begitu, berati sekitar 40 persen diperoleh
dari jasa, 32 persen berasal dari industri, dan 28  persen berasal dari
pertanian. Nilai yang berasal dari industri, tiga perempatnya berasal dari
pabrikasi, 15 persen dari konstruksi, dan sisanya berasal dari pertambangan
dan utilitas. Philipina setiap tahunnya mengekspor dan mengimpor berbagai
produk dengan nilai diperkirakan sekitar 5 triliun dolar. Produk ekspor
diklasifikasikan sebagai produk tradisional, dimana jumlahnya sekitar
sepertiga dari seluruh produk ekspor, dan barang- barang non-tradisional
berjumlah dua pertiga dari total ekspor. Pendapatan produk ekspor
tradisional adalah 40 persen berasal dari produksi kelapa, 15 persen dari
gula, dan hampir 20  persen berasal dari perkayuan. Sisanya sebahagian
besar berasal dari mineral.

Produk utama pertanian di Filiphina adalah beras, yang digunakan untuk


konsumsi lokal tidak untuk di ekspor. Jumlah beras yang dihasilkan sekitar
setengah dari hasil pertanian domestik. Seperempatnya berasal dari jagung.
Maka produk-produk ekspor pertanian lainnya yaitu kelapa dan gula
hanyalah seperempat dari total seluruh panen. Dalam bidang impor, satu-
satunya pengeluaran negara terbesar adalah untuk minyak bumi dengan
perhitungan hampir sepertiganya. Dilihat dari latar belakang sejarah
Filiphina, pada masa kolonial Spanyol di Filiphina, Spanyol tidak dapat
menjadikan Filiphina sebagai penghasil rempah-rempah, karena kondisi

8
alam Filiphina sendiri bukan penghasil rempah-rempah, tetapi pada masa
penjajahan Spanyol di Filiphina hanya menjadi pusat transit perdagangan
Asia dan Eropa. Pada masa kepemimpinan presiden kedua Filiphina, negara
ini mulai meningkatkan  produksi pertanian berupa bahan pangan beras,
dimana Presiden Elpidio Quirino membentuk Bank Perkreditan bagi
pertanian dan membantu para petani dalam memasarkan hasi  panennya. Ini
menjadi awal perkembangan produksi bahan pangan di Filiphina, yang
selanjutnya semakin berkembang setelah Filiphina tergabung dalam
ASEAN dan Filiphina menjadi negara penghasil dan pusat penelitian
pengembangan padi untuk produksi bahan  pangan bagi negara-negara di
ASEAN.

3.4.2 Perkembangan SDM Filiphina dibidang Tenaga kerja Luar negeri


Pada tahun 2003, lebih dari 7,3 juta warga negara Filipina atau sekitar 8
persen dari total jumlah penduduk Filipina bermukim dan bekerja diluar
negeri ekspor tenaga kerja juga menjadi kebijakan yang ampuh bagi Filipina
untuk mencegah terjadinya ledakan atau revolusi sosial didalam negeri di
tengah kegagagalan pemerintah memeperbaiki ekonomi dan menciptakan
lapangana pekerjaan. Sejak awal, pemerintah Filipina sudah menetapkan
target yang tegas dan konsisten  berkaitan dengan ekspor tenaga kerja.
kebijakan tersebut mendorong terjadinya migrasi tenaga kerja untuk bekerja
sementara di luar negeri melalui jalur-jalur resmi yang di atur dan diawasi
secara ketat oleh pemerintah. Pemerintah Filipina secara aktif menjadikan
migrasi tenaga kerja sebagai prioritas kebijakan luar negeri untuk membujuk
pemerintah negara yang dikunjunginya agar mau menggunakan lebih
banyak lagi tenaga kerja dari Filipina.

Meskipun pemerintah menyertakan sebagian besar pihak swasta, pemerintah


tetap memegang peran penting sebagai pembuat kebijakan, dengan tujuan
melindungi para pekerja dari kemungkinan penyiksaan dan praktik
pengrekrutan secara illegal. menurut ADB (Asia  Development Bank )
menyebutkan bahwa Filipina merupakan model yang baik bagi negara

9
berkembang lain berkaitan dengan pengolahan pekerja migran dan devisa
(remittance). Selain itu ada sisi dilematis yang di alamai oleh Filipina dalam
perkembangan sumber daya manusia. Filipina bisa membuat tenaga-tenaga
kerja yang terampil dan professional untuk tinggal bekerja diluar negeri,
Filipina melatih begitu banyak calon perawat diberbagai universitas yang
ada didalam negeri untuk mengirimnya keluar negeri, sehingga didalam
negeri terjadi krisis perawat untuk ditempatkan dirumah sakit. berbagai
kalangan mencemaskan terjadinya brain drain karena sebagian besar tenaga
terampil, tidak hanya  perawat, memilih mengadu nasib di negara lain.
Banyak pihak menuding pemerintah malas dan menggunakan devisa
sebagai cara untuk menutupi kegagalan kebijakan ekonomi dan  penciptaan
lapangan kerja di dalam negeri.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Filiphina memiliki perjalanan sejarah yang panjang dalam membangun negaranya


menuju kemakmuran. Pengaruh bangsa Barat terutama Amerika Serikat juga
sangat terlihat jelas dalam sistem pemerintahan di Filiphina, sebab Amerika
merupakan bangsa terakhir yang menjajah Filiphina dan sampai  pada
pemerintahan presiden Manual Roxas. Proses pembangunan Filiphina masih
terhambat dengan permasalahan-permasalah dalam negeri di Filiphina sendiri,
seperti isu separatisme dan Filiphina dihadapkan dengan integrasi ekonomi global
dimana Filiphina sendiri masih harus membangun industri dalam negerinya yang
sempat merosot dikarenakan bencana alam yang terjadi di Filiphina beberapa
tahun terakhir. Program pembangunan Filiphina untuk saat ini  berfokus pada
Milinium Goals yang berusaha dicapai Filiphina dalam periode 1990-2015. The
Millennium Development Goals ( MDG ) yang merupakan seperangkat tujuan
terikat waktu dan terukur serta target untuk memerangi kemiskinan, kelaparan,
penyakit, buta huruf, degradasi lingkungan dan diskriminasi terhadap perempuan.
Milineum Goals tersebut merupakan usaha Filiphina untuk dapat meningkatkan
kualitas dalam negeri untuk mencapai integrasi global.

11

Anda mungkin juga menyukai