Anda di halaman 1dari 6

Nama : RIFQI NUR FAKHRUDDIN

NIM : 19312241002
Kelas : P IPA A

Ringkasan Materi
Perubahan Sosial dan Pendidikan Karakter

A. Urgensi Pendidikan Karakter bagi Generasi Muda di Era Digital


Istilah karakter, tak ubahnya membahas mengenai moralitas, yang menyangkut
tentang garis-garis pemisah, demarkasi, batas-batas antara baik/jahat, benar/salah,
bagus/buruk. Perbincangan tentang moralitas berkaitan dengan sebuah ruang di mana ada
tindakan yang boleh dilakukan dan ada tindakan yang tidak boleh dilakukan (Piliang,
2004). Dengan demikian, pendidikan karakter ataupun pendidikan moral mengajarkan
kepada dan memandu seseorang supaya dapat membedakan mana yang baik/jahat, mana
yang benar/salah, dan mana yang bagus/buruk, dan selanjutnya seseorang tersebut dapat
memilih tindakan mana yang semestinya diikuti, sesuai dengan konteks sosio-kulturalnya.
Pendidikan memiliki tujuan untuk menjadikan generasi muda cerdas dan baik melalui
proses yang berkelanjutan, baik teori maupun prakteknya.
Pendidikan karakter perlu menyentuh aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara
komprehensif. Pemahaman saja belum cukup tanpa menyentuh perasaan dan dihadirkan
dalam perilaku moralnya. Pendidikan moral atau karakter sangat bermanfaat untuk
keberhasilan individu maupun kemajuan masyarakat, karena individu yang menguasai
nilai-nilai moral akan menjadi warga negara yang baik.
Dengan demikian, dalam realitas pendidikan di era digital ini, perlu dilakukan
perubahan paradigma pendidikan, bahkan menyangkut pula perubahan pada aspek
metode, media, dan strateginya. Interaksi tatap muka antara pendidik dengan peserta didik
tidak lagi memadai, sehingga dapat diperkaya dengan metode atau strategi lain yang
memanfaatkan multi media pembelajaran.
Dampak perkembangan teknologi baru terhadap proses belajar dari the Net
Generation (Tilaar, 2002) ini antara lain adalah:
1. Interaktif yaitu membutuhkan proses belajar mengajar yang berbeda, karena
Pembelajar dapat dengan leluasa berinteraksi dengan sesama pembelajar maupun
pakar, baik secara langsung maupun menggunakan perangkat internet.
2. Partisipasi yaitu Pembelajar merupakan partisipan, bukannya objek yang hanya
menerima segala sesuatu tanpa kritik.
3. Diskursus yaitu Pembelajar secara aktif mengadakan diskursus mengenai segala
sesuatu yang ditemukannya dalam pengembaraan di dunia maya.

Dengan adanya perkembangan multi media pembelajaran, interaksi tatap muka secara
langsung antara pendidik dengan peserta didik tetap perlu dilakukan, karena interaksi
dalam pembelajaran tak ubahnya interaksi humanis antar manusia yang melibatkan
berbagai nilai karakter (values). Media apapun tidak dapat menggantikan peran
manusiawi tersebut, melainkan hanya sebagai instrumen pengayaan saja. Selain mengajak
pembaca untuk melakukan refleksi kritis akan pentingnya pendidikan karakter bagi
generasi muda di era digital, tulisan ini juga menyajikan deskripsi tentang berbagai
tantangan serta model pendidikan karakter alternatif bagi generasi muda di era global
yang sesuai dan dapat ditawarkan.

B. Tantangan Pendidikan Karakter bagi Generasi Muda di Era Digital


1. Disorientation
Tidak adanya kejelasan arah dan tujuan dalam berbagai aktivitas kehidupan di
masyarakat, misalnya dalam pembangunan maupun dalam hal penegakan hukum. Hal
ini berimplikasi juga pada generasi muda, sehingga muncul apa yang dinamakan
anomie, di mana tidak ada kejelasan dan kesepakatan tentang nilai atau norma,
sehingga seringkali membuat mereka kebingungan dalam menentukan tindakannya.
2. Distrust
Semakin terkikisnya rasa saling percaya di antara anggota masyarakat, termasuk antar
generasi. Kini, kepercayaan yang sesungguhnya merupakan modal sosial (social
capital) milik bangsa Indonesia, seolah-olah kian tercabik-cabik. Lunturnya rasa
saling percaya menimbulkan prasangka negatif (prejudice) kepada pihak lain.
3. Disobedient
Tidak adanya kepatuhan dalam masyarakat dapat berimplikasi pada terjadinya
pembangkangan oleh sekelompok massa terhadap kelompok lainnya, maupun oleh
massa terhadap aparat negara. Jika kasus-kasus tersebut tidak diselesaikan secara
tuntas, virus ini juga dapat menjangkiti generasi muda.
4. Disintegration
Jika beberapa problem sebelumnya tidak segera diatasi dan diselesaikan, dapat terjadi
perpecahan/disintegrasi bangsa yang mengakibatkan kegoyahan dalam kehidupan
suatu sistem sosial.
Disebutkan bahwa pendidikan nilai hanya akan berhasil jika peserta didik memiliki
disposisi batin yang benar, antara lain: sikap terbuka dan percaya, jujur, rendah hati,
bertanggung jawab, berniat baik, setia/taat melaksanakan nilai, serta budi luhur. Nilai-
nilai tersebut tentunya tidak hadir begitu saja, juga tidak akan efektif jika disampaikan
melalui pemaksaan (indoctrination). Dengan demikian, perlu dipikirkan tentang
pendekatan, model, dan strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pendidikan karakter
bagi generasi muda di era digital.

C. Model Alternatif Pendidikan Karakter di Era Digital


Adanya perubahan paradigma berimplikasi pada berubahnya tuntutan akan keterampilan
yang dimiliki oleh manusia di masa yang akan datang. Untuk mencapai keberhasilan di
era literasi digital, menurut Burkhardt (2003) diperlukan sejumlah keterampilan sebagai
berikut:
1. Digital-Age Literacy meliputi:
a. Basic Literacy
Kemahiran bahasa (khususnya dalam bahasa Inggris) dan berhitung diperlukan
untuk pekerjaan dan mengembangkan pengetahuan di era digital.
b. Scientific Literacy
Pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep dan proses ilmiah
diperlukan untuk pengambilan keputusan pribadi, partisipasi dalam urusan sipil
dan budaya, dan produktivitas ekonomi.
c. Economic Literacy
Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah ekonomi, perubahan kondisi
ekonomi, dan kebijakan publik.
d. Technological Literacy
Pengetahuan tentang apa itu teknologi, cara kerjanya, apa tujuannya, dan
bagaimana penggunaan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan tertentu.
e. Visual Literacy
Kemampuan untuk menafsirkan, menggunakan, menghargai, dan membuat
gambar dan video dengan media konvensional dan maupun media abad 21 dengan
cara berpikir yang maju untuk komunikasi, pengambilan keputusan, dan
pembelajaran.
f. Information Literacy
Kemampuan untuk mengevaluasi informasi di berbagai media, mengenali kapan
informasi dibutuhkan, mencari, mensintesis, dan menggunakan informasi secara
efektif, serta menggunakan teknologi, jaringan komunikasi, dan sumber daya
elektronik.
g. Multicultural Literacy
Kemampuan untuk memahami dan menghargai persamaan dan perbedaan dalam
hal kebiasaan, nilai-nilai, dan keyakinan budaya sendiri maupun budaya orang
lain.
h. Global Awareness
Pengakuan dan pemahaman tentang keterkaitan antara organisasiorganisasi
internasional, negara-bangsa, entitas ekonomi publik dan swasta, kelompok sosial
budaya, dan individu di seluruh dunia.
2. Inventive Thinking
a. Adaptability and managing complexity (kemampuan beradaptasi dan mengelola
kompleksitas)
b. Self-direction (pengarahan diri)
c. Curiosity, creativity, and risk taking (rasa ingin tahu, kreativitas, dan keberanian
mengambil resiko)
d. Higher-order thinking and sound reasoning (pemikiran dan penalaran yang tinggi)
3. Effective Communication

a. Teaming, collaboration, and interpersonal skills (bekerja kelompok, kolaborasi,


dan keterampilan interpersonal)

b. Personal, social, and civic responsibility (tanggung jawab personal, sosial, dan
kemasyarakatan)

c. Interactive communication (komunikasi interaktif) 4. High Productivity

d. Prioritizing, planning, and managing for results (kemampuan menentukan


prioritas, perencanaan, dan pengelolaan hasil)

e. Effective use of real-world tools (penggunaan peralatan secara efektif )

f. Ability to produce relevant, high-quality products (kemampuan untuk


menghasilkan produk berkualitas tinggi)
Ada sejumlah kemampuan kognitif spesifik di masa depan yang perlu dimiliki dan
dikuasai oleh para pemimpin di tahun-tahun mendatang antara lain:

1. The Disciplinary Mind yaitu penguasaan terhadap disiplin keilmuan yang menjadi
fokus kajian.
2. The Synthesizing Mind yaitu kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai ide dari
disiplin ilmu yang berbeda.
3. The Creating Mind yaitu kemampuan kreatif untuk menemukan dan menjelaskan
fenomena baru.
4. The Respectful Mind yaitu kesadaran dan apresiasi terhadap keragaman dalam
kehidupan bermasyaraka).
5. The Ethical Mind yaitu memenuhi tanggungjawab sebagai warganegara

Fungsi pendidikan dalam menghadapi perubahan sosial di era digital harus diubah dari
reaktif menuju proaktif bahkan antisipatif. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Reaktif (Tindakan yang terjadi setelah adanya aksi)

2. Proaktif (Memperkirakan perkembangan atas situasi dan kondisi serta permasalahan).

3. Antisipatif (Mengkondisikan situasi, kondisi, dan faktor menjadi lebih ideal).

Pendidikan karakter di era digital perlu dikembangkan lebih efektif melalui modifikasi
multi pendekatan, multi metode, strategi, dan multi media berikut ini:

1. Modelling (keteladanan)

2. Habituating (pembiasaan)

3. Live in and experiencing (pengalaman)

4. Problem solving (hadap masalah dan pemecahannya)

5. Values clarification (klarifikasi nilai)

6. Reflective thinking (pemikiran reflektif)

7. Critical thinking (berpikir kritis)

8. Creative thinking (berpikir kreatif)

9. Interaksi dialogis dan keterbukaan antar generasi


10. Anticipating melalui tindakan prevensi

11. Empowering, anticipating dan emansipatoris (ada keterlibatan generasi muda sebagai
subjek dalam berbagai aktivitas kehidupan di masyarakat)

Berbagai alternatif model di atas dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Di era
digital ini, lebih tepat jika orang tua memposisikan generasi muda sebagai partner dialog
(bukan subordinat), sebagai subjek (bukan objek), yang proaktif (bukannya pasif),
sehingga generasi muda memiliki peran partisipatif dan emansipatoris (ada keterlibatan
sebagai subjek). Namun demikian, orang tua juga perlu senantiasa meng-update dan
mengakselerasi diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan teknis yang terkait
dengan teknologi informasi di era digital. Jangan sampai orang tua justru gagap teknologi
dan ketinggalan informasi, sehingga mereka justru kehilangan “power” dan “wibawa”
dalam berinteraksi dengan generasi muda.

Daftar Pustaka

Burkhardt, Gina, et all. 2003. enGauge 21st Century Skills: Literacy in the Digital Era. The
North Central Regional Educational Laboratory and the Metiri Group.

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Dunia yang Berlari Mencari “Tuhan-Tuhan” Digital. Jakarta:
Grasindo.

Tilaar. H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif
untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai