OLEH :
Kelompok : IV (Empat)
Nama Kelompok : 1. Fadillah Nur Ilmi (4181151012)
2. Septriyanti Sianturi (4183151023)
3. Ardia Cahyaning Heryanti (4181151008)
4. Putri Nuraini Delima (4182151003)
Program Studi : Pendidikan IPA
Kelas : Pendidikan IPA B 2018
Mata kuliah : Ekologi Tumbuhan Dan Hewan
Dosen Pengampu :
Tanggal : 2 Maret 2021
Terakhir penulis berharap, Laporan CJR ini dapat bermanfaat dan dapat menambah
wawasan pengetahuan bagi semua pembaca.Kami mohon maaf apabila terdapat kekurangan
dalam makalah ini, kami sangat mengharapkan tanggapan, kritik, dan saran dari pembaca.
Kelompok IV
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
- JURNAL 1....................................................................................................................................2
- JURNAL 2....................................................................................................................................9
- JURNAL 3..................................................................................................................................19
- JURNAL 4..................................................................................................................................30
- JURNAL 5...................................................................................................................................38
- JURNAL 6..................................................................................................................................43
- JURNAL 7..................................................................................................................................48
- JURNAL 1
A. Latar Belakang Teori dan Tujuan Penelitian
Di daerah tropis seperti Indonesia, nyamuk merupakan serangga yang sering
mengganggu kehidupan manusia. Selain itu nyamuk juga dapat menyebarkan penyakit
Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Filariasis. Pada tahun 2001, wabah
Demam Berdarah Dengue masih menyerang hampir seluruh daerah di Indonesia, baik
daerah perkotaan maupun pedesaan. Wabah DBD juga menyerang pada bayi, anak-anak
serta orang dewasa, sehingga tidak sedikit penderita tersebut yang meninggal dunia
(Santoso, 2003). Menurut Mapata (2000) penyakit Demam Berdarah Dengue termasuk
penyakit yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Untuk mengatasi hal tersebut, manusia lebih cenderung menggunakan insektisida atau
obat pembasmi nyamuk yang dijual bebas seperti obat nyamuk bakar, tissue oles, elektrik
dan sebagainya. Semua usaha pemberantasan nyamuk tersebut hanya bersifat sesaat dan
tidak memiliki efek pencegahan. Penggunaan bahan-bahan kimia untuk mengendalikan
nyamuk Aedes aegypti secara terus menerus dapat menyebabkan peningkatan resistensi
serangga terhadap insektisida kimia, polusi lingkungan serta meningkatnya biaya yang
dikeluarkan untuk pestisida (Blondine dan Yuniarti, 2001). Menurut Arronson dan
Geisser (1992), salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberantas nyamuk dan
aman bagi lingkungan adalah menggunakan musuh alami nyamuk, yaitu dengan
menggunakan bakteri Bacillus thuringiensis (Dulmage, et al., 1990).
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui toksisitas Bacillus thuringiensis isolat
Madura terhadap berbagai instar larva nyamuk Aedes aegypti dan pengaruh toksin yang
dihasilkan oleh B. thuringiensis isolat Madura terhadap struktur epitel dan jaringan usus
larva nyamuk A. aegypti.
B. Metode
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan faktorial, dengan
kombinasi perlakuan ditempatkan menurut RAK dan diulang 3 kali. Setelah rearing larva
nyamuk, dilanjutkan dengan pembuatan suspensi bakteri dengan seri pengenceran 100 –
10-5 . Jumlah bakteri dihitung, diikuti perhitungan jumlah spora bakteri dengan metode
TVSC, kemudian dilanjutkan uji toksisitas bakteri terhadap berbagai instar larva nyamuk.
Setelah 24 jam kemudian dihitung jumlah larva yang mati. Tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh bakteri dilihat dengan cara dibuat irisan melintang larva nyamuk dengan
metode parafin. Analisa data yang dilakukan yaitu Nilai Lethal Concentration 50 dalam
jangka waktu 24 jam (LC50-24jam) dari hasil uji toksisitas Bacillus thuringiensis isolat
Madura terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dan hasilnya dianalisa dengan analisa
probit for windows release 11.
C. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa toksisitas bakteri B. thuringiensis
isolat Madura dalam membunuh larva nyamuk instar I sampai 88,89%. Toksisitas yang
tinggi tersebut terdapat pada kepadatan bakteri sebanyak 1,51x108 selml-1 , tetapi untuk
kepadatan bakteri di bawahnya kurang efektif dalam membunuh larva nyamuk Aedes
aegypti. Pada kepadatan bakteri tertinggi, semakin tua umur stadium larva nyamuk maka
semakin resisten terhadap terhadap serangan toksin yang dihasilkan oleh bakteri B.
thuringiensis isolat Madura. Nilai LC50-24 jam untuk instar I sebesar 8,08x107 selml-1 ,
instar II sebesar 9,09x107 selml-1 , instar III sebesar 3,94x108 selml-1 dan instar IV
sebesar 2,66x108 selml-1 . Pengaruh kristal toksin B. thuringiensis isolat Madura
terhadap struktur epitel dan jaringan usus tampak pada jaringan usus yang tidak utuh dan
inti sel epitel hancur serta bagian dalam usus berlubang-lubang, sedangkan bagian luarnya
berwarna hitam.
D.
FORMAT REVIEW JURNAL
1 Judul Strategi Pemberantasan Nyamuk Aman
Lingkungan: Potensi Bacillus thuringiensis
Isolat Madura Sebagai Musuh Alami Nyamuk
Aedes aegypti.
2 Jurnal Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari
3 Download https://jpal.ub.ac.id/index.php/jpal/article/view/
98
4 Volume , No, dan Halaman Vol 1, No 1, dan Halaman 1 - 10
5 Tahun 2010
6 Penulis Zulfaidah Penata Gama , Bagyo Yanuwiadi ,
dan Tri Handayani Kurniati
7 Reviewer Fadillah Nur Ilmi
8 Tanggal 2 Maret 2021
9 Abstrak Penelitian
-Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
toksisitas Bacillus thuringiensis isolat Madura
terhadap berbagai instar larva nyamuk Aedes
aegypti dan pengaruh toksin yang dihasilkan
oleh B. thuringiensis isolat Madura terhadap
struktur epitel dan jaringan usus larva nyamuk
A. aegypti.
-Subjek Penelitian larva dan telur nyamuk Aedes aegypti yang
diperoleh dari Stasiun Penelitian Vektor
Penyakit (SPVP) Salatiga, akuades, pakan
anjing kering, marmut (Cavia cobaya), biakan
bakteri Bacillus thuringiensis isolat Madura,
media nutrien cair ekstrak khamir, media
nutrien agar, kertas saring, etanol 70%, kertas
tissue, air sumur, malakit hijau, safranin, air
gula, kapas.
-Assesment Data Data yang diperoleh berupa Nilai Lethal
Concentration 50 dalam jangka waktu 24 jam
(LC50-24jam) dari hasil uji toksisitas Bacillus
thuringiensis isolat Madura terhadap larva
nyamuk Aedes aegypti dan hasilnya dianalisa
dengan analisa probit for windows release 11.
-Kata Kunci Aedes aegypti, Bacillus thuringiensis, musuh
alami, pemberantasan
10 Pendahuluan
-Latar Belakang Di daerah tropis seperti Indonesia, nyamuk
dan Teori merupakan serangga yang sering mengganggu
kehidupan manusia. Selain itu nyamuk juga
dapat menyebarkan penyakit Malaria, Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Filariasis. Pada
tahun 2001, wabah Demam Berdarah Dengue
masih menyerang hampir seluruh daerah di
Indonesia, baik daerah perkotaan maupun
pedesaan. Wabah DBD juga menyerang pada
bayi, anak-anak serta orang dewasa, sehingga
tidak sedikit penderita tersebut yang meninggal
dunia (Santoso, 2003). Menurut Mapata (2000)
penyakit Demam Berdarah Dengue termasuk
penyakit yang disebabkan oleh virus dari
golongan Arbovirus dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Untuk mengatasi hal tersebut, manusia lebih
cenderung menggunakan insektisida atau obat
pembasmi nyamuk yang dijual bebas seperti
obat nyamuk bakar, tissue oles, elektrik dan
sebagainya. Semua usaha pemberantasan
nyamuk tersebut hanya bersifat sesaat dan tidak
memiliki efek pencegahan. Penggunaan bahan-
bahan kimia untuk mengendalikan nyamuk
Aedes aegypti secara terus menerus dapat
menyebabkan peningkatan resistensi serangga
terhadap insektisida kimia, polusi lingkungan
serta meningkatnya biaya yang dikeluarkan
untuk pestisida (Blondine dan Yuniarti, 2001).
Menurut Arronson dan Geisser (1992), salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk
memberantas nyamuk dan aman bagi
lingkungan adalah menggunakan musuh alami
nyamuk, yaitu dengan menggunakan bakteri
Bacillus thuringiensis (Dulmage, et al., 1990).
11 Metode penelitian
-Langkah Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan
rancangan percobaan faktorial, dengan
kombinasi perlakuan ditempatkan menurut
RAK dan diulang 3 kali. Setelah rearing larva
nyamuk, dilanjutkan dengan pembuatan
suspensi bakteri dengan seri pengenceran 100 –
10-5 . Jumlah bakteri dihitung, diikuti
perhitungan jumlah spora bakteri dengan
metode TVSC, kemudian dilanjutkan uji
toksisitas bakteri terhadap berbagai instar larva
nyamuk. Setelah 24 jam kemudian dihitung
jumlah larva yang mati. Tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh bakteri dilihat dengan cara
dibuat irisan melintang larva nyamuk dengan
metode parafin. Analisa data yang dilakukan
yaitu Nilai Lethal Concentration 50 dalam
jangka waktu 24 jam (LC50-24jam) dari hasil
uji toksisitas Bacillus thuringiensis isolat
Madura terhadap larva nyamuk Aedes aegypti
dan hasilnya dianalisa dengan analisa probit for
windows release 11.
-Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa toksisitas bakteri B. thuringiensis isolat
Madura dalam membunuh larva nyamuk instar I
sampai 88,89%. Toksisitas yang tinggi tersebut
terdapat pada kepadatan bakteri sebanyak
1,51x108 selml-1 , tetapi untuk kepadatan
bakteri di bawahnya kurang efektif dalam
membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Pada
kepadatan bakteri tertinggi, semakin tua umur
stadium larva nyamuk maka semakin resisten
terhadap terhadap serangan toksin yang
dihasilkan oleh bakteri B. thuringiensis isolat
Madura. Nilai LC50-24 jam untuk instar I
sebesar 8,08x107 selml-1 , instar II sebesar
9,09x107 selml-1 , instar III sebesar 3,94x108
selml-1 dan instar IV sebesar 2,66x108 selml-
1 . Pengaruh kristal toksin B. thuringiensis
isolat Madura terhadap struktur epitel dan
jaringan usus tampak pada jaringan usus yang
tidak utuh dan inti sel epitel hancur serta bagian
dalam usus berlubang-lubang, sedangkan
bagian luarnya berwarna hitam
-Diskusi Penelitian
-Daftar Pusaka Gama, Penata Zulfaidah, Bagyo Yanuwiadi ,
dan Tri Handayani Kurniati. 2010. Strategi
Pemberantasan Nyamuk Aman Lingkungan:
Potensi Bacillus thuringiensis Isolat Madura
Sebagai Musuh Alami Nyamuk Aedes aegypti.
Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. Vol 1
(1). Hal 1 – 10.
12 Analisis Jurnal
-Kekuatan Penelitian Menerapkan kerapian dalam penulisan dan
bentuk jurnal.
Penggunaan tanda baca yang benar sehingga
pembaca mudah membacanya.
Penulis sudah mencantumkan judul, nama,
serta bagian abstraknya yang sudah jelas,
sehingga dengan membaca abstraknya saja
pembaca sudah lebih mengetahui apa tujuan
dari penulisan jurnal tersebut.
Terdapat juga tabel di dalam jurnal tersebut
beserta gaubar. Tabel ini untuk melihat
seperti hasil Uji Beda Nyata Jujur pada
Interaksi antara Tingkat Pengenceran
Bakteri Bacillus thuringiensis Isolat Madura
dengan Persentase Kematian Larva Nyamuk
Aedes aegypti (pada masing-masing instar)
dan gambar larva Aedes aegypti instar i
sehat.
-Kelemahan Penelitian Di dalam jurnal ini penggunaan huruf serta
kalimat yang sudah bagus dan penataan tata
letak setiap materi juga sudah bagus sehingga
jurnal ini sudah layak di jadikan sebagai
pedoman dalam pembelajaran.
13 Kesimpulan Daya toksisitas bakteri Bacillus thuringiensis
isolat Madura cukup besar yaitu dapat
membunuh larva nyamuk Aedes aegypti instar I
sampai 88,89%. Daya toksisitas yang tinggi
tersebut terdapat pada kepadatan bakteri
sebanyak 1,51x 108 selml-1 , tetapi untuk
kepadatan bakteri di bawahnya kurang efektif
dalam membunuh larva nyamuk Aedes aegypti.
Pada kepadatan bakteri tertinggi (1,51x108
selml-1 ), semakin tua umur stadium larva
nyamuk maka semakin resisten terhadap
serangan toksin yang dihasilkan oleh bakteri
Bacillus thuringiensis isolat Madura. Hal ini
dibuktikan dengan adanya rata-rata nilai LC50-
24 jam yaitu untuk instar I sebesar 8,08x107
selml-1 , instar II sebesar 9,09x107 selml-1 ,
instar III sebesar 3,94x108 selml-1 dan instar IV
sebesar 2,66x108 selml-1 . Pengaruh kristal
protein atau toksin Bacillus thuringiensis isolat
Madura terhadap struktur epitelium dan
jaringan usus sangat nyata, karena setelah
perlakuan dengan Bacillus thuringiensis isolat
Madura struktur epitelium dan jaringan usus
menjadi berlubang, hancur dan tidak tersusun
rapi.
14 Saran Di dalam kelebihan dari jurnal tersebut agar
lebih dipertahankan dan diperkuat lagi, dan
mengenai kekurangan jurnal agar lebih diteliti
lagi untuk mencapai hasil yang lebih maksimal.
- JURNAL 2
Jurnal 2
a. Latar belakang
Udang windu, ikan bandeng dan rumput laut secara biologis memiliki sifat–
sifat yang dapat bersinergi sehingga budidaya polikultur semacam ini dapat
dikembangkan karena merupakan salah satu bentuk budidaya polikultur yang ramah
terhadap lingkungan. Rumput laut merupakan penyuplai oksigen melalui fotosintesis
pada siang hari dan memiliki kemampuan untuk menyerap kelebihan nutrisi dan
cemaran yang bersifat toksik di dalam perairan. Sedangkan ikan bandeng sebagai
pemakan plankton merupakan pengendali terhadap kelebihan plankton dalam
perairan. Kotoran udang, ikan bandeng dan bahan organik lainnya merupakan sumber
hara yang dapat dimanfaatkan oleh rumput laut dan fitoplankton untuk pertumbuhan.
Hubungan yang seperti ini dapat menyeimbangkan ekosistem perairan. Sehingga
perlu diteliti tentang model pengelolaan budidaya polikultur udang windu, ikan
bandeng dan rumput laut. Penelitian bertujuan untuk mengetahui model budidaya
polikultur udang windu, ikan bandeng dan rumput laut secara tradisional.
b. Metode penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus di Dusun Tanjungsari, Desa Kupang,
Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Sampel berupa pembudidaya polikultur
beserta tambak yang ditetapkan secara porposive sampling. Sampel sebanyak 38
pembudidaya terdiri dari 18 pembudidaya polikultur tiga komoditas dan 20
pembudidaya polikultur dua komoditas. Variabel penelitian meliputi lingkungan
makro tambak, karakteristik pembudidaya, cara pengelolaan tambak dan perlakuan
yang diberikan, padat tebar, kualitas air, kesuburan air, produksi tambak, keuntungan
pembudidaya polikultur dan model budidaya polikultur tiga komoditas. Teknik
pengumpulan data , alat pengumpul dan analisis data yang digunakan tidak dijelaskan
dalam metode penelitian.
c. Hasil dan pembahasan
d. Lampiran
1 Judul Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng
(Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara
Tradisional
3 Download https://garuda.ristekbrin.go.id/journal/view/7340?page=1&issue=vol
%201,%20No%201%20(2010)
Ardiah cahyaning
Putri nuraini
Subjek Sampel penelitian diambil pada 18 lokasi polikultur dari tiga komoditas
Penelitian tersebut (udang windu, ikan bandeng dan rumput laut) dan 20 lokasi
polikultur dari dua komunitas (udang windu dan ikan bandeng)
Assesment Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus di Dusun Tanjung Sari, Desa
Data Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Variabel yang
dipergunakan pada penelitian ini adalah Variabel penelitian meliputi
lingkungan makro tambak, karakteristik pembudidaya, cara pengelolaan
tambak dan perlakuan–perlakuan yang diberikan, padat tebar, kualitas air,
kesuburan air, produksi tambak, keuntungan pembudidaya polikultur dan
model budidaya polikultur tiga komoditas.
10 Pendahuluan
Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik tertentu
dan Teori dan subur, sehingga memiliki daya tarik yang besar sebagai tujuan wisata
dan pengembangan kegiatan perikanan serta tujuan lain yang menghasilkan
banyak keuntungan finansial. Kegiatan perikanan di wilayah pesisir adalah
usaha perikanan budidaya di tambak untuk udang, ikan bandeng dan atau
udang dan ikan bandeng (Dahuri et al., 1996). Pembudidayaan ikan
merupakan kegiatan memelihara, membesarkan dan memanen hasilnya
dalam lingkungan yang terkontrol. Pembudidayaan ikan dapat dilakukan
secara polikultur yaitu pembudidayaan ikan lebih dari satu
jenis secara terpadu. Budidaya polikultur terpadu dan sinergis saat ini banyak
diteliti dan dikaji karena dapat meningkatkan kulitas air. Diintegrasikannya
rumput laut (Gracilaria sp) kedalam kegiatan polikultur udang windu
(Penaeus monodon Fabrisius) dan ikan bandeng (Chanos-chanos Forskal)
secara terpadu. Pada umumnya pembudidayaan secara tradisional selalu
mengedepankan luas lahan, pasang surut, intercrop dan tanpa pemberian
makanan tambahan sehingga makanan bagi komoditas yang dibudidayakan
harus tersedia secara alami dalam jumlah yang cukup.
Udang windu, ikan bandeng dan rumput laut secara biologis memiliki sifat–
sifat yang dapat bersinergi sehingga budidaya polikultur semacam ini dapat
dikembangkan karena merupakan salah satu bentuk budidaya polikultur yang
ramah terhadap lingkungan. Rumput laut merupakan penyuplai oksigen
melalui fotosintesis pada siang hari dan memiliki kemampuan untuk
menyerap kelebihan nutrisi dan cemaran yang bersifat toksik di dalam
perairan. Sedangkan ikan bandeng sebagai pemakan plankton merupakan
pengendali terhadap kelebihan plankton dalam perairan. Kotoran udang, ikan
bandeng dan bahan organik lainnya merupakan sumber hara yang dapat
dimanfaatkan oleh rumput laut dan fitoplankton untuk pertumbuhan.
Hubungan yang seperti ini dapat menyeimbangkan ekosistem perairan.
Sehingga perlu diteliti tentang model pengelolaan budidaya polikultur udang
windu, ikan bandeng dan rumput laut.
11 Metode
Penelitian
Langkah Model proses kegiatan budidaya polikultur udang windu, ikan bandeng dan
Penelitian rumput laut secara tradisional di Dusun Tanjungsari, Desa Kupang,
Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo seperti pada.
Penjelasan Model
1. Lokasi Tambak
Lokasi tambak berada di pantai dekat laut, tanah dari jenis alluvial kelabu
dimana bertekstur lempung liat berpasir, dengan ketinggian 0–3 m diatas
permukaan laut serta kemiringan kurang dari 2,0%. b) Sumber Air Tambak
Sumber air tambak berupa laut yang memperoleh pasokan air tawar dan lima
sungai yaitu Sungai Porong, Kali Alo, Kali Welang, Kali Anyar dan Kali
Buyat yang bermuara di pantai Sidoarjo dan Pasuruan. Kualitas dan
kesuburan sumber air untuk tambak dapat dilihat pada Tabel 19 dibawah ini.
Kualitas air layak untuk digunakan sebagai sumber air untuk tambak,
demikian juga kesuburan airnya dengan kelimpahan fitoplankton relatif
tinggi. c) Hutan Mangrove Hutan mangrove seluas 581,955 Ha dengan
ketebalan 500 m dan kepadatan 1–2 pohon tiap meer persegi terdapat
disepanjang pantai, kiri dan kanan sungai, serta di tanam di pematang tambak
merupakan pelindung bagi kawasan tambak polikultur. Hutan mangrove
didominasi oleh Rhyzophora dan Avecenia.
2. Persiapan Tambak
3. Pemeliharaan
4. Perawatan
5. Panen
Panen dilakukan secara bertahap. Untuk rumput laut dalam satu musim
panen dilakukan 3–4 kali panen. Panen rumput laut pertama dilakukan pada
umur 2 bulan, untuk berikutnya dilakukan panen pada umur setiap 1,5 bulan.
Pada setiap selesai panen rumput laut dilakukan pemupukan tambahan.
Panen udang windu dilakukan pada umur tiga bulan, sedangkan panen ikan
bandeng dilakukan pada umur lima bulan. Panen rumput laut dilakukan
dengan menggunakan tangan dan serok. Sedangkan panen udang windu
6. Produksi Produksi udang windu, ikan bandeng dan rumput laut pada
budidaya polikultur dalam satu musim panen adalah udang windu sebanyak
201,11 kg dengan ukuran 34 ekor tiap kilogram dengan daya tahan hidup 53
%. Sedangkan produksi ikan bandeng sebanyak 1180,56 kgha-1, ukuran
rata–rata 4,26 ekor tiap kilogram dengan daya tahan hidup 95 %. 7.
Pendapatan Pembudidaya Polikultur Pendapatan bersih pembudidaya udang
windu, ikan bandeng dan rumput laut dalam satu musim tanam sebesar Rp
20.717.628, lebih tinggi dari pendapatan pembudidaya polikultur udang
windu dan ikan bandeng yang mencapai Rp 11.924.115.
Hasil Rumput laut Gracilaria yang di integrasikan kedalam kegiatan budidaya ikan
Penelitian secara polikultur berdampak positip terhadap peningkatan kualitas air
tambak. Rumput laut dengan sifat biologisnya sebagai penghasil dan
penyuplai oksigen terlarut dalam air melalui proses fotosintesis, dan rumput
laut memiliki kemampuan untuk menyerap kelebihan nutrisi senyawa toksis
NH3, H2S, NO2, PO-34 dan logam berat di dalam perairan sehingga kondisi
perairan kualitasnya meningkat. Kualitas air merupakan sesuatu yang penting
dalam budidaya ikan baik di kolam air tawar maupun kolam air payau.
Penurunan produksi udang banyak disebabkan oleh penurunan kualitas air.
Ikan bandeng sebagai pemakan plankton baik plankton yang berguna
maupun yang tidak berguna merupakan pengendali terhadap kelebihan
plankton di perairan. Ikan bandeng dengan tubuhnya stream line, sirip ekor
tegak, hidup bergerombol dan berenang cepat dapat meningkatkan difusi
oksigen ke dalam perairan. Kotoran udang windu, ikan bandeng, sisa ikan
dan bahan organik lainnya melalui proses dekomposisi menghasilkan unsur
hara untuk pertumbuhan rumput laut dan fitoplankton, sehingga perairan
menjadi subur. Kondisi tambak dengan sifat demikian, mencerminkan
kondisi ekosistem yang seimbang. Apabila dalam suatu hamparan tambak
seluruhnya berbudidaya secara polikultur udang windu, ikan bandeng dan
rumput laut adalah merupakan suatu kawasan tambak yang ramah terhadap
lingkungan. Karena air limbah tambak mengandung senyawa toksik yang
relatif sedikit. Udang windu, ikan bandeng dan rumput laut melalui sifat–
sifat biologisnya dapat bersinergis dengan baik dalam budidaya polikultur.
Produksi budidaya polikultur udang windu, ikan bandeng dan rumput laut
dapat memberikan keuntungan finansial yang lebih tinggi dari produksi
budidaya polikultur udang windu dan ikan bandeng. Tingginya keuntungan
finansial yang diterima pembudidaya udang windu, ikan bandeng dan rumput
laut akan berdampak positif kepada peningkatan kesejahteraan pembudidaya
tiga komoditas. Dampak peningkatan kesejahteraan ini akan dicontoh oleh
pembudidaya dua komoditas untuk melakukan integrasi rumput laut pada
kegiatan budidaya polikultur di tambaknya. Tanah dasar tambak dengan
tekstur liat, dapat pula digunakan untuk membudidayakan rumput laut
dengan syarat menggunakan metode lepas dasar, long line, rakit dan lainnya.
Dengan metode di luar metode tebar dasar, rumput laut tidak akan
bersentuhan dengan tanah dasar tambak.
Rumput laut tetap sebagai penyuplai oksigen melalui fotosintesis pada siang
hari dan melakukan penyerapan terhadap kelebihan nutrisi NH3, H2S, NO2,
NO3, PO-34 dan logam berat di perairan tambak. Xu et al., (2007)
menjelaskan bahwa alga gracilaria dapat menyerap kelebihan cemaran dalam
pembudidayaan udang (Litopenaeus vannamei) dan ikan (Epinephelus
araora). Dampak lain yang akan terjadi adalah integrasi rumput laut akan
menjadi program pemerintah dalam upaya peningkatan produksi perikanan
secara kuantitatif dan kualitatif serta meningkatkan kualitas lingkungan
pesisir.
Diskusi Pada model budidaya polikultur udang windu, ikan bandeng dan rumput laut
Penelitian secara tradisional terdiri dari model proses kegiatan budidaya polikultur dan
model hubungan kelembagaan. Model proses kegiatan budidaya polikultur
udang windu, ikan bandeng dan rumput laut secara tradisional di Dusun
Tanjungsari, Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, sehinga
mendapatkan hasil penelitian.
Daftar Pustaka Murachman, dkk.2010. Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon
Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut
(Gracillaria Sp.) Secara Tradisional . Jurnal Pembangunan dan
Alam Lestari. Vol 1(1)
12 Analisis Jurnal
- JURNAL 3
a. Latar Belakang Teori dan Tujuan Penelitian
Sumber daya pesisir merupakan unsur-unsur hayati dan nonhayati yang terdapat di
wilayah laut, dimana unsur hayati terdiri atas ikan, mangrove, terumbu karang, padang
lamun dan biota lain beserta ekosistemnya. Unsur nonhayati terdiri dari sumberdaya di
lahan pesisir, permukaan air, di dalam airnya dan di dasar laut seperti: minyak dan gas,
pasir kuarsa, timah dan karang mati. Sumberdaya hayati yang dimanfaatkan dapat
diperbaharui selama laju regenerasi sumberdayanya masih layak untuk berkembang secara
alami. Sedang substitusi sumberdaya tersebut untuk menggantikan fungsinya (Idris, 2001).
Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin parah, dan dampak dari pola
pengelolaan lingkungan yang salah dan eksploitasi alam yang tidak bertanggung jawab
membuat kondisi semakin memprihatinkan. Hampir setiap hari berbagai cerita duka akibat
rusaknya lingkungan hidup mewarnai media masa, seperti bencana banjir, tanah longsor,
kabut asap, tragedi lumpur lapindo, dan lain-lain. Seiring dengan itu, muncul pula berita
terungkapnya pembalakan liar, pembakaran hutan, dan pembangunan gedung-gedung atau
proyek lain yang tidak mengindahkan tata letak dan prosedur perizinan dan masih banyak
lagi perilaku yang tidak terpuji yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup (Garnasih, 2008).
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui alasan yang mendasari masyarakat (nelayan
dan pedagang ikan) dalam merusak sumber daya pesisir, (2) pengetahuan, pemahaman dan
dukungan masyarakat (nelayan dan pedagang ikan) terhadap peraturan pemerintah dan
pemahaman Al-Qur’an tentang menjaga lingkungan wilayah pesisir, (3) konsistensi isu-isu
lingkungan pada pengelolaan lingkungan wilayah pesisir yang terdapat pada Undang-
Undang, dan relevansi dengan isu-isu lingkungan yang ada di Kitab Suci Al-Qur’an.
b. Metode
Penelitian menggunakan 3 metode; yang pertama adalah Survey dan Studi Kasus (Case
Study) digunakan untuk menjawab tujuan 1 dan 2, lalu metode yang ketiga adalah Content
Analysis (Analisis Isi) untuk menjawab tujuan ketiga.
Di dalam penelitian ini sampel keseluruhan adalah 86 orang; yang memakai alat tangkap
payang ada 6 kapal dan memakai sekoci ada 36, jumlah kuisioner adalah 18 orang dan
pengambilan sampel dilakukan oleh nelayan dan pedagang ikan di Desa Tambakrejo.
Dalam Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan
Content Analysis (Analisis Isi). Deskriptif kualitatif merupakan analisa data dimana data
disajikan dengan menggambarkan secara jelas keadaan yang sebenarnya, sehingga
memungkinkan peneliti untuk menguji apakah hubungan yang diamati memang betul
terjadi karena adanya hubungan sistematis antara variabel-variabel yang diteliti atau hanya
terjadi secara kebetulan. Analisis ini (Content Analysis) adalah penelitian yang bersifat
pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau bercetak dalam media
massa. Pelopor analisa ia adalah Harold D. Lassewell, yang mempelopori teknik symbol
coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi
(Sofa, 2008).
penelitian ini, penulis mengambil sampel dari masyarakat Desa Tambakrejo. Secara
sederhana stakeholder sering dinyatakan sebagai pihak, lintas pelaku atau pihak-pihak
yang terkait dengan suatu isu atau suatu rencana (KAI, 2003).
Content Analiysis dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisa tujuan ketiga
c. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian didapatkan bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menjaga
lingkungan serta diikuti rendahnya tingkat pendidikan yang dapat menyebabkan kurang
fahamnya nelayan dan pedagang setempat dalam menjaga lingkungan. Pemahaman
nelayan atau pedagang yang kurang diperhatikan oleh penyuluh sehingga dapat
mengakibatkan nelayan atau pedagang melakukan perusakan lingkungan. Didalam
peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat didalam menjaga lingkungan khususnya
wilayah pesisir sudah konsisten terhadap hukum yang terdapat didalam Al-Qur’an.
e. Lampiran :
- JURNAL 4
a. Latar Belakang Teori dan Tujuan Penelitian
Umumnya nelayan yang ada di Perairan Barat Sulawesi Selatan masih cenderung
menggunakan intuisi atau naluri alamiah yang di dapat secara turun temurun dari nenek
moyang untuk menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Para nelayan
mampu membuat rencana operasi penangkapan ikan akibat perubahan oseanografi atau
cuaca yang sangat mempengaruhi perubahan potensi penangkapan ikan yang dapat
berubah- rubah. Akibatnya usaha penangkapan dengan mencari daerah habitat ikan yang
tidak menentu tersebut mempunyai akibat yang besar yaitu memerlukan biaya bahan
bakar, waktu dan tenaga nelayan yang besar. Selain itu, nelayan seringkali pulang
membawa hasil tangkapan yang sedikit bahkan terkadang kosong, hal ini berpengaruh
terhadap tingkat kesejahteraan nelayan. Kelemahan tersebut pada prinsipnya telah menjadi
perhatian para ahli, terutama untuk memaksimalkan upaya penagkapan R. kanagurta di
negara berkembang (Mustapha et al., 2010). Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan
model simulasi kinesis untuk melihat daerah konsentrasi ikan kembung lelaki
(Rastrelliger kanagurta) di wilayah Perairan Barat Sulawesi Selatan.
b. Metode
Metode yang digunakan adalah menggunakan model kinesis dengan formula numerik dari
Humston et al., (2000) dan Zainuddin (2006). Penelitian ini dilakukan di Propinsi
Sulawesi Selatan, terletak pada 116o48’–122 Bujur Timur dan 0012’-8o Lintang Selatan.
Lokasi Penelitian di pusatkan di Perairan Barat Sulawesi Selatan yang meliputi beberapa
Perairan laut Takalar, Makassar, Maros, Pangkep, Barru, Pare Pare dan Pinrang. Penelitian
ini dilaksanakan bulan April sampai Mei tahun 2008. Pengambilan data lapangan
dilakukan di perairan Kabupaten Pangkep. Data yang diambil adalah data suhu permukaan
laut, hasil tangkapan, posisi dan waktu penangkapan.
c. Hasil dan Pembahasan
Suhu permukaan laut (SPL) dari satelit Aqua/MODIS digunakan untuk memetakan
distribusi SPL dalam area dengan resolusi 4 km. Dalam penelitian ini suhu optimum dan
standar deviasi dijadikan input pada model kinesis. Hasil penelitian didapatkan bahwa
ikan kembung lelaki (R. kanagurta) umumnya terkonsentrasi pada kisaran suhu
optimumnya dan tersebar merata di perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan. Daerah
konsentrasi ikan kembung lelaki (R. kanagurta) hasil model kinesis memiliki hasil yang
sama dengan pola konsentrasi aktualnya di lapangan. Hasil tersebut ditunjukkan oleh peta
konsentrasi ikan dan histogram. Hasil analisis menggunakan simulasi model kinesis
maupun kondisi aktual dilapangan menunjukkan bahwa (R. kanagurta) memiliki pusat
konsentrasi pada kisaran suhu yang sama, yaitu 28,5 oC – 29,5 oC.
e. Lampiran :
- JURNAL 5
A. Latar Belakang Teori dan Tujuan Penelitian
Jagung manis merupakan komoditi sayuran berupa tongkol yang dibutuhkan
segera setelah panen, agar kandungan gulanya tidak menurun. Rasa yang manis dan
kandungan gizi yang tinggi, menyebabkan permintaan terhadap komoditi ini cukup
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari permintaan hotel dan restoran yang semakin
meningkat, serta kebutuhan untuk ekspor terus meningkat.
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (1990) menunjukkan bahwa tahun 1989
ekspor jagung manis 2.154.800 kg dan tahun 1990 meningkat menjadi 3.094.417 kg.
Hasil jagung manis di Indonesia juga masih tergolong rendah yaitu 3 tonha -1 tongkol
segar, dibandingkan dengan hasil jagung manis di lembah Australia yaitu 7–10 tonha -1
(Lubach, 1980).
Peningkatan kesadaran manusia terhadap kelemahan penggunaan pupuk kimia
sintetis yang tidak tepat dan berlebihan, dan sebagian besar hasil per-tanian diangkut
keluar, tanpa adanya usaha pengembalian sebagian sisa panen ke dalam tanah, maka
kandungan bahan organik semakin rendah, terutama pada tanah-tanah pertanian yang
diusakan secara intensif, akibatnya terjadi penurunan kesuburan tanah. Syekhfani
(1993), menyatakan bahwa pertanian secara konvensional berusaha memacu produksi
sebanyak-banyaknya, tanpa ada usaha pengembalian sisa panen kembali ke tanah,
sehingga kesuburan tanah menurun. Upaya untuk mengembalikan kesuburan ini
membutuhkan masa bera (masa istirahat) dalam jangka waktu yang lama dan input
yang tidak sedikit.
Penggunaan pupuk organik, yang berasal dari pupuk kandang atau pupuk hijau
memberikan hasil panen padi yang sama dengan pupuk anorganik.
Pemberian pupuk organik ke dalam tanah, mempunyai beberapa kendala yang harus
diperhatikan dalam meningkatkan produksi suatu tanaman. Selain dipengaruhi oleh
jumlah, kualitas, cara pemberian, dan keadaan lingkungan, keberhasilan pemberian
pupuk organik juga dipengaruhi oleh waktu pemberian, hal ini berhubungan dengan
tingkat sinkronisasi (Handayanto, 1999).
Penggunaan pupuk organik terhadap penyediaan hara dan perbaikan kesuburan tanah
dalam rangka mempertahankan pro-duktifitas tanah untuk mendukung produksi
tanaman sangat diperlukan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membandingkan tingkat pertumbuhan dan hasil
jagung manis yang diberi pupuk berbagai macam pupuk organik pada saat yang
berbeda dan untuk mendapatkan hasil yang terbaik pada jenis dan waktu pemberian
pupuk organik, serta untuk melihat residu pupuk organik dan anorganik terhadap
ameliorasi kesuburan tanah.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kodya
Malang, dengan ketinggian tempat ± 550 m di atas permukaan laut, dan suhu harian
20–30 oC, dengan jenis tanah alluvial, dengan kandungan C-organik 1,25%.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan tujuh perlakuan
yang diulang empat kali, yaitu G. sepium diberikan seminggu sebelum tanam (GO1),
G. sepium diberikan dua minggu sebelumtanam (GO2), T. diverisfolia diberikan
seminggu sebelum tanam (TO1), T. diversifolia diberikan dua minggu sebelum tanam
(TO2), pupuk kotoran sapi diberikan seminggu sebelum tanam (KO 1), pupuk kototran
sapi diberikan dua minggu sebelum tanam (KO2), dan pupuk anorganik (A).
D. Lampiran
3 Download https://garuda.ristekbrin.go.id/journal/view/7340?page=1&issue=Vol%201.%20No%201%20(2010).
4 Volume dan Vol. 1 Hal. 2087 - 3522
Halaman
5 Tahun 2010
6 Penulis Muhammad Martajaya, Lily Agustina, Syekhfani
-Subjek
Penelitian
-Assesment
Data
-Kata Kunci Glyricidia sepium,jagung manis, kotoran sapi,Tithonia diversifolia
10 Pendahuluan
-Latar Jagung manis merupakan komoditi sayuran berupa tongkol yang dibutuhkan segera setelah panen,
Belakang agar kandungan gulanya tidak menurun. Rasa yang manis dan kandungan gizi yang tinggi,
menyebabkan permintaan terhadap komoditi ini cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari permintaan
dan Teori
hotel dan restoran yang semakin meningkat, serta kebutuhan untuk ekspor terus meningkat.
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (1990) menunjukkan bahwa tahun 1989 ekspor jagung
manis 2.154.800 kg dan tahun 1990 meningkat menjadi 3.094.417 kg. Hasil jagung manis di
Indonesia juga masih tergolong rendah yaitu 3 tonha -1 tongkol segar, dibandingkan dengan hasil
jagung manis di lembah Australia yaitu 7–10 tonha-1 (Lubach, 1980).
Peningkatan kesadaran manusia terhadap kelemahan penggunaan pupuk kimia sintetis yang tidak
tepat dan berlebihan, dan sebagian besar hasil per-tanian diangkut keluar, tanpa adanya usaha
pengembalian sebagian sisa panen ke dalam tanah, maka kandungan bahan organik semakin rendah,
terutama pada tanah-tanah pertanian yang diusakan secara intensif, akibatnya terjadi penurunan
kesuburan tanah. Syekhfani (1993), menyatakan bahwa pertanian secara konvensional berusaha
memacu produksi sebanyak-banyaknya, tanpa ada usaha pengembalian sisa panen kembali ke tanah,
sehingga kesuburan tanah menurun. Upaya untuk mengembalikan kesuburan ini membutuhkan masa
bera (masa istirahat) dalam jangka waktu yang lama dan input yang tidak sedikit.
Penggunaan pupuk organik, yang berasal dari pupuk kandang atau pupuk hijau memberikan hasil
panen padi yang sama dengan pupuk anorganik.
Pemberian pupuk organik ke dalam tanah, mempunyai beberapa kendala yang harus diperhatikan
dalam meningkatkan produksi suatu tanaman. Selain dipengaruhi oleh jumlah, kualitas, cara
pemberian, dan keadaan lingkungan, keberhasilan pemberian pupuk organik juga dipengaruhi oleh
waktu pemberian, hal ini berhubungan dengan tingkat sinkronisasi (Handayanto, 1999).
Penggunaan pupuk organik terhadap penyediaan hara dan perbaikan kesuburan tanah dalam rangka
mempertahankan pro-duktifitas tanah untuk mendukung produksi tanaman sangat diperlukan.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk membandingkan tingkat pertumbuhan dan hasil jagung manis
yang diberi pupuk berbagai macam pupuk organik pada saat yang berbeda dan untuk mendapatkan
hasil yang terbaik pada jenis dan waktu pemberian pupuk organik, serta untuk melihat residu pupuk
organik dan anorganik terhadap ameliorasi kesuburan tanah.
11 Metode
penelitian
-Langkah Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan cara mencangkul sedalam lapis
olah, sehingga tanah menjadi gembur. Kemudian dibuat petak dengan ukuran panjang 2,8 m dan
Penelitian lebar 6,0 m, tinggi petak 50 cm, jarak antar petak 50 cm, dan jarak antar blok 80 cm.
Pemberian pupuk organik disesuaikan dengan perlakuan, pemupukan dilakukan dengan cara sebar,
dan merata setiap bedengan, kemudian dibenamkan dalam tanah. Pupuk hijau sebelum dibenamkan
dipotong-potong dalam bentuk segar dengan ukuran lk 2-3 cm, sedangkan kotoran sapi diberikan
dalam bentuk kompos. Dosis masing-masing pupuk organik ditentukan berdasarkan rekomendasi
dosis N tiap ha pupuk urea untuk jagung manis super sweetcorn dari PT BISI dan kandungan N
tanah,sehinga didapatkan dosis untuk Glyricidiasepium7tonha-1, Tithoniadiversifolia6 tonha-1, dan
pupuk kotoran sapi 25 ton ha-1. Pemberian pupuk anorganik diberikan sesuai dengan rekomendasi
pemupukan tanaman jagung manis, yaitu pupuk urea 300 kgha -1, SP-36 100 kg dan KCl 50 kgha -1,
pupuk urea diberikan tiga kali, yaitu ⅓ bagian bersamaan dengan SP-36 dan KCl pada saat
tanam, ⅓ bagian diberikan pada umur 21 hari setelah tanam, dan ⅓ bagian lagi diberikanpada umur
35 hari setelah tanam
-Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan hasil jagung manis yang diberi pupuk
anorganik tidak berbeda nyata dengan pupuk organik (G. sepium, T. diversifolia, dan kotoran sapi).
Penelitian Hasil bobot segar tongkol masing-masing perlakuan adalah TO1 8,5 tonha-1, KO1 8,2 tonha-1, A 8,1
tonha-1, TO2 7,0 tonha-1, KO2 6,8 tonha-1, GO2 6,0 tonha-1 dan GO1 5,5 tonha-1. Pupuk Organik
memberikan simpanan terhadap ameliorasi kesuburan tanah yang lebih tinggi dibandingkan pupuk
anorganik, sedangkan diantara pupuk organik, G. sepium meskipun hasilnya rendah, tetapi
memberikan sumbangan residu pada tanah yang tertinggi. Selain hasil tongkol segar, nilai ekonomis
budidaya jagung manis juga diperoleh dari brangkasan segar sebagai pakan ternak, hasil tertinggi
berturut-turut diperoleh pada perlakuan Tithonia diverisifolia, pupuk kotoran sapi yang diberikan
seminggu sebelum tanam, serta pupuk anorganik masing-masing sebesar 11,4; 11,2; dan 10,0 tonha -
1
.
-Diskusi
Penelitian
-Daftar
Pusaka
12 Analisis
Jurnal
-Kekuatan Penulisan judul jurnal, nama penulis dan cara penulisan nama perguruan tinggi sudah benar.
Penelitian Tata cara penulisan abstrak sudah baik karena penulis sudah dapat memberikan gambaran
menyeluruh tentang isi jurnal.
Referensi yang digunakan peneliti sudah cukup baik dan terbaru
Jurnal tersebut sudah memiliki dasar-dasar elemen yang benar
Adanya pendapat – pendapat atau teori dari beberapa ahli, sehingga pembaca bisa memahami
teori tersebut.
-Kelemahan Hanya sedikit kelemahan yang ada di jurnal tersebut, Jenis hurufnya sedikit berantakan
Penelitian Sedikitnya teori yang bisa menjelaskan secara rinci.
13 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap pekarangan rumah dan
keberadaan tanaman apel di pekarangan rumah adalah tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya
tingkat penge-tahuan dan sikap masyarakat terhadap pekarangan rumah. Tingginya persepsi
masyarakat ini berdampak positif terhadap usaha pengelolaan tanaman apel yang akan
mempengaruhi karakter pertumbuhan apel. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap karakter
tanaman apel diketahui bahwa sebagian besar jumlah tunas (85%) dan bunga (55%) tanaman apel
yang tumbuh setelah dipangkas adalah tinggi, 55,5% tanaman apel ditemukan dalam bentuk perdu,
keadaan tanaman sehat, tidak terdapat anakan dan 52% dalam keadaan berbuah. Hasil analisis
ANOVA menunjukkan bahwa umur tanaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap tinggi
tanaman dan diameter batang bawah tanaman apel. Berdasarkan karakter pertumbuhan tanaman
apel tersebut diketahui bahwa sebagian besar tanaman apel dalam keadaan baik. Tingginya tingkat
persepsi masyarakat dan pengelolaan tanaman apel di Desa Gubug
14 Saran Pemberian pupuk organik dapat dipertimbangkan sebagai alternatif pengganti pemupukan anorganik
dalam budidaya jagung manis dan sekaligus dalam memperbaiki kesuburan tanah. Tithonia
diversifolia dan kotoran sapi yang dibenamkan seminggu sebelum tanam memberikan nilai tambah
ekonomi yang lebih tinggi (11,4 dan 11,2 tonha-1) dibandingkan pupuk anorganik (10,0 tonha-1)
terhadap limbah jagung manis berupa brangkasan segar untuk pakan ternak. Perlu dilakukan
penelitian yang sama, dengan dua musim tanam yang berurutan. Selain itu
15 Referensi Handayanto,E. 1999. Komponen Biologi Tanah Sebagai Bioindikator Kesehatan dan Produktivitas
Tanah. Pidato pengukuhan Guru Besar Madya dalam Ilmu Biologi Tanah pada Fakultas
Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.
Karama, A.S., A.R. Marzuki, I. Marwan. 1994. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan.
Simposium Horti-kultura Nasional. Jakarta.
Myers, R. J. K., C. A. Palm., E. Cuevas., I. V. N. Gunatileke, M. Bbrossard. 1997. The
Syncronisation of Nutrient Mine-ralization and Plant Nutrient Demand in Management of
Tropical Soil Fertil-lity. Agronomy Journal. 87:642-648.
Palm, C.A., P.A. Sanchez. 1991. Nitrogen Release from the Leaves of some Tropical Legumes as
Affected by Their Lignin and Polypenolic Contens. Journal of Biology and Biochemistry
23:83-88.
Pratikno,H. 2002. Studi Pemanfaatan Berbagai Biomassa Flora Untuk Penigkatan Ketersediaan P
dan Bahan Organik Tanah Pada Tanah Berkapur Di Das Brantas Hulu Malang Selatan. Tesis.
Program Pascasarjana Univer-sitas Brawijaya. Malang.
Purwanto, H. 1997. Penambahan Berbagai Dosis Pangkasan Daun Tanaman Gamal (Gilricidia
sepium) untuk Penurunan Konsentasi Alumunium Inorganik Monomerik pada Ultisol
Lampung dan Gajrug: Hubungan antara Konsentrasi Alumunium monomerik dengan Per-
tumbuhan Perakaran Tanaman Jagung (Zea mays). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Syekhfani. 1993. Pengaruh Sistem Pola Tanam terhadap Kandungan PUPUK Organik dalam
Mempertahankan Kesuburan Tanah. Makalah disajikandalamSeminar Nasional IV Budidaya
Pertanian Olah Tanah Konservasi di UNILA.Bandar Lampung.
- JURNAL 6
A. Latar Belakang Teori dan Tujuan Penelitian
Apel (Malus sylvestris) merupakan salah satu keanekaragaman hayati Indonesia
yang tumbuh di wilayah Malang dan sekitarnya.Apel tumbuh di Indonesia karena
introduksi yang dilakukan oleh bangsa Eropa pada masa penjajahan.Sentra
pertanian apel di Jawa Timur hanya terdapat di Malang dan sekitarnya.Apel
dibudidayakan secara intensif di Malang sejak tahun 1960 sebagai komoditas
buah-buahan yang digemari masyarakat. Beberapa kultivar apel yang telah
dibudidayakan di Malang dan sekitarnya adalah rome beauty, anna, manalagi, dan
princes noble. Di kawasan Malang dan sekitarnya apeldibudidayakan secara luas
baik di kebun maupun di pekarangan rumah (Hakim & Siswanto, 2010).
Meskipun apel telah memainkan peran penting dalam pendapatan petani dan
secara strategis berperan dalam penciptaan image Malang sebagai Kota Apel,
tetapi kondisi populasi apel saat ini mengalami degradasi yang cukup signifikan.
Berbagai literatur menyebutkan bahwa saat ini produksi dan populasi apel
mengalami penurunan. Penurunan produksi dan populasi apel disebabkan alih
fungsi lahan apel menjadi lahan tanaman lain misalnya lahan bunga potong(Cook,
2006). Di Desa Pandansari, lahan-lahan apel tidak dirawat dengan baik dan mulai
beralih fungsi menjadi lahan tebu dan jagung. Menurut survei yang dilakukan
Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Muham-madiyah Malang (LPM
UMM) tahun 2008, pergeseran ini banyak disebabkan oleh mahalnya biaya
perawatan apel yang tidak diimbangi oleh harga hasil panen yang menguntungkan
petani.Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak sesuai dengan
pendapatan yang diterima. Penurunan produksi dan populasi apel merupakan
sebuah ancaman bagi eksistensi apel sebagai salah satu bentuk keanekaragaman
hayati Indonesia dan image Malang sebagai kota apel. Konservasi apel menjadi
sangat penting untuk mengatasi hal tersebut.
Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi masyarakat terkait tanaman apel di
pekarangan rumah penduduk Desa Gubug Klakah, Malang.
B. Metode
Penelitian ini dilaksanakan pada November 2009 hingga Juli 2010.Observasi
lapang dilaksanakan pada Februari 2010.Pengambilan data dilaksanakan di Desa
Gubug Klakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang.Pengolahan dan
analisis data dilaksanakan di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.
Studi pendahuluan yang dilakukan meliputi perizinan, studi literatur demografi
desa, menentukan responden dan menguji validitas dan reliabilitas draft kuisioner.
Kegiatan studi pendahuluan dilakukan melalui kunjungan ke balai desa, rumah
pejabat desa, dan rumah penduduk.Hal ini bertujuan untuk mengadakan
pendekatan kepada masyarakat dan mendapat-kan informasi yang diinginkan.
Responden dalam penilitian ini adalah warga yang memiliki tanaman apel di
pekarangan rumah dan yang tidak memiliki tanaman apel di pekarangan rumah
dengan kriteria umur 17-30 tahun, 31-44 tahun dan 45-60 tahun.Jumlah responden
adalah 60 orang, dan dalam satu kepala keluarga hanya diambil satu responden.
Data hasil kuisioner dianalisis secara deskriptif berdasarkan jenis data.Analisis
statistik deskriptif dilakukan dengan menggunakan program komputer
MicrosoftExcel for Windows, sedangkan data hasilkuisioner dianalisis dengan
rumus.
3 Download https://garuda.ristekbrin.go.id/journal/view/7340?page=1&issue=Vol
%201.%20No%201%20(2010).
4 Volume dan Vol. 1 Hal. 2087 - 3522
Halaman
5 Tahun 2010
6 Penulis Hanin Niswatul Fauziah, Luchman Hakim, Rodliyati Azrianingsih
-Subjek Responden dalam penilitian ini adalah warga yang memiliki tanaman apel
Penelitian di pekarangan rumah dan yang tidak memiliki tanaman apel di pekarangan
rumah dengan kriteria umur 17-30 tahun, 31-44 tahun dan 45-60 tahun.
Jumlah responden adalah 60 orang, dan dalam satu kepala keluarga hanya
diambil satu responden.
-Assesment Data hasil kuisioner dianalisis secara deskriptif berdasarkan jenis data.
Data Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan menggunakan program
komputer MicrosoftExcel for Windows, sedangkan data hasilkuisioner
dianalisis dengan rumus.
-Kata Kunci apel, etnobotani, pekarangan, persepsi.
10 Pendahuluan
-Latar Apel (Malus sylvestris) merupakan salah satu keanekaragaman hayati
Belakang Indonesia yang tumbuh di wilayah Malang dan sekitarnya. Apel tumbuh
di Indonesia karena introduksi yang dilakukan oleh bangsa Eropa pada
dan Teori
masa penjajahan. Sentra pertanian apel di Jawa Timur hanya terdapat di
Malang dan sekitarnya. Apel dibudidayakan secara intensif di Malang
sejak tahun 1960 sebagai komoditas buah-buahan yang digemari
masyarakat. Beberapa kultivar apel yang telah dibudidayakan di Malang
dan sekitarnya adalah rome beauty, anna, manalagi, dan princes noble. Di
kawasan Malang dan sekitarnya apeldibudidayakan secara luas baik di
kebun maupun di pekarangan rumah (Hakim & Siswanto, 2010).
Meskipun apel telah memainkan peran penting dalam pendapatan petani
dan secara strategis berperan dalam penciptaan image Malang sebagai
Kota Apel, tetapi kondisi populasi apel saat ini mengalami degradasi yang
cukup signifikan. Berbagai literatur menyebutkan bahwa saat ini produksi
dan populasi apel mengalami penurunan. Penurunan produksi dan
populasi apel disebabkan alih fungsi lahan apel menjadi lahan tanaman
lain misalnya lahan bunga potong (Cook, 2006). Di Desa Pandansari,
lahan-lahan apel tidak dirawat dengan baik dan mulai beralih fungsi
menjadi lahan tebu dan jagung. Menurut survei yang dilakukan Lembaga
Pengabdian Masyarakat Universitas Muham-madiyah Malang (LPM
UMM) tahun 2008, pergeseran ini banyak disebabkan oleh mahalnya
biaya perawatan apel yang tidak diimbangi oleh harga hasil panen yang
menguntungkan petani. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani
tidak sesuai dengan pendapatan yang diterima. Penurunan produksi dan
populasi apel merupakan sebuah ancaman bagi eksistensi apel sebagai
salah satu bentuk keanekaragaman hayati Indonesia dan image Malang
sebagai kota apel. Konservasi apel menjadi sangat penting untuk
mengatasi hal tersebut.
11 Metode
penelitian
-Langkah Persepsi masyarakat diketahui dengan melakukan serangkaian
wawancara semi terstruktur dan pembagian kuisioner kepada responden
Penelitian yang telah diuji validitas danreliabilitas. Pertanyaan yang terdapat pada
materi kuisioner tersebut disusun berdasarkan aspek persepsi yaitu
pengetahuan dan sikap.
Materi kuisioner ini dibagi menjadi dua yaitu persepsi masyarakat
terhadap pekarangan rumah, dan persepsi masyarakat terhadap tanaman
apel di pekarangan rumah. Setiap pertanyaan dalam kuisioner diberikan
jawaban berjenjang dengan menggunakan skala Likert (Lampiran1).
-Diskusi
Penelitian
-Daftar Cook. 2006. Kematian Industri Apel di Batu. Program ACICIS. Fakultas
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadyah. Malang.
Pusaka
Fontessa. 2008. Analisis Logo Sabun Dove. Makalah disajikan pada
Seminar Hasil Penelitian di Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia. Jakarta.
Hakim, L., N. Nakagoshi. 2007. Plant Species Composition in Home
Garden in the Tengger Highland (East Java, Indonesia) and its
Importantce for Regional Ecotourism planning. Hikobia. 15:23-36.
Hakim, L., D. Siswanto. 2010. Status Apel Lokal Malang (Jawa Timur)
dan Strateginya Konservasinya lewat Pengembangan Agrowisata.
hal. 399-403. Prosiding 7thBasic Science National Seminar.
Vol.1.Jurusan Biologi. Universitas Brawijaya. Malang.
LPM UMM. 2008. Tingkatkan Produksi Apel Malang. Gemari. Edisi 94,
tahun IX.
Rookes, P.,J. Willson. 2000. Perception, Theory, Development and
Organisation. Routledge. London.
Sueca, B.P., Primayatna, I.B.G., Muliawan S.K., Nada, W., Wastika, D.
2001. Faktor-Faktor Determinan Pengetahuan dan Persepsi
Masyarakat tentang Bangunan Berlanggam Bali. Makalah disajikan
di Jurusan Arsitektur, Faktultas Teknik, Universitas Udayana. Bali.
Sumarmi. 2006. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau Pemukiman di Kota Malang. Makalah disajikan di
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Toswari. 2008. Uji Validitas dan Reliabilitas. Diambil dari
http://toswari.staff.guna darma.ac.id. Tanggal 2 April, 2010
12 Analisis
Jurnal
-Kekuatan Menggunakan table sebagai hasil penelitian
Penelitian Teori nya yang akurat karna dari pendapat-pendapat ahli yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Jurnal tersebut sudah memiliki dasar-dasar elemen yang benar
-Kelemahan Temuan yag ditemukan merupakan penemuan yang sudah umum
Penelitian didapatkan di kehidupan sehari-hari.
Sedikitnya teori yang bisa menjelaskan secara rinci.
13 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persepsi masyarakat
terhadap pekarangan rumah dan keberadaan tanaman apel di pekarangan
rumah adalah tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya tingkat penge-
tahuan dan sikap masyarakat terhadap pekarangan rumah. Tingginya
persepsi masyarakat ini berdampak positif terhadap usaha pengelolaan
tanaman apel yang akan mempengaruhi karakter pertumbuhan apel.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap karakter tanaman apel diketahui
bahwa sebagian besar jumlah tunas (85%) dan bunga (55%) tanaman apel
yang tumbuh setelah dipangkas adalah tinggi, 55,5% tanaman apel
ditemukan dalam bentuk perdu, keadaan tanaman sehat, tidak terdapat
anakan dan 52% dalam keadaan berbuah. Hasil analisis ANOVA
menunjukkan bahwa umur tanaman tidak berpengaruh secara nyata
terhadap tinggi tanaman dan diameter batang bawah tanaman apel.
Berdasarkan karakter pertumbuhan tanaman apel tersebut diketahui bahwa
sebagian besar tanaman apel dalam keadaan baik. Tingginya tingkat
persepsi masyarakat dan pengelolaan tanaman apel di Desa Gubug
14 Saran
15 Referensi
- JURNAL 7
a. Latar belakang
b. Metode
d. Lampiran
3 Download https://garuda.ristekbrin.go.id/journal/view/7340?page=1&issue=vol
%201,%20No%201%20(2010)
9 Abstrak
Penelitian
Subjek Sampel penelitian ini adalah komunitas tumbuhan penutup tanah yang terdapat
Penelitian di kawasan Hutan Cangar pada ketinggian ± 1600 m dpl.
Assesment Data yang diperoleh berupa frekuensi, kerapatan, dominansi, Indeks Nilai
Data Penting (INP), Indeks Penyebaran, dan Indeks Keanekaragaman Jenis.
10 Pendahuluan
11 Metode
Penelitian
12 Analisis
Jurnal
Kekuatan Dari tujuan dan hasil pembahasan sudah sangat relevan dan berhubungan
Penelitian
Dijelaskan bagaimana prosedur penelitian dilaksanakan
Kelemahan Penelitian ini sudah sangat bagus, hanya saja subjek penelitianya tidak
Penelitian dijelaskan pada bagian metode penelitian. Dan tidak memiliki saran, agar dapat
dilakukan penelitian yang selanjutnya.
14 Saran Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan di hutan, agar lebih luas lagi
diketahui jenis,dominasi,tingkat keberagaman, dan pola penyebaran tumbuhan
penutup tanah .
15 Referensi Barber, C.V. 1999. Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia dan AS. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering
Plants. Columbia University Press. New York. Dasuki, A.U. 1991.
Sistematika Tumbuhan Tinggi. Pusat Antar Universitas Institut
Teknologi Bandung. Bandung. Djajapertjunda, S. 2002. Hutan dan
Kehutanan Indonesia dari Masa ke Masa. IPB Press. Bogor.
Dwidjoseputro, D. 1994. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Ellenberg, H. 1988. Ekologi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Ewusie,Y.J. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit ITB. Bogor.
Odum, P. E. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University
Press. Yogjakarta.
Resosoedarmo, S. 1993. Pengantar Ekologi. Remaja Rosdakarya offset.
Bandung.
Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan
Komunitas. Usaha Nasional. Surabaya. Syamsuri, I.W.R. 1997.
Lingkungan Hidup Kita. PKPKLH IKIP Malang. Malang.
Soeriaatmadja. 1997. Ilmu Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Syafei, E.S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Stennis, C.G.G.J.V. 2003. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Sudarnadi, H. 1996. Tumbuhan Monokotil. Penebar Swadaya. Jakarta.
Umabaran, J. 1998. Kajian Densitas dan Diversitas Komunitas Herba di Hutan
Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Skripsi IKIP
Malang.
Zain, A.S. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan
Rakyat. PT. Rineka Cipta. Jakarta.