Anda di halaman 1dari 23

PROFIL RESILIENSI BELAJAR SISWA TERHADAP

KESULITAN BELAJAR KELAS X UPT SMA NEGERI 10 OGAN


ILIR SELAMA PEMBELAJARAN DARING

SKRIPSI

Oleh

Ninda Sri Mulyasari

06071281722019

Program Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “pendidik berasal dari kata
dasar didik (mendidik), yaitu: memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pemimpin) mengenal akhlak dan kecerdasan pikiran”. Sedangkan pendidik
mempunyai pengertian: proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan latihan, proses pembuatan, cara mendidik.
Dari pengertian diatas, maka pengertian pendidikan itu sendiri merupakan
suatu proses pembelajaran bagi anak untuk mengerti, memahami serta membuat
anak lebih berpikiran kritis. Serta pendidikan itu sendiri mulai diberikan pada
anak dari ia lahir sampai akhir hayatnya. Pendidikan sendiri banyak diberikan di
sekolah yang memiliki peranan bagi anak dalam belajar, sekolah merupakan
tempat dimana anak-anak mendapatkan pendidikan forml dan non formal baik di
lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan harus
berjalan dalam keadaan apapun. Untuk mengurangi angka penyebaran Covid-19
dan kegiatan pendidikan dapat berjalan seperti biasanya maka pemerintah
melakukan beberapa upaya untuk mengurangi angka tersebut yang salah satunya
diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dilaksankan dengan sistem online atau sistem dalam jaringan (daring)
sejak bulan Maret 2020. Sistem pembelajaran tersebut dilakukan tanpa tatap muka
secara langsung, melainkan dilakukan dengan sistem pembelajaran jarak jauh.
Dengan sistem pembelajaran jarak jauh, peserta didik tidak diharuskan atau
diwajibkan untuk datang ke sekolah untuk melaksanakan pembelajaran. Banyak
sarana yang pada akhirnya diterapkan oleh tenaga pendidik untuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar secara jarak jauh. Seperti google meet, aplikasi zoom,
google classroom, youtube, televise, telegram, mupun media sosial whatsapp.
Dimana semua sarana tersebut dihasilkan dari perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang semakin maju.
Pembelajaran adalah proses belajar yang dibangun untuk mengembangkan
kreatifitas berpikir pada peserta didik. Pembelajaran diselenggarakan sebagai
upaya untuk meningktkan kemampuan berpikir peserta didik, kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru, dan kemampuan menguasai materi
pembelajaran dengan baik. Pembelajaran perlu didesain dengan baik, karena
melibatkan interaksi peserta didik, pendidik (guru) dan sumber belajar pada
sebuah lingkungan belajar. Pembelajaran diselenggarakan dengan tujuan untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
Sarana pembelajaran jarak jauh tersebut yang digunakan oleh UPT SMA
Negeri 10 Ogan Ilir diantaranya whatsapp, telegram, zoom, google classroom.
Dengan sistem pembelajaran yang dilaksanakan secara jarak jauh, dimana peserta
didik banyak melakukan kegiatan di rumah sehingga dapat mempermudah para
orang tua untuk memonitoring anak-anaknya.
Jadi untuk sekarang ini masih banyak sekolah yang melaksanakan
pembelajaran secara daring, sekolah yang boleh melaksanakan pembelajaran
daring hanya sekolah yang terletak di wilayah zona hijau. Walaupun
melaksanakan pembelajaran normal seperti biasanya, pemerintah masih menyuruh
untuk masih tetap mematuhi peraturan protocol kesehatan Covid-19.

Dari adanya pembelajaran daring ini siswa dituntut untuk bisa


berpartisipasi dalam program yang telah di terapkan pemerintah, walaupun
terdapat kesulitan dalam memahami pelajaran secara daring ini. Tingkat
kekebalan yang membuat individu mampu untuk bertahan, bangkit, dan
menyesuaikan dengan kondisi yang demikian disebut resiliensi (Reivich dan
Shatte, 2002: 26).
Dari kejadian yang dialami peserta didik di UPT SMA Negeri 10 Ogan Ilir
yaitu dengan ketergangguannya sinyal yang dikarenakan kekurangan akses
jaringan di daerah mereka maka dari itu mereka susah untuk mengakses
pembelajaran yang diberikan. Dari sisi lainnya juga kesulitan belajar yang dialami
peserta didik yaitu dari pemahaman belajar dimana kalau tugas yang sering atau
banyak diberikan mereka dijelaskan secara daring namun tidak semua siswa yang
mengerti dan memahami itu, dan jika mereka ditannya apakah paham dengan
penjelasan yang disampaikan guru mata pelajaran mereka hanya menjawab iya
saja padahal merekaa tidak mengerti dan memahami. Dan untuk balik bertanya
mereka takut, karena kalau dari daring ini susah untuk mencerna penjelasan yang
disampaikan. Maka dari itu peserta didik sebenarnya lebih memilih belajar secara
langsung atau tatap muka agar lebih bisa mengerti.
Hal ini pun menjadi permasalahan bagi peserta didik, kurang mengerti
terhadap penjelasan guru yang menjelaskan dan ditambah dengan akses internet
yang kurang baik. Pembelajaran daring tidak bisa lepas dari jaringan internet.
Koneksi jaringan internet menjadi salah satu kendala yang dihadapi peserta didik
yang tempat tinggalnya sulit untuk mengakses internet, apalagi peserta didik
tersebut tempat tinggalnya di daerah pedesaan. Kalaupun ada yang menggunakan
jaringan seluler terkadang jaringan yang tidak stabil, karena letak daerah yang
masih jauh dari jangkauan sinyal seluler. Hal ini juga menjadi permasalahan yang
banyak terjadi pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran daring sehingga
kurang optimal pelaksanaannya.
Resiliensi merupakan sebuah proses dan bukan merupakan sebuah
pembawaan yang tetap, resiliensi lebih akurat jika dilihat sebagai bagian dari
perkembangan kesehatan mental dalam diri individu yang dapat ditingkatkan dari
dalam siklus kehidupan. Resiliensi adalah kemampuan individu untuk bangkit
kembli dari kesulitan, prustasi, dan kemalangan (Ledesma, 2014). Jadi, resiliensi
adalah kemampuan individu untuk menerima serta menghadapi masalah-masalah
yang telah, sedang, dan akan dihadapi sepanjang hidupnya. Dimana resiliensi
dapat digunakan untuk membantu seseorang dalam menghadapi dan mengatasi
situasi sulit serta digunakan juga untuk mempertahankan dan meningkatkan
kualitas dalam dirinya.
Oleh karena itu perubahan pola belajar pada siswa pasti sangat
mempengaruhi resiliensi dalam diri siswa tersebut dan terdapat kesulitan dalam
pembelajaran daring ini. Maka dari itu sehubungan dengan pernyataan diatas,
dapat dilihat bahwa ada beberapa kesulitan belajar dalam pembelajaran daring.
Hal ini yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Profil Resilieni Siswa Terhadap Kesulitan Belajar Siswa Kelas X UPT SMA
Negeri 10 Ogan Ilir Selama Pembelajaran Daring”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka,
permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana “Profil Resiliensi Belajar
Siswa Terhadap Kesulitan Belajar Siswa Kelas X UPT SMA Negeri 10 Ogan Ilir
Selama Pembelajaran Daring”.

1.3 Tujuan Peneliti


Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian ini, dapat dirumuskan
tujuan penelitiannya yaitu untuk mengetahui profil resiliensi belajar siswa
terhadap kesulitan belajar siswa kelas X UPT SMA Negeri 10 Ogan Ilir selama
pembelajaran daring.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peserta Didik
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui dan
menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar pada pembelajaran daring.
1.4.2 Bagi Bidang Akademik
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam
penentuan kebijakan yang berhubungan dengan pelaksanaan proses
pembelajaran daring.
2. Bagi guru bimbingan dan konsleing agar lebih mengetahui dan
memahami akan kesulitan belajar yang terdapat pada peserta didik
pada pembelajaran daring ini.
3. Bagi sekolah penelitian ini dapat dijadikan saran yang positif bagi
sekolah agar menghasilkan peserta didik yang berkualitas.
4. Bagi peneliti lain agar melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
kesulitan belajar pada pembelajaran daring yang belum diteliti oleh
peneliti lain.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Resiliensi
Resiliensi pada prinsipnya merupakan sebuah konsep yang relatif baru
dalam lingkup psikologi.

2.1.1 Pengertian Resiliensi


Resiliensi adalah kapasitas untuk mempertahankan kemampuan, untuk
berfungsi secara kompeten dalam menghadapi berbagai penyebab stress
dikehidupan. Resiliensi merupakan kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi,
serta daya tampung manusia untuk menghadapi dan memecahkan masalah setelah
mengalami kesengsaraan. Resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas manusiawi
yang dimiliki oleh individu, kelompok, atau masyarakat yang mungkin saja untuk
menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan berbagai
dampak yang dapat merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan, atau
mengubah kondisi kehidupan menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar
untuk diatasi (Desmita, 2013: 201).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa resiliensi merupakan antusias
yang melibatkan peran dalam berbagai faktor individual maupun sosial atau
lingkungan, yang mencerminkan kekuatan dan ketangguhan seseorang untuk
bangkit dari pengalaman emosional yang negatif saat menghadapi suatu situasi
yang menekan atau mengandung suatu hambatan yang relevan.
Menurut Emmy dalam desmita (2013: 201), resiliensi digambarkan
dengan tiga fenomena:
1. Konteks “beresiko tinggi” (high-risk), seperti anak yang hidup dalam
kemiskinan yang parah atau perlakuan kasar orang tua.
2. Kompetensi yang mungkin muncul dibawah tekanan yang
berkepanjangan, seperti peristiwa disekitar kitau yaitu perceraian orang
tua.
3. Kesembuhan dari trauma, seperti ketakutan dari peristiwa perang saudara
dan bisa saja dari kecelakaan yg pernah dialami.
2.1.2 Ciri-Ciri Resiliensi
Menurut bernard dalam desmita (2013: 202), merumuskan beberapa ciri
seseorang yang resilien dengan empat sifat umum yang dimiliki, yaitu:
1. Social competence (kompetisi sosial), kemampuan untuk menimbulkan
berbagai macam respon yang positif dari orang lain, artinya mengadakan
hubungan yang positif dengan orang yang lebih dewasa atau teman
sebaya.
2. Problem-solving skills/metacognitif (keterampilan pemecahan masalah/
metakognitif), suatu perencanaan yang memudahkan untuk mengontrol
diri sendiri dan memanfaatkan akal sehatnya untuk mencari bantuan orang
lain.
3. Autonomy (otonomi), suatu kesadaran tentang identitas diri sendiri dan
kemampuan untuk bertindak secara mandiri serta melakukan pengontrolan
terhadap lingkungan.
4. A sense of purpose and future (kesadaran akan tujuan dan masa depan),
artinya kesadaran akan suatu tujuan, aspirasi pendidikan, ketekunan
(persistence), suatu harapan dan kesadaran akan suatu masa depan yang
cemerlang (bright).

2.1.3 Aspek-Aspek Resiliensi


Jackson dan Watkin (dalam Alaiya Choiril Mufidah, 2017:68-74)
menjelaskan bahwa aspek-aspek resiliensi memaparkan tujuh kemampuan yang
membentuk resiliensi, yaitu:
1. Pengaturan emosi (emotion regulation).
Kemampuan untuk tetap tenang dibawah kondisi yang menekan.
2. Pengendalian gerak (impulse control).
Kemampuan individu dalam mengendalikan keinginan,
kesuksesan, maupun tekanan yang timbul dari dalam diri individu.
3. Optimisme (realistic optimism).
Sikap saat individu melihat masa depannya cemerlang.
4. Kemampuan menganalisis masalah (cousal analysis).
Mengarah kepada kemampuan individu dalam mengidentifikasi
apa saja penyebab atau faktor dari permasalahan yang sedang kita hadapi
secara benar.
5. Empati (emphaty).
Sangat erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk
membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain.
6. Efikasi diri (self-efficacy).
Merupakan hasil dari pengentasan masalah yang berhasil.
7. Pencapaian (reaching out).
Kemampuan individu dalam memetik hal positif dari kehidupan
dimana ia telah mengalami keterpurukan dalam hidupnya.

2.2 Belajar
2.2.1 Pengertian Belajar
Thursan Hakim (2010: 1) bahwa belajar adalah suatu proses dimana
terdapat suatu perubahan yang ditampakkan dalam meningkatkan kuantitas dan
kualitas, seperti peningkatan kecepatan, keterampilan, daya piker, dan
kemampuan lainnya.
Menurut James O. Wittaker dalam Nidawati (2013) “Learning may be
defined as the process by which behavior originates or is altered through training
or experience”. Dimana belajar merupakan sebuah proses dimana tingkah laku
yang ditimbulkan melalui tahap latihan atau sebuah pengalaman. Dengan
demikian, perubahan-perubahan terhadap tingkah laku akibat pertumbuhan fisik,
kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan merupakan tidak termasuk sebagai
belajar.
Dari pengertian belajar tersebut, bahwa belajar merupakan suatu proses
perubahan dan pemahaman yang baru terdapat pada dalam diri seseorang baik itu
merupakan tingkah laku maupun kepribadian.
Menurut Kingsley dalam Ahmad Susanto (2013: 3) membagi hasil belajar
dalam tiga macam yaitu:
1. Keterampilan dan kebiasaan
2. Pengetahuan dan pengertian
3. Sikap dan cita-cita
Sedangkan Djamarah dan Zain dalam Ahmad Susanto (2013: 3)
menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua idikator
berikut, yaitu:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus
telah dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.
Berhasil atau tidaknya peserta didik dalam belajar disebabkan oleh dua
faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya, yaitu:
1. Faktor internal yang berasal dari dalam diri perserta didik seperti
intelegensi, perhatian, minat, bakat, dan motivasi.
2. Faktor eksternal yang berasal dari luar diri peserta didik seperti keluarga,
sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.

2.3 Kesulitan Belajar


2.3.1 Defenisi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan istilah dari learning disability, bisa juga
disebut dengan learning disorder atau learning difficulity. Kesulitan belajar
memang menjadi suatu masalah yang sering dialami oleh siswa disekolah maupun
mahasiswa diperguruan tinggi.
Ismail (2016) kesulitan belajar adalah suatu keadaan dimana peserta didik
tidak belajar dengan semestinya karena ada gangguan tertentu.
Maskun dan Valensy (2018) menjelaskan bahwa kesulitan belajar atau
masalah pada belajar peserta didik harus diatasi secepat mungkin sehingga tujuan
instruksional dapat tercapai dengan sangat baik. Maka perlu adanya dilakukan
diagnosa dari pelaksanaan diagnosis ini membantu peserta didik untuk mencapai
hasil belajar yang optimal.
Perubahan pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran daring yang
terjadi pada saat masa pandemi merupakan suatu hal yang tiba-tiba. Ketiadaan
pengalaman dalam menggunakan perangkat daring dalam pembelajaran
merupakan hambatan yang dialami peserta didik dalam belajar. Selain belum
adanya kesiapan untuk mengikuti kegiatan belajar daring, sejumlah faktor yang
diidentifikasi dapat menjadi hambatan dalam belajar daring.
Dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan keadaan
menyebabkan siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, dimana siswa itu
tidak bisa mencapai ukuran tingkat keberhasilan belajar dalam kurung waktu
tertentu dan tidak bisa mncapai tingkat penguasaan materi. Dari defenisi diatas
menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar akan sulit dalam
menyerap materi-materi pelajaran yang disampaikan saat belajar sehingga akan
menyebabkan siswa malas dalam belajar, serta tidak bisa menguasai materi
pelajaran, akan menghindari pelajaran, mengabaikan tugas-tugas yang diberikan,
nilai belajar menurun, dan prestasi belajar yang rendah.

2.3.2 Faktor-Faktor Kesulitan Belajar


Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar menurut Dalyono
(2012: 230-247) dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesulitan
belajar yang berasal dari dalam diri siswa yang sedang belajar, yang meliputi:
a. Faktor Fisiologis (sebab yang bersifat fisik)
Sebab yang bersifat fisik yang mempengaruhi aktivitas belajar
siswa adalah kesehatan siswa dan cacat tubuh. Kesehatan adalah faktor
penting di dalam belajar siswa, bagi yang tidak sehat tentu tidak dapat
berkonsentrasi dalam belajar. Siswa yang mengalami pendengaran dan
penglihatan yang terganggu, maka hal ini akan mengakibatkan siswa
mengalami kesulitan dalam belajar. Kondisi fisik yang letih, kurang gizi,
kurang tidur, dan sakit-sakitan akan terhambat belajarnya sehingga
mengakibatkan kesulitan belajar. Konsentrasi akan menurun sehingga
materi pelajarannya kurang dapat dipahami. Demikian juga dengan cacat
yang dialami siswa akan dapat menyebabkan kesulitan belajar pada siswa,
baik itu cacat ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan,
gangguan psikomotor dan lainnya, maupun cacat serius/tetap seperti buta,
tuli, lumpuh dan lainnya.
b. Faktor Psikologis (sebab yang bersifat rohani)
1. Minat Slameto (2010:180) mengatakan minat sebagai suatu rasa lebih
suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
menyuruh. Minat siswa dalam pelejaran tertentu dapat mempengaruhi
kualitas pencapaian hasil belajar pada pelajaran tersebut (Muhibbin
Syah, 2011:152). Jika siswa memiliki minat pada suatu pelajaran maka
siswa memiliki kecenderungan yang menetap untuk merasa tertarik
pada mata pelajaran tersebut dan merasa senang untuk
mempelajarinya. Siswa yang tidak mempunyai minat terhadap suatu
mata pelajaran tertentu maka siswa tersebut tidak akan belajar dengan
sebaik-baiknya karena tidak adanya daya tarik baginya.
2. Motivasi sebagai faktor dari dalam diri siswa berfungsi menimbulkan,
mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat
menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin
besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya.
Seseorang anak yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak
gigih tidak mau menyerah, giat membaca buku–buku untuk
meningkatkan prestasinya. Sebaliknya anak yang mempunyai motivasi
rendah tampak acuh tak acuh perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran,
sehingga banyak mengalami kesulitan belajar.
3. Inteligensi Inteligensi merupakan kemampuan seseorang secara umum.
Kemampuan tersebut meliputi kemampuan menyesuaikan diri, belajar
atau berfikir abstrak (Sugihartono, et. al, 2007:17). Sementara itu
Sorenson (dalam Sugihartono et. al, 2007:16) menjelaskan bahwa
seseorang yang memiliki inteligensi tinggi akan cepat memahami
situasi yang dihadapi serta memiliki kecepatan dalam berpikir.
Inteligensi besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar siswa.
Siswa yang memiliki inteligensi tinggi akan cenderung lebih cepat
dalam memahami materi- materi sistem pengapian dibandingkan
dengan siswa yang memiliki inteligensi rendah. Meskipun tidak
sepenuhnya menjamin bahwa siswa dengan inteligensi tinggi pasti
akan berhasil dalam belajarnya.
4. Faktor kesehatan mental, belajar tidak hanya menyangkut segi
intelektual saja tetapi juga kesehatan mental dan emosional. Kesehatan
mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang
baik dan begitu pula sebaliknya. Misal, anak yang sedih, kecewa dan
kacau pikirannya tentu akan susah untuk berkonsentrasi dalam
mengikuti pelajaran.
5. Tipe Atau Kencenderungan Belajar Siswa, tipe ini dibagi menjadi tipe
visual, tipe auditif, tipe motorik dan campuran. Seseorang akan
cenderung lebih cepat mempelajari suatu pelajaran jika penyajian
pelajaran tersebut sesuai dengan kecenderungan yang dimilikinya.
Sebagai contoh, seseorang yang memiliki tipe visual akan lebih cepat
mempelajari bahan-bahan yang disajikan dalam bentuk sesuatu yang
mudah diamati oleh indra penglihatannya, seperti disajikan dalam
bentuk gambar, grafik, animasi dan lain-lain. Namun pada
kenyataannya tipe khusus relatif sedikit, kebanyakan orang bertipe
campuran.
2. Faktor Eksternal
Faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi
kesulitan belajar, yang meliputi:
a. Faktor Keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan informal yang diakui
keberadaannya dalam dunia pendidikan (Muhibbin Syah, 2011:241).
Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya,
misalnya mereka acuh tak acuh terhadap aktivitas belajar anaknya, tidak
memperhatikan sama sekali akan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam
belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan atau
melengkapi alat belajarnya. Tindakan tersebut akan dapat mengakibatkan
anak kurang berhasil dalam belajarnya dan akan mengalami kesulitan
belajar. Suasana rumah yang terlalu ramai juga akan mengganggu aktivitas
belajar anak. Demikian juga suasana rumah yang terlau tegang, sering
terjadi perselisihan antara anggota keluarga tentu akan berpengaruh
terhadap mental anak. Untuk itu, hendaknya suasana rumah dibuat
menyenangkan, tenteram, damai dan harmonis agar anak nyaman dirumah.
Keadaan ini akan menguntungkan bagi perkembangan belajar anak.
Keadaan ekonomi keluarga juga erat hubungannya dengan belajar anak.
Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya,
misalnya makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga
membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi,
penerangan, alat tulis, buku dan lain-lain.
b. Faktor Sekolah Faktor sekolah yang dapat menyebabkan siswa mengalami
kesulitan belajar diantaranya adalah:
1. Guru merupakan komponen penting dalam proses belajar-mengajar.
Guru dapat menjadi penyebab kesulitan belajar apabila:
a. Guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode yang
digunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya.
b. Hubungan guru dengan murid kurang baik, karena adanya sikap
guru yang tidak disenangi oleh murid-muridnya.
c. Guru-guru menuntut standar pelajaran terlalu tinggi.
d. Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan
belajar siswa. Misalnya dalam bakat, minat, sifat, kebutuhan anak-
anak, dan sebagainya.
e. Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan belajar.
2. Alat Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran
kurang maksimal. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum,
kurangnya alatalat laboratorium akan banyak mengakakibatkan
kesulitan belajar. Misalnya saja kekurangan engine stand untuk
praktikum sistem pengapian sehingga siswa harus bergantian dengan
teman-teman mereka. Kondisi tersebut tentu akan menghambat siswa
dalam belajar.
3. Kondisi gedung Ruangan belajar harus memenuhi syarat kesehatan
seperti:
a. Ruangan harus berjendela, ventilasi cukup, udara segar dapat
masuk ruangan, pencahayaan cukup.
b. Dinding harus bersih.
c. Lantai tidak becek, licin atau kotor d. Jauh dari keramaian sehingga
anak mudah berkonsentrasi.
4. Kurikulum Kurikulum yang kurang baik, tidak sesuai dengan
kebutuhan anak dapat menimbulkan kesulitan belajar bagi siswa.
Misalnya, bahan pelajarannya tidak sesuai dengan jenjang pendidikan,
pembagian bahan pelajaran tidak seimbang (kelas 1 banyak kemudian
kelas-kelas diatasnya sedikit) dan lain-lain.
5. Disiplin sekolah yang buruk. kedisiplinan sekolah yang buruk baik dari
siswa maupun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran
seperti guru dan karyawan tentu akan menimbulkan hambatan-
hambatan dalam proses pembelajaran. Disiplin yang buruk membuat
rencana terkait pembelajaran tidak dapat dijalankan sesuai dengan
yang direncanakan. Akibatnya tujuan yang hendak dicapai tidak dapat
diwujudkan.
c. Faktor masa media dan lingkungan sosial
1. Media Masa Media Masa yang baik akan memberi pengaruh yang baik
terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya Media masa
yang kurang baik akan berpengaruh kurang baik terhadap siswa. Media
Masa yang dimaksud disini adalah majalah, TV, majalah dinding,
buku-buku dan lain-lain.
2. Lingkungan sosial
a. Teman bergaul Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih
cepat masuk dalam jiwa anak. Untuk itu perlu adanya pengawasaan
dan kontrol dari keluarga dan guru agar siswa tidak salah dalam
memilih teman bergaul.
b. Lingkungan tetangga. Kehidupan masyarakat disekitar siswa juga
berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari
orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, pemabuk dan kebiasaan
lain yang tidak baik maka akan berpengaruh kepada siswa yang
berada di lingkungan tersebut.
c. Aktivitas dalam masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat
dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya tetapi
juga dapat menimbulkan kerugian untuk dirinya. Kerugian itu
terjadi apabila siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang
terlalu banyak, misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial,
dan lain sebagainya. Belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika
siswa tidak dapat mengatur waktunya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodelogi Penelitian


Menurut Sugiyono (2016:2) metode penelitian adalah suatu cara atau
kegiatan sistematis yang dilakukan oleh peneliti untuk mencarai kebenaran atau
sumber data. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sebuah
penelitian dengan menggunakan metode kuantitatif menghasilkan data berupa
angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin diketahui
peneliti. Jenis penelitian ini menggubakan penelitian Ex-postpacto (korelasi),
jenis penelitian ini untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan antara dua
variabel.
Menurut Sukardi (2019: 212) penelitian korelasi adalah penelitian dimana
variabel-variabel bebas telah terjadi, dimana saat peneliti sudah mulai melakukan
sebuah pengamatan terhadap variabel terkait.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil resiliensi belajar siswa
terhadap kesulitan belajar siswa kelas X selama pembelajaran daring.

3.2 Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditentukan oleh peneliti guna dipelajari hingga mendapatkan data informasi dan
ditarik kesimpulannya mengenai hal tersebut (Sugiyono,2018:190). Variabel
dalam penelitian ini disimbolkan dengan (X) resiliensi belajar siswa (Y) kesulitan
belajar siswa. Sedangkan variabel terikat adalah kesulitan belajar yang
disimbolkan dengan (Y) dimana dipengaruhi oleh resiliensi belajar selama
pembelajaran daring.

3.3 Defenisi Oprasional Variabel


Defenisi ofrasional variabel adalah uraian yang berisi tentang perincian
sejumlah indikator yang bisa diamati dan diukur untuk mengidentivikasi variabel
pada konsep yang sudah digunakan.
Penelitian ini mencoba mengetahui profil resiliensi belajar siswa terhadap
kesulitan belajar siswa kelas X selama pembelajaran daring.
Kesulitan belajar merupakan keadaan menyebabkan siswa tidak dapat
belajar sebagaimana mestinya, dimana siswa itu tidak bisa mencapai ukuran
tingkat keberhasilan belajar dalam kurung waktu tertentu dan tidak bisa mncapai
tingkat penguasaan materi. Dalam kesulitan belajar siswa yang mengalami
kesulitan belajar akan sulit dalam menyerap materi-materi pelajaran yang
disampaikan saat belajar sehingga akan menyebabkan siswa malas dalam belajar,
serta tidak bisa menguasai materi pelajaran, akan menghindari pelajaran,
mengabaikan tugas-tugas yang diberikan, nilai belajar menurun, dan prestasi
belajar yang rendah.

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2017) populasi merupakan suatu obyek/subyek
yang memiliki sebuah kualitas dan karakteristik tertentu dimana yang telah
ditetapkan oleh peneliti dimana untuk selanjutnya dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.
Maka populasi yang terdapat pada penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas X di UPT SMA Negeri 10 Ogan Ilir.

Tabel 3.1
Populasi

No Kelas Jumlah Siswa


1. X. IPA 1 25 Siswa
2. X. IPA 2 25 Siswa
3. X. IPS 1 27 Siswa
4. X. IPS 2 28 Siswa
Jumlah 105 Siswa
(Sumber: Dokumen/Tata Usaha Sekolah)
3.4.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2018: 118) sampel merupakan sebagian dari jumlah
populasi. Jadi, sampel adalah sebagian populasi yang dapat mencerminkan
keseluruhan populasi itu sendiri. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah simple random sampling dimana seluruh anggota
populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel, pengambilan
sampel dilakukan secara acak tanpa mempertimbangkan berbagai latar belakang
atau stratifikasi dari anggota populasi. Dalam penelitian ini untuk menentukan
jumlah sampel peneliti menggunakan rumus slovin untuk mempermudah teknis
penelitian, rumus slovin untuk menentukan jumlah sampel adalah

N
n= 2
1+ N (e)

Keterangan:
n : Jumlah Sampel
N : Jumlah Populasi
e : Batas Toleransi Kekeliruan (error tolerance)
Dalam rumus slovin mempunyai ketentuan batas toleransi kekeliruan ( e )
sebagai berikut :

nilai e = 0,1 (10%)

nilai e = 0,2 (20%)

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dipilih peneliti di dalam penelitian ini
yaitu angket atau kuisioner, yang merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab. Sedangkan bentuk skala pada penelitian ini
menggunakan skala liker. Menurut Margono (2014: 176) “skala liker merupakan
sejumlah pertannyaan positif dan negative mengenai suatu objek sikap”.
Pada skala akan memberi tanda checklist (√) pada setiap pertanyaan yang
ada. Pada skala liker ini ada lima pilihan alternative jawaban dengan skor yaitu:
jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS),
Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap alternative jawaban terdafat skor yang
peneliti jumlahkan berdasarkan jenis item positif (+) dan item (-), untuk item (+)
format skor dimulai dari angka 5, 4, 3, 2, dan 1 sedangkan untuk item negative
(-) format skor dimulai dari angka 1, 2, 3, 4, dan 5.

Table 3.2
Format Pemilihan Skala
Pilihan Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 5 1
Setuju (S) 4 2
Kurang Setuju (KS) 3 3
Tidak Setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5

Tahapan yang peneliti lakukan dalam penyusuna instrument yaitu


dengan menyusun kisi-kisi instrument yang meliputi variabel, indikatir,
descriptor serta nomor item. Kemudian dikembangkan menjadi pertanyaan,
setelah disusun pertanyaan tersebut diujicobakan pada peserta untuk mengetahui
validasi dan reabilitasnya.

3.5.1 Instrumen penelitian


Instrument pengukuran variabel diamati melalui sisi variabel adalah
proses menghubungkan konsep dengan fakta empiris. Maksud dari sisi fakta
yaitu pengukuran variabel adalah pemberian bilangan dari peristiwa empiris
menurut aturan yang sebelumnya telah di tetapkan. Tujuannya agar hipotesis
dapat dapat diuji baik didukung atau tidak dengan fakta empiris (Noor,
2010:101).
Table 3.3
Kisi-Kisi Aspek-Aspek Resiliensi
Variabel Sub Variabel Indikator Item
Resiliensi Tenang dalam
Pengaturan 1, 2 3, 4
menghadapi masalah
emosi (emotion
Fokus pada
regulation). 5, 6 7, 8
permaslahan yang ada
Kemampuan
Pengendalian mengendalikan 9, 10 11, 12
gerak (impulse keinginan
control). Kemampuan
13, 14 15, 16
mengelola keinginan
Memiliki keyakinan
Optimisme terhadap segala seuati 17, 18 19, 20
(realistic akan menjadi baik
optimism). Mampu menghadapi
segala situasi 21, 22 23, 24

Mampu
mengidentifikasi 25, 26 27, 28
masalah dengan baik
Mampu membuat
solusi atas masalah 29, 30 31, 32
Kemampuan yang dihadapi
menganalisis
Tidak menyalahkan
masalah (cousal
orang lain atas
analysis). 33, 34 35, 36
kesalahan yang
diperbuat
Meyakini bahwa
kegagalan terjadi
37,38 39, 40
akibat kurangnya
usaha
Mampu memaknai
perilaku verbal orang 41, 42 43, 44
Empati lain
(emphaty).
Mampu memaknai
perilaku non verbal 45, 46 47, 48
orang lain
Memiliki keyakinan
Efikasi diri (self- dalam memecahkan 49, 50 51, 52
efficacy). masalah yang dihadapi
Memiliki keyakinan 53, 54 55, 56
untuk sukses
Tidak merasa malu
apabila mengalami 57, 58 59, 60
kegagalan
Pencapaian Keluar dari zona
61, 62 63, 64
(reaching out). nyaman diri sendiri
Berani untuk
mengoptimalkan 65, 66 67, 68
kemampuan

Table 3.4
Kisi-Kisi Instrumen Faktor-Faktor Kesulitan Belajar
Variabel Aspek Indikator Sub Indikator Item
Kesulitan Fisiologis 1. Kondisi 3, 4,
1, 2
belajar (Sebab kesehatan fisik 5
yang 9,
2. Ketidakmampuan 6, 7,
bersifat 10,
atau cacat fisik 8
fisik) 11
11,
14,
1. Minat 12,
15
13
Faktor 16,
19,
Internal Psikologis 2. Motivasi 17,
20
(sebab 18
yang 21,
24,
bersifat 3. Keehatan mental 22,
25
rohani) 23

4. Tipe atau
26,2 29,
kecendrungan
7,28 30
belajar siswa

Faktor 31,
1. Perhatian orang 34,
Ekstern 32,
tua 35
al 33
36,
39,
Keluarga 2. Suasana rumah 37,
40
38
41,
3. Ekonomi 44,
42,
Keluarga 45
43
Sekolah 1. Guru 46, 49,
47, 50
48
2. Sarana dan 51.
54,
prasarana 52,
55
sekolah 53
56,
59,
3. Kondisi sekolah 57,
60
58
61,
4. Kedisiplinan 64,
62,
sekolah 65
63
66,
69,
1. Media masa 67,
70
68
71,
74,
Media 2. Teman bergaul 72,
75
masa dan 73
lingkunga 3. Lingkungan 76,
79,
n sosil masyarakat 77,
80
sekitar 78
81,
4. Aktivitas dalam 84,
82,
masyarakat 85
83

3.6 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini yaitu di UPT SMA Negeri 10 Ogan Ilir dengan
alamat sekolah di Desa Tanjung Lubuk, Kecamatan Indralaya Selatan,
Kabpaten Ogan ilir, Sumatera Selatan 30862.

3.7 Analisis Data


Analisis data dapat diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi
informasi sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan muda
diapahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan
dengan kegiatan penilaian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah persentase (%) dengan rumus sebagai berikut:

f
P= × 100
N

Keterangan:
P = Persentase yang dicapai (%)
f = Frekuensi jumlah jawaban
N = Jumlah sampel yang diolah

3.8 Kriterian Kategorisasi


Azwar (2017) dalam bukunya yang berjudul metode penelitian psikologi
mengkategorikan hasil penelitian menjadi 3 kategori yaitu Rendah, Sedang dan
Tinggi dengan pedoman sebagai berikut :

Rendah X < M – 1SD


Sedang M – 1SD ≤ X < M + 1SD
Tinggi M + 1SD ≤ X

M : Mean
SD : Standar Deviasi

Anda mungkin juga menyukai