Disusun oleh:
Pembimbing:
drg. Indah Suasani Wahyuni, Sp.PM
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................iv
DAFTAR BAGAN..........................................................................................................................v
DAFTAR TABEL..........................................................................................................................vi
BAB I LAPORAN KASUS.............................................................................................................1
1.1 Skenario Percakapan Dokter dengan Pasien........................................................................1
1.1.1 Pertemuan Pertama........................................................................................................1
1.1.2 Pertemuan Kontrol.........................................................................................................3
1.2 Status Klinik........................................................................................................................3
1.2.1 Identitas Pasien..............................................................................................................4
1.2.2 Pemeriksaan Subjektif (Anamnesis)..............................................................................4
1.2.3 Riwayat Penyakit Sistemik............................................................................................4
1.2.4 Pemeriksaan Objektif.....................................................................................................5
1.2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding.................................................................................9
1.2.6 Rencana Perawatan dan Pengobatan.............................................................................9
BAB II ANALISIS KASUS..........................................................................................................11
2.1 Bagan Mekanisme Kasus...................................................................................................11
2.2 Analisis Kasus...................................................................................................................12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................14
3.1 Crohn’s Disease.................................................................................................................14
3.1.1 Epidemiologi................................................................................................................14
3.1.2 Etiologi........................................................................................................................14
3.1.3 Aspek Medis dan Patofisiologis..................................................................................15
3.1.4 Tanda dan Gejala.........................................................................................................16
3.1.5 Manifestasi Oral...........................................................................................................17
3.1.6 Perawatan dan Penatalaksanaan..................................................................................18
3.1.7 Diagnosis dan Pemeriksaan.........................................................................................20
3.1.8 Diagnosis Banding.......................................................................................................21
3.2 Angular cheilitis.................................................................................................................24
ii
iii
3.2.1 Definsi..........................................................................................................................24
3.2.2 Epidemiologi................................................................................................................25
3.2.3 Etiologi........................................................................................................................27
3.2.4 Diagnosis Banding.......................................................................................................34
3.2.5 Diagnosis Banding.......................................................................................................34
3.2.6 Perawatan.....................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................38
DAFTAR GAMBAR
cobblestone pada mukosa (epitelium mukosa yang lebih intak dipisahkan oleh fisur dan ulser
membentuk pulau) (A), and ulserasi mukosa didekat daerah katup ileocaecal (B).........................9
Gambar 3. 2 Kasus angular cheilitis terasosiasi dengan alergi nikel pada pasien yang dirawat
ortodonti.........................................................................................................................................25
Gambar 3. 3 Angular cheilitis pada pasien usia tua yang mengalami xerostomia........................26
iv
DAFTAR BAGAN
v
vi
DAFTAR TABEL
LAPORAN KASUS
Dokter gigi : Assalamualaikum wr wb. Selamat siang dek, silahkan duduk dek
Pasien : Selamat siang dokter, baik terima kasih dok.
Dokter gigi : Perkenalkan nama saya Alim, dokter gigi muda di RSGM Unpad, punten
dek benar dengan Chandra?
Pasien : Benar dokter
Dokter gigi : Baik dek, punten dek ingin mengonfirmasi untuk tempat
dan tanggal lahir, dimana dan kapan?
Pasien : Di Bandung, 19 Juni 2003 dok
Dokter gigi : Baik, untuk alamat rumahnya sekarang di mana ya?
Pasien : Di Jalan Turangga Tenggara No. 36, dok
Dokter gigi : Baik, untuk sekarang kegiatannya apa ya dek? masih sekolah yah ?
Pasien : Iya dok, saya masih kelas III SMA dok
Dokter gigi : Baik dek Chandra, apakah ada keluhan akhir-akhir ini?
Pasien : Iya dok, saya memiliki keluhan terdapat luka dan sakit dok
Dokter gigi : Lukanya di bagian mana dek?
Pasien : Di sini dok (nunjuk rongga mulut), di gusi bawah bagian kanan dan sudut
bibir dok
Dokter gigi : Lukanya muncul sejak kapan ya dek?
Pasien : Sejak dua bulan yang lalu dok mulai terasa sakitnya
Dokter gigi : Bisa diceritakan tidak dek penyebab lukanya karena apa? Apakah sempat
tergigit atau tiba-tiba muncul?
Pasien : Saya kurang tahu juga dok, awalnya tidak ada gejala apa-apa sih dan
sebenarnya luka ini muncul tiga bulan yang lau, namun satu bulan pertama
saya tidak merasakan adanya sakit dok, karena itu saya tidak
memeriksakannya.
1
2
Dokter gigi : Untuk lukanya apakah ada sempat membaik dan hilang muncul atau dari
awal sampai sekarang masih di tempat sama?
Pasien : Masih ditempat yang sama dok, lukanya belum sembuh-sembuh.
Dokter gigi : Untuk lukanya apakah ada yang bisa memperberat atau memperingan
rasa sakitnya?
Pasien : Biasanya kalau lukanya tersentuh bisa sakit sih dok, cuma untuk
memperingan sepertinya tidak ada.
Dokter gigi : Baik dek, pada saat tiga bulan yang lalu, apakah ada keluhan lain?
Pasien : Iya dok, pada saat itu saya terkadang mengalami sakit perut dok. Saya
juga sering merasakan mules.
Dokter gigi : Baik dek, mohon maaf sebelumnya, bagaimana untuk BAB-nya? Apakah
BAB-nya normal atau encer seperti diare?
Pasien : Seperti diare dokter.
Dokter gigi : Apakah adek pernah mengkonsumsi makanan yang belum pernah
dikonsumsi sebelumnya? atau saat ini mengkonsumsi obat secara teratur?
bisa diceritakan dek?
Pasien : Tidak dok, saya rasa tidak mengkonsumsi makanan-makanan aneh, dan
saya juga tidak meminum obat rutin dok. Namun saya sangat suka makan
makanan instan dok.
Dokter : Oh iya, kira-kira sudah berapa lama sering mengkonsumsi makanan-
makanan tersebut dek?
Pasien : Hmm... kira-kira 3 tahun yang lalu ya dok, semenjak ibu saya dipindah
tugaskan di luar kota dok.
Dokter gigi : Oiya baik, sebelumnya pernah ke dokter?
Pasien : Sudah dokter, kemarin saya ke dokter untuk periksa masalah sakit perut
saya dok.
Dokter gigi : Dari dokternya apakah sudah diberitahu masalahnya apa?
Pasien : Sudah dokter, kemarin sempat diperiksa dan kata dokternya saya ada
Crohn’s disease. Ini dok kalau mau lihat hasil pemeriksaan dokternya
kemarin. (memberikan hasil pemeriksaan)
Dokter gigi : Oiya baik dek, apakah adek ada riwayat penyakit seperti darah tinggi,
gula tinggi, atau diabetes?
Pasien : Tidak ada sih dok
Dokter gigi : Baik dek, jika boleh tau, apakah keluarga pernah mengalami hal yang
sama sebelumnya?
3
Dokter : Selamat pagi dek Chandra, silahkan duduk! (dokter tersenyum sembari
menjulurkan tangan tanda mempersilahkan pasien untuk duduk di kursi)
Pasien : Baik, terima kasih Dok
Dokter : Bagaiamana keadaanya saat ini dek? Apakah masih terasa sakit
lukanya?
Pasien : Cukup membaik dok rasa sakitnya, saya juga tadi bercermin sepertinya
ukuran lukanya mulai mengecil Dok.
Dokter : Wah syukur ya kalau begitu, nanti saya periksa kembali ya supaya bisa
dilakukan rencana perawatan lagi kedepan. Untuk obatnya apakah sudah
diminum?
Pasien : Iya sudah dok, kemarin sudah saya selesaikan obatnya.
Dokter : Baik dek, saya periksa dulu ya dek.
Pasien laki-laki berusia 17 tahun datang ke RSGM Unpad dengan keluhan sakit karena
adanya luka di bagian gusi bawah kanan dan ujung bibir. Pasien sudah merasakan sakit sekitar 2
bulan yang lalu. Sebulan sebelumnya, Pasien sudah menyadari adanya luka namun tidak
merasakan sakit. Pada saat itu, pasien terkadang mengalami sakit perut dan konsistensi BAB-nya
tergolong cair. Pasien tidak mengkonsumsi obat rutin, tidak keracunan makanan, dan tidak ada
riwayat trauma. Riwayat penyakit umum disangkal. Riwayat penyakit keluarga disangkal. Alergi
Hipertensi : Tidak
Asma/Alergi : Tidak
5
Hamil : Tidak
Kontrasepsi : Tidak
Lain-lain : Tidak
Baik
Kesadaran : Composmentis
c. Pemeriksaan ekstraoral
Wajah : simetris
komisura kiri:
- ukuran: diameter 1 mm
- kedalaman +/ 1 mm
6
- bentuk: irregular
- border: jelas
komisura kanan:
- ukuran: diameter 1 mm
- kedalaman +/ 1 mm
- bentuk: irregular
- border: jelas
d. Pemeriksaan Intraoral
Gingiva : normal
Vestibulum : terdapat ulser multiple a.r 44-45, berbentuk ovoid dengan ukuran
kedalaman dangkal.
Tonsil : T1-T1
e. Gambar Kasus
8
f. Pemeriksaan Penunjang
Saccharomyces cerevisiae.
Gambar 1. 2 Gambaran mikroskopis (H&E, magnifikasi ×100) menunjukkan adanya granuloma epithelioid
pada spesimen biopsi oral
Gambar 1. 3 (A dan B) Penampilan endoskopi terminal ileum menunjukkan perubahan cobblestone pada
mukosa (epitelium mukosa yang lebih intak dipisahkan oleh fisur dan ulser membentuk pulau) (A), and
ulserasi mukosa didekat daerah katup ileocaecal (B)
Diagnosis:
D/ stomatitis aphtosa a.r 44-45 pada mukosa bukal et cause Crohn's disease
Diagnosis banding:
1) Pro- rujukan ke dokter spesialis Penyakit Dalam untuk perawatan Crohn’s disease
R/ prednisolone 40 mg ∫ 1 dd 1 pc prn
2) Pro resep
• Petroleum jelly
3) KIE, OHI:
Instruksi OHI. Sikat gigi rutin (2x sehari pada pagi dan malam hari sebelum tidur)
Menjelaskan kepada pasien untuk lebih sering minum air putih dan mengkonsumsi
sayuran dan buah-buahan, dan menghindari makan makanan yang pedas dan panas.
ANALISIS KASUS
Pasien datang ke RSGM dengan keluhan keluhan sakit karena adanya luka di bagian gusi bawah
kanan dan sudut bibir. Pasien sudah merasakan sakit sekitar 2 bulan yang lalu. Sebulan sebelumnya,
Pasien sudah menyadari adanya luka namun tidak merasakan sakit. Pada saat itu, pasien terkadang
mengalami sakit perut dan konsistensi BAB-nya tergolong cair. Pasien tidak mengkonsumsi obat rutin,
tidak keracunan makanan, dan tidak ada riwayat trauma. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit
Pasien telah mengunjungi dokter spesialis dalam dan telah melakukan pemeriksaan
analisis darah, endoskopi, dan biopsi mukosa intestinal. Hasil analisis darah menunjukkan
terdapat peningkatan erythrocyte sedimentation rate dan C reactive protein, dan hasil positif
superior normal. Ileokolonoskopi menunjukkan deformasi katup ileocaecal dan ulserasi ileum and
kolon. Biopsi mukosa intestinal menunjukkan distorsi arsitektural, infiltrat inflamasi dengan
Pemeriksaan yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan keadaan umum, tanda vital,
ekstraoral, intraoral, dan biopsi lesi. Pemeriksaan keadaan umum pasien baik, pemeriksaan tanda
vital normal. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan komisura bibir pecah-pecah, komisura kiri
kanan terdapat ulser ukuran diameter 1 mm, kedalaman +/ 1 mm, bentuk ireguler, berbatas jelas.
Pada pemeriksaan intraoral ditemukan adanya lesi ulser multiple di vestibulum a.r. 44-45
berbentuk ovoid berukuran ± 6×10 mm, berwarna putih keabuan, tepi ireguler dan kemerahan,
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis pada pasien ini
adalah stomatitis aftosa dan angular cheilitis yang disebabkan oleh manifestasi oral dari Crohn’s disease.
Crohn’s disease mengenai seluruh usia, seluruh jenis kelamin, dengan yang paling banyak terjadi pada
13
wanita usia 20-39 tahun. Prevalensi Crohn’s disease pada kerabat keluarga tingkat pertama adalah 21 kali
lebih tinggi daripada dengan non-kerabat.1 Penyakit ini terjadi pada usia muda, yaitu masa remaja akhir
atau usia sedikit di atas 20 tahun dengan Crohn’s disease yang sudah ada sejak lama dan tiba-tiba
semakin parah. Pasien akan mengeluhkan adanya riwayat episode intermiten gangguan daerah perut,
demam, dan nyeri perut keram disertai dengan konsistensi air besar yang encer. Inflamasi dari usus kecil
akan mengganggu absorpsi nutrisi esensial dan jika berlanjut akan menyebabkan defisiensi nutrisi. 2
Lesi oral yang simtomatik maupun asimtomatik mempengaruhi 6-20% pasien dengan
Crohn’s disease. Umumnya, manifestasi oral dari Crohn’s disease terjadi pada pasien dengan
penyakit intestinal aktif, dan adanya lesi oral sering berkaitan dengan kekambuhan penyakit yang
dimiliki. Recurrent aphtous ulcers merupakan manifestasi oral yang sering ditemui pada Crohn’s
disease. Mukosa pucat, angular cheilitis, dan glossitis merupakan manifestasi oral dari anemia
karena disebabkan juga oleh adanya Crohn’s disease yang tidak terdiagnosis atau tidak
terkontrol. Malnutrisi karena defisiensi nutrisi juga umumnya akan terjadi, maka dari itu harus
Diagnosis banding ditentukan untuk membedakan penyakit atau beberapa kondisi lesi mukosa
oral yang menunjukkan gambaran yang serupa. Diagnosis banding Crohn’s disease yaitu ulcerative
Pasien berharap lukanya bisa dirawat, sehingga rencana perawatan yang dapat ditawarkan adalah
perawatan farmakologis berupa pemberian resep obat dan non-farmakologis berupa instruksi OHI dan
KIE. Perawatan farmakologis yang diberikan yakni pemberian salep topikal triamcinolone acetodine
0,1% untuk merawat stomatitis aftosa pasien, salep Miconazole nitrat 2%, chlorhexidine gluconate 0,2%
dan petroleum jelly untuk merawat angular cheilitis, dan pemberian vitamin B12, zat besi, vitamin D, dan
kalsium untuk mencukupi kebutuhan nutrisi. Selain itu pasien dirujuk kepada dokter spesialis penyakit
dalam untuk perawatan Crohn’s disease sebagai pemicu utama manifestasi oral.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Epidemiologi
penyakit 3 dari 20 kasus per 100000. Menurut penelitian, penyakit Crohn ini umumnya
terjadi pada dunia industri, khususnya pada Amerika Utara dan Eropa Barat, namun
terdapat juga kenaikan insidensi penyakit di Asia dan Amerika Selatan. Penyakit Crohn
mengenai seluruh usia, seluruh jenis kelamin, dengan yang paling banyak terjadi pada
wanita usia 20-39 tahun. Prevalensi penyakit Crohn pada kerabat keluarga tingkat
Ilmu epidemiologi sekarang menemukan bahwa terdapat dua bentuk dari penyakit
Crohn, yaitu bentuk yang tidak ada terjadinya perforasi menunjukkan dapat mengalami
penyembuhan secara lambat, dan bentuk yang terdapat perforasi atau agresif
menunjukkan perkembangan penyakit yang cepat. Pasien dengan penyakit Crohn tipe
perforasi lebih dapat disertai dengan fistula dan abses, sedangkan pada tipe non-perforasi
3.1.2 Etiologi
Penyakit Crohn merupakan penyakit inflamasi yang terjadi pada usus kecil atau
usus besar di semua lapisan. Penyakit ini memiliki pola tidak berkesinambungan, dimana
memiliki skip area antara satu area dengan area penyakit lainnya. Jika berlanjut, akan
15
tampak cobblestone oleh karena ulserasi yang dalam dan longitudinal pada mukosa
normal.2
Penyebab dan evolusi dari penyakit Crohn ini sebenarnya tidak diketahui. Satu
penyebab terkuat dari penyakit ini adalah adanya pengaruh dari diet, merokok, stress,
Fibroma oral dapat terjadi pada semua usia tetapi paling sering terlihat pada orang
dewasa yang lebih tua. Ini mempengaruhi 1-2% orang dewasa dan sangat jarang selama
dekade pertama kehidupan dengan 66% kasus ditemukan pada wanita. 2 Fibroma
traumatik dapat ditemukan di berbagai lokasi dalam rongga mulut di bagian yang sering
terpapar trauma, lokasi paling sering adalah pada mukosa bukal di sepanjang garis
Penyakit Crohn memiliki banyak ciri yang sama dengan ulcerative colitis.
Penelitian juga menunjukkan fakta bahwa pasien yang memiliki riwayat penyakit
ini, memiliki keluarga tingkat pertama yang memiliki penyakit Crohn juga yang
bahan asing, dan/atau meningkatkanya reaksi imun yang berlebihan terhadap antigen
intestinal. Teori lain yang mendukung teori tersebut adalah adanya penyakit vascular,
obstruksi limfatik, dan stress emosional. Apapun penyebabnya, beberapa erosi kecil yang
ada pada jaringan normal limfoid mukosa akhirnya akan menyatu sehingga membentuk
16
aphtous ulcer atau lesi yang lebih difus pada mukosa. Seiring dengan perkembangan
penyakit, ditandai dengan adanya hiperplasia dari jaringan limfoid yang meluas melewati
terjadinya penyempitan dan inflamasi tractus. Terdapat juga granuloma pada 50% kasus.2
Tanda dan gejala klinis dari penyakit Crohn bergantung dari luasnya inflamasi dan daerah
intestinal yang terkena. Tanda yang biasanya terlihat adalah penyakit ini terjadi pada usia muda,
yaitu masa remaja akhir atau usia sedikit di atas 20 tahun dengan penyakit Crohn yang sudah ada
sejak lama dan tiba-tiba semakin parah. Pasien akan mengeluhkan adanya riwayat episode
intermiten gangguan daerah perut, demam, dan nyeri perut keram disertai dengan konsistensi air
besar yang encer. Pada ulcerative colitis biasanya disertadi dengan perdarahan saat buang air
besar, namun pada penyakit Crohn yang ringan biasanya tidak disertai dengan perdarahan saat
Inflamasi dari usus kecil akan mengganggu absorpsi dari nutrisi penting. Kalsium, zat
besi, asam folat diabsorpsi oleh usus duabelas jari, karena terjadinya penurunan kemampuan
absorpsi karena inflamasi, akan menyebabkan defisiensi nutrisi. Penyakit pada ileum tangka
lanjut akan mengganggu absorpsi garam empedu dan vitamin B12. Inflamasi yang terjadi pada
usus kecil atau besar akan mengganggu absorpsi lemak, vitamin larut dalam lemak, garam, air,
Terganggunya kemampuan penyerapan usus kecil akan lebih terganggu pada penyakit
Crohn daripada ulcerative colitis. Abnormalitas elektrolit dan tingkat albumin yang rendah akan
terdeteksi juga. Mungkin juuga akan disertai dengan anemia, karena defisiensi zat besi dan asam
folat. Adanya leukositosis dengan jumlah > 15000/cm 3, menunjukkan adanya abses atau
perforasi.2
17
Tanda dan gejala dari penyakit Crohn biasanya lebih sulit terlihat daripada ulcerative
colitis, sehingga penentuan diagnosis akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Meskipun
begitu, diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesa menyeluruh secara teliti, pemeriksaan fisik,
Pemeriksaan yang paling dapat dipercaya untuk membedakan antara penyakit Crohn dan
ulcerative colitis adalah kolonoskopi dengan biopsi kolon secara endoskopi. Beberapa tanda yang
1. Pada penyakit Crohn mengenai usus kecil atau bagian atas dari kanalis makanan.
Pada kasus ulcerative colitis, tanda dan gejala dari penyakitnya lebih terlihat, dan
biasanya pasien dengan ulcerative colitis tidak akan mengunjungi dokter gigi dengan penyakit
tersebut yang tidak terdiagnosa. Kemungkinannya lebih besar pasien dengan penyakit Crohn akan
mengunjungi dokter gigi dengan penyakit Crohn yang tidak terdiagnosa. Adanya anemia,
kelainan pembekuan darah terkait vitamin K, dan defisiensi nutrisi general akan terjadi jika
dengan penyakit Crohn. Umumnya, manifestasi oral dari penyakit Crohn terjadi pada
pasien dengan penyakit intestine aktif, dan adanya lesi oral sering berkaitan dengan
oral yang sering ditemui pada penyakit Crohn. Namun sebenarnya penemuan ini belum
18
diketahui apakah memang sebagai manifestasi oral dari penyakit Crohn, penemuan tidak
disengaja, hasil dari pengobatan medis, atau manifestasi oral dengan penyakit terkait
merupakan ciri khas dari penyakit Crohn. Specimen biopsi dari aphtous ulcer yang tidak
pasien dengan penyakit Crohn menunjukkan pembengkakan difus pada bibir dan wajah,
hyperplasia inflamasi dari mukosa oral dengan pola cobblestone, lesi teraba keras
polypoid tag-like pada vestibulum dan daerah retromolar pad, dan adanya ulserasi linear
dalam dengan margin hiperplastik. Lesi granulomatous yang terdapat pada kelenjar
Efeknya pada oral karena malabsorpsi akan terlihat. Mukosa pucat, angular
cheilitis, dan glossitis merupakan manifestasi oral dari anemia karena disebabkan juga
oleh adanya penyakit Crohn yang tidak terdiagnosis atau tidak terkontrol. Malnutrisi
karena defisiensi nutrisi juga umumnya akan terjadi, maka dari itu harus diberikan
sulfa diberikan untuk merawat pasien inflammatory bowel disease (IBD) menunjukkan
dapat menyebabkan reaksi obat oral lichenoid. Infeksi sekunder dengan Candida
albicans diketahui banyak dialami oleh pasien dengan IBD dan menunjukkan juga
sebagai manifestasi oral utama dari penyakit, reaksi dari efek bakteriostatik sulfasalazine,
granuloma. Yang menarik adalah kemungkinan adanya lesi oral yang terjadi akan
mendahului adanya perubahan pada pemeriksaan radiografi penyakit sampai 1 tahun. Hal
ini harus digarisbawahi karena terdapat kasus pasien yang datang ke dokter gigi dengan
penyakit Crohn yang tidak terdiagnosis. Umumnya, pasien akan mengeluhkan adanya
rasa sakit pada lesi ulser pada kavitas oral. Pemberian obat kumur paliatif, salep, atau
steroid topical akan membantu merawat pasien. Adanya kenaikan karies dental yang
kemungkinan berhubungan dengan perubahan diet pada pasien dengan IBD. Penyebab
karies dental dan naiknya insidensi infeksi bakteri dan jamur adalah multifactor namun
Sama seperti perawatan pada ulcerative colitis, perawatan pada penyakit Crohn
juga memerlukan modifikasi pada rutinitas penjagaan kebersihan mulut. Hal ini karena
pada pasien IBD memiliki kenaikan resiko pada terjadinya infeksi oral, seperti karies
dental. Maka dari itu, manajemen dentan pasien dengan IBD harus diikuti dengan
perawatan preventif dan rutinitas penjagaan kebersihan rongga mulut serta pemeriksaan
rutin untuk mencegah restruksi jaringan keras dan lunak. Jika pasien menggunakan
glukokortikosteroid sistemik, harus diikuti dengan pemeriksaan rutin tekanan darah dan
evaluasi glukosa darah. Pemeriksaan, diagnosis, dan perawatan dari lesi oral inflamasi,
infeksi, atau granulomatous penting dilakukan. Pemberian obat kumur paliatif dan steroid
topical seperti gel fluocinonide 0.05% akan membantu. Steroid topikal yang digunakan
harus dengan jangka waktu pendek dan selalu diperiksa efek samping atas atrofi mucosal
manifestasi oral pasien IBD, khususya dengan lesi yang simtomatik. Pemberian obat
20
kumur paliatif sodium bikarbonat (1/2 sendok the soda kue dalam 8 ons air) dapat
triamcinolone acetonide 0.1%, atau clobetasol dan halobetasol dapat diaplikasikan secara
topikal pada lesi 4x sehari (tidak boleh lebih dari 2 minggu secara terus menerus). Salep
dan krim oles digunakan ketika lesi terlokalisir sehingga aplikasi salep secara langsung
dapat dilakukan dengan mudah. Pada kasus dimana lesi menyebar sampai ke orofaring,
dapat diberikan dexamethasone 0.5 mg/5 mL untuk pembilasa atau kumur selama 1
menit, 4x sehari. Pasien harus dijelaskan tentang efek samping dari penggunaan steroid
ataupun untuk keperluan pra bedah, yaitu pemeriksaan darah lengkap, level hematokrit,
waktu parsial tromboplastin), pemeriksaan fungsi liver, dan level glukosa darah.2
mukosa yang tampak normal, ulserasi dalam di dalam daerah mukosa yang bengkak, atau
ulserasi serpiginous berbentuk garis panjang. Penyakit ini baik yang terjadi pada usus
kecil maupun besar, pada pemeriksaan mikroskopis akan menunjukkan infiltrasi sel
inflamasi pada semua lapisan mukosa dengan sel plasma dan limfosit yang menunjukkan
Pemeriksaan yang tepat untuk kasus penyakit Crohn adalah kolonoskopi dengan
biopsi. Endoskopi biopsi untuk penyakit Crohn ini termasuk sulit karena kurangnya
21
penggambaran mikroskopik spesifik sehingga kurang terlihat. Pada biopsi akan terlihat
adanya kumpulan sel inflamasi, yang disebut granuloma, ulserasi mukosa, dan juga akan
terlihat adanya ileocolitis. Pada pemeriksaan darah akan tampak meningkatnya laju endap
Inflamasi pada ulcerative colitis berefek pada seluruh bagian dari usus besar.
Secara makroskopis, mukosa dengan ulcerative colitis ringan akan menunjukkan adanya
tampilan granular, jika lebih parah akan menunjukkan robeknya mukosa dengan
perdarahan dan ulserasi. Ulcerative colitis masih belum diketahui penyebabnya. Namun,
ada beberapa kemungkinan keterkaitan, yaitu dengan faktor bakteri, virus, imun, atau
fisik. Meskipun banyak ditulis bahwa faktor psikologis berpengaruh terhadap IBD,
namun gastroenterologist tidak lagi menerima pendapat bahwa penyakit IBD terjadi
hanya karena sebagai gangguan psikiatri. Sebaliknya, pasien dengan riwayat psikiatri,
merupakan hasil dari ulcerative colitis bukan ulcerative colitis yang disebabkan oleh
kondisi psikiatri. Penjelasan masuk akal hubungan antara ulcerative colitis dengan reaksi
autoimun adalah adanya sensitisasi dan destruksi dari mukosa kolon karena adanya
Ciri khas dari ulcerative colitis adalah adanya perdarahan rektal dan diare disertai
dengan darah. Umumnya, diare yang diderita parah, dengan pergerakan abdominal 5-8x
per 24 jam, dengan pasien akan mengeluhkan adanya sensai keram perut. Eritema
pada paha atau kaki. Terdapat perubahan pada area mata, seperti episkleritis, uveitis,
korneal ulser, dan retinitis yang menyebabkan sakit dan fotofobia. Gejala yang dirasakan
pada sendi juga akan terasa, yaitu pada pergelangan kaki, lutut, dan pergelangan tangan.
Anemia biasanya banyak dikaitkan dengan ulcerative colitis, karena adanya kehilangan
darah karena perdarahan mukosa dengan anemia defisiensi besi. Leukositosis terjadi pada
penyakit yang sedang aktif dan dikaitkan dengan abses intra-abdominal. Adanya
radiografi GIT, dan endoskopi yang dapat menggambarkan mukosa intestinal. Yang
multiple kecil yang tertutup darah dan pus. Terapi pada ulcerative colitis dipusatkan pada
penurunan inflamasi dan menyebuhkan efek dari penyakit. Obat anti-inflamasi yang
menjaga remisi penyakit dapat juga diresepkan obat kortikosteroid dan kortikotropin
Recurrent apthous stomatitis (RAS) sebagai diagnosis banding untuk lesi oral
Crohn. RAS merupakan kerusakan pada mukosa mulut dengan karakteristik ulser yang
timbul berulang pada pasien yang tidak memiliki tanda-tanda penyakit lain dengan
23
etiopatogenesis yang masih belum diketahui. Faktor etiologi dari recurrent apthous
saliva, yaitu perubahan pH, dan kelainan psikologi. Ulser ini terjadi berulang, multiple,
kecil, bulat atau ovoid, dengan halo eritem, terwarnakan putih kekuningan atau keabuan,
a. Minor RAS dikenal juga sebagai Miculiz’s aphtae dan merupakan yang paling
umum terjadi, 80% RAS yang terjadi adalah kasus minor. Ulser ini berdiameter 8-
b. Major RAS disebut juga periadenitis mucosa necrotica atau Sutton’s disease terjadi
10-15% pasien RAS. Ulser ini berdiameter lebih dari 1 cm, ditemukan paling umum
total jumlah 100, berukuran kecil yaitu 2-3 mm. Dapat bergabung sehingga
membentuk ulser yang ireguler. Ulser ini dapat sembuh dalam waktu 10-14 hari.
diantaranya menyebutkan bahwa terdapat peran dari system imumn, genetic, dan factor
(DNA) sekunder akibat stres oksidatif diduga memainkan peran besar dalam terjadinya
RAS. Dalam studi case control, ditemukan bahwa pada pasien RAS memiliki
24
Terdapat juga bukti bahwa antigen yang tidak diketahui menstimulasi keratinosit,
menghasilkan sekresi sitokin dan kemotaksis leukosit. TNF-α banyak ditemukan pada
saliva pasien RAS. Studi lain menyebutkan bawah terdapat banyak single nucleotide
polymorphisms (SNP) pada gen proinflammatory cytokines IL-1 and IL-6 pada pasien
RAS. Frekuensi rata-rata haplotipe IL-6 C-174C, yang dikaitkan dengan peningkatan
sekresi IL-6, terdeteksi dalam jumlah yang lebih tinggi pada pasien yang terkena. Ini
namun terdapat anjuran terapi farmakologis yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri,
Recrudescent HSV yang terjadi pada bibir disebut herpes labialis. Penyakit ini
munculnya vesikel atau ulser yang terlokalisir di sekitar mukosa dan kulit mulut dan
bibir. Vesikel dan/atau ulser ini muncul di mukosa keratinisasi pada palatum keras,
gingiva cekat, dan dorsum lidah, dan pada mukosa non keratinisasi ada pada mukosa
bukal dan labial, ventral lidah, dan palatum lunak. Vesikel yang terbentuk biasannya akan
rupture sehingga akan membentuk ulser dengan ukuran 1-5 mm dengan tepi scalloped
dan halo eritem. Gingiva ditandai dengan kemerahan, mulut terasa sakit sehingga
menimbulkan kesulitan untuk makan. Pasien akan mengeluhkan adanya sensasi gatal,
25
tingling, atau sensasi terbakar pada 50% kasus, dengan kemunculan papula, vesikel,
ulser, atau krusta. Rasa sakit biasanya hadir pada 2 hari pertama. Terapi dapat
menggunakan antivirus.
3.2.1 Definsi
Angular cheilitis (AC) adalah lesi inflamasi di sudut mulut yang dimulai pada
muco-cutaneus junction sampai meluas ke kulit. Kondisi ini seringkali disebut sebagai
stomatitis sudut mulut atau "perlèche" yang berasal dari istilah Prancis "pourlècher"
artinya menjilat bibir. Angular cheilitis adalah lesi yang relatif umum secara klinis
ditandai dengan eritema, maserasi lembab, ulserasi, dan krusta pada komisura mulut.
Faktor yang menyebabkan kondisi itu terjadi adalah faktor lingkungan yang kronis,
kebiasaan menjilat bibir, menghisap ibu jari atau menggigit sudut mulut, dan keadaan
tonus bibir yang lemah juga menjadi penyebab terjadinya angular cheilitis3.
Angular cheilitis adalah gambaran fisura yang terinfeksi di sudut mulut, sering
dikelilingi oleh eritema (Gambar 1). Lesi sering koinfeksi dengan kedua mikrobio
Candida dan Staphylococcus aureus. Angular cheilitis biasanya terjadi akibar adanya
defisiensi vitamin B12, defisiensi besi, dan hilangnya dimensi vertikal. Kondisi atopi
juga telah dikaitkan dengan pembentukan angular cheilitis. Selain itu, kulit kering juga
3.2.2 Epidemiologi
Greenberg et.al. menyatakkan bahwa tiga puluh persen pasien yang mengalami
denture stomatitis juga memiliki angular cheilitis, hanya 10% dari pasien yang tidak
bahwa 0,7-3,8% dari lesi mukosa mulut pada orang dewasa dan antara 0,2-15,1% pada
anak-anak adalah angular cheilitis. Hal ini terlihat terutama pada orang dewasa, baik
pada pria maupun wanita, dan paling sering pada dekade ketiga sampai keenam
kehidupan3.
Angular cheilitis dapat terjadi secara unilateral atau bilateral yang artinya dapat di
kedua sudut mulut atau hanya pada salah satu bagian. Pasien dengan angular cheilitis
Gambar 3. 2 Kasus angular cheilitis terasosiasi dengan alergi nikel pada pasien yang dirawat ortodonti.
tipe dasar berdasarkan kedalaman dan jumlah rhagade (lipatan). Adapun tipe dari
1. Lesi tipe I ditandai dengan rhagade tunggal yang terbatas pada sudut mulut
2. Lesi tipe II ditandai dengan rhagade tunggal yang lebih luas dalam dan panjang
3. Lesi tipe III menunjukkan beberapa rhagade menyebar dari sudut mulut ke kulit yang
4. Lesi IV menunjukkan eritema luas pada kulit yang berdekatan dengan batas vermilion
Gambar 3. 3 Angular cheilitis pada pasien usia tua yang mengalami xerostomia
28
Pasien gigi tiruan lebih sering menunjukkan lesi tipe I dan pasien edentulous
cenderung menunjukkan tipe lain. Penyebab angular cheilitis adalah multifaktorial, dan
tinjauan singkat ini dimaksudkan untuk membahas berbagai faktor etiologi, diagnosis
3.2.3 Etiologi
Penyebab angular cheilitis adalah multifaktorial dan dapat berasal dari etiologi
lokal hingga sistemik. Etiologi lokal yang terlibat dalam perkembangan angular cheilitis
dapat diklasifikasikan akibat anatomi, mekanik, alergi, kimia, dan infeksi. Faktor-faktor
lokal ini dapat bersifat independen atau terjadi akibat beberapa faktor secara bersamaan.
Penyebab sistemik meliputi defisiensi nutrisi, penyakit sistemik, dan efek samping dari
Etiologi lokal yang paling sering ditemui dan termasuk dalam kategori anatomi
adalah berkurangnya atau hilangnya dimensi vertikal rahang yang dapat menyebabkan
penutupan mulut yang berlebihan. Hal ini bisa disebabkan oleh edentulousness dan
migrasi gigi. Penurunan berat badan pada beberapa pasien dapat menyebabkan hilangnya
jaringan elastis wajah, turgor kulit, dan mengurangi dimensi vertikal dari struktur wajah.
Pengurangan dimensi vertikal wajah menyebabkan pooling dan stasis saliva pada
komisura mulut dan akhirnya terjadi maserasi pada kulit dan mukosa. Malnutrisi,
pernapasan mulut, dan merokok juga telah terlibat dalam pengurangan tinggi wajah,
stasis air liur, dan menyebabkan angular cheilitis. Enzim yang ada dalam air liur seperti:
amilase, maltase, lipase, katalase, sulfatase, heksokinase, karbonat anhidrase dan lain-lain
29
dimana dapat menyebabkan iritasi, dan peradangan pada jaringan di sudut mulut. Trauma
juga dapat terjadi pada daerah tersebut dalam bentuk perawatan ortodontik yang tidak
pas, kebiasaan menjilat bibir, luka bakar, pembersih gigi tiruan, flossing gigi, dan
menyebabkan peradangan3.
Dermatitis kontak dapat memicu angular cheilitis yang sudah ada. Dengan
adanya potensi alergen, mukosa barrier angular cheilitis yang terganggu memungkinkan
alergen masuk dengan mudah dan hal tersebut dapat memperburuk lesi. Hal ini sering
terjadi pada pasien sensitif nikel yang memakai kawat ortodontik atau gigi palsu logam
cor yang mengandung nikel. Komponen bahan tambal gigi, jembatan, dan retainer
seperti: emas, merkuri, paladium, kalium dikromat, kobalt, dan lainnya telah dilaporkan
dapat menyebabkan reaksi alergi dan menyebabkan angular cheilitis. Agen penambah
rasa dan aroma seperti cinnamic aldehida, eugenol, minyak spearmint, peppermint,
mentol, carvone, propolis, esensi mint, hadir dalam lipstik, permen karet, pasta gigi,
rokok, dan produk kebersihan mulut, dapat memicu perkembangan angular cheilitis
3. Akibat Mikroba
kronis, kondusif, dan lembab untuk pertumbuhan mikroba di daerah ini. Pertumbuhan
mikroba dapat menyebabkan infeksi dan bermanifestasi secara klinis sebagai angular
streptokokus hemolitik adalah penyebab paling umum di antara agen mikroba lain yang
30
20% angular cheilitis disebabkan oleh C. Albicans saja, 60% disebabkan oleh infeksi
gabungan C. Albicans dan Staphylococcus aureus, dan 20% terkait dengan S. aureus saja.
Hal ini biasanya terlihat pada orang tua dan pasien immunocompromised terutama pasien
yang terinfeksi HIV dan pasien AIDS. Dalam studi banding, Candida albicans dan
Staphylococcus aureus ditemukan lebih umum pada lesi angular cheilitis pada pasien
HIV seropositif, dibandingkan pasien HIV seronegatif. Secara kebetulan, pada pasien
HIV seropositif dengan jumlah CD4 kurang dari 200 terjadi peningkatan insiden
kolonisasi Candida dan Staphylococcus aureus bila dibandingkan dengan pasien dengan
jumlah CD4 lebih dari 200. Kandidiasis multifokal dapat bermanifestasi sebagai angular
cheilitis dan bagian dari spektrum klinis yang luas. Kandidiasis sistemik fulminan juga
1. Faktor Nutrisi
Kekurangan gizi adalah masalah lain yang luas dalam mempelajari faktor etiologi
kekurangan zat besi dan beberapa vitamin yang termasuk dalam kelompok B kompleks3.
Rose A John pada tahun 1968 mengusulkan bahwa status kekurangan zat besi
klinis anemia. Konsentrasi plasma besi yang rendah dapat mengganggu sintesis enzim
yang mengandung besi seperti sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase. Ini akan
mengganggu fungsi seluler dan multiplikasinya. Karena sel epitel mengalami pergantian
31
yang cepat, mereka akan terpengaruh cukup awal karena adanya penurunan proliferasi
terutama di sudut mulut, yang mengakibatkan epitel atrofi. Epitel atrofi ini dapat terkikis
dengan mudah dan menjadi kondusif untuk perkembangan angular cheilitis dengan
adanya pertumbuhan yang berlebih dan berkolonisasi dari flora normal rongga mulut
seperti Candida, Staphylococcus, dan Streptococcus. Pada pasien dengan plasma besi
yang rendah tanpa manifestasi klinis anemia, pewatan angular cheilitis adalah dengan
Pada anemia defisiensi besi, kadar protein pengikat besi yang disebut transferin
meningkatkan infeksi Candida dan angular cheilitis. Atrofi dan hiperkeratinisasi epitel
mulut terlihat pada status anemia defisiensi besi. Epitel atrofi mendukung pertumbuhan
pertumbuhan Candida3.
Vitamin B kompleks adalah jenis vitamin yang larut dalam air terdiri dari enam
vitamin utama. Vitamin B kompleks memiliki peran penting dalam metabolisme sel.
piridoksin (B6), niasin (B3), sianokobalamin (B12), folat (B9), dan biotin (vitamin BW
atau vitamin H). Ariboflavinosis (defisiensi kronis riboflavin (B2)) dapat bermanifestasi
secara klinis sebagai angular cheilitis, glositis, sakit tenggorokan, dan pembengkakan,
dan eritema pada mukosa mulut. Kemudian normositik bersamaan, anemia normokromik
dan dermatitis seboroik juga dapat terjadi. Obat anti-tuberkulosis tertentu seperti
32
isoniazid adalah antagonis piridoksin (B6). Oleh karena itu pasien yang menjalani
Manifestasi oral defisiensi piridoksin dapat terjadi dalam bentuk glositis dan cheilitis.
Gambaran klinis ini secara klinis identik dengan keadaan defisiensi niasin (pellagra) 3.
berperan penting untuk produksi eritrosit. Glikoprotein yang dikenal sebagai faktor
faktor intrinsik, makan mempengaruhi produksi sel darah merah dan mengakibatkan
anemia. Barrier mukosa mulut dalam status anemia dan dapat mempengaruhi
cheilitis. Penyerapan folat dipengaruhi oleh kontrasepsi oral, fenobarbital, dan banyak
obat lainnya. Defisiensi asam folat terkadang dapat dijumpai dengan disertai defisiensi
sianokobalamin dan munculnya angular cheilitis. Kekurangan asam folat juga diketahui
dapat menyebabkan sindrom mulut terbakar akibat angular cheilitis dan glossodynia.
Kekurangan biotin telah dilaporkan terkait dengan angular cheilitis. Mata kering dan
4. Penyakit Sistemik
Salah satu penyebab sistemik yang paling penting adalah xerostomia. Kondisi ini
menyumbang sekitar 5% dari kasus angular cheilitis. Perasaan subjektif pasien adalah
keringnya mukosa mulut, yang dilaporkan sebagai keluhan pada sepertiga pasien
penderita diabetes. Penyebab sistemik lain adalah xerostomia yang mencakup gangguan
33
kelenjar ludah, terapi radiasi kepala dan leher, kemoterapi, penyakit autoimun seperti
sindrom Sjogren, lupus eritematosus sistemik, penyakit radang usus seperti penyakit
Xerostomia dapat menjadi ciri fisiologis pada orang tua sebagai bagian dari
proses penuaan. Pada pasien memungkinkan merasakan adanya gangguan rasa, sindrom
mulut terbakar, karies gigi, dan eksaserbasi angular cheilitis yang ada. Xerostomia juga
merupakan efek samping yang umum dari banyak obat. Lebih dari 500 obat telah terlibat
menyebabkan xerostomia sebagai efek samping. Yang paling banyak ditemui adalah
antikolinergik, dll3.
Angular cheilitis dapat terlihat pada kasus malnutrisi, dan gangguan makan
seperti anoreksia nervosa, dan bulimia. Kondisi ini kemungkinan besar terkait dengan
defisiensi nutrisi yang terlihat pada gangguan ini. Agular cheilitis telah diteliti sebagai
salah satu manifestasi oral umum pada penyakit infeksi sistemik seperti infeksi human
Pada infeksi HIV, lesi mukosa mulut merupakan bagian integral dari kriteria
klinis dalam sejumlah sistem klasifikasi. Klasifikasi ini didasarkan pada faktor etiologi
yang sangat terkait dengan infeksi HIV/AIDS dan etiologi dalam kasus ini sebagian besar
adalah infeksi Candida atau infeksi campuran Candida dan Staphylococcus. Prevalensi
34
angular cheilitis pada HIV/AIDS adalah sekitar 5,6% hingga 28,9% dan dilaporkan
Angular chelitis adalah manifestasi yang sering pada pasien diabetes mellitus
bahwa, karena konsentrasi glukosa darah yang lebih tinggi, spesies Candida dapat
menunjukkan aktivitas enzim hemolitik dan esterase yang lebih tinggi pada pasien
diabetes. Hal ini berkontribusi pada peningkatan aktivitas enzim dan spesies Candida
pertumbuhan organisme jamur patognomonik. Candida, telah sering diisolasi dari rongga
mulut pasien DM. Hingga 77% pasien diabetes yang diobati dengan insulin dilaporkan
Penyakit radang usus seperti kolitis ulserativa dan penyakit Crohn dapat
menunjukkan manifestasi oral dalam bentuk stomatitis aftosa, fisura, glositis, dan
angular cheilitis. Dalam sebuah penelitian oleh Lisciandrano et al., [30] frekuensi
terjadinya angular cheilitis pada penyakit Crohn telah dilaporkan 7,8%, sedangkan pada
kolitis ulserativa adalah 5%. Discoid lupus erythematous (DLE), penyakit autoimun yang
mempengaruhi kulit, juga dapat menunjukkan cheilitis dalam bentuk angular cheilitis, di
antara temuan dermatologis dan oral lainnya. Sekitar 18% pasien dengan DLE telah
gagal ginjal kronis. Dalam uremik stomatitis, angular cheilitisnmerupakan tanda klinis
35
awal sebelum lokasi mukosa mulut lainnya terpengaruh. Lesi oral termasuk angular
cheilitis bisa menjadi hasil dari pemecahan urea berlebihan dalam saliva pasien3.
5. Agen Farmakologis
untuk gangguan kecemasan dan depresi, telah sering ditemukan terlibat dalam
pengembangan angular cheilitis. Pada pasien yang menerima terapi tetrasiklin jangka
dengan aktivitas spektrum luas melawan protozoa anaerob dan bakteri mikroaerofilik,
beberapa kasus lain, isotretinoin telah terlibat dalam pengembangan angular cheilitis dan
telah digunakan sebagai indikator tingkat toksisitas obat. Obat anti-psoriatik yang disebut
menyebabkan bentuk angular cheilitis yang tidak bisa dihilangkan. Obat lain yang telah
diagnosis banding. Diagnosis banding yang signifikan secara klinis untuk pertimbangkan
merawat angular cheilitis adalah infeksi herpes simpleks. Lesi herpes labialis dimulai
sebagai makula dan menjadi vesikular dan kemudian pustular. Pustula ini akhirnya pecah
membentuk krusta. Jika kerak ini hadir di komisura mulut, mereka akan menyerupai
36
angular cheilitis. Namun lesi herpes cenderung unilateral, dan riwayat pembentukan
vesikel berisi cairan yang sebelumnya berguna dalam diagnosis lesi herpes3.
Sifilis sekunder (papula sifilis), lichen planus oral erosif atau lesi oral lichenoid,
impetigo, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, cheilitis kontak alergi, cheilitis kontak
iritan, cheilitis difus awal atau terisolasi, cheilitis aktinik, cheilitis glandularis, cheilitis
cheilitis3.
diagnosis banding. Diagnosis banding yang signifikan secara klinis untuk pertimbangkan
merawat angular cheilitis adalah infeksi herpes simpleks. Lesi herpes labialis dimulai
sebagai makula dan menjadi vesikular dan kemudian pustular. Pustula ini akhirnya pecah
membentuk krusta. Jika kerak ini hadir di komisura mulut, mereka akan menyerupai
angular cheilitis. Namun lesi herpes cenderung unilateral, dan riwayat pembentukan
vesikel berisi cairan yang sebelumnya berguna dalam diagnosis lesi herpes3.
3.2.6 Perawatan
non-infeksi, alergi, dan kombinasi dari penyebab ini harus diidentifikasi sehingga
antijamur, antiseptik, atau kombinasi keduanya. Ketika lesi tidak merespon antimikroba,
faktor etiologi lain harus dipertimbangkan. Denture yang tidak pas dan peralatan gigi lain
harus direkonstruksi untuk mengembalikan fungsi dan kontur wajah. Pada pasien usia tua
dengan gigi palsu, perawatan suportif termasuk manajemen gigi palsu harus diperlukan.
37
Perbaikan dalam pemasangan gigi tiruan atau fabrikasi yang lebih baru untuk
meningkatkan ketinggian wajah vertikal. Aplikasi topikal petrolatum jeli, emolien, atau
lip balm efektif sebagai barrier untuk mengurangi maserasi komisura dan menginduksi
penyembuhan. Alat prostetik anti drooling pada kasus drooling yang parah seperti kanula
yang dimasukkan ke dalam gigi tiruan dapat menyalurkan aliran saliva ke dalam
orofaring, dan terapi fotodinamik menggunakan fotosensitizer dan lampu dioda pada
kondisi kasus non-responsif telah dicoba dan menunjukan keberhasilan. Dalam beberapa
kasus, untuk mencegah pengumpulan saliva karena hilangnya turgor kulit, injeksi filler
dan implan bedah dapat dipertimbangkan. Pasien harus diberitahu tentang kebersihan gigi
tiruan seperti melepas gigi palsu di malam hari dan membersihkannya dengan baik
sebelum pemasangan kembali di pagi hari. Permen karet yang mengandung xylitol, atau
chlorhexidine acetate/xylitol, dapat mengurangi angular cheilitis pada pasien yang lebih
tua dengan meningkatkan saliva. Xerostomia pada pasien geriatri merupakan predisposisi
kandidiasis oral yang dapat bermanifestasi sebagai angular cheilitis. Pada pasien ini,
prosedur kebersihan mulut secara periodik yang baik sangat penting untuk mengurangi
pengobatan angular cheilitis infektif. Salep nistatin 100.000 unit/mL secara topikal dua
kali sehari, atau larutan gentian violet secara topikal dua hingga tiga kali sehari efektif
dalam banyak kasus. Sebagai alternatif, krim ketoconazole 2% secara topikal, krim
pengobatan yang baik. Ketika kombinasi infeksi dicurigai, maka pengobatan topikal
dengan kombinasi mupirocin atau asam fusidat dan krim hidrokortison 1% dapat menjadi
pilihan efektif 3.
dalam pengobatan angular cheilitis dengan kombinasi 1% isoconazole nitrat (ISN) dan
0,1% salep diflucortolone valerate (DFV). Kondisi ini dikarenakan aksi spektrum luas
ISN terhadap banyak spesies dermatofita dan bakteri, dan sifat anti-inflamasi DFV.
Namun, ketika antimikroba dan strategi manajemen local gagal, penyebab sistemik
mungkin perlu diselidiki. Penyebab sistemik ini bisa berupa kekurangan nutrisi atau
penyakit sistemik, atau keduanya. Pada sindrom Plummer Vinson (suatu bentuk
1. Mahfuz M. Inflammatory bowel disease: Foiling inflammatory bowel disease. Sci Transl
Med. 2013;5(209):1–29.
2. Greenberg., Glick., Jonathan. 2008. Burket’s Oral Medicine 11th edition. BC Decker Inc :