Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan, epidemiologi, wtiologi&faktor, ddx, tatalaksana (farmaka dan non-farmaka)

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optic, dan menciutnya
lapang pandang. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa
adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan penyempitan
lapang pandang (visual field) yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan bola mata.
Glaukoma adalah penyebab nomor dua kebutaan yang terjadi di dunia.Sekitar 1,25 juta
penduduk Amerika didiagnosis menderita glaukoma namun sekitar 1 juta lainnya juga
menderita penyakit tersebut namun mereka tidak menyadarinya.

Glaukoma terdiri dari dua tipe utama yaitu glaukoma sudut terbuka dan sudut
tertutup. Berdasarkan etiologinya, glaukoma dibagi menjadi glaukoma primer dan glaukoma
sekunder. Glaukoma primer merupakan glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit
atau keadaan okular yang menyebabkan peningkatan tahanan aliran cairan akuos atau
penutupan sudut. Jika ada penyakit atau keadaan yang mendasari yang dapat menyebabkan
peningkatan TIO maka glaukoma diklasifikasikan glaukoma sekunder.

Salah satu penyebab glaukoma sekunder adalah katarak matur atau hipermatur.
Kondisi ini dikenal dengan istilah glaukoma fakolitik. Glaukoma fakolitik merupakan suatu
bentuk glaukoma sudut terbuka sekunder yang berkaitan dengan katarak matur atau
hipermatur dimana terjadi kebocoran dari material lensa ke dalam bilik mata depan sehingga
protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan trabekular menjadi
edematosa dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak
tekanan intraokular.

Glaukoma fakolitik pertama kali dikenali oleh Flocks et al pada tahun 1955.
Frekuensi terjadinya glaukoma fakolitik jarang ditemukan di negara-negara maju, hal ini
karena banyaknya pusat pelayanan kesehatan mata dan adanya kesadaran dari penderita
terhadap penyakit ini. Glaukoma fakolitik lebih sering terjadi di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia, dimana penanganan katarak sering terlambat sampai pada stadium
hipermatur yang belum ditangani. Pada sebuah studi di India dilaporkan 115 kasus glaukoma
fakolitik dari 27.073 penderita dengan katarak. Penatalaksanaan Glaukoma fakolitik sama
dengan penatalaksanaan glaukoma sekunder lainnya dengan menangani kasus penyebabnya.
Pada keadaan fakolitik maka harus segera dilakukan ekstraksi katarak. Bedah
kombinasitrabekulektomi dan ekstraksi katarak dengan disertai atau tanpa dilakukan
penanaman IOL juga menjadi prosedur alternatif untuk glaukoma sekunder.

EPIDEMIOLOGI

Glaukoma merupakan penyakit mata yang dikenal sebagai penyebab kebutaan


permanen jika tidak terdeteksi dan diobati. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua
paling banyak di negara sedang berkembang setelah diabetes. Pada tahun 2000 diperkirakan
kurang lebih 67 juta orang akan menderita glaukoma dan 10% diantaranya (6,7 juta orang)
akan mengalami kebutaan bilateral disebabkan oleh penyakit ini. Di Amerika Utara, penyakit
ini merupakan penyebab utama kebutaan dan memiliki insiden 1 per 100 orang penduduk di
atas usia 40 tahun. Dari seluruh jumlah ini hanya 50% yang dapat terdeteksi, sedangkan
setengah bagian lagi tidak dapat terdeteksi karena dalam perjalanan penyakitnya kelainan ini
tidak menampakkan gejala atau tanda penyakit.

Bank data WHO memperkirakan bahwa di seluruh dunia terdapat kira-kira 2,7 juta
orang menderita glaukoma sekunder. Lens induced glaucoma yang disebabkan oleh katarak
hipermatur merupakan penyebab utama glaukoma sekunder di negara sedang berkembang.
Dari penelitian yang dilakukan pada Rumah Sakit Mata Aravind di India Selatan pada tahun
2000 didapatkan bahwa lens induced glaucoma merupakan penyebab terbesar dari glaukoma
sekunder dengan persentase 25% dari total kasus yang ada.

ETIOLOGI

Pembesaran lensa pada katarak intumesen meningkatkan blok pupil relatif dan
mendorong bagian perifer iris ke arah depan. Kedua mekanisme ini menyebabkan
penyempitan sudut bilik anterior dan peningkatan tekanan intraokuler. Gambaran
klinis meliputi katarak asimetris dengan mata yang berlawanan menunjukkan sudut
bilik anterior yang dalam. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan
lensa menjadibengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata
menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan
dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada
katarak yang berjalan cepatdan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini
dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor risiko yang dapat mengarah pada kerusakan glaukoma :

 Peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah kerusakan
 Tekanan darah rendah atau tinggi
 Fenomena autoimun
 Degenerasi primer sel ganglion
 Usia di atas 45 tahun
 Keluarga mempunyai riwayat glaucoma
 Miopia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut terbuka
 Hipermetropia berbakat untuk terjadi glaukoma sudut tertutup atau sempit
 Pasca bedah dengan hifema atau infeksi

DIAGNOSIS BANDING

 Glaukoma Partikel Lensa


Material lensa mendapatkan jalan ke bilik anterior melalui pengangkatan lensa yang
tidak sempurna setelah phakoemulsifikasi atau ECCE, trauma lensa, kapsulotomi
posterior dengan Nd:YAG laser dan bahkan tanpa didahului manipulasi intraokular
terlebih dahulu. Pemeriksaan slit lamp menunjukkan material lensa yang bersirkulasi
di cairan aqueous, penumpukan deposit debris lensa pada endotel kornea, edem
kornea yang bergantung pada onset peningkatan tekanan intraokuler, dan inflamasi
yang jelas yang dapat berkembang menjadi hipopion. Pada pemeriksaan gonioskopi
ditemukan gambaran sudut terbuka dan material korteks lensa dapat diidentifikasi.
Peningkatan tekanan intraokuler disebabkan obstruksi oleh partikel lensa dan reaksi
inflamasi yang diakibatkannya. Makrofag juga dapat ditemukan pada bilik anterior
dan sama seperti yang terjadi pada glaukoma phakolitik, sedikit berperan pada
patofisiologi peningkatan tekanan intraokuler.

TATALAKSANA

Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila


tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa dan mengganggu kehidupan sosial
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit.
Terdapat dua jenis pembedahan pada katarak yaitu Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
atau ekstraksi intrakapsular dan Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) atau ekstraksi
ekstrakapsular.

A. Medikamentosa

Pengobatan dengan obat-obatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular dengan


cepat, untuk mencegah kerusakan nervus optikus, untuk menjernihkan kornea, menurunkan
inflamasi intraokular, miosis, serta mencegah terbentuknya sinekia anterior perifer dan
posterior. Obat-obat yang bisa diberikan pada penderita glaukoma sebagai berikut:

1. Prostaglandin analog, seperti:


a. Latanaprost (Xalatan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari.
b. Bimanoprost (lumigan)
2. β-Adrenergic antagonist ( β-bloker ), seperti :
Timolol maleate (timoptic) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5% dan dosis
pemakaian 4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan
TIO 20-30%.
3. Adrenergic agonist
a. Epinefrin (epifrin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5%, 1%, 2%
dan dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran akuos
dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. .
b. Dipivefrin HCl (propin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,1% dan dosis
pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran akuos dan
menurunkan TIO sebesar 15-20%.
4. β2-Adrenergik agonist :
Apraclonidin HCl (iopidin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5%, 1% dan dosis
pemakaian 2-3 kali sehari.
5. Parasympatomimetic (miotic) agents
a. Agonist kolinergik (direct acting)
Pilocarpin HCl (isoptocarpine) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,2-10% dan
dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran
trabekular, menurunkan TIO melalui kontraksi otot siliaris, kontraksi tersebut
menarik taji sklera dan menyebabkan anyaman trabekular teregang dan
terpisah. Jalur cairan terbuka dan aliran keluar akuos meningkat. Obat ini
merupakan langkah pertama dalam terapi glaukoma.
b. Anti kolinesterase agent (indirect acting)
Echothiopate iodide (phospholine iodide) : obat ini mempunyai konsentrasi
0,125% dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari.

B. Non Medikamentosa

Glaukoma bukan merupakan penyakit yang dapat diobati dengan operasi saja.
Indikasi untuk dilakukannya operasi, yaitu:

1. Target penurunan tekanan intraokular tidak tercapai.


2. Kerusakan jaringan saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang progresif meski
telah diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi ataupun telah dilakukan laser
terapi ataupun tindakan pembedahan lainnya.
3. Adanya variasi tekanan diurnal yang signifikan pada pasien dengan keruksakan diskus
yang berat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Balai Penerbitan Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2011.
2. Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. (Online). Diambil dari:
https://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/11/files_of_drsmed_galukoma.pdf. (21
Mei 2019)
3. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi
kelima dengan perbaikan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.

Anda mungkin juga menyukai