Di susun oleh:
No. Absen : 21
DINAS PENDIDIKAN
Assalamualaikum. Wr. Wb
Alhamdulilah dan puji syukur ke hadirat ALLAH SWT penulis ucapkan atas rampungnya
pembuatan makalah PAI yang berjudul “HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP
ISTERI”
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas pelajaran agama PAI. Besar harapan
penulis bahwa makalah ini dapat di gunakan oleh pembaca sebagai buku tuntunan
dalam memilih jodoh kedepannya. Besar harapan penulis juga buku ini akan
mempermudah bagi pembaca unuk memilih jodoh baik memilih jodoh wanita ataupun
memilih jodoh laki – laki.
Akhirnya, sesuai dengan kata pepatah “TIADA GADING YANG TAK RETAK”, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak, khususnya dari bapak / ibu guru
sekalian. Kebenaran, kesempatan dan kesempurnaan hayalah milik ALLAH SWT
semata. Penulis juga mengucapkan basar berterima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu penyelesaian makalah ini, Amiin.
Akhir kata,
Wassalamualaikum wr.wb
PENULIS
A. KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTERI
Setelah seorang laki-laki mengucapkan ijab qabul di dalam akad pernikahan,
maka saat itu pula ia resmi menjadi suami yang memiliki tanggung jawab penuh
terhadap istrinya.
Lalu apa saja kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi seorang suami bagi istrinya di
dalam Islam? Bagi suami terdapat dua kewajiban yang harus ia penuhi, pertama
kewajiban yang bersifat materi dan kedua kewajiban yang bersifat nonmateri.
Kedua, nafkah. Jumhur ulama’ (mayoritas ulama) telah sepakat bahwa nafkah itu
harus diberikan suami kepada istrinya yang dapat mengatasi dirinya. Namun, jika
istrinya itu nusyuz (ngambek) dan tidak mau mengurus suaminya, maka ia tidak berhak
mendapatkan nafkah.
Menurut Imam Abu Syuja’ di dalam kitab Taqrib, jika suami itu kaya, maka setiap
harinya ia harus mengeluarkan dua mud (12 ons atau dibulatkan 2 kg, disesuai dengan
makanan pokok sang istri atau uang belanja).
Jika suami itu miskin, maka kewajibannya membayar 1 mud, namun jika suaminya
tergolong orang yang tidak kaya dan miskin yakni sedang maka kewajibannya 1 mud
setengah. Namun, jika suami tidak mampu memberikan nafkah, maka boleh bagi istri
untuk menuntut perceraian.
Adapun hikmah disyariatkannya kewajiban nafkah ini adalah karena istri itu terbatas
geraknya untuk bekerja kecuali dengan izin suami, oleh karena itu ia wajib diberi
kecukupan oleh suami, dan nafkah itu juga sebagai pengganti atas dibolehkannya ia
bersenang-senang dengan istrinya.
Dalil diwajibkannya nafkah ini adalah surah Albaqarah ayat 233, “dan kewajiban ayah
menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.”
Sementara itu, di dalam hadis juga disebutkan riwayat dari Aisyah ra. ia berkata,
“Hindun bin Utbah, istrinya Abu Sufyan mendatangi Rasulullah saw. ia berkata, “wahai
Rasulullah saw. sungguh Abu Sufyan adalah laki-laki yang pelit, ia tidak memberikanku
nafkah apa yang dapat mencukupiku dan anak-anakku, kecuali (dengan cara) aku
mengambil sebagian hartanya dengan tanpa sepengetahuan Abu Sufyan, apakah aku
berdosa? Rasulullah saw. bersabda, “ambillah dari hartanya apa yang dapat
mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang benar.” (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
Selain itu, terdapat juga dalil di dalam hadis riwayat Jabir bin Abdillah di mana salah
satu isi pidato Nabi Saw. saat haji wada’ adalah, “dan bagi mereka (istri-istri) wajib bagi
kalian memberikan rezeki dan pakaian yang baik kepada mereka.” (HR. Muslim).
Keempat, tempat tinggal. Kewajiban bagi sang suami kepada istrinya adalah
menyediakan tempat tinggal yang layak sesuai kadar kemampuannya. Allah Swt
berfirman, “tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu” (QS. Attalaq ayat 6).
Adapun kewajiban kedua bagi seorang suami yang bersifat nonmateri adalah pertama
harus adil dengan istri-istri yang lainnya. Maka, bagi suami yang memiliki istri lebih dari
satu, kewajibannya adalah harus memiliki sikap adil di antara mereka baik dalam
urusan sandang, pangan maupun papan.
Kedua, menggauli istri dengan baik. Wajib bagi seorang suami berperilaku baik
kepada istrinya dan menyayanginya. Bahkan, ia harus mengutamakan kenyamanan
hati istrinya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Alquran surah Annisa ayat 19 “Dan
pergauilah mereka (istri-istri) dengan baik”.
Dan surah Albaqarah ayat 228, “dan mereka (para perempuan) mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.” Sementara di dalam hadis-
hadis Nabi Saw. pun banyak sekali teladan dan uswah yang dapat dipetik dari cara
Nabi Saw. menggauli istri-istrinya dengan baik, bahkan sangat romantis.
Dari Aisyah ra. ia berkata, “Nabi Saw. pernah mencium sedangkan beliau berpuasa,
dan beliau pun pernah menyentuh kulit sedangkan beliau berpuasa, tetapi beliau lebih
dapat menahan nafsunya.” (Muttafaqun Alaih).
Oleh karena itu, bagi suami juga tidak diperbolehkan memukul dengan pukulan yang
keras kepada istrinya yang sedang nusyuz (membangkang).
Demikianlah kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bagi seorang suami kepada
istrinya.
B.HAK SUAMI TERHADAP ISTERI
Isteri wajib taat kepada suaminya terhadap segala apa saja perintah suami, selagi
dalam hal yang dihalalkan menurut perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
Istri tidak boleh berpuasa kecuali atas izin suaminya.
Istri tidak boleh keluar rumah, kecuali atas izin dan ridla suaminya.
Seorang istri harus bersungguh-sungguh mencari ridla suaminya, karena ridla Allah
berada didalam ridla suaminya dan marahnya Allah berada di dalam marah suaminya.
Sekuat mungkin istri wajib berusaha menjauhi yang sekiranya menyebabkan suaminya
marah.
Menurut Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari lebih lanjut, bahwa seorang istri
hendaknya menempatkan rasa malu sesuai tempatnya, menundukkan pandangannya
di depan suaminya, taat atas perintah suaminya, diam ketika suami berbicara, berdiri di
depan pintu ketika suami datang dari bepergian (menyambutnya dengan penuh suka
cita dan tawadlu).
Tidak malah sebaliknya, tidak sedikit para istri yang justru berprilaku kontraproduktif,
dan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan Hadratussyaikh di atas ini. Begitu juga
tidak sedikit, para suami berprilaku yang juga kontraproduktif, tidak menempatkan diri,
tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, sehingga selalu saja muncul tindakan
dan prilaku yang arogan dan tidak mencerminkan layaknya seorang suami yang
mengedepankan kasih sayang dan cinta.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari menyampaikan lebih lanjut bahwa seorang istri
itu sebaiknyanya:
Menawarkan diri kepada Suami nya, mau tidur atau dalam hal apakah si Suami “kerso”
pingin berhubungan badan, atau sekedar bercumbu, atau yang sejenisnya (karena hal
ini adalah salah satu dari hak yang harus diterima oleh suami).
Istri tidak berkhianat, atau menyimpang ketika suaminya tidak ada di rumah. Baik terkait
urusan ranjang atau tempat tidur, maupun urusan harta suaminya. Apalagi zaman
seperti saat ini, godaan-godaan, baik melalui medsos maupun melalui hal lain, begitu
gencar dan luar biasa masif, sehingga seorang istri harus bisa menjaga diri.
Dalam kaitannya dengan hal di atas ini, Baginda Nabi SAW bersabda:
“Ketika seorang istri sudah shalat lima waktu, dan ia puasa Ramadan, lalu ia telah
menjaga kemaluannya, ia telah taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya,
“Masuklah wahai istri yang seperti itu, ke dalam surga dari pintu mana saja engkau
inginkan“.
Ini menunjukkan betapa penting dan wajib seorang istri itu memenuhi kewajiban-
kewajibannya, dan menerima haknya, serta taat kepada suaminya, menjaga dari segala
bentuk fitnah yang dapat menjurus pada kerusakan sebuah tatanan mahligai rumah
tangga itu.
Kalau kita mengaca dan membaca sirah Nabi SAW, betapa istr-istri Rasulullah itu tidak
pernah sembrono di dalam berkhidmat dan dalam melayani Baginda Nabi. Suatu waktu
Sayyidatina Siti Aisyah bertanya kepada Rasulullah, “Siapa manusia yang harus lebih
diutamakan menerima haknya?’ Rasulullah lalu menjawab, ‘Suaminya!’. Lalu setelah itu
siapa ya Rasulullah? Lalu Baginda Nabi SAW menjawab: “Ibunya!”.
Sesungguhnya hak suami atas isteri mempunyai kedudukan yang sangat agung,
sebagaimana hal tersebut telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dan selainnya dari Abu Sa’id al-
Khudri Radhiyallahu anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Hak bagi seorang suami atas isterinya adalah jika saja ia (suami) mempunyai luka di
kulitnya, kemudian Yang isteri menjilatinya, maka pada hakikatnya ia belum benar-
benar memenuhi haknya.” [1]
1. Wanita yang cerdas dan pandai akan mengagungkan apa yang telah diagungkan
oleh Allah dan Rasul-Nya dan menghormati suaminya dengan sebenar-benarnya, ia
bersungguh-sungguh untuk selalu taat kepada suami, karena ketaatan kepada suami
termasuk salah satu di antara syarat masuk Surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Apabila seorang wanita mau menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan
Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat terhadap suaminya, maka akan dikatakan
kepadanya (di akhirat), ‘Masuklah ke Surga dari pintu mana saja yang engkau
kehendaki.’”[2]
2. Di antara hak suami atas isteri, seorang isteri harus menjaga kehormatan dan
memelihara kemuliaannya serta mengurusi harta, anak-anak dan segala hal yang
berhubungan dengan pekerjaan rumah,
3. Berhias dan memperindah diri untuk suami, selalu senyum dan jangan bermuka
masam di depannya. Jangan sampai menampakkan keadaan yang tidak ia sukai. Ath-
Thabrani telah mengeluarkan sebuah hadits dari ‘Abdullah bin Salam Radhiyallahu
anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik isteri ialah yang engkau senang jika melihatnya, taat jika engkau perintah
dan menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi.” [9]
4. Isteri harus selalu berada di dalam rumahnya dan tidak keluar meskipun untuk pergi
ke masjid kecuali atas izin suami.
5. Janganlah seorang isteri memasukkan orang lain ke dalam rumah kecuali atas
izinnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َوالَ َيأْ َذنَّ فِيْ ُبي ُْو ِت ُك ْم لِ َمنْ َت ْك َره ُْو َن، َف َح ُّق ُك ْم َعلَي ِْهنَّ أَنْ الَ ي ُْوطِ ْئ َن فُ َر َش ُك ْم َمنْ َت ْك َره ُْو َن.
“Hak kalian atas para isteri adalah agar mereka tidak memasukkan ke dalam kamar
tidur kalian orang yang tidak kalian sukai dan agar mereka tidak mengizinkan masuk ke
dalam rumah kalian bagi orang yang tidak kalian sukai.” [10]
6. Isteri harus menjaga harta suami dan tidak menginfaqkannya kecuali dengan izinnya
“Tidak boleh bagi isteri melakukan puasa (sunnah) sedangkan suaminya ada kecuali
dengan izinnya.” [13]
8. Janganlah seorang isteri mengungkit-ungkit apa yang pernah ia berikan dari hartanya
untuk suami maupun keluarga, karena menyebut-nyebut pemberian akan dapat
membatalkan pahala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
9. Isteri harus ridha dan menerima apa adanya, janganlah ia membebani suami dengan
sesuatu yang ia tidak mampu.
10. Isteri harus bersungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya dengan
kesabaran. Janganlah ia marah kepada mereka di depan suami dan jangan memanggil
mereka dengan kejelekan maupun mencaci-maki mereka, karena yang demikian itu
akan dapat menyakiti hati suami.
11. Isteri harus dapat berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat suami, karena
sesungguhnya isteri tidak dianggap berbuat baik kepada suami jika ia memperlakukan
orang tua dan kerabatnya dengan kejelekan.
12. Janganlah isteri menolak jika suami mengajaknya melakukan hubungan intim,
karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dan di dalam hadits yang lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila seorang suami mengajak isterinya untuk berhubungan intim, maka hendaknya
sang isteri melayaninya meskipun ia sedang berada di atas unta.” [16]
13. Isteri harus dapat menjaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga, janganlah
sekali-kali ia menyebarluaskannya. Dan di antara rahasia yang paling penting yang
sering diremehkan oleh para isteri sehingga ia menyebarluaskannya kepada orang lain,
yaitu rahasia yang terjadi di ranjang suami isteri. Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah melarang hal demikian.
Bincang syariah.com
Almanhaj.or.id
TUGAS BIOLOGI
MUTASI
DI SUSUN OLEH ;
XII MIPA 2
KELOMPOK 2
DINAS PENDIDIKAN