Anda di halaman 1dari 21

Nama : Iqbal Rizky Ananda

Prody : s1 keperawatan

Semester : VI (enam)

Nim : 130317459

Rangkuman jurnal nasional

kerugian ekonomi nasional akibat pandemi covid-19

PENDAHULUAN
Merespon pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah Indonesia mulai
menerapkan pembatasan dengan kebijakan social distancing (jagajarak sosial, menghindari
kerumunan), lalu physical distancing (jaga jarak antar orangminimal 18 meter) sejak awal Maret
2020.Kebijakan itu telah menurunkan secaradrastis aktivitas dan pergerakan orang di
Jabodetabek dan kota-kota besar. Hal inidapat dilihat dari menurunnya jumlah penumpang pada
berbagai sarana transportasi mulai pesawat terbang, kereta api komuter, bus dan busway, angkot,
taksi, taksi online, bajaj, hingga ojek dan ojek online (ojol).Perusahaan bus antar kota telah
mengandangkan hingga 80% armadanya pada pertengahan Maret 2020. PT KAI membatalkan 44
rute dari Jakarta ke kota? Kota di Jawa selama bulan April (republika.co.id, 23&/20). Demikian
pula maskapai penerbangan yang mulai berebut area parkir karena pesawatnya banyak yang
tidak dioperasikan. Sementara itu para driver taksi dan taksi online telah mengeluhkan
penurunan penumpang hingga 70% sehingga sebagian besar memilih untuk libur operasi atau
pulang kampung. Para driver ojol menyampaikan penurunan jumlah penumpang hingga lebih
80% (motorplus? online.com).Namun pembatasan sosial yang berupa himbauan itu rupanya
dianggap kurang efektif dalam mencegah penularan Covid-19. Oleh karena sebagian kantor dan
industri tetap buka, dan didesak kebutuhanhidup, banyak kalangan yang tetapberaktivitas
menggunakan kendaraan pribadi. Akhirnya pada 10 April, atas persetujuan pemerintah pusat,
dimulailah penerapan Pembatasan Sosial BerskalaBesar (PSBB) di DKI Jakarta. Selanjutnya
disusul Bodetabek beberapa hari kemudian, dan kota-kota besar lainnya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi yaitu sebuah metode
riset yang berupaya mengungkap esensi universal dari fenomena yang dialami secara personal
oleh sekelompok individu (Cresswell: 1998). Data riset fenomenologis diperoleh dari berbagai
hasil wawancara yang dilansir dari berbagai media, yang berfokus pada kerugian ekonomi akibat
pandemik covid-19 di Indonesia dari ditemukannya kasus covid pertama di Jakarta 2 Maret 2020
hingga 10 April 2020. Medium yang berada di internet memungkinkan Pengguna
merepresentasikan dirinya maupun interaksi, bekerja sama, berbagi, ber? komunikasi dengan
pengguna lain dan membentuk ikatan sosial secara virtual (lih.Fuchs: 2011).
Tulisan ini menekankan analisisnya pada proses penyimpulan komparasi serta dinamika
hubungan fenomena yang diamati pada berbagai berita tentang pandemik covid-19 di Indonesia
dampaknya terhadap ekonomi secara nasional setelah pemberlakuan PSBB. Data ditranskrip, lalu
dengan merujuk pada rumusan masalah, peneliti melakukan koding, klastering, labelling secara
tematik dan melakukan interpretasi.Sumber data:
a. www.bps.go.id
b. www.detik.com
c. www.cnbcindonesia.com
d. www.kompas.tv
e. www.bisnis.com
f. www.pasardana.id
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerugian Nasional Kerugian yang paling mudah dihitung adalah kerugian agregat secara
nasional. Namun karena bersifat makro, maka perhitungan ini hanya digunakan oleh pelaku
ekonomi skala besar, atau oleh negara dalam menyusun (revisi) APBN. Salah satu cara
menghitung dapat menggunakan acuan Produk Domestik Bruto (PDB), yang merupakan
akumulasi total produksi disebuah negara selama setahun.PDB per kapita Indonesia per tahun
pada 2019 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah USD 4.174,9 atau Rp 59,1 juta (kurs Rp
14.156- per USD). Dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa, maka PDB Indonesia pada 2019
adalah sebesar Rp 15.833,9 Triliun (www.bps.go.id). Adapun proporsi wilayah dalam PDB atau
dikenal dengan PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto), mengacu pada data BPS
sebelumnya adalah, DKI Jakarta sebesar 17,53% (terhadap PDB), Bodetabek (Kabupaten & Kota
Bogor, Kabupaten dan Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten & Kota Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan) sebesar 7,3%, dan Bandung Raya (Kota & Kabupaten Bandung, Kabupaten
Bandung Barat, Kota Cimahi) menyumbang 3% terhadap PDB. Sementara itu data Indef
menyatakan, perputaran uang RI berada di Jakarta (Jabodetabek) sebesar 70%. Ini juga dapat
ditafsirkan Jabodetabek mempengaruhi 70% PDB Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 semula diperkirakan sebesar 5,3%, Namun
angka ini terkoreksi sebagai dampak pandemi Corona, dan sebagian kalangan memprediksikan
pertumbuhan di bawah 2%. Mengingat terjadi ketidakpastian dan prediksi berbeda-beda, serta
terjadi fluktuasi kurs USD (peningkatan drastis menjadi Rp 16.000 p-er USD pada awal April
2020), maka penulis memilih untuk mengabaikan kedua faktor tersebut, yakni pertumbuhan
ekonomi Januari-April 2020 dan kurs USD pada masa krisis. Sehingga angka PDB yang
digunakan pada tulisan ini adalah acuan 2019.
Jadi berapa kerugian ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19? Ada 2 pilihan dalam
menghitung kerugian. Cara pertama menggunakan asumsi perputaran uang di Jabodetabek
sebesar 70% dari total uang beredar di Indonesia. Apabila ini diartikan 70% PDB Indonesia
dipengaruhi pergerakan ekonomi di Jabodetabek, maka penghentian aktivitas secara total di
Jabodetabek selama 1 bulan akan menimbulkan kerugian nasional sebesar =1/12 X 70% X Rp
15.833 Triliun = Rp 923 Triliun. Namun apabila penghentian itu tidak total karena masih ada
beberapa jenis kegiatan yang tidak dilarang beroperasi, seperti sektor kesehatan, makanan pokok,
industri strategis, dsb, kerugian akan lebih kecil. Bila angka aktivitas berkisar 10%, maka
kerugian akan menjadi 90% x Rp 923 Triliun atau sekitar Rp 830 Triliun. Apabila PSBB
Jabodetabek diperpanjang 2 pekan, maka kerugian nasional akan mencapai 15 X Rp 830 Triliun
= Rp 1.260 Triliun atau setengan dari anggaran belanja negara pada APBN 2020. Cara kedua
adalah dengan menggunakan perbandingan proporsi PDRB dari kawasan yang memberlakukan
pembatasan sosial. PDRB Jabodetabek secara akumulasi adalah sebesar 2483% dari PDB
nasional. Maka pembatasan aktivitas dengan ketentuan serupa di atas, di Jabodetabek selama 1
bulan menimbulkan kerugian sebesar 1/12 X 2483% X Rp15.833 Triliun X 90% = Rp 294,85
Triliun. Apabila diperpanjang 2 pekan, kerugian akan menjadi sekitar Rp 4423 Triliun. Dan
apabila diikuti oleh Bandung Raya dalam kurun yang sama, akan menambah kerugian 176%
(yaitu 3%/17% X 442,3 T = 75,1 T)menjadi Rp 517,5 Triliun. Kerugian-kerugian akibat
pembatasan di kawasan lainnya dapat dihitung dengan menggunakan metoda yang sama, yakni
membandingkan proporsi
Namun bagi pelaku usaha, angka agregat itu belum selalu dapat digunakan. Hal ini
mengingat tidak seluruh sektor bisnis mengalami kerugian yang sama. Bahkan ada sektor
tertentu yang mendapatkan keuntungan dari adanya pembatasan sosial. Oleh karena itu
diperlukan perhitungan berdasar sector bisnis, dan selanjutnya perhitungan masing? masing
perusahaan (korporasi). Dari total kerugian sekitar Rp 517 Triliun diatas (Jabodetabek +
Bandung Raya selama1,5 bulan), terdapat beberapa sektor yang Memiliki andil kerugian
terbesar. Sektor bisnis yang paling terpukul adalah yang mengandalkan keramaian (seperti
pariwisata, event atau pertunjukan, pameran,mall); lalu bisnis pendukungnya (seperti transportasi
massal, ticketing, hotel, perdagangan musiman/souvenir, dll); bisnis yang tidak dapat
menerapkan physical/socialdistancing (seperti salon, pangkas rambut, ojek, spa, permainan anak-
anak, hingga jasa pembersihan rumah, dll); bisnis produk tersier yang penjualannya tergantung
pada dana tabungan masyarakat (seperti properti, kendaraan pribadi, perawatan tubuh, hobby,dll)
serta bisnis pendukungnya seperti leasing dan lembaga pemberi kredit lainnya. Sektor energi
juga mengalami tekanan besar karena aktivitas bisnis yang menyusut drastis, kecuali PLN. Dan
masih banyak sektor lainnya yang terimbas secara variatif. Adapun sektor bisnis yang berpotensi
mendapatkan keuntungan dari adanya pembatasan sosial di antaranya adalah penyedia layanan
pengiriman barang, operator seluler dan internet provider penyedia kredit darurat, asuransi
kesehatan, dan sejenisnya. Tentu dengan catatan PSBB tidak terlalu lama sehingga masyarakat
masih memiliki tabungan, dan para penyedia jasa mampu melakukan inovasi dan layanan secara
memadai. Bisnis sektor kesehatan berpotensi juga menghasilkan keuntungan, untuk jenis-jenis
produk tertentu. Misalnya oleh karena semua warga diwajibkan menggunakan masker bila keluar
rumah, maka produsen dan penjual masker kemungkinan meraih untung. Begitu pula penyedia
sanitizer, disinfectant, sabun, dan produk-produk turunannya. Sektor media (khususnya di luar
media cetak) merupakan bisnis lainnya yang berpotensi meraih keuntungan dengan semakin
banyaknya pemasang iklan akibat pembatasan pergerakan fisik. Sektor pangan dianggap sebagai
bisnis yang stabil di masa krisis, hanya mengalami penyesuaian metode, baik metode
pemesanan, pembayaran, maupun pengiriman barang. Namun karena sektor ini memungkinkan
untuk dilakukan oleh begitu banyak level usaha mulai skala mikro, sehingga akan terjadi
peningkatan persaingan di tingkat bawah, maka secara individual dalam praktik dapat terjadi
sebaliknya: pasar ada namun omset turun karena supply meningkat. Ada juga factor lokasi yang
mempengaruhi, di mana kawasan yang berubah sepi (misalnya sekolah yang libur) akan
langsung terimbas, dan konsumen berpindah ke lokasi lain (didekat rumah masing-masing)
Kerugian Individual dan Corporate (perpelaku bisnis) Dari semua perhitungan kerugian di atas,
implementasi akhirnya berada pada ranahindividu dan entitas usaha. Negara mengalami
‘kerugian’ karena pendapatan anjlok khususnya dari pajak—sedangkan belanja melonjak karena
harus mengatasi kondisi darurat, menyediakan jarring pengaman sosial, mengatasi penderita
sakit, pengerahkan aparat dan tenaga kesehatan ekstra, membayar bunga untuk utang baru, dll.
Namun kerugian itu nanti akan dikompensasi pada pendapatan (pajak dan non-pajak) berikutnya,
sehingga padadasarnya negara akan impas alias tidak rugi, kecuali apabila dalam pelaksanaan
adakebocoran/pencurian/korupsi terhadap asset negara. Maka kerugian nasional tsb akan
ditransmisikan menjadi kerugian warga negara. Sehingga, angka Rp 517 Triliun +bunga utang
negara yang baru, akan diturunkan menjadi kerugian perusahaan dan individu. Adapun secara
umum bentuk nyata kerugian itu antara lain berupa:
Bagi entitas usaha:
a. Hilangnya pendapatan karena tidak ada penjualan, namun pengeluaran tetap terjadi meski
tidak sepenuhnya. Kerugian riil akan berbeda-beda tergantung jenis pengeluaran apa yang tetap
dilakukan. Di antara pengeluaran yang relatif tetap adalah sewa tempat (atau penyusutan gedung
apabila milik sendiri) beserta biaya rutin yang menyertainya, gaji staf yang tidak mungkin di-
PHK karena berbagai alasan, pengamanan, pembayaran kepada supplier yang tak bisa lagi
ditunda,dll.
b. Timbulnya denda/penalti akibat ketidak tepatan waktu pengiriman.
c. Kerusakan barang apabila tertahan di gudang atau di jalan, atau pembayaran premi. Tambahan
apabila mengaplikasikan asuransi.
d. Timbulnya biaya pesangon apabilamelakukan PHK.
e. Timbulnya denda/bunga apabila menggunakan dana talangan atau utang, atau apabila tidak
dapat membayar sesuai ketentuan jumlahmaupun waktu.
f. Dana darurat atau dana sosial yang tidak dapat ditunda, dll.
g. Kerugian apabila perusahaanterpaksa menjual asset dengan harga murah.
h. Kerugian yang tak ternilai apabila krisis itu menyebabkan modalperusahaan terkuras hingga
skala usaha menyusut atau bahkan bangkrut.
i. Namun demikian, perusahaan mungkin memiliki pamasukan daritagihan penjualan
sebelumnya, yang tetap dapat mengurangi kerugian atau defisit anggaran pada bulan berjalan.
Dengan catatan penagihan berhasil alias klien mampu membayar sesuai ketentuan.
Bagi Individu:
a. Hilangnya gaji dan atau tunjanganselama masa krisis, atau hilangnyapemasukan bagi
pelakuusaha/profesi informal.
b. Denda/bunga akibat telat atau tidak bayar kewajiban (misal cicilan kredit, utang jatuh tempo,
dsb). Dan kerugian immateri apabila hal itu mengakibatkan performa ketaatan bayar menjadi
buruk dalam catatan Bank Indonesia.
c. Pengeluaran ekstra bagi anggota keluarga dalam kondisi darurat.
d. Bunga utang baru apabila menggunakan dan talangan.
e. Kerugian tak ternilai apabila krisis itu mengakibatkan hilangnya pekerjaan (karena PHK atau
usahabangkrut dan tidak dapat bangkitlagi).
Sebagai catatan, sampai dengan pertengahanApril, telah terkonfirmasi oleh KementerianTenaga
Kerja, terjadi PHK terhadap 1,5 juta pekerja (www.detik.com, 11/04/20).
Dan tentu masih banyak yang tidak terkonfirmasi atau tidak melapor. Potensi Kerugian
Lainnya Selain kerugian-kerugian yang dapat dikalkulasi di atas, masih ada potensi kerugian lain
yang dapat terjadi akibat factor non-bisnis. Misalnya apabila kesulitan ekonomi telah
mengakibatkan peningkatan tindak kejahatan dan perusakan fasilitas usaha. Sebagaimana
diketahui, lebih dari 30 ribu narapidana telah dibebaskan akibat kekhawatiran terhadap
penyebaran Covid-19 di dalam lembaga pemasyarakatan (LP) yang penuh sesak
(www.kompas.tv,01/04/20). Para napi ini mengalami kekagetan ekonomi juga, dan sebagian di
antaranya telah terbukti melakukan tindak kejahatan hanya beberapa hari saja setelah bebas. Di
pekan ketiga April 2020 saja telah terjadi 3 kali perampokan minimarket di Jabodetabek, serta
berbagai pencurian dan perampokan yang melibatkan residivis di berbagai daerah. Selain tindak
kejahatan, potensi chaos akibat krisis ekonomi juga dapat saja terjadi. Situasi kekacauan massal
itu dapat mengakibatkan kerugian tak terduga seperti perusakan properti, kehancuran kendaraan,
kerusakan fasilitas umum dan wisata, juga menimbulkan biaya pengamanan yang harus
ditanggung masyarakat. Kondisi chaos jugadapat merembet ke penjarahan massal terhadap toko-
toko atau pabrik, atau bahkan juga mengorbankan nyawa atau kehormatan manusia. Situasi
abnormal, baik karena merebaknya tindak kejahatan maupun situasi chaos, itu tidak
dikalkulasikan nilai (value)-nya karena tergantung skala, luasan, dan berapa lama waktu
terjadinya. Namun faktor ini hanya akan timbul apabila pembatasan berlaku berkepanjangan
hingga krisis memuncak atau sulit dikendalikan. Menyiasati KerugianDi dunia bisnis selalu ada
untung dan ada rugi. Bagi pelaku bisnis yang sempat melakukan diversifikasi lintas sektoral
dengan jenis bisnis yang berada pada kutub berbeda, berkemungkinan untuk selamat dari krisis.
Misalnya mereka rugi dari usahanya pada penyewaan alat pesta -- karena semua kegiatan
keramaian dilarang--tetapi mereka punya juga kebun yang ditanami berbagai macam sayuran. Di
saat krisis, hasil kebun justru mengalami peningkatan permintaan. Atau pengusaha sewa mobil
yang sepi order, mendapat kompensasi penghasilan dari permintaan pengiriman barang yang
meningkat.
`Dan hal-hal sejenis yang dapat saja terjadi. Bagi bisnis skala besar, biasanya telah
terjadi konglomerasi lintas sektoral, sehingga bisa dilakukan subsidi silang antar entitas bisnis
dalam grup. Secara keseluruhan mungkin mereka mengalami kerugian, namun masih dapat
terselamatkan melalui bisnis di sektor lainnya. Akan menjadi masalah apabila konglomerasi
terjadi pada sektor yang sama, misalnya dari hulu ke hilir dan tidak merambah sektor lain. Bagi
usaha yang memiliki dana cash juga dapat menyiasati kerugian, yakni dengan membeli asset atau
bisnis yang bagus namun dijual murah. Mungkin dana tunai itu didapat dari penjualan asset
dengan harga murah (artinya secara akuntansi mengalamikerugian), namun apabila digunakan
untuk mendapatkan asset lain yang lebih baik, maka dapat saja menghasilkan keuntungan.
Dan setelah krisis berakhir, asset baru itu dapat berproduksi lebih baik, atau dijual dengan
harga yang jauh lebih mahal, cukup untuk kompensasi kerugian. Bagaimana bila diversifikasi
maupun upaya lain tidak dapat dilakukan untuk mengurang kerugian? Akhirnya secara umum
akan ditempuh langkah yang sama, yaitu penghematan. Semua kalangan akan berusaha
mengurangi pengeluaran sebisa mungkin, dan berusaha bertahan selama mungkin. Selanjutnya
apabila masih tidak mencukupi, akan melakukan langkah berikutnya yaitu mencari pinjaman
atau utang. Setelah itu, mencari cara untuk mendapatkan income atau pemasukan baru. Langkah-
langkah seperti ini akan ditempuh baik oleh individu, pelaku usaha mikro, perusahaan,
organisasi, juga oleh negara. Pabrikan mobil global seperti Toyota telah mengajukan utang baru
sekitar USD 9 Miliar (Rp 135 Triliun) untuk mengatasi masakrisis (www,bisnis.com, 27/03/20).
Maka wajar apabila begitu pandemic menerjang, lembaga pemberi pinjaman seperti International
Monetary Fund (IMF) langsung menawarkan paket utang ke negara-negara potensial. Indonesia
pun telah menerbitkan Global Bond atau surat utang, yang kemudian disebut pandemic bond
senilai USD 4,3 Miliar pada awal April 2020 (www.cnbcindonesia.com, 13/04/20).
Langkah-langkah penghematan, pencarian pinjaman, dan upaya mendapatkan pemasukan
baru, merupakan langkah umumuntuk survive. Survival pada saat krisis ini dianggap sangat
penting, sebagai modal untuk mencari pengganti kerugian pasca krisis. Karena apabila tidak
dapat bertahan, lalu keburu collaps sebelum krisis berakhir, maka seluruh potensi pengembalian
kerugian akan hilang. Sebagai contoh apabila perusahaan bangkrut, maka yang
dapat dilakukan hanya melepas asset untuk menutup kewajiban, lalu perusahaan tidak dapat
beroperasi lagi, bahkan mungkin pemegang saham masih menanggung warisan utang.
Sedangkan apabila perusahaan selamat, masih dapat berjalan meski harus mencicil utang baru,
maka masih ada harapan untuk mendapatkan keuntungan setelah kriris berakhir. Apabila seluruh
individu, entitas usaha, organisasi-organisasi non-bisnis, dan semua bagian dari sebuah negara
dapat melewati masa krisis, tetap survive dan kembali berproduksi, maka pada akhirnya kerugian
nasional akan tertutupi. Oleh karena mereka akan kembali mampu membayar pajak, bahkan
mungkin lebih banyak. Juga akan menyerap tenaga kerja baru sehingga meningkatkan
pendapatan individu, yang ujung-ujungnya juga meningkatkan pendapatan negara dan
mendongkrak PDB.

KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwakunci dari penyehatan kembali kondisi
individu dan entitas usaha. Oleh karena itu ekonomi nasional adalah survival di tingkat negara
harus mengerahkan segenap upaya, termasuk dengan memberikan stimulus, agar rakyatnya tidak
collaps semasa krisis, tetap produktif dan memiliki penghasilan memadai, serta bisnis dapat terus
berjalan. Yang diperlukan adalah kebijakan yang tepat, baik secara lokasi, waktu, maupun
prosedurnya. Apabila PSBB dapat menjamin putusnya rantai penularan Covid-19, maka
lakukanlah dengan benar, dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Pembatasan yang
berkepanjangan, atau berpindah-pindah lokasi karena tidak serempak, berisiko melampaui batas
kemampuan survival individu maupun entitas bisnis. Dan bila itu yang terjadi,
makapenyelamatan tidak dapat dilakukan, dankerugian akan semakin besar baik secaraekonomi
maupun sosial.
Rangkuman jurnal internasional

Dampak positif lockdown di wuhan dalam membendung wabah covid-19 di tiongkok.

Kesimpulan:
Tingkat pertumbuhan yang menurun secara signifikan dan peningkatan waktu dua kali lipat
kasus diamati, yang kemungkinan besar karena tindakan penguncian China. Pengurungan yang
lebih ketat dari Orang-orang di daerah berisiko tinggi tampaknya berpotensi memperlambat
penyebaran COVID-19.
1. Perkenalan
Wabah virus korona (COVID-19) saat ini di Wuhan dan seluruh provinsi Hubei
menyebabkan kekhawatiran global. Dengan jumlah kasus terkonfirmasi yang terus meningkat,
COVID-19 pandemi menjadi kenyataan. Pengetahuan rinci terkini tentang biologi dan transmisi
virus ini terbatas1,2, dan tingkat kematian akhir COVID-19 bergantung pada perkiraan kasar.
Menurut beberapa sumber, perkiraan tanggal pertama kasus COVID-19 telah dilaporkan sekitar
2 Januari 2020 sementara data lain menunjukkan kasus mulai 3 Desember. Di 31 Desember 2019
pneumonia yang tidak diketahui asalnya pertama kali dilaporkan oleh Kesehatan Dunia
Organisasi (WHO). Akibatnya, lalu lintas penerbangan internasional sangat terpengaruh, dan
provinsi Hubei pun terpengaruh dikunci sekitar 3 minggu setelah dimulainya wabah COVID-19.
Di Wuhan, kuncian yang diberlakukan mengakibatkan pembatasan perjalanan ke dan dari
Wuhan untuk memastikan ketat kepatuhan terhadap karantina rumah. Jarak sosial dipraktikkan
dengan membatalkan acara dan pertemuan, penutupan tempat umum serta sekolah dan
universitas. Selain itu, di luar Kegiatan sangat terbatas karena setiap warga hanya diberi kartu
izin diperbolehkan meninggalkan rumah setiap dua hari selama maksimal 30 menit. Meskipun
ini penegakan hukum yang ketat yang diluncurkan oleh China untuk menahan penyebaran
COVID-19, total jumlah kasus meningkat secara signifikan di Cina maupun internasional.
Perkembangan ini mengubah saat ini wabah COVID-19 menjadi pandemi global.
Menariknya, ada beberapa tindakan berbeda untuk menahan dan mengurangi infeksi
COVID-19 interaksi antara individu terinfeksi dan tidak terinfeksi yang tidak teridentifikasi.
Dalam studi terbaru, Wilder Smith et al jelaskan konsep berbeda ini secara rinci, mulai dari
karantina yang dikonfirmasi dan kemungkinan individu yang terinfeksi seperti yang diterapkan
di Jerman ke penahanan komunitas di Italia utara dengan larangan perjalanan di luar area yang
ditentukan, dan tunjukkan masing-masing khasiat dalam penahanan virus. Kami tahu dari studi
sebelumnya bahwa pembatasan perjalanan memiliki menunjukkan efek positif pada wabah
SARS, Ebola, dan pes di masa lalu 6 - 8. Itu langkah-langkah yang diterapkan di Wuhan dan
seluruh wilayah Hubei di Cina sejauh ini melebihi standar definisi pengurungan lokal,
penguncian dan isolasi. Lockdown sekarang semakin diterapkan di Eropa, dengan seluruh negara
Italia melakukan lockdown. Namun, sebagai lawan dari tindakan ketat yang diterapkan di Hubei,
otoritas Italia melakukannya mengizinkan penduduk untuk terus bekerja, serta makan di luar
sampai jam 6 sore jika mereka menghormati 1m jarak ke tamu lain. Namun, tindakan penguncian
dan pengurungan menimbulkan kekhawatiran serius dalam populasi, karena mereka adalah
memori jauh dari masa lalu Eropa yang tercemar, sejak pengepungan kota-kota di abad
pertengahan dan wabah pes. Sebelum COVID-19, yang terbaru dan peristiwa tragis pengurungan
populasi di Eropa adalah pendirian orang Yahudi ghetto di Warsawa dan kota-kota lain selama
pemerintahan Nazi Jerman. Kekhawatiran telah disuarakan bahwa, pada tahap ini, penyebaran
COVID-19 tidak dapat lagi dipertahankan beberapa negara. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi apakah tindakan kuncian yang ketat sebagai yang diterapkan oleh China
berpotensi memperlambat penyebaran virus. Saat ini lingkungan, sangat penting untuk
memahami dan menilai efek total dari tindakan gabungan ini. Dan kebijakan, karena
kemanjurannya masih belum jelas. Untuk klarifikasi lebih lanjut, yang paling relevan istilah
statistik telah dijelaskan di bawah ini: Menggandakan waktu: waktu untuk kuantitas tertentu
untuk menggandakan ukuran atau jumlah pada tingkat pertumbuhan yang konstan Interval serial:
waktu antara kasus yang berurutan dalam suatu rantai penularan R0: angka reproduksi dasar
yang menunjukkan penularan penyakit. R0 mencerminkan angka rata-rata infeksi sekunder yang
disebabkan oleh kasus infeksi yang khas dalam populasi di mana semua orang berada rentan
2. Bahan & Metode
Memperoleh data yang tepat tentang lalu lintas udara Tiongkok itu menantang. Saat ini,
Penerbangan Sipil Administrasi Tiongkok (CAAC) sebagian membatasi akses ke informasi
tentang penumpang volume, tujuan dan lokasi. Pada saat yang sama, hanya sedikit penelitian
yang berfokus pada koneksi domestik dan internasional dari pasar penerbangan Cina9,10. Akses
terbatas ke Oleh karena itu, data saat ini memerlukan analisis data dan studi yang tersedia
tentang penerbangan China pasar dan negara lain. Timeline: periode penguncian dan perubahan
kriteria diagnostik COVID-19 Timbulnya COVID-19 diperkirakan terjadi pada 4 Desember .
Kota Wuhan dan kota-kota besar di Hubei, Cina masing-masing diisolasi pada tanggal 23 dan 24
Januari. Jadi, kami mendefinisikan periode penguncian yang akan berlaku dari tanggal 23 hingga
25 Januari. Pada bulan Februari 7 th, China mengumumkan perubahan kriteria diagnostik untuk
mengkonfirmasi kasus COVID-19.

Sumber data Lalu Lintas Udara Domestik China dan Throughput Penumpang Menurut
CAAC, Cina dibagi menjadi 4 wilayah ekonomi: Cina Timur, Cina Timur Laut, Cina Tengah
dan Cina Barat. Data throughput penumpang domestik dari 2018 masing-masing wilayah
ekonomi bersumber dari laporan industri penerbangan sipil tahunan yang tersedia untuk umum
dari CAAC. Basis data CAAC tidak mencakup lalu lintas udara domestik pada tahun 2019; oleh
karena itu, lalu lintas udara masuk 2019 di Tiongkok tidak termasuk dalam analisis. Kasus
Terkonfirmasi COVID-19 Jumlah total kasus COVID-19 yang dikonfirmasi untuk setiap wilayah
di China dan dilaporkan di luar China bersumber dari laporan situasi COVID-19 yang disediakan
untuk umum oleh WHO. Studi ini mencakup data dari tanggal 20 Januari , 2020, yang
merupakan COVID-19 pertama laporan situasi yang diterbitkan oleh WHO, hingga 13 Februari ,
2020 (gambar 1). Distribusi kasus COVID-19 yang dikonfirmasi dengan wilayah yang tidak
ditentukan di China pada 23 Januari , 2020 Pada tanggal 23 Januari , 2020, WHO melaporkan
131 kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan tidak spesifik wilayah di Cina. Karena lalu lintas
udara domestik di China telah digunakan untuk meramalkan penyebaran Wabah COVID-19,
pertama-tama kami mendistribusikan kasus ini ke setiap wilayah ekonomi di China berdasarkan
rasio throughput penumpang di setiap wilayah ekonomi terhadap jumlah total penumpang
throughput di China pada 2018 (China Timur: 70 kasus, China Timur Laut: 8 kasus, China
Tengah: 15 kasus, China Barat: 38 kasus) 3 . Kami selanjutnya mendistribusikan kasus ini ke
setiap provinsi sesuai terhadap rasio penduduk di setiap provinsi terhadap jumlah penduduk di
setiap wilayah ekonomi China tahun 2018. Data jumlah penduduk di tiap provinsi dan wilayah
ekonomi China adalah bersumber dari database tahunan yang disediakan untuk umum oleh Biro
Statistik Nasional Cina (gambar 2).

Pengukuran hasil dan analisis statistik

Perubahan kasus sebelum dan sesudah karantina (gambar 2) Kami mempresentasikan


jumlah total kasus COVID-19 untuk provinsi Hubei. Lalu kita menghitung jumlah sedang dari
kasus yang dilaporkan di setiap wilayah ekonomi Tiongkok. Itu angka sedang didasarkan pada
jumlah kasus per provinsi di setiap wilayah yang memiliki melaporkan kasus COVID-19.
Berdasarkan angka-angka ini, kami memperoleh rata-rata kesalahan standar untuk setiap
wilayah. Untuk wilayah Tengah, Provinsi Hubei yang merupakan episentrum wabah, tidak
termasuk. Data disajikan pada Gambar 2.
Semua pengukuran kontinu disajikan sebagai mean ± standar error mean. ANOVA satu
arah diikuti oleh HSD Tukey post-hoc tes dilakukan untuk menentukan signifikansi statistik
dalam jumlah COVID- 19 kasus di setiap wilayah ekonomi China sebelum dan setelah
dimulainya periode lockdown sampai diperkenalkannya perubahan dalam kriteria diagnostik
COVID-19Korelasi throughput penumpang dan kasus COVID-19 sebelum dan sesudah
lockdown (gambar 3) Pola penerbangan historis yang ditunjukkan oleh throughput penumpang
memprediksi distribusi yang diharapkan pola penyebaran COVID-19 di China, terpancar dari
episentrum di Wuhan11 . Sejak kasus angka di Wuhan diasumsikan sangat tinggi, pola distribusi
harus dikaitkan pusat gempa ini selama jumlah kasus di Wuhan sangat banyak. Ini sudah terjadi
dikonfirmasi pada gambar 1.
Oleh karena itu, korelasi antara lalu lintas udara dan distribusi COVID-19 dihitung
menggunakan garis regresi kuadrat terkecil. Jumlah total tentang throughput penumpang dalam
persen untuk setiap wilayah ekonomi adalah (37,2 x107 Barat, 67,3 x107 Timur, 7,9 x107 Timur
Laut dan 14 x107 Tengah.) Throughput penumpang untuk setiap wilayah dan kasus COVID-19
yang sesuai ditunjukkan sebelumnya (gambar 3 A) dan 13 hari setelahnya (gambar 3 B) kuncian.
Dua titik waktu berbeda yang digunakan adalah 1) sebelum periode penguncian aktif 24 Januari
2020 dan 2) setelah periode lockdown pada 7 Februari 2020. Analisis disertakan perhitungan
nilai r, r² dan p. Kasus di provinsi Hubei tidak termasuk dalam kasus Provinsi tengah. Analisis
korelasi dievaluasi dengan menggunakan regresi linier untuk menentukan kurva pertumbuhan.
Nilai P<0,05 dianggap signifikan secara statistik.
GraphPad Prism (GraphPad Software 8.0.1) digunakan untuk semua analisis.
Pertumbuhan kasus COVID-19 pada interval waktu yang berbeda Kami menentukan kurva
pertumbuhan jumlah kasus total di China pada tiga titik waktu yang berbeda:
1) sebelum periode penguncian provinsi Hubei (20 Januari 2020-25 Januari , 2020)
2) selama penguncian di provinsi Hubei (26 Januari th , 2020-27 Februari th , 2020)
3) timbulnya perubahan kriteria diagnostik Kurva pertumbuhan eksponensial didekati menurut
interval waktu berikut C1-3: C (x) mewakili kasus COVID-19 yang dihitung dalam jumlah total
pada setiap titik waktu x berdasarkan kasus saat ini Ck dan waktu penggandaan d dalam
beberapa hari. Perkiraan waktu penggandaan kasus adalah dijelaskan oleh d untuk setiap interval
waktu Gambar deskriptif dari kurva perkiraan untuk setiap interval yang berbeda disajikan pada
gambar 4 Pada gambar 5,
semua interval waktu yang berbeda disajikan dengan perpanjangan kurva dengan asumsi
tidak intervensi misalnya telah terjadi lockdown atau perubahan kriteria diagnostik. Pertumbuhan
eksponensial Analisis digunakan untuk menentukan kurva pertumbuhan (perpanjangan interval).
GraphPad Prism (GraphPad Software 8.0.1) digunakan untuk semua analisis Perkembangan
kasus dengan riwayat perjalanan langsung ke China Di luar China, kami menghitung jumlah
kasus COVID-19 baru yang dikonfirmasi mulai Januari Tanggal 20 , 2020 hingga 13 Februari ,
2020. Kasus-kasus ini kemudian dipisahkan menjadi 2 kelompok menurut sejarah perjalanan
terbaru ke Cina. Kasus-kasus yang disusun pada timeline dan analisis korelasi dievaluasi
menggunakan regresi linier. Analisis pertumbuhan eksponensial digunakan untuk menentukan
pertumbuhan kurva. Nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik. GraphPad Prism
(GraphPad Software 8.0.1) digunakan untuk semua analisis.
Hasil
Kasus COVID-19 yang dikonfirmasi sebelum dan setelah dimulainya periode lockdown
Analisis distribusi kasus COVID-19 yang dikonfirmasi sebelum dan setelah dimulainya
lockdown periode menunjukkan perbedaan yang signifikan. Jumlah kasus rata-rata per provinsi
di Central Cina dan Hubei meningkat pesat dari 5,5 ± 1,5 dan 375 menjadi 594 ± 252 dan 22112,
tumbuh sekitar 5900% dan 10800%, masing-masing (p <0,01, gambar 2). Namun, jumlahnya
masuk daerah pinggiran tumbuh lebih lambat dari 9 ± 2.6, 4.2 ± 1, dan 2 ± 0.3 kasus sebelum
lockdown ke 380.10 ± 90, 136 ± 41, dan 121 ± 53 kasus setelah lockdown di timur, barat, dan
Cina timur laut, masing-masing (p <0,01, p = NS, p = NS, masing-masing, gambar 2). Mengikuti
periode lockdown, jumlah kasus di China timur secara signifikan lebih tinggi daripada di China
barat (p<0,05, gambar 2). Demikian pula, jumlah kasus di China tengah secara signifikan lebih
tinggi daripada di China barat dan timur laut setelah lockdown (p <0,05, p <0,05, gambar 2).
Korelasi kasus COVID-19 yang dikonfirmasi dengan throughput penumpang domestik di
setiap ekonomi wilayah China sebelum dan setelah dimulainya periode kuncian. Analisis
COVID- 19 kasus di kawasan ekonomi Tiongkok menunjukkan korelasi yang signifikan dengan
domestik 2018 throughput penumpang sebelum penguncian diberlakukan (r = 0.98, r2 = 0,97, p
<0,05,gambar 3A). Ini korelasi menjadi lebih lemah setelah periode penguncian (r = 0,91, r2
=0.83,p = NS, gambar 3B). Dengan berlakunya penguncian, distribusi kasus kehilangan
korelasinya dengan episentrum penyakit. Analisis kurva pertumbuhan kasus COVID-19 yang
dikonfirmasi sebelum periode lockdown, setelah periode penguncian, dan setelah perubahan
dalam kriteria diagnostik COVID-19 Terjadi penurunan pertumbuhan yang terus menerus. Ini
sesuai dengan peningkatan menggandakan waktu kasus COVID-19. Sebelum periode
penguncian, jumlah ini sekitar 2 hari (1.9, 95% CI: 1.4-2.6). Setelah periode lockdown adalah 4
hari (3,9, 95% CI: 3,54,3). Namun, penggandaan waktu berubah secara besar-besaran setelah
dimulainya definisi dan diagnostik baru kriteria setelah 7 Februari th. Pada interval terakhir ini
waktu penggandaan adalah 19 hari (19,3, 95% CI: 15,1- 26.3). Namun, baik data yang
dilaporkan maupun kurva yang sesuai dalam interval ketiga ini menjadi relatif tidak menentu dan
kriteria diagnostik berubah beberapa kali. Distribusi kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di luar
China Analisis kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di luar China menunjukkan pergeseran dari
kasus dengan perjalanan riwayat ke China untuk kasus-kasus dengan penularan yang
terkonfirmasi atau mungkin di luar China. Itu Grup pertama dengan riwayat perjalanan ke China
tampaknya telah mencapai puncaknya pada 13 Februari ,2020. Namun, kasus tanpa riwayat
perjalanan ke China tidak mengikuti jalur ini (gambar 6)

4. Diskusi Sementara penyebaran COVID-19


lebih lanjut tidak dapat dibendung, tindakan tersebut dikaitkan dengan penguncian di Hubei
membantu memperlambat kecepatan infeksi dan mengurangi korelasi lalu lintas udara domestik
dengan kasus COVID-19 di Tiongkok. Saat menafsirkan perubahan yang diamati dalam waktu
dua kali lipat semua tindakan yang diberlakukan di Wuhan harus dipertimbangkan. Data kami
tidak bisa membedakan tindakan ketat mana yang paling berhasil, karena hanya analisis kami
menilai kemanjuran totalitas tindakan ini. Totalitas dari tindakan tersebut adalah sebagian
berhasil dan mengakibatkan penundaan penyebaran COVID-19 di China. Saat ini, kasus
internasional telah melebihi jumlah kasus yang dilaporkan di China; oleh karena itu, penahanan
dari penyebaran COVID-19 global tampaknya tidak memungkinkan. Meskipun waktu
penggandaannya adalah 19 hari terlayani dalam interval terakhir, alasan di balik pengamatan ini
tetap sulit untuk dilihat. Ada kemungkinan bahwa, sebagian besar, pengamatan ini dijelaskan
oleh beberapa perubahan dalam COVID- 19 kriteria diagnostik. Sementara efek terukur dicapai
dengan penguncian yang dijelaskan upaya di provinsi Hubei, lebih banyak perhatian harus
diarahkan ke pusat-pusat baru di luar China untuk memperlambat penyebaran COVID-19.
Sebagai Wilder-Smith et al. sudah terlanjur menunjukkan, pengukuran awal diperlukan untuk
menahan atau setidaknya memperlambat secara signifikan sebaran virus. Namun karena
pertimbangan politik dan ekonomi, tingkat transparansi di pelaporan dan upaya pendeteksian
kasus COVID-19 serta kesediaan untuk melaksanakannya tindakan penanggulangan sangat
bervariasi dari satu negara ke negara lain. Nomor reproduksi dasar (R0) telah diperkirakan
berdasarkan model yang berbeda mulai dari 2.2-3.912,13 . Namun, ini angka hanya masuk akal
dalam konteksnya masing-masing dan disarankan untuk tidak membandingkan nilai berdasarkan
model yang berbeda. Nomor R0 menunjukkan variasi karena bergantung pada beberapa faktor,
termasuk jumlah yang rentan individu yang terpajan pada pasien COVID-19 yang terinfeksi. A
baru-baru ini dilakukan, skala sangat kecil studi tentang COVID-19 memperkirakan interval
serial 4-5 hari, oleh karena itu menunjukkan bahwa a proporsi substansial dari penularan
sekunder dapat terjadi sebelum onset penyakit14.
Perkembangan internasional kasus COVID-19 secara keseluruhan tetap
mengkhawatirkan dan lebih jauh tren besar underreporting harus diasumsikan. Ini adalah
perkembangan negatif dan menunjukkan bahwa COVID-19 akan menjadi pandemi, terutama
mengingat negara-negara seperti Iran, Korea Selatan, Jepang, dan Italia telah melaporkan
sejumlah besar kasus. Jika China tidak bisa menampung Kasus COVID-19 di dalam
perbatasannya meskipun ada upaya besar-besaran, pertanyaan akan muncul seperti itu apakah
negara lain bisa. Kemungkinan besar ke depannya, meskipun terus ada pembatasan dalam lalu
lintas udara, pengiriman, atau lainnya alat transportasi, COVID-19 pada akhirnya akan menyebar
dan membuat kantong virus global kemungkinan galur virus baru yang bermutasi. Sedangkan
fokus saat ini bergeser dari China ke episenter baru dan pengunciannya, informasi baru tentang
virus tersedia hampir setiap hari, a pengembangan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran tentang cara mengendalikan COVID-19.

Kesimpulan
Data kami menunjukkan penurunan yang signifikan dalam tingkat pertumbuhan. Selain
itu, kami mengamati a peningkatan yang sesuai dalam penggandaan waktu kasus COVID-19 di
China, yang bisa jadi mungkin dikaitkan dengan pengukuran kuncian China yang ketat. Namun,
seiring banyaknya kasus di luar area lockdown telah meningkat, ada kekhawatiran signifikan
untuk pandemi. Wabah COVID-19 berlanjut di seluruh China dan pusat-pusat baru berkembang
di seluruh negeri globe. Langkah-langkah penahanan yang ketat harus dipertimbangkan untuk
dibeli oleh daerah yang terkena dampak parah waktu dan memungkinkan fasilitas medis untuk
mengatasi meningkatnya kasus perawatan intensif.

LATAR BELAKANG JURNAL NASIONAL


Pembatasan aktivitas akibat pandemi Covid-19 telah menimbulkan kerugian ekonomi
secara nasional. Kerugian itu hanya akan tertutupi apabila krisis dapat diakhiri sebelum
menimbulkan kebangkrutan usaha secara massal. Tulisan ini dibuat sebelum PSBB (Pembatasan
Sosial Berskala Besar) berakhirsehingga analisis ini masih didasarkan pada perhitungan apabila
PSBB berjalan selama 1 bulan di area Jabodetabek. Sedangkan apabila PSBB diperlama dan atau
diperluas ke kota-kota lain, maka otomatis dampak kerugian msar, dan dapat diproyeksikan
berdasar perbandingan waktu dan luasan area. Untuk memudahkan, pembahasan kerugian dibagi
dalam kelompok kerugian nasional, sektoral, corporate, maupun individu Kata Kunci: Kerugian
Ekonomi, PSBB, Pandemic.

KERANGKA TEORI JURNAL NASIONAL


Merespon pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah Indonesia mulai
menerapkan pembatasan dengan kebijakan social distancing (jagajarak sosial, menghindari
kerumunan), lalu physical distancing (jaga jarak antar orangminimal 18 meter) sejak awal Maret
2020.Kebijakan itu telah menurunkan secaradrastis aktivitas dan pergerakan orang di
Jabodetabek dan kota-kota besar. Hal inidapat dilihat dari menurunnya jumlah penumpang pada
berbagai sarana transportasi mulai pesawat terbang, kereta api komuter, bus dan busway, angkot,
taksi, taksi online, bajaj, hingga ojek dan ojek online (ojol).Perusahaan bus antar kota telah
mengandangkan hingga 80% armadanya pada pertengahan Maret 2020. PT KAI membatalkan 44
rute dari Jakarta ke kota? Kota di Jawa selama bulan April (republika.co.id, 23&/20). Demikian
pula maskapai penerbangan yang mulai berebut area parkir karena pesawatnya banyak yang
tidak dioperasikan. Sementara itu para driver taksi dan taksi online telah mengeluhkan
penurunan penumpang hingga 70% sehingga sebagian besar memilih untuk libur operasi atau
pulang kampung. Para driver ojol menyampaikan penurunan jumlah penumpang hingga lebih
80% (motorplus? online.com).Namun pembatasan sosial yang berupa himbauan itu rupanya
dianggap kurang efektif dalam mencegah penularan Covid-19. Oleh karena sebagian kantor dan
industri tetap buka, dan didesak kebutuhanhidup, banyak kalangan yang tetapberaktivitas
menggunakan kendaraan pribadi. Akhirnya pada 10 April, atas persetujuan pemerintah pusat,
dimulailah penerapan Pembatasan Sosial BerskalaBesar (PSBB) di DKI Jakarta. Selanjutnya
disusul Bodetabek beberapa hari kemudian, dan kota-kota besar lainnya.
VARIABLE YANG DI TELITI DARI JURNAL NASIONAL
Variable terikat : kerugian ekonomi nasional

Variable bebas : pandemic covid-19

JENIS PENILITIAN JURNAL NASIIONAL

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi yaitu sebuah metode


riset yang berupaya mengungkap esensi universal dari fenomena yang dialami secara personal
oleh sekelompok individu (Cresswell: 1998).
Data riset fenomenologis diperoleh dari berbagai hasil wawancara yang dilansir dari
berbagai media, yang berfokus pada kerugian ekonomi akibat pandemik covid-19 di Indonesia
dari ditemukannya kasus covid pertama di Jakarta 2 Maret 2020 hingga 10 April 2020. Medium
yang berada di internet memungkinkan Pengguna merepresentasikan dirinya maupun interaksi,
bekerja sama, berbagi, ber? komunikasi dengan pengguna lain dan membentuk ikatan sosial
secara virtual (lih.Fuchs: 2011). Tulisan ini menekankan analisisnya pada proses penyimpulan
komparasi serta dinamika hubungan fenomena yang diamati pada berbagai berita tentang
pandemik covid-19 di Indonesia dampaknya terhadap ekonomi secara nasional setelah
pemberlakuan PSBB. Data ditranskrip, lalu dengan merujuk pada rumusan masalah, peneliti
melakukan koding, klastering, labelling secara tematik dan melakukan interpretasi.Sumber data:
a. www.bps.go.id
b. www.detik.com
c. www.cnbcindonesia.com
d. www.kompas.tv
e. www.bisnis.com
f. www.pasardana.id

HASIL JURNAL NASIONAL

Kerugian Nasional Kerugian yang paling mudah dihitung adalah kerugian agregat secara
nasional. Namun karena bersifat makro, maka perhitungan ini hanya digunakan oleh pelaku
ekonomi skala besar, atau oleh negara dalam menyusun (revisi) APBN. Salah satu cara
menghitung dapat menggunakan acuan Produk Domestik Bruto (PDB), yang merupakan
akumulasi total produksi disebuah negara selama setahun.PDB per kapita Indonesia per tahun
pada 2019 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah USD 4.174,9 atau Rp 59,1 juta (kurs Rp
14.156- per USD). Dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa, maka PDB Indonesia pada 2019
adalah sebesar Rp 15.833,9 Triliun (www.bps.go.id). Adapun proporsi wilayah dalam PDB atau
dikenal dengan PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto), mengacu pada data BPS
sebelumnya adalah, DKI Jakarta sebesar 17,53% (terhadap PDB), Bodetabek (Kabupaten & Kota
Bogor, Kabupaten dan Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten & Kota Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan) sebesar 7,3%, dan Bandung Raya (Kota & Kabupaten Bandung, Kabupaten
Bandung Barat, Kota Cimahi) menyumbang 3% terhadap PDB. Sementara itu data Indef
menyatakan, perputaran uang RI berada di Jakarta (Jabodetabek) sebesar 70%. Ini juga dapat
ditafsirkan Jabodetabek mempengaruhi 70% PDB Indonesia.

LATAR BELAKANG JURNAL INTERNATIONAL


Dengan episentrumnya di Wuhan, Cina, wabah COVID-19 dinyatakan sebagai kesehatan
masyarakat darurat perhatian internasional (PHEIC) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Akibatnya, banyak negara yang menerapkan pembatasan penerbangan ke China. China sendiri
punya memberlakukan penguncian populasi Wuhan serta seluruh provinsi Hubei. Namun,
apakah kedua tindakan besar ini telah menyebabkan perubahan signifikan dalam penyebaran
COVID- 19 kasus masih belum jelas. Metode: Kami menganalisis data yang tersedia tentang
perkembangan domestik dan internasional yang dikonfirmasi COVID-19 kasus sebelum dan
sesudah tindakan penguncian. Kami mengevaluasi korelasi Lalu lintas udara domestik ke jumlah
kasus COVID-19 yang dikonfirmasi dan ditentukan pertumbuhannya kurva kasus COVID-19 di
China sebelum dan sesudah penguncian serta setelah perubahan Kriteria diagnostik COVID-19.
Hasil: Temuan kami menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam penggandaan waktu dari 2
hari (95% Confidence Interval, CI): 1.9-2.6), hingga 4 hari (95% CI: 3.5-4.3), setelah
memberlakukan lockdown. Peningkatan lebih lanjut adalah terdeteksi setelah mengubah
metodologi diagnostik dan pengujian menjadi 19,3 (95% CI: 15.1-26.3), masing-masing. Apalagi
korelasi antara lalu lintas udara domestik dengan penyebaran COVID-19 menjadi lebih lemah
setelah penguncian (sebelum penguncian: r = 0,98, p <0,05 vs. setelah penguncian: r = 0,91, p =
NS).

KERANGKA TEORI JURNAL INTERNATIONAL

Wabah virus korona (COVID-19) saat ini di Wuhan dan seluruh provinsi Hubei menyebabkan
kekhawatiran global. Dengan jumlah kasus terkonfirmasi yang terus meningkat, COVID-19
pandemi menjadi kenyataan. Pengetahuan rinci terkini tentang biologi dan transmisi virus ini
terbatas1,2, dan tingkat kematian akhir COVID-19 bergantung pada perkiraan kasar. Menurut
beberapa sumber, perkiraan tanggal pertama kasus COVID-19 telah dilaporkan sekitar 2 Januari
2020 sementara data lain menunjukkan kasus mulai 3 Desember. Di 31 Desember 2019
pneumonia yang tidak diketahui asalnya pertama kali dilaporkan oleh Kesehatan Dunia
Organisasi (WHO). Akibatnya, lalu lintas penerbangan internasional sangat terpengaruh, dan
provinsi Hubei pun terpengaruh dikunci sekitar 3 minggu setelah dimulainya wabah COVID-19.
Di Wuhan, kuncian yang diberlakukan mengakibatkan pembatasan perjalanan ke dan dari
Wuhan untuk memastikan ketat kepatuhan terhadap karantina rumah. Jarak sosial dipraktikkan
dengan membatalkan acara dan pertemuan, penutupan tempat umum serta sekolah dan
universitas. Selain itu, di luar Kegiatan sangat terbatas karena setiap warga hanya diberi kartu
izin diperbolehkan meninggalkan rumah setiap dua hari selama maksimal 30 menit. Meskipun
ini penegakan hukum yang ketat yang diluncurkan oleh China untuk menahan penyebaran
COVID-19, total jumlah kasus meningkat secara signifikan di Cina mau pun internasional.
Perkembangan ini mengubah saat ini wabah COVID-19 menjadi pandemi global.

VARIABLE YANG DITELITI DARI JURNAL INTERNASIONAL

Variable terikat : dampak positif lock down

Variable bebas : membendung wabah covid-19

JENIS PENELITIAN JURNAL INTERNASIONAL

Memperoleh data yang tepat tentang lalu lintas udara Tiongkok itu menantang. Saat ini,
Penerbangan Sipil Administrasi Tiongkok (CAAC) sebagian membatasi akses ke informasi
tentang penumpang volume, tujuan dan lokasi. Pada saat yang sama, hanya sedikit penelitian
yang berfokus pada koneksi domestik dan internasional dari pasar penerbangan Cina9,10. Akses
terbatas ke Oleh karena itu, data saat ini memerlukan analisis data dan studi yang tersedia
tentang penerbangan China pasar dan negara lain. Timeline: periode penguncian dan perubahan
kriteria diagnostik COVID-19 Timbulnya COVID-19 diperkirakan terjadi pada 4 Desember .
Kota Wuhan dan kota-kota besar di Hubei, Cina masing-masing diisolasi pada tanggal 23 dan 24
Januari. Jadi, kami mendefinisikan periode penguncian yang akan berlaku dari tanggal 23 hingga
25 Januari. Pada bulan Februari 7 th, China mengumumkan perubahan kriteria diagnostik untuk
mengkonfirmasi kasus COVID-19.

HASIL JURNAL INTERNATIONAL


Perubahan kasus sebelum dan sesudah karantina (gambar 2) Kami mempresentasikan jumlah
total kasus COVID-19 untuk provinsi Hubei. Lalu kita menghitung jumlah sedang dari kasus
yang dilaporkan di setiap wilayah ekonomi Tiongkok. Itu angka sedang didasarkan pada jumlah
kasus per provinsi di setiap wilayah yang memiliki melaporkan kasus COVID-19. Berdasarkan
angka-angka ini, kami memperoleh rata-rata kesalahan standar untuk setiap wilayah. Untuk
wilayah Tengah, Provinsi Hubei yang merupakan episentrum wabah, tidak termasuk.
Semua pengukuran kontinyu disajikan sebagai mean ± standar error mean. ANOVA satu
arah diikuti oleh HSD Tukey post-hoc tes dilakukan untuk menentukan signifikansi statistik
dalam jumlah COVID- 19 kasus di setiap wilayah ekonomi China sebelum dan setelah
dimulainya periode lockdown sampai diperkenalkannya perubahan dalam kriteria diagnostik
COVID-19Korelasi throughput penumpang dan kasus COVID-19 sebelum dan sesudah
lockdown (gambar 3) Pola penerbangan historis yang ditunjukkan oleh throughput penumpang
memprediksi distribusi yang diharapkan pola penyebaran COVID-19 di China, terpancar dari
episentrum di Wuhan11 . Sejak kasus angka di Wuhan diasumsikan sangat tinggi, pola distribusi
harus dikaitkan pusat gempa ini selama jumlah kasus di Wuhan sangat banyak.
Oleh karena itu, korelasi antara lalu lintas udara dan distribusi COVID-19 dihitung
menggunakan garis regresi kuadrat terkecil. Jumlah total tentang throughput penumpang dalam
persen untuk setiap wilayah ekonomi adalah (37,2 x107 Barat, 67,3 x107 Timur, 7,9 x107 Timur
Laut dan 14 x107 Tengah.) Throughput penumpang untuk setiap wilayah dan kasus COVID-19
yang sesuai ditunjukkan sebelumnya (gambar 3 A) dan 13 hari setelahnya (gambar 3 B) kuncian.
Dua titik waktu berbeda yang digunakan adalah 1) sebelum periode penguncian aktif 24 Januari
2020 dan 2) setelah periode lockdown pada 7 Februari 2020. Analisis disertakan perhitungan
nilai r, r² dan p. Kasus di provinsi Hubei tidak termasuk dalam kasus Provinsi tengah. Analisis
korelasi dievaluasi dengan menggunakan regresi linier untuk menentukan kurva pertumbuhan.
Nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

DAFTAR PUSTAKA

http://jurnal.umj.ac.id/index.php/baskara

https://doi.org/10.1016/j.ijid.2020.02.060

Anda mungkin juga menyukai