Anda di halaman 1dari 23

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori

1. Asfiksia

a. Pengertian

Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi mengalami

kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan

dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir.

Sehingga dapat memasukkan oksigen (O2) dan tidak dapat melepaskan

karbon dioksida (CO2) dari tubuhnya segera seletah lahir atau beberapa

waktu kemudian dan menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih

lanjut dimana bayi tersebut mengalami nafas megap-megap, kulit

berwarna biru atau pucat dan dapat menyebabkan kematian dan

kecacatan pada bayi (Manuaba, 2010).

Asfiksia ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir. keadaan ini biasanya

disertai dengan keadaan hipoksia. Keadaan ini terjadi karena kurangnya

kemampuan fungsi organ bayi seperti perkembangan paru-paru. Akibat-

akibat asfiksia akan tambah buruk apabila penanganan bayi tidak

dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi

bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi

gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Saifuddin, 2011).


8

b. Etiologi

Menurut Manuaba (2010), penyebab secara umum karenakan

adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu kejanin

pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Penyebab

kegagalan bernafas pada bayi dapat digolongkan menjadi:

1) Faktor ibu

a) Penyakit kronis (TB, jantung kekurangan gizi)

b) Penyakit selama kehamilan (preeklamisa dan eklamsia)

c) Demam selama persalinan dan infeksi berat (malaria, spilis, TBC)

d) Postterm (kehamilan lewat bulan > 42 minggu)

2) Faktor tali pusat

a) Lilitan tali pusat,

b) Tali pusat pendek atau panjang yang dapat menimbulkan asfiksia

sampai kematian.

c) Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung dan tali pusat

terdepan)

d) Tali pusat terpilin

e) Simpul tali pusat

3) Faktor plasenta

a) Infark plasenta (plasenta menjadi keras)

b) Solusiao plasenta (terlepasnya plasenta)

c) Plasenta previa (plasenta yang letaknya abnormal)


9

4) Faktor bayi

a) Premature (kehamilan kurang dari 37 minggu)

b) BBLR

c) Kelainan kongenital

d) Aspirasi air ketuban mekonium

e) Bayi besar akibatnya distosia bahu

f) Gamelli

5) Faktor persalinan

a) Partus lama atau partus macet

b) persalinan dengan tindakan yaitu vakum dan forsep,

c. Patofisiologis

Menurut Saifuddin (2011), pernafasan spontan bayi baru lahir

bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.

Kondisi yang menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigen. Pada

awalnya frekuensi denyut jantung dan tekana darah meningkat dan bayi

melakukan upaya bernafas dengan megap-megap. Bayi kemudian masuk

ke periode apnea primer yakni pernafasan cepat, denyut nadi menurun,

tonus otot menurun. Bayi yang mengalami proses asfiksia lebih jauh

berada dalam tahap apnea sekunder yakni pernafasan megap-megap,

deyut jantung menurun, lemah. Apnea sekunder dapat dengan cepat

menyebabkan kematian. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel

tubuh dan bila tidak teratasi. jika bayi tidak di dukung oleh pernafasan

buatan. Selama apnea penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan


10

kekurangan glukosa yang dibutuhkan untuk sumber energi. Proses ini

dapat mengakibatkan kerusakan otak. Kejang dapat muncul selama 24

jam pertama setelah bayi lahir. Kejang selama periode ini merupakan

tanda yang mengkhawatirkan dan merupakan tanda peningkatan

kemungkinan terjadinya kerusakn otak yang permanen.

d. Tanda dan gejala

Menurut Sukarni (2014), yang termasuk tanda dan gejala asfiksia

adalah

1) Pernafasan megap-megap atau pernafasan lambat (kurang dari 30 kali

per menit)

2) Denyut jantung terus menurun atau lambat (bradikardi) kurang dari

100 kali/menit.

3) Tangisan lemah atau merintih dan lemas

4) Warna kulit pucat atau biru

5) Nilai apgar kurang dari 6.

e. APGAR skor

Penilaian APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration)

skor menurut Manuaba (2010) adalah :


11

Tabel 1 Penilaian apgar skor

Tanda 0 1 2
 Frekuensi Tidak ada < 100/ menit >100 / menit
jantung
 Tonus otot Lemah Ada flesi Gerakan aktif
 Pernafasan Tidak ada Lambat tidak Menangis kuat

 Refleks Tidak ada teratur Gerakan kuat

 Warna Biru/pucat Gerakan sedikit Merah

kulit Ektrmitas biru


Sumber: Manuaba (2010)

f. Klasifikasi

Menurut saifuddin (2010), klasifikasi asfiksia di bagi menjadi :

1) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

2) Asfeksia sedang (nilai APGAR 4-6)

3) Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)

g. Dampak Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur. Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan

suplai oksigen ke tubuh menjadi terhambat, aliran darah dari ibu ke janin

melalui plasenta berkurang, sehingga menurunkan aliran oksigen dan

glukosa kejanin. jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma,

walaupun sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otak. Pada bayi

apnea selama 5-6 menit dapat menyebabkan hipoksia otak.

Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama selama 30 menit dapat


12

menimbulkan perdarahan otak pada bayi, kerusakan otak dan kemudian

keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia pada bayi selama 2 jam juga

dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, cacat otak dan

kematian pada bayi (Nanny, 2014).

h. Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan

dari hipoksia janin. Diagnosis  hipoksia janin dapat dibuat dalam

persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga Hal yang

perlu mendapat perhatian menurut (Manuaba, 2010) yaitu:

1) Denyut jantung janin: prekuensi normal ialah antara 120 dan 160

denyutan permenit. Apabila frekuensi denyutan turun sampai  di

bawah 100 permenit dan meningkat lebih 160 permenit di luar his

dan terlebih jika tidak teratur itu merupakan tanda bahaya.

2) Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi

kepala mungkin menunjukan gangguan oksigen dan gawat janin.

Paristaltik usus meningkat dan sfingter ani membuka. Adanya

mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala merupakan

indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan

dengan mudah.

i. Penatalaksanaan Asfiksia

Menurut Saifuddin (2010), penatalaksanaan asfiksia dengan cara

melakukan resusitasi yaitu :


13

Resusitasi adalah segala usaha untuk mengembangkan fungsi

sistem pernafasan, peredaran darah dan otak agar kembali normal.

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahap-tahap yang

dikenal sebagai ABC resusitasi yaitu :

1) A- (Airway )memastikan saluran nafas terbuka

a) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal

b) Membersihkan saluran pernapasan bayi.

c) Menghisap mulut, hidung dengan hati-hati

2) B- (Breathing) memulai pernafasan

a) Rangsangan taktil untuk memulai pernafasan

b) Memakai VTP

3) C- (Circulation) mempertahankan sirkulasi darah

a) Kompresi dada

b) pengobatan

Menurut Manuaba (2012) adapun 6 (enam) langkah awal tersebut adalah

sebagai berikut :

1) Langkah awal:

a) Jaga bayi tetap hangat Jaga bayi tetap hangat Mencega kehilangan

panas dan mengeringkan tubuh bayi (alat pemancar panas, tubuh

dan kepala bayi dikeringkan menggunakan handuk bersih, (apabila

diperlukan penghisapan mekonium, dianjurkan untuk menunda

pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari trakea)


14

b) Atur posisi bayi Meletakkan bayi dalam posisi yang benar, Bayi

diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan leher

sedikit tengadah (ekstensi). Untuk mempertahankan agar leher

tetap tengadah, letakkan handuk atau selimut yang digulung

dibawah bahu bayi, sehingga bahu terangkat ¾ sampai 1 inci (2-3

cm).

c) Isap lendir Membersihkan jalan nafas: kepala bayi dimiringkan agar

cairan berkumpul dimulut dan tidak difaring bagian belakang.

Mulut dibersihkan terlebih dahulu kemudian ke hidung dengan

mengunakan penghisap lender De Lee, hisapan pada hidung akan

menimbulkan pernafasan menggap-menggap (gasping). Apabila

mekonium kental dan bayi mengalami depresi harus dilakukan

penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa endotrakea

(Pipa ET).

d) Keringkan dan rangsang taktil Keringkan tubuh bayi dengan kain

yang kering dan hangat, setelah itu gunkan kain kering dan hangat

yang baru untuk bayi sambil melakukan rangsang taktil

e) Reposisi atur posisi bayi kembali.

f) Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur,

frekuensi jantung diatas 100 kali permenit. Maka berikan oksigen

aliran bebas. Menghitung jumlah ferkuensi detik jantung selama 6

detik di kalikan 10. bila frekuensi jantung < 100 kali permenit

maka lakukan tindakan ventilasi.


15

2) Langkah kedua ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan

sejumlah volume udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif

untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan

teratur.

Langkah-langkah nya yaitu :

a) Pasang sungkupyang menutupi dagu, mulut dan hidung

b) Ventilasi 2 kali

lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air, amati

gerakan dada bayi

c) Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan

tekanan 20 cm air dalam 30 detik sampai bayi menangis dan

bernafas secara spontan

d) Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan

teratur. Bila tidak lanjutkan ventilasi tiap 30 detik. Perhatikan lagi

apakah bayi bernafas spontan dan teratur. Bila tidak siapkan

rujukan, bila bayi tidak bisa dirujuk dan tidak bisa bernafas

spontan setelah 20 menit, pertimbangkan untuk menghentikan

tindakan resusitasi.

3) Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur,

warna kulit merah bila frekuensi deyut jantung bayi < 60 kali permenit

tidak lakukan tindakan selanjutnya


16

4) Kompresi dada

Diperlukan 2 orang : 1 melakukan VTP dan 1 melakukan kompresi

dada, Menekan dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah

garis khayal yang menghubungkan kedua puting susu bayi. penekanan

menggunakan ibu jari (±2 cm), perbandingan 3 kompresi-1 VTP.

Dilakukan 20 kali dalam 30 detik. Kemudian penilaian frekuensi

deyut jantung bayi di kontrol tidak lebih dari 6 detik. Apabila

frekuensi deyut jantung bayi mencapai 80 kali permenit maka

hentikan kompresi. Jika tidak bagus maka lakukan terus sampai bayi

menangis kemudian berikan obat-obatan.

5) Obat-obatan

Obat-obatan yang diberikan yaitu epinefrin untuk meningkatkan

kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung dan meningkatkan aliran

darah. Obat ini diberikan bila frekuensi deyut jantung di bawah 80

kali permenit dan pada saat VTP dan kompresi dilakukan. Dosis

yang diberikan 0,1-0,3 ml/kg untuk larutan 1:10.000 diberikan secara

IV.

j. Penilaian asfiksia

Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak

bernafas maka kita sudah dapat menentuan dasar pengambilan keputusan

untuk tindakan berikutnya yaitu memberikan VTP (vebtilasi tekanan

positif). Kemudian penilaian frekuensi deyut jantung bayi di kontrol

tidak lebih dari 6 detik. Bila frekuensi deyut jantung bayi < 60 kali maka
17

lakukan kompresi dada. Bila frekuensi jantung bayi < 80 kali maka

hentikan kompresi dada. Jika tidak bagus maka lakukan terus sampai

bayi menangis kemudian berikan obat-obatan (Saifuddin, 2010).

RINGKASAN RESUSITASI
DI KAMAR BERSALIN

 Letakakan bayi dibawah pemancar


e
panas(bersihkan trakea dengan menghisap Evaluasi pernafasan
lendir apabila terdapat mekonium)
 Keringkan tubuh bayi
 Ganti kain basah dengan yang kering
 Atur posisi bayi Tidak Bernafas
 Bersihkan mulut,kemudian hidung bayi bernafas spontan
dengan alat pengisap
 Rangsang taktil
VTP & Evaluasi
Evaluasi deyut O2 15-30 deyut
< 100 / meint
jantung detik jantung

Evaluasi
warna
< 60 / menit 60 - 100 / menit > 100 / menit
kulit

VTP & Penilaian


kompresi deyut deyut
c Pucat biru
dada jantung jantung
tetap bertambah kemerahan

VTP VTP
diteruskan & diteruska
kompresi
dada < 80 /
menit

Pemberian obat setelah 30 menit,


VTP, O2, kompresi dada
Bagan 1. Ringkasan Resusitasi
Sumber : Saifuddin (2010)
18

k. Langkah pencegahan

Menurut Nanny (2014), Yang harus diperhatikan untuk mencegah

asfiksia adalah :

Melakukan pengawasan selama hamil dengan cara pemeriksaan secra

teratur sehingga kejadian asfiksia, kehamilan resti dapat di rujuk

dengan cepat dan tepat.

1) Meningkatkan status nutrisi gizi ibu hamil

2) Manajemen persalinan yang baik dan benaR

3) Hindari forseps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit,

serta pemberian pituitarin dalam dosis tinggi

4) Bila ibu anemis, perbaikan keadaan ini dan bila ada perdarahan

berikan O2 dan darah segar

5) Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan

menunggu terlalu lama pada kala II.

2. Kehamilan Postterm

a. Pengertian

Kehamilan postterm atau kehamilan serotinus atau kehamilan lewat

bulan adalah kehamilan yang melampaui usia kehamilan 294 hati atau 42

minggu dengan segala kemungkinan komplikasi dimananya penyebab

terjadinya kehamilan postterm tidak dipernya penanggalan haid pertama

haid terakhir dan terdapat kelainan kongenital anesepalus (Manuaba,

2010).
19

Kehamilan postterm atau kehamilan lewat waktu adalah kehamilan

yang berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih. Menentukan

kehamilan postterm dengan cara pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari

dan hari haid terakhir diketahui dengan pasti. Diagnosa usia kehamilan

lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan rumus Neagle dan

tinggi fundus uteri serta pemeriksaan USG sangat membantu taksiran

umur kehamilan dan lebih akurat (Nugroho, 2012).

b. Etiologi

Penyebab terjadinya kehamilan lewat bulan pada umumnya tidak

diketahui secara pasti, beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab,

menurut (Manuaba, 2012), antara lain:

1) Faktor hormonal yaitu kadar estrogen yang menurun dan kadar

progesteron yang tidak cepat turun sehingga kepekaan uterus terhadap

oksitosin berkurang tidak adanya his

2) Faktor hereditas karena postterm sering dijumpai pada suatu

keluarga tertentu. Kesalahan dalam penanggalan, merupakan

penyebab yang paling sering

3) Cacat bawaan; anencefalus

4) Pemakaian obat-obatan

5) Faktor genetik juga dapat memainkan peran.


20

c. Patofisiologi

Jika plasenta terus dengan baik maka janin akan terus tumbuh yang

mengakibatkan bayi besar dengan masalah seperti trauma jalan lahir,

distosia bahu. Jika fungsi plasenta menurun maka janin mungkin tidak

mendapatkan nutrisi yang adekuat. Janin akan menggunakan cadangan

lemak sebagai energi. Penyusutan lemak dapat mengakibatkan sindrom

dismaturitas janin dengan gejala kulit keriput dan telapak tangan

terkelupas, tubuh panjang dan kurus, menghilangnya kulit subkutan,

kuku dan rambut panjang, tali pusat dan selaput ketuban berwarna

mekonium, risiko kematian janin. Fungsi plasenta yang mulai menurun

berisiko tinggi terhadap janin yakni asfiksia (Manuaba, 2012)

d. Tanda dan Gejala

Menurut Nugroho (2012), ada beberapa tanda terjadinya kehamilan

postterm yaitu :

1) Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang

2) Berat badan ibuturun dan lingkar perut mengecil, air ketuban

berkurang

3) Pada bayi yang ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi

menjadi :

a) Stadium I : kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi

sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas,

b) Stadium II : seperti stadium satu disertai pewarnaan mekonium

di kulit,
21

c) Stadium III : seperti stadium satu disertai pewarnaan

kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.

e. Diagnosa

Menurut Nugroho (2012), Tidak jarang seorang dokter/bidan

mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosa postterm karena

diagnosa ditegakkan berdasarkan umur kehamilan. Menentukan diagni

riwayat menstruasi sebaiknya dari hasil pemeriksaan antenatal yaitu :

1) Riwayat haid

a) Diagnosa possterm ditegakkan bila hari pertama haid terakhir

(HPHT) diketahui dengan pasti

b) Siklus haid 28 hari

2) Riwayat pemeriksaan antenatal

a) Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat

diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri,

b) Mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu

diagnosis. Umumnya dirasakan ibu pada usia kehamilan 18-20

minggu pada primigravida, pada multigravida pada usia

kehamilan 16 minggu.

c) Deyut jantung janin didengar dengan Doppler mulai usia

kehamilan 10-12 minggu


22

3) Pemeriksaan tinggi fundus uteri

Dalam trimester 1 pemeriksaan tinggi fundus uteri dapat bermanfaat

bila dilakukan secara berulang tiap bulan.

4) Pemeriksaan dengan USG: dengan pemeriksaan ini diameter

biparental kepala janin dapat diukur dengan teliti tanpa bahaya,

f. Komplikasi

Menurut Manuaba (2012), komplikasi yang terjadi pada kehamilan

potterrm yaitu :

1) Oligohidramnion

Air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu 1000 cc, aterm 800

cc, dan kehamilan postterm 400 cc. Akibatnya amnion menjadi kental

karena mekonium diaspirasi oleh janin, asfiksia,

2) Warna mekonium

Mekonium keluar karena adanya reflek usus dan peristaltik usus

sehingga terbukanya sfingter ani membuat mekonium keluar.

Aspirasi air ketuban yang disertai mekonium dapat menimbulkan

gangguan pernafasan janin, asfiksia sampai kematian janin.

3) Makrosomia

Dengan plasenta yang masih baik, terjadinya tumbuh kembang janin

sehingga berat badan janin bertambah 4500 gram. Akibatnya distosia

bahu, asfiksia, trauma jalan lahir bila di lahirkan pervaginam.


23

4) Dismaturitas

Terjadinya penurunan fungsi plasenta sehingga plasenta tidak

berkembang. Penurunan kemampuan nutrisi plasenta menimbulkan

perubahan metabolisme. Terjadinya dismaturitas dengan gejala

subkutan pada kulit berkurang diwarnai mekonium, otot lemah, kuku

tanpak panjang, tampak keriput, tali pusat lembek disertai

oligohidramion.

g. Menentukan usia kehamilan

1) Mengetahui haid terakhir dengan rumus nagele

2) Mengetahui tinggi fundud uteri

3) Muncul gerakan janian 7-10 x/30 menit (mulai 16-18 minggu)

4) Denyut jantung janin (12-14 minggu)

5) Mempergukanakan USG untuk megetahui usia kehamilan, kondisi air

ketuban, plasenta, kelainan kongenital, pergerakan janin, pernafasan

janin.

Masalah yang dihadapi pada kehamilan potterm adalah risiko terhadap

janin sehingga mengakibatkan asfiksia dan kematian janin. Pada

kehamilan postterm perlu dipercepat proses persalinanan.

h. Penatalaksanaan

Adapun penatalaksaan kehamilan postterm menurut Nugroho (2012)

yaitu :

1) Setelah usia >40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin


sebaik-baiknya.
24

2) Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan

dapat di tunggu dengan pengawasan ketat.

3) Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau

sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa

amniotomi.

4) Bila servik belum matang lakukan penilaian keadaan janin.

5) Bila riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim

terdapat hipertensi, pre-eklamsia, kehamilan ini adalah anak pertama

karena infertilitas atau pada kehamilan lebih dari 40-42 minggu, maka

ibu dirawat dirumah sakit

6) Melakukan tindakan operasi section cesarean, di pertimbangkan pada

ibu yang serviknya belum matang, pembukaan belum lengkap, terjadi

gawat janin, PEB, kelainan letak. Pada persalinan pervaginam harus

diperhatikan bahwa janin postterm kadang-kadang besar dan distosia

janin

7) Jika indiksi janin bagus maka lakukan pengakhiran kehamilan dengan

cara induksi partus dengan oksitosin.

i. Tekhnik pertolongan persalinan

Menurut Manuaba (2012), pertolongan persalinan pada kehamilan

postterm ada 2 jenis yaitu :

1) Induksi oksitosin

Pertimbangkan kematangan serviks, dan pembukaan lengkap


25

2) Seksio sesaria

Ketahui adanya tanda asfiksia, makrosomia, kelainan letak, ibu

dengan penyakit tertentu.

j. Pencegahan

Menurut Saifuddin (2010), adapun Pencegahan dalam kehamilan

posterm yaitu ibu harus mengetahui haid pertama haid terakhir (HPHT)

dengan pasti dan melakukan pemeriksaan kehamilannya teratur ANC

teratur minimal 4 kali selama kehamilan. Hal ini akan menjamin ibu dan

dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah

terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.

3. Hubungan kehamilan Postterm Dengan Asfiksia

Asfiksia pada bayi baru lahir menunjukkan angka meningkat setelah

kehamilan lebih dari 42 minggu disebabkan belum matangnya servik

terjadinya kemunduran fungsi plasenta maka dapat terjadi keadaan yang

kurang baik sampai kematian janin meningkat 5-7 % pada kehamilan lebih

dari 42 minggu (saifuddin 2011)

Jika fungsi plasenta telah mengalami disfungsi sehingga tidak

mampu memberikan nutrisi dan O2 yang cukup dikarenakan fungsi

plasenta mengalami penuaan hal ini mendorong proses penuaan plasenta

telah berjalan terlalu jauh sehingga menimbulkan janin tumbuh kembang

dalam kekurangan nutrisi dan O2 (Manuaba, 2012).

Usia kehamilan lebih dari 42 minggu (postterm) atau disebut dengan

lewat bulan juga merupakan salah satu faktor dimana bayi yang dilahirkan
26

dapat mengalami asfiksia yang bisa disebabkan oleh fungsi plasenta yang

tidak maksimal lagi akibat proses penuaan mengakibatkan transfortasi

oksigen dari ibu ke janin terganggu. Hal ini dapat menyebabkan gawat

janin atau asfiksia dan bahkan kematian janin yang dapat meningkat

sampai 2-4 kali lipat (Saifuddin, 2010).

Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan melebihi

42 minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan oleh fungsi plasenta yang

tidak maksimal lagi akibat proses penuaan mengakibatkan transportasi

oksigen dari ibu ke janin terganggu. Fungsi plasenta mencapai puncaknya

pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah

42 minggu. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan kejadian gawat

janin dengan resiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta,

pemasokan makanan dan oksigen akan menurun (Saifuddin, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gerungan (2010) dalam

penelitiannya kehamilan lewat waktu mempunyai peluang 3 kali

mengalami asfiksia pada bayi yang menunjukkan terdapat hubungan

kehamilan lewat waktu dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di

dalam penelitian nya. Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu

kehamilan yang beresiko baik terhadap ibu maupun terhadap janin yang

dikandungnya selama masa kehamilan. Selain itu cairan ketuban bisa

berubah menjadi sangat kental dan hijau. Sehingga cairan dapat terhisap

masuk ke dalam paru-paru dan menyumbat pernafasan bayi. Salah satunya

yaitu bayi mengalami asfiksia.


27

Usia kehamilan lewat waktu (postterm) dengan kejadian asfiksia.

Dimana semakin tua usia kehamilan ibu maka akan lebih besar

menyebabkan asfiksia pada janin. Hal tersebut disebabkan karna

berkurangnya jumlah air ketuban dan menurunnya fungsi plasenta, maka

akan mengalami risiko 33 % hipoksia atau asfiksia pada janin (Saifuddin,

2010).

Teori tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Mulia

(2013) tentang hubungan kehamilan postterm dengan kejadian asfiksia

pada bayi baru lahir di RSU PKU Muhammadyah Bantul Yogyakarta

tahun 2013 menyatakan ada hubungan kehamilan postterm dengan

kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dengan besar risiko asfiksia 3,571

kali lebih besar pada persalinan dengan kehamilan postterm.

Fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin

dengan resiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta maka

pemasokan makanan dan oksigen akan menurun. Janin akan mengalami

pertumbuhan terhambat dan penurunan berat dalam hal ini dapat disebut

sebagai dismatur. Jumlah air ketuban yang berkurang mengakibatkan

perubahan abnormal jantung janin. Kematian janin akibat kehamilan lewat

waktu ialah terjadi pada 30% sebelum persalinan, 55% dalam persalinan,

dan 15% postnatal. Penyebab utama kematian perinatal ialah asfiksia.

(Wiknjosastro, 2010).
28

B. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kehamilan Posttrem Asfiksia pada BBL

Bagan 2. Kerangka Konsep

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dikemukakan dengan maksud untuk menjelaskan

pengertian dari tiap-tiap variabel yang diteliti supaya tidak terjadi kesalah

pahaman dalam mengartikan variabel.

Tabel 2 Definisi Operasional

Definisi Cara
No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1 Variable keadaan bayi Chek Lembar 0: Asfiksia Nominal
Dependen baru lahir List Register 1: Tidak
Asfiksia yang gagal Asfiksia
bernafas
secara
spontan dan
teratur segera
setelah lahir dan
terdiagnosa
Asfiksia serta
tercatat di
register
2 Variable Ibu hamil Chek Lembar 0: posttrem Nominal
Independen dengan usia List Register 1: tidak
Kehamilan kehamilan lebih posttrem
posttrem dari 42 minggu

D. Hipotesis penelitian
29

H0 : Ada hubungan antara kehamilan postterm dengan asfiksia pada bayi

baru lahir di ruang perinatalogi C1 RSUD Dr. M. Yunus tahun 2015.

Ha : Tidak ada hubungan kehamilan postterm dengan asfiksia pada bayi

baru lahir di ruang perinatalogi C1 RSUD Dr. M. Yunus tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen28 halaman
    Bab Ii
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • SDG'S Baru
    SDG'S Baru
    Dokumen15 halaman
    SDG'S Baru
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen31 halaman
    Bab Ii
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Format Pengumpulan Data 2
    Format Pengumpulan Data 2
    Dokumen1 halaman
    Format Pengumpulan Data 2
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen5 halaman
    Bab Iii
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Data Penelitian Lengkap Loly
    Data Penelitian Lengkap Loly
    Dokumen49 halaman
    Data Penelitian Lengkap Loly
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Bagan
    Daftar Bagan
    Dokumen3 halaman
    Daftar Bagan
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Lembar Persetujuan Menjadi Responden
    Lembar Persetujuan Menjadi Responden
    Dokumen1 halaman
    Lembar Persetujuan Menjadi Responden
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    rianiellyana
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER
    KUESIONER
    Dokumen3 halaman
    KUESIONER
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Lembar Konsul Pembimbing 1
    Lembar Konsul Pembimbing 1
    Dokumen2 halaman
    Lembar Konsul Pembimbing 1
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER
    KUESIONER
    Dokumen3 halaman
    KUESIONER
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Surat Pengantar Responden
    Surat Pengantar Responden
    Dokumen1 halaman
    Surat Pengantar Responden
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Bagan
    Daftar Bagan
    Dokumen3 halaman
    Daftar Bagan
    Bayu Syahputra
    Belum ada peringkat