Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FARMAKOLOGI

PENGGOLONGAN OBAT ANTIMIKROBA DAN ANTITUSIF

Disusun Oleh : Kelompok 4


Fadilla Qoyyum 202303102106
Vira Eka Anggraeni Abidin 202303102058
Martina Handayani 202303102055
Bunga Jannatul Firdaus 202303102063
Minakhul Fiqkiyah 202303102075
Farah Amalina Fitri 202303102076

DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
KAMPUS KOTA PASURUAN
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah , segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan
karunianya yang tiada ternilai kepada penyusun. Sholawat serta salam semoga tercurah pada
Rasululloh Muhammad SAW, keluarga, sahabat Sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir
zaman, Aamiin
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan,
dorongan dan do’a, semoga Allah membalas amal baik yang Telah dilakukan umat-Nya atas
sesama. Aamiin Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca makalah ini sangat
penyusun harapkan demi penyempurnaan makalah ini, karena penyusun menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna.Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita memohon semoga
berbagai amalan yang kita lakukan ikhlas karena-Nya, dan semoga makalah ini dapat
memberikanmanfaat, Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pasuruan, 15 November 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri lazim disebut sebagai
antibiotika atau lebih luas lagi, antimikroba. Antibiotika merupakan substansi kimia yang
dihasilkan oleh mikroorganisme untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang lain.
Sedangkan antimikroba memiliki arti yang lebih luas lagi karena juga mencakup substansi
kimia yang dihasilkan melalui proses sintesis di laboratorium.
Sebagian besar antimikroba yang digunakan pada saat ini diproduksi melalui
sintesis kimiawi, oleh sebab itu biasa disebut sebagai antibiotic asintetik. Dengan demikian
maka perbedaan arti antara antibiotika dan antimikroba pada saat ini sudah tidak
diperdebatkan lagi, karena yang dimaksud adalah substansi kimiawi yang dapat digunakan untuk
mengatasi infeksi bakterial. Dalam tulisan ini akan dibahas mekanisme utama, sifat-sifat
farmakologi, hingga penggunaan antibiotika atau antimikroba dalam praktek.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian antimikroba?
2. Apa klasifikasi antimikroba?
3. Apa saja penggolongan antibiotic?
4. Apa pengertian obat antitusif?
5. Apa fungsi antitusif?
6. Bagaimana cara kerja obat antitusif?
7. Apa efek samping dan contoh obat antitusif?
8. Bagaimana implikasi keperawatan?

C. Tujuan
1. Agar bisa mengetahui pengertian antimikroba?
2. Agar bisa mengetahui klasifikasi antimikroba?
3. Agar bisa mengetahui saja penggolongan antibiotic?
4. Agar bisa mengetahui pengertian obat antitusif?
5. Agar bisa mengetahui fungsi antitusif?
6. Agar bisa mengetahui cara kerja obat antitusif?
7. Agar bisa mengetahui efek samping dan contoh obat antitusif?
8. Agar bisa mengetahui implikasi keperawatan?
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
a. Antimikroba
Antimikroba merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama jamur
yang dapat menghambat ataupun dapat membasmi mikroba dengan jenis lain. Obat
yang dapat digunakan untuk membasmi mikroba merupakan penyebab infeksi pada
manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang cukup tinggi. Obat tersebut sangat
toksik bagi mikroba namun tidak toksik pada manusia (Setiabudy dalam Erlangga,
2017).
b. Antibiotik
Antibiotik adalah suatu zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama pada
fungi yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik
termasuk obat yang dapat digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada
manusia, dan ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif yang setinggi mungkin.
Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak
toksik untuk hospes (Setiabudy dalam Hasibuan, 2019). Antibiotik adalah zat-zat kimia
yang dihasilkan oleh suatu fungi dan bakteri, dimana zat tersebut memiliki sifat khasiat
yang mematikan ataupun menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitas yang
dihasilkan pada manusia cukuplah kecil (Tan dan Rahardjo dalam Sastriani, 2017).

B. Klasifikasi
Secara umum antibotika dan antimikroba dapat dikelompokkan berdasarkan:
1) Efek utamanya, yaitu apakah tergolong bersifat bakteriostatik atau bakterisida.
2) Mekanisme aksinya, disebut bersifat bakteriostatik jika efek utamanya menghambat
pertumbuhan bakteri, sedangkan bakterisida jika efek utamanya membunuh bakteri.
Namun demikian pembagian cara ini sering tidak tepat, karena beberapa antibiotika
dapat bersifat bakteriostatik dan bakterisid sekaligus, tergantung pada konsentrasinya.

C. Penggolongan Antibiotik
1. Obat yang dapat menghambat sintesis dinding sel
a. Antibiotik Beta-Laktam
Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai
struktur cincin beta-laktam, yaitu penisillin, sefalosporin, monobaktam,
karbapenem, dan inhibitor betalaktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam
umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme
Grampositif dan negatif. Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis dinding sel
bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu
heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.
1) Penisilin
Golongan penisilin digolongkan berdasarkan spektrum akivitas
antibiotiknya. Penisilin digolongkan ke dalam obat-obat beta-laktam karena
mempunyai cincin laktam yang unik dengan empat anggota. Penggunaan
penisilin yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya resistensi antibiotik
(pembentukan penisilinase) sehingga menyebabkan obat ini tidak bermanfaat
untuk banyak strain bakteri. Golongan penisilin sering digunakan untuk
mengobati infeksi seperti infeksi kulit, dan infeksi saluran kemih (Harvey dkk
dalam Sastriani, 2017).
Contoh golongan Penisilin:
- Penisilin G dan Penisilin V : Sangat aktif terhadap kous Grampositif, tetapi
cepat dihidrolisis oleh penisilinase atau beta-laktamase, sehingga tidak
efektif terhadap S. Aureus.
- Metisilin, nafsilin, oksasilin,silin kloksasilin : Obat pilihan utama untuk
terapi S. Aureus yangmemproduksi penisilinase. Aktivitas antibiotik kurang
poten terhadap mikroorganisme yang sensitif terhadap penisilin G.
- Ampisilin, Amoksisilin : Selain mempunyai aktivitas terhadap bakteri
Gram-positif, untuk mencegah hidrolisis oleh beta-laktamase yang semakin
banyak ditemukan pada bakteri Gram-negatif ini.
- Karbenisilin, Tikarsilin : Antibiotik untuk Pseudomonas, Enterobacter,dan
Proteus. Aktivitas antibiotik lebih rendah dibanding ampisilin terhadap
kokus Gram-positif, dan kurang aktif dibanding piperasilin dalam melawan
Pseudomonas. Golongan ini dirusak oleh beta-laktamse.
2) Sefalosporin
Sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi sefalosporin lebih stabil
terhadap bakteri beta-laktam sehingga aktivitas spectrum lebih luas.
Sefalosporin dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme
yang serupa dengan pesilin. Sefalosporin diklasifikasikan berdasarkan
generasinya. Sefalosporin secara kimiawi memiliki mekanisme kerja dan
toksisitas serupa dengan penisilin tetapi, sefalosporin lebih stabil terhadap
bakteri beta lactamase sehingga memiliki spectrum yang luas (Katzung, 2014).
Contoh golongan Sefalosporin:
- Sefaleksin, sefalotin, sefazolin, sefradin, sefadroksil : Antibiotik yang
bersifat efektif terhadap gram-positif serta memiliki aktivitas sedang
terhadap gramnegatif.
- Sefaklor, sefamandol, sefuroksim, sefoksitin, sefotetan, sefmetazol,
sefprozil. : Aktivitas antibiok gram-positif yang lebih tinggi daripada
generasi I.
- Sefotaksim, seftriakson, seftazidim, sefiksim, sefoperazon, seftizoksim,
sefpodoksim, moksalaktam. : Aktivitas kurang aktif terhadap kokus gram-
positif dibanding generasi-I, tapi lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae,
termasuk strain yang memproduksi betalaktamase. Seftazidim dan
sefoperzon juga aktif terhadap P. Aeruginosa, tetapi sedikit kurang aktif
dibandingkan dengan generasi-III lainnya terhadap kokus gram-positif.
- Sefepim, sefpirom : Aktivitas lebih luas dibanding generasi-III dan tahan
terhadap betalaktamase.
3) Monobaktam (beta-laktam monosiklik)
Aktivitas: resisten terhadap beta-laktamase yang dibawa olaeh bakteri
gram-negatif. Aktif terutama terhadap bakteri gram-negatif. Aktivitasnya
sangat baik terhadap Enterobacteriaceae, P. Aeruginosa, H. Influenzae dan
gonokokus (Menkes, 2011). Contoh: aztreonom.
4) Karbapenem
Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas
antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar beta-laktam lainnya. Yang
termasuk karbapenem adalah imipenem, meropenem dan doripenem. Aktivitas:
Menghambat sebagian besar gram-positif, gram-negatif, dan anaerob.
Ketiganya sangat tahan terhadap beta-laktamase (Menkes, 2011).
5) Inhibitor beta-laktamase
Inhibitor beta-laktamase melindungi antibiotik beta-laktam dengan cara
menginaktivasi beta-laktamase.Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
asam klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam (Menkes, 2011).

b. Basitrasin
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang
utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H.
Influenza, dan Treponema pollidum sensitif terhadap obat ini.Mekanisme kerja
permeabilitas membran sel diperbesar (Menkes, 2011).

c. Vankomisin
Vankomisin merupakan suatu antibiotik lini ketiga memiliki sifat yang aktif
terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya di indikasikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh S. Aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA) (Menkes,
2011).

d. Metronidazole
Metronidazole merupakan obat antiprotozoal nitromidazole yang
mempunyai aktivitas antibakteri kuat terhadap anaerob termasuk bakteriosid dan
clostridium.Obat ini digunakan untuk infeksi intra abdomen anaerob atau
campuran, vaginitis, dan abses otak (Katzung, 2014).

2. Obat yang menghambat sintesis protein kuman


Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin,
kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin,
mupirosin, da spektinomisin (Hauser dalam Erlangga 2017).
a. Aminoglikosid
Aminoglikosida termasuk antibiotik yang tertua. Antibiotik streptomisin
merupakan produk dari bacterium Streptomyces griseus. Aktivitas Obat golongan
ini menghambat bakteri aerob gramnegatif. Obat ini dapat memiliki indeks terapi
yang sempit, serta toksisitasyang cukup serius pada ginjal dan pendengaran,
khususnya hal ini terjadi pada pasien anak dan pada usia lanjut. Antibiotik golongan
aminoglikosid antara lain, streptomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin,
netilmisin, tobramisin, neomisin, framisetin, paromomisin. Efek samping:
Toksisitas ginjal, ototoksisitas.
b. Tetrasiklin
Antibiotik yang termasuk pada golongan ini adalah tetrasiklin, doksisiklin,
oksitetrasiklin, minosiklin, dan klortetrasiklin. Antibiotik golongan ini mempunyai
spketrum luas dan dapat menghambat berbagai bakteri gram-positif, gram-negatif,
baik yang bersifat aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme lain seperti
Ricketsia, Mikoplasma, Klamidia, dan spesies mikrobakteria.
c. Kloramfenikol
Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri Gram-
positif dan negatif aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia, dan Mikoplasma.
Mekanisme antibiotic ini merintangi sintesa polipeptida kuman. Efek samping:
supresi sumsum tulang, grey baby syndrom, neuritis optik pada anak, pertumbuhan
kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam.
d. Makrolida
Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat menghambat
beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar gram-negatif aerob
resisten terhadap makrolida, namum azitromisin dapat menghambat Salmonela.
Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H. Influenza, tapi azitromisin
mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif terhadap H. Pylori (Katzung,
2014). Obat antibiotik golongan ini antara lain, eritromisin, roksitromisin,
azitromisin, spiramisin, linkomisin, klindamisin, klaritromisin. Golongan
menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversible
dengan sub unit 50s, dan umumnya memiliki sifat bakterisidal untuk kuman yang
sangat peka. Obat ini diindikasikan untuk infeksi saluran nafas, pertussis
(Setiabudy dalam Sastriani, 2017).
e. Mupirosin
Mupirosin merupakan suatu obat topikal yang memiliki mekanisme kerja dengan
cara menghambat bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif. Efek samping:
iritasi kulit dan mukosa serta sensitisasi.
f. Spektinomisin
Obat ini dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk infeksi gonokokus bila obat
lini pertama tidak dapat digunakan. Obat ini tidak efektif untuk infeksi Gonore
faring. Efek samping: nyeri lokal, urtikaria, demam, pusing, mual,dan insomnia.

3. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat


a. Kuinolon
1) Asam nalidiksat menghambat sebagain besar Enterobacteriaceae.
2) Fluorokuinolon termasuk golongan untuk infeksi sistemik. Daya antibakteri
pada fluorokuinolon lebih kuat dibandingkan dengan kuinolon yang lama.
Pemberian oral untuk golongan ini penyerapannya sangat baik. Golongan
fluorokuinolon meliputi norfloksasin, siprofloksasin, ofloksasin,
moksifloksasin, pefloksasin, levofloksasin. Fluorokuinolon bisa digunakan
untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E.coli, Salmonella,
Haemophillus, Moraxella catarrhalis serta Enterobacteriaceae dan P.
aeruginosa. Golongan ini masih aktif terhadap kuman gram negative tetapi,
mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram positif
(Setiabudy, 2017).
A. Pengertian Obat Antitusif
Antitusif adalah obat-obatan yang berfungsi untuk mengobati batuk dengan cara
menekan atau menghambat daerah koordinasi batuk pada bagian batang otak yang
mengganggu busur refleks batuk.
Batu adalah gejala suatu penyakit seperti asma atau jenis penyakit refluks
gastroesofagus yang harus di konsultasikan terlebih dahulu ke dokter sebelum
menggunakan obat antitusif. Penggunaan obat antitusif sangat berguna untuk batuk yang
selalu mengganggu tidur.
B. Fungsi Antitusif
Berikut ini fungsi dari obat-obatan antitusif di antaranya :

 Digunakan untuk mengobati nyeri sedang hingga berat saat


penggunaan opioid diindikasikan.
 Digunakan untuk mengobati kasus batuk kering
 Digunakan sebagai agen analgesik dan antitusif.
 Untuk menangani rasa nyeri hebat yang tidak responsif terhadap pengobatan alternatif.
 Membantu detoksifikasi dan perawatan pemeliharaan kecanduan opioid.
 Untuk penggunaan atau pengobatan pada limfoma (non
hodgkin’s), leukemia (limfoid), kanker / tumor, dan multiple myeloma.
 Untuk pengobatan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma bronkial dan
penyakit paru dengan komponen bronkial spastik.
 Digunakan untuk menekan batuk pada flu biasa, flu, bronkitis, dan sinusitis.
 Untuk mengobati batuk yang berhubungan dengan mukosa yang meradang.
 Untuk mengatasi gejala hipersekresi lendir saluran napas.

Masing-masing obat antitusif memiliki fungsi untuk memberikan pengobatan dengan


kondisi penyakit yang berbeda-beda. Berikut penyakit yang bisa disembuhkan dengan
antitusif.

 Gejala Pilek
 Batuk
 Rasa sakit

C. Cara Kerja Obat Antitusif

Obat antitusif bekerja dengan cara menekan batuk produktif yang menghasilkan
lendir penyebab pernapasan. Batuk yang disebabkan oleh virus harus di obati dengan
peningkatan asupan cairan dan membuat jalan pada saluran udara agar terbuka yang
diakibatkan udara yang lembab.
Dekstrometorfan bekerja secara terpusat dengan cara menekan pusat batuk meduler
pada stimulasi reseptor sigma. Obat ini mengakibatkan penurunan sensitivitas reseptor
pada batuk dan juga gangguan pada transmisi impuls batuk. Obat ini memiliki waktu durasi
≤6 jam dengan onset 15-30 menit. Penyerapan diserap dengan sangat cepat melalui saluran
gastrointestinal. Waktu untuk proses konsentrasi adalah 2-3 jam. Untuk ekskresinya sendiri
atau pengeluaran melalui urin dengan metabolik yang tidak berubah.Paruh waktu eliminasi
yang ditentukan adalah 2-4 jam dengan metabolisme ekstensif, 24 jam dengan metabolisme
yang sangat buruk.
Benzonatate sebagai penghambat saluran natrium di absorpsi dan di sirkulasi ke bagian
saluran pernapasan yang bertindak sebagai anestesi lokal, mengurangi
sensitivitas serat aferen vagal. Selanjutnya, menuju ke reseptor regangan di bagian
bronkus, alveoli, dan juga pleura di saluran napas bagian bawah dan juga paru-paru.
Mekanisme kerja tersebut dapat mengurangi sensitivitas dan juga refleks batuk.
Benzonatate dengan aktivitas antitusif sentral yang berpusat pada sistem saraf pusat batuk
di bagian medula, dapat menghambat minimal dari bagian pernapasan.
Pholcodine bekerja terutama pada bagian sistem saluran pernapasan. Obat ini
menyebabkan depresi pada bagian pusat batuk medule dan memiliki efek sedatif yang
ringan tanpa adanya aksi analgesik.

D. Efek Samping dan Contoh Obat Antitusif


Antitusif bisa menyebabkan retensi sputum yang bisa membahayakan pasien
dnegan penyakit bronkitis kronis dan bronkiektasis. Kodein sebagian dari obat antitusif
opioid memiliki efek konstipasi dan bisa menyebabkan ketergantungan. Semua obat
memiliki efek samping dari yang ringan sampai dengan serius tergantung dengan dosis
yang diberikan. Berikut ini efek samping dari antitusif :

 Sakit kepala
 Mual
 Sakit perut
 Sembelit
 Gatal
 Ruam
 Hidung tersumbat
 Berkeringat
 Mengantuk
 Sedasi
 Mati rasa di dada
 Sensasi terbakar di mata
 Sensasi “dingin” yang samar
 Nyeri, kemerahan, atau bengkak di tempat obat disuntikkan.

Obat antitusif dengan kandungan kodein atau analgesik opioid sejenis tidak di
anjurkan untuk anak usia kurang dari 1 tahun.
Beberapa obat antitusif seperti pholcodine, codeine bisa menyebabkan kantuk dan
juga sembelit. Terutama untuk kodein bisa menyebabkan ketagihan. Dekstrometorfa n
bersama dengan obat lian dapat meningkatkan kadar serotinin.
Antitusif tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, sirup yang bisa di dapat dengan resep
dokter atau di jual bebas di apotik atau supermarket. Berikut beberapa contoh obat antitusif:

 Kodein
 Dekstrometorfan
 Hydrocodone
 Metadon
 Butorphanol
 Benzonatate
 Etilmorfin
 Oxeladin
 Noskapin
 Pipazethate
 Isoaminile
 Fominoben
 Clobutinol
 Pholcodine
 Doxofilin
 Candu
 Pentoxyverine
 Normetadon
 Levodropropizine
 Oxolamine
 Levopropoxyphene

E. Implikasi Keperawatan
1. Pengkajian
Kaji frekuensi dan sifat batuk , bunyi paru, dan jumlah serta jenis sputum yang dihasilkan.
2. Diagnosa Keperawatan
 Bersihan jalan napas tidak efektif
 Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan
3. Implementasi
Kecuali jika dikontridikasikan, pertahankan asupan cairan 1500-2000 ml untuk
mengurangi viskositas sekret bronkhus
4. Penyuluhan Pasien/Keluarga
 Instruksikan pasien untuk batuk efektif, duduk tegak, dan menarik napas dalam
sebelum mencoba batuk
 Anjurkan pasien untuk meminimalkan batuk dengan menghindari bahan iritan
(merokok sigaret, asap, debu)
 Peringatkan pasien untuk menghindari pemakaian alkohol atau depresan SSP
bersama obat ini
 Dapat menyebabkan pusing atau mengantuk. Peringatkan pasien untuk tidak
mengemudi kendaraan atau melakukan aktivitas yang memerlukan kewaspadaan
sampai respons terhadap obat diketahui
 Beri tahu pasien bahwa batuk yang berlangsung lebih dari seminggu atau disertai
demam, nyeri dada, sakit kepala menetap, atau ruam kulit memerlukan perhatian
medis
5. Evaluasi
Efektivitas terapi ditunjukkan dengan : pengurangan frekuensi dan intensitas batuk tanpa
menghilangkan refleks batuk pasien
- Antitusif yang terdapat dalam Pedoman Obat untuk Perawat
 kodein
 dekstrometorfan
 difenhidramin
 hidrokodon
 hidromorfon
Daftar Pustaka

Hidayati, Eva. 2017. “5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANTIMIKROBA”,


http://eprints.umg.ac.id/3280/3/5.BAB%20II.pdf, diakses pada 6 November 2021 pukul 09.45.
https://idnmedis.com/antitusif
Deglin, Judit Hopfer, pharm D dkk.2004.Pedoman Obat Untuk Perawat Edisi 4.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai