Anda di halaman 1dari 3

1.

Aspek Agama Ekonomi Islam

Aspek Agama dalam ekonomi Islam bukan hanya memandang kegiatan ekonomi dan
bisnis sebagai suatu jalan pengabdian manusia kepada Tuhannya, berbuat kebaikan untuk
sesamanya, tetapi juga, berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dalam Agama ada
upacara ritual yang biasanya melahirkan kegiatan ekonomi dan bisnis di dalamnya karena dalam
ritual yang melibatkan orang banyak, maka manusia memerlukan makanan, penginapan,
transportasi, pakaian dan seterusnya yang berkaitan dengan kelengkapan ritual itu. Dalam ibadah
haji umpamanya, terdapat di dalamnya aspek ekonomi dan bisnis yang demikian besar sehingga
muncul bisnis transportasi dan perhotelan dari para penyedia jasa layanan perjalanan haji dan
umroh. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an :

“Dan berserulah kamu kepada manusia untuk mengerjakan haj, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki,dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap
penjuru yang jauh”. [Al-Qur’an 22 : 27].

Kegiatan ekonomi dan bisnis dalam agama juga berkaitan dengan usaha manusia untuk
menjadi orang yang baik. Karena itu, mereka membutuhkan ilmu pengetahuan keagamaan yang
luas dan mendalam, baik melalui pendidikan formal maupun non formal maupun informal.
Mereka membutuhkan pengajaran dan pelatihan yang bersifat teknis dalam berbagai aspek ritual
agama yang diperluknya. Al-Qur’an mengatakan :

”Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatakan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. [Qur’an 9 : 122].

Fenomena social bisnis agama muncul dalam kaitan dengan kebutuhan pemeluk terhadap
pengajaran keagamaan sehingga pengajaran keagamaan sering kali dikaitkan dengan imbalan
financial yang diterima oleh para pengajar keagamaan, para da’I dan para ustad dan para tokoh
keagamaan, bahkan ada tarif tertentu yang dipasang untuk mendatangkan pengajar keagamaan
itu. Bahkan sekarang ini dalam pengembangan teknologi media dan televisi yang makin luas
jangkauannya, siaran keagamaan mendapatkan tempat strategis untuk melayani pemirsanya
dalam kajian keagamaan, dan televisi sebagai bagian dari industri yang mengejar profit, maka
program siaran keagamaan juga menjadi bagian dari industry dalam segala kepentingannya,
termasuk kepentingan bisnis mengejar profit.

Karena aspek Agama dalam ekonomi yang makin maju dan kompleks, maka Agama
dalam aspek bisnis harus dikembangkan lebih praktis dalam kegiatan ekonomi dan bisnis yang
ada, yang dirumuskan dalam etika bisnis. Melalui etika bisnis, dapat dilihat apakah program
siaran keagamaan di televisi dan juga ceramah keagamaan lainnya dapat dianggap sebagai
kegiatan bisnis, atau kegiatan dakwah atau kegiatan keduanya.
Terkait dengan aspek agama dalam ekonomi dan bisnis Islam, maka semua bisnis
keagamaan sebagai bagian dari usaha jasa layanan dalam berbagai aspek aspek kegiatan dan
ritual keagamaan, tidaklah etis kalau hanya dilihat semata-mata sebagai bisnis murni yang hanya
mengejar profit karena di dalamnya ada tanggung jawab mencapai kesempurnaan dalam realisasi
ritual keagamaan.

2. Aspek Kewirausahaan Ekonomi Islam

Aspek kewirausahaan ekonomi Islam dikembangkan berdasarkan kemampuan kreatif


manusia sebagai pencipta yang dimungkinkan karena kemampuan akalnya yang hanya diberikan
Tuhan kepada manusia, bukan kepada makhluk Tuhan yang lainnya. Kemampuan kreatif yang
didasarkan pada penguasaan ilmu pengetahuan yang diajarkan Tuhan kepada Adam AS yang
kemudian dikembangkan oleh anak keturunannya menjadi konsep-konsep ilmiah, suatu
kemampuan intelektual yang kemudian menjadi dasar pembentukkan konsep ilmu pengetahuan
yang melahirkan teknologi. Nabi Adam AS sesungguhnya menjadi bapak interprener yang sejati,
menjadi peletak dasar kemampuan konseptual untuk meneruskan tugas penciptaan dimuka bumi
yang mandiri, optimis, peduli dan visioner.

Karena itu, enterprener adalah karakter untuk mandiri, kreatif, optimis, peduli dan
visioner untuk melihat dan memperbaiki nasib manusia kedepan. Karakter yang tidak pernah
putus asa adalah pembunuh jiwa enterprener sejati yang muncul dari perilaku dan sikap manusia
yang ingkar, kufur atas nikmat Tuhan, perilaku yang tidak mau bersyukur atas anugerah Tuhan.
Al-Qur’an mengatakan:

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudarannya dan
jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir”. [Qur’an 12:87]

Bersyukur adalah sikap yang rendah hati, sikap positif yang dapat menghargai anugerah
dan pemberian Tuhan. Bersyukur adalah kekuatan untuk menggapai sukses dan kebahagiaan
manusia dengan perbuatan nyata, bukan hanya dengan kata-kata. Al-Qur’an mengatakan :

“Dan (ingatlah juga, tatkala Tuhanmu memaklumkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. [Qur’an 14:7]

Seorang enterprener adalah seorang yang terus mengembara, mencari celah dan peluang
baru untuk mendapatkan keutamaan Allah, suatu rezeki halal yang akan memuliakan dirinya,
Tidak hanya berhenti pada salat, tetapi salatnya menjadi landasan pengembaraannya di seantero
jagad raya untuk menggali dan mendapatkan keutamaan atau rezeki Tuhan dengan berdagang
mendapatkan rezeki yang baik, bukan untuk melakukan penipuan. Karena itu Al-Qur’an
mengatakan :

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Dan apabila mereka melihat
perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan
kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah : “Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada
permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki”. [Qur’an 62:10-11]

Aspek kewirausahaan ekonomi Islam dikembangkan dengan dasar optimisme yang kuat
dan tidak pernah berputus asa dalam memandang kehidupan. Selalu berbuat suatu kebaikan
kepada sesamanya serta menjauhi perbuatan buruk kepada sesamanya. Kebaikan kepada sesame
akan mendorong lahirnya kebaikan yang semakin banyak karena perbuatan baik akan berlipat
ganda pahala kebaikannya, sedangkan perbuatan buruk hanya akan mencelakakan dirinya
sendiri. Al-Qur’an mengatakan :

“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada
kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-
Nya pahala yang besar”. [Qur’an 4:40]

Bahkan kebaikan itu dapat menghapuskan keburukan. Al-Qur’an mengatakan :

“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian
permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghaspuskan
(dosa) perbuatan -perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.
[Qur’an 11:114]

Sekecil apapun kebaikan dan keburukan akan mendapat balasan sehingga tidak boleh
disepelekan, sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi SAW :

“Diperlihatkan kepadaku amalan-amalan umatku, yang baik dan yang buruk. Aku mendapati
diantara amalan baik tersebut adalah menyingkirkan sesuatu yang mebahayakan dari jalan dan
aku mendapati diantara amalan buruk tersebut adalah berdahak padahal sedang berada di
dalam masjid dan tidak ditahan. (HR. Muslim).

Anda mungkin juga menyukai