Anda di halaman 1dari 36

TELAAH JURNAL

“Penyakit Akut Dyspesia”


“Karakteristik Penderita Dispepsia Fungsional yang Mengalami Kekambuhan di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat Tahun 2011”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh:

IQBAL RIZKY ANANDA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN
2021
TELAAH JURNAL PENYAKIT AKUT DYSPEPSIA

A. Abstraksi
Dispepsia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemui dokter dalam praktek
sehari-hari. Prevalensi dispepsia fungsional di Inggris mencapai 23,8%, sedangkan di Amerika Serikat
15%. Di Indonesia belum terdapat prevalensi penyakit ini secara keseluruhan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui karakteristik penderita dispepsia yang mengalami kekambuhan di RSUP Dr.
M. Djamil Padang, Sumatera Barat tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross
sectional. Populasi sebanyak 63 data penderita tetapi sampel yang memenuhi syarat hanya 42
penderita. Proporsi tertinggi penderita dispepsia adalah kelompok umur 46-55 tahun (38,1%), jenis
kelamin perempuan (64,3%), suku minang (97,6%), agama Islam (100%), tingkat pendidikan
akademik/PT (50,0%), pekerjaan ibu rumah tangga (35,7%), dan status telah kawin (71,4%). Kepada
praktisi kesehatan atau dokter lini pertama agar dapat memaksimalkan usaha-usaha promosi
kesehatan, sehingga masyarakat mendapat pengetahuan terutama mengenai sindrom dispepsia
fungsional. Kata kunci: dispepsia fungsional, karakteristik penderita, kekambuhan.

B. Deskripsi Singkat
Salah satu penyakit tidak menular yang mempunyai angka kejadian tinggi di dunia adalah dispepsia.
Dispepsia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemui pada praktek seharihari.
Diperkirakan hampir 30% kasus yang dijumpai pada praktek umum dan 60% pada praktek
gastroenterologi merupakan dispepsia. Dari data pustaka Negara Barat didapatkan angka
prevalensinya berkisar 7-41%, tapi hanya 10-20% yang mencari pertolongan.
C. Analisis PICOT
1. P = Populasi
sebanyak 25 orang (59,5%) dan jarang sebanyak 17 orang (40,5%).
2. I = Intervensi
Penelitian ini dilakukan mulai April 2012 – Juni 2013 dengan mengambil data dari catatan medis
pasien yang memeriksakan diri di bagian endoskopi RSUP Dr. M. Djamil tahun 2011. Penderita
yang pernah berobat di Poliklinik Gastroenterology unit rawat jalan RSUP Dr. M. Djamil Padang,
Sumatera Barat dengan keluhan dan hasil endoskopi sesuai dengan sindroma dispepsia
fungsional sepanjang tahun 2011.
3. C = Comparaion
Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain
hanya ada satu jurnal saja.
4. O = Outcome
Angka tertinggi berada pada kisaran 46-55 tahun, tetapi perbedaan hasil antara kekambuhan
sering dan jarang tidak terlalu signifikan. Data tersebut mungkin disebabkan oleh beragam
faktor-faktor resiko yang mempengaruhi penderita tingkat kekambuhan dispepsia fungsional,
misalnya aktivitas olahraga efektif meningkatkan kemampuan manajemen stress, merangsang
peningkatan sistem imum terhadap H. pylory, membantu seseorang bertahan terhadap stres,
dan mereduksi rangsangan sekresi asam lambung.17 Selain itu faktor hormonal juga dapat
dipertimbangkan menjadi faktor resiko. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol dan
prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit
gastrointestinal.1 Pertambahan umur seseorang seringkali dihubungkan dengan penurunan
aktivitas olahraga rutin dan penurunan aktivitas hormonal fisiologis seseorang, hal ini mungkin
menyebabkan meningkatnya resiko kekambuhan dispepsia fungsional.
5. T = Time
RSUP Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat Tahun 2011
FORMAT MAKALAH UNTUK PERESENTASI TELAAH JURNAL

No Item Ringkasa Jurnal Analisis


1 Abstrak . Dispepsia merupakan salah satu - Abstr
masalah kesehatan yang sering ditemui ak sudah
menjelaskan
dokter dalam praktek sehari-hari. hal yang
Prevalensi dispepsia fungsional di melatar belakangi
penelitian, metode,
Inggris mencapai 23,8%, sedangkan di hasil dan
Amerika Serikat 15%. Di Indonesia kesimpulan
belum terdapat prevalensi penyakit ini
secara keseluruhan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui
karakteristik penderita dispepsia yang
mengalami kekambuhan di RSUP Dr. M.
Djamil Padang, Sumatera Barat tahun
2011. Penelitian ini bersifat deskriptif
dengan desain cross sectional. Populasi
sebanyak 63 data penderita tetapi
sampel yang memenuhi syarat hanya
42 penderita. Proporsi tertinggi
penderita dispepsia adalah kelompok
umur 46-55 tahun (38,1%), jenis
kelamin perempuan (64,3%), suku
minang (97,6%), agama Islam (100%),
tingkat pendidikan akademik/PT
(50,0%), pekerjaan ibu rumah tangga
(35,7%), dan status telah kawin
(71,4%). Kepada praktisi kesehatan
atau dokter lini pertama agar dapat
memaksimalkan usaha-usaha promosi
kesehatan, sehingga masyarakat
mendapat pengetahuan terutama
mengenai sindrom dispepsia
fungsional. Kata kunci: dispepsia
fungsional, karakteristik penderita,
kekambuhan.

2 Latar Salah satu penyakit tidak menular


Belakang yang mempunyai angka kejadian tinggi
- Masal
ah penelitian
di dunia adalah dispepsia. Dispepsia cukup jelas
merupakan salah satu masalah dirumuskan
- Masal
kesehatan yang sering ditemui pada ah penelitian
praktek seharihari. Diperkirakan aktual dan penting
untuk diteliti
hampir 30% kasus yang dijumpai pada
praktek umum dan 60% pada praktek
gastroenterologi merupakan
dispepsia. Dari data pustaka Negara
Barat didapatkan angka prevalensinya
berkisar 7-41%, tapi hanya 10-20%
yang mencari pertolongan.

3 Metodeologi Penelitian ini dilakukan mulai April - Meto


2012 – Juni 2013 dengan mengambil de yang digunakan
data dari catatan medis pasien yang sesuai dengan
memeriksakan diri di bagian endoskopi masalah penelitian
RSUP Dr. M. Djamil tahun 2011. - Instru
Penderita yang pernah berobat di men atau
Poliklinik Gastroenterology unit rawat perlakuan yang
jalan RSUP Dr. M. Djamil Padang, digunakan sesuai
Sumatera Barat dengan keluhan dan - Samp
hasil endoskopi sesuai dengan elnya
sindroma dispepsia fungsional memadahi/mewakili
sepanjang tahun 2011. Data didapatkan - Anali
dari jumlah penderita yang ditemukan sis data yang
berobat di poliklinik penyakit dalam digunakan sesuai
RSUP Dr. M. Djamil Padang dan
memeriksakan diri di bagian Endoskopi
RSUP Dr. M. Djamil Padang selama
tahun 2011. Jenis penelitian yang
digunakan adalah cross-sectional study.
Variabel adalah umur, jenis kelamin,
suku, agama, tingkat pendidikan,
pekerjaan dan status perkawinan. Alat
yang digunakan adalah catatan hasil
pengambilan data rekam medik.

4 Hasil Angka tertinggi berada pada - Hasil


kisaran 46-55 tahun, tetapi disajikan dengan
menarik dan mudah
perbedaan hasil antara dipahami
kekambuhan sering dan jarang
tidak terlalu signifikan. Data
tersebut mungkin disebabkan oleh
beragam faktor-faktor resiko yang
mempengaruhi penderita tingkat
kekambuhan dispepsia fungsional,
misalnya aktivitas olahraga efektif
meningkatkan kemampuan
manajemen stress, merangsang
peningkatan sistem imum terhadap
H. pylory, membantu seseorang
bertahan terhadap stres, dan
mereduksi rangsangan sekresi
asam lambung.17 Selain itu faktor
hormonal juga dapat
dipertimbangkan menjadi faktor
resiko. Dalam beberapa percobaan,
progesteron, estradiol dan
prolaktin mempengaruhi
kontraktilitas otot polos dan
memperlambat waktu transit
gastrointestinal.1 Pertambahan
umur seseorang seringkali
dihubungkan dengan penurunan
aktivitas olahraga rutin dan
penurunan aktivitas hormonal
fisiologis seseorang, hal ini mungkin
menyebabkan meningkatnya resiko
kekambuhan dispepsia fungsional.

5 Pembahasan Tabel 3 menggambarkan status - Terda


kekambuhan dispepsia fungsional yaitu pat konsep/teori
frekuensi sering terbanyak pada umur yang mendasari
46-55 tahun yaitu sebanyak 9 orang penelitian ini
(21,4%) dan frekuensi jarang terbanyak - Pemb
juga pada umur 46-55 tahun yaitu ahasan sesuai
sebanyak 17 orang (16,7%). Angka dengan hasil
tertinggi berada pada kisaran 46-55 penelitian
tahun, tetapi perbedaan hasil antara - Peneli
kekambuhan sering dan jarang tidak
tian ini
terlalu signifikan. Data tersebut
membandingkan
mungkin disebabkan oleh beragam
dengan hasil
faktor-faktor resiko yang
penelitian lain
mempengaruhi penderita tingkat
kekambuhan dispepsia fungsional,
misalnya aktivitas olahraga efektif
meningkatkan kemampuan manajemen
stress, merangsang peningkatan sistem
imum terhadap H. pylory, membantu
seseorang bertahan terhadap stres,
dan mereduksi rangsangan sekresi
asam lambung.17 Selain itu faktor
hormonal juga dapat dipertimbangkan
menjadi faktor resiko. Dalam beberapa
percobaan, progesteron, estradiol dan
prolaktin mempengaruhi kontraktilitas
otot polos dan memperlambat waktu
transit gastrointestinal.1 Pertambahan
umur seseorang seringkali dihubungkan
dengan penurunan aktivitas olahraga
rutin dan penurunan aktivitas
hormonal fisiologis seseorang, hal ini
mungkin menyebabkan meningkatnya
resiko kekambuhan dispepsia
fungsional.
6 Kesimpulan Karakteristik penderita dispepsia - Kesi
fungsional yang mengalami mpulan sudah
kekambuhan di bagian ilmu penyakit sesuai dengan
dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, tujuan penelitian
Sumatera Barat yang paling banyak
pada kelompok umur 46-55 tahun,
jenis kelamin perempuan, suku
Minang , agama Islam, tingkat
pendidikan Akademik/PT, pekerjaan
Ibu Rumah Tangga dan status telah
kawin. Proporsi tingkat kekambuhan
dispepsia fungsional tertinggi menurut
umur yaitu frekuensi sering terbanyak
pada umur 46-55 tahun. Proporsi
tingkat kekambuhan dispepsia
fungsional tertinggi menurut jenis
kelamin yaitu frekuensi sering
terbanyak pada wanita. Proporsi
tingkat kekambuhan dispepsia
fungsional tertinggi menurut suku yaitu
frekuensi sering terbanyak pada suku
Minang. Proporsi tingkat kekambuhan
dispepsia fungsional tertinggi menurut
agama yaitu frekuensi sering terbanyak
pada agama Islam.

7 Implikasi Proporsi tingkat kekambuhan dispepsia - Hasil


fungsional tertinggi menurut umur penelitian bisa
yaitu frekuensi sering terbanyak pada diterapkan
umur 46-55 tahun. Proporsi tingkat dalam praktek
kekambuhan dispepsia fungsional keperawatan
tertinggi menurut jenis kelamin yaitu
frekuensi sering terbanyak pada
wanita. Proporsi tingkat kekambuhan
dispepsia fungsional tertinggi menurut
suku yaitu frekuensi sering terbanyak
pada suku Minang. Proporsi tingkat
kekambuhan dispepsia fungsional
tertinggi menurut agama yaitu
frekuensi sering terbanyak pada agama
Islam.
TELAAH JURNAL PENYAKIT KRONIS MENINGITIS
”Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Meningitis di
Kelurahan Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe”

D. Abstraksi
Meningitis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya peradangan atau infeksi pada
selaput pelindung otak. Meningitis mempunyai angka mortalitas yang tinggi termasuk dinegara
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku
masyarakat tentang penyakit meningitis di Kelurahan Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten
Kepulauan Sangihe. Jenis penelitian ialah deskriptif dengan metode survei lapangan menggunakan
kuesioner. Hasil penelitian mendapatkan sebanyak 86 responden yang memenuhi kriteria penelitian
terdiri dari 45 orang perempuan (52,32%), dan 41 orang laki-laki (47,68%). Golongan usia responden
terbanyak berusia 21-40 tahun 43 (50,00%). Terdapat 68 responden (79,06%) yang berpendapat
bahwa penyakit meningitis diakibatkan oleh infeksi virus, bakteri, kuman, dan jamur yang meradang
di dalam selaput otak. Responden yang tidak menyetujui jika dokter meminta untuk dilakukan
pemeriksaan pungsi lumbal sebanyak 54 orang (62,79%). Simpulan: Sebagian besar responden belum
mengetahui tentang penyakit meningitis, dan hanya kadang-kadang menjaga kebersihan
lingkungannya
E. Deskripsi Singkat
Meningitis adalah suatu penyakit yang terjadi karena peradangan atau infeksi pada sistem selaput
pelindung otak dan sumsum tulang belakang. 1 Meningitis dan meningoensafalitis infeksiosa dapat
disebabkan oleh berbagai agen seperti bakteri, mikobakteria, jamur, dan virus. Meningitis,
merupakan masalah yang serius sehingga dibutuhkan cara yang akurat dan efisien untuk
menegakkan diagnosis.2
F. Analisis PICOT
6. P = Populasi
Terdapat 86 responden yang memenuhi kriteria penelitian dengan jumlah laki-laki dan
perempuan hampir sama banyak

7. I = Intervensi
Penelitian yang dilakukan oleh Hutahayan dan Kadarisman mengatakan bahwa lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada disekitarnya, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata
atau abstrak, termasuk manusia lainnya, serta suasana yang terbentuk karena terjadinya
interaksi diantara elemen-elemen dialam tersebut. Lingkungan yang kondusif menurut Indonesia
sehat 2010 adalah lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan
yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan
serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong.
8. C = Comparaion
Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain
hanya ada satu jurnal saja.
9. O = Outcome
Data yang diperoleh dari responden memperlihatkan bahwa responden kadangkadang menjaga
kebersihan di lingkungan tempat tinggalnya sebanyak 22 orang (25,58%).
10. T = Time
Kelurahan Soataloara II Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe 2017

FORMAT MAKALAH UNTUK PERESENTASI TELAAH JURNAL

No Item Ringkasa Jurnal Analisis


1 Abstrak . Meningitis merupakan suatu penyakit - Abstr
yang diakibatkan oleh adanya ak sudah
menjelaskan
peradangan atau infeksi pada selaput hal yang
pelindung otak. Meningitis mempunyai melatar belakangi
penelitian, metode,
angka mortalitas yang tinggi termasuk hasil dan
dinegara Indonesia. Penelitian ini kesimpulan
bertujuan untuk mengetahui gambaran
tingkat pengetahuan dan perilaku
masyarakat tentang penyakit
meningitis di Kelurahan Soataloara II
Kecamatan Tahuna Kabupaten
Kepulauan Sangihe. Jenis penelitian
ialah deskriptif dengan metode survei
lapangan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian mendapatkan sebanyak
86 responden yang memenuhi kriteria
penelitian terdiri dari 45 orang
perempuan (52,32%), dan 41 orang
laki-laki (47,68%). Golongan usia
responden terbanyak berusia 21-40
tahun 43 (50,00%). Terdapat 68
responden (79,06%) yang berpendapat
bahwa penyakit meningitis diakibatkan
oleh infeksi virus, bakteri, kuman, dan
jamur yang meradang di dalam selaput
otak. Responden yang tidak menyetujui
jika dokter meminta untuk dilakukan
pemeriksaan pungsi lumbal sebanyak
54 orang (62,79%). Simpulan: Sebagian
besar responden belum mengetahui
tentang penyakit meningitis, dan hanya
kadang-kadang menjaga kebersihan
lingkungannya

2 Latar Berdasarkan etiologi, gambaran klinis,


Belakang dan gambaran cairan serebrospinalis
- Masal
ah penelitian
(CSS), maka umumnya terdapat tiga cukup jelas
jenis meningitis: purulenta, serosa, dirumuskan
- Masal
dan aseptik.2 Penyebab meningitis ah penelitian
purulenta terbanyak pada orang aktual dan penting
untuk diteliti
dewasa ialah Haemophilus influenza
(50%). Sekitar 30% kasus disebabkan
oleh Neisseria meningitidis dan
Streptococcus pneumonia. Sisanya
disebabkan oleh bakteri lainnya. 3
Meningitis serosa paling banyak
disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis
sedangkan meningitis aseptik oleh
virus. 4
3 Metodeologi Jenis penelitian ini ialah deskriptif - Meto
melalui metode survei lapangan de yang digunakan
dengan menggunakan kuesioner.
Penelitian dilakukan di Kelurahan sesuai dengan
Soataloara II Kecamatan Tahuna masalah penelitian
Kabupaten Kepulauan Sangihe yang - Instru
berlangsung dari bulan November - men atau
Desember 2014. Kriteria inklusi perlakuan yang
responden ialah berusia 18-60 tahun, digunakan sesuai
mampu membaca dan menulis serta - Samp
bersedia mengikuti penelitian. Kriteria elnya
eksklusi ialah yang mengalami memadahi/mewakili
gangguan kejiwaan dan warga
- Anali
pendatang atau warga yang tidak
sis data yang
tinggal menetap. Variabel penelitian
digunakan sesuai
terdiri dari pengetahuan meningitis
yang dikategorikan menjadi
pengalaman, tingkat pendidikan,
keyakinan, fasilitas, penghasilan, dan
sosial budaya. Perilaku dari responden
yang terdiri dari faktor predisposisi,
faktor pendukung, dan pendorong.
Karakteristik responden ialah antara
lain usia, jenis kelamin, dan pendidikan
terakhir. Teknik pengumpulan data
menggunakan data primer dan diolah
dengan SPSS Versi 20.

4 Hasil Terdapat 86 responden yang - Hasil


memenuhi kriteria penelitian disajikan dengan
menarik dan mudah
dengan jumlah laki-laki dan dipahami
perempuan hampir sama banyak
(Tabel 1). Usia responden berada
pada rentang 18-60 tahun, dan
yang terbanyak paa usia 21-40
tahun (Tabel 2). Pendidikan
responden terbanyak ialah SMA,
disusul oleh sarjana (Tabel 3).
5 Pembahasan Dari penelitian ini didapatkan jumlah - Terda
responden yang bersedia untuk diteliti pat konsep/teori
dan memenuhi kriteria inklusi dan yang mendasari
ekslusi sebanyak 86 orang. Responden penelitian ini
yang didapatkan perempuan lebih - Pemb
banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini ahasan sesuai
mungkin disebabkan karena dengan hasil
masyarakat di Kelurahan Soataloara II penelitian
Kecamatan Tahuna Kabupaten - Peneli
Kepulauan Sangihe lebih banyak
tian ini
perempuan dari pada laki-laki. 8
membandingkan
dengan hasil
penelitian lain
6 Kesimpulan Sebagian besar masyarakat belum - Kesi
mengetahui tentang penyakit mpulan sudah
meningitis, penyebab dari penyakit sesuai dengan
meningitis, serta tindakan yang harus tujuan penelitian
dilakukan bila mengalami penyakit
meningitis. Sebagian besar masyarakat
tidak menganggap pemeriksaan pungsi
lumbal sebagai pemeriksaan yang
berbahaya. Sebagian besar masyarakat
hanya kadang-kadang menjaga
kebersihan di lingkungannya. Sebagian
besar masyarakat menolak tindakan
pemeriksaan pungsi lumbal.

7 Implikasi tingkat perilaku responden di - Hasil


Kelurahan Soataloara II Kecamatan penelitian bisa
Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe diterapkan
di dapatkan perilaku yang cukup baik dalam praktek
sebanyak 46 orang (53,48%). Perilaku keperawatan
adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. 16
ASUHAN KEPERAWTAN

MENINGITIS

1. Pengkajian

Anamnesis pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit


sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu
dikaji dampak hospitalisasi) (Arif Muttaqin,2008).
a. Keluhan utama

Hal yang sering menjadi alas an klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis


kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang
timbul seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh atau bertambah
buruk. Pada pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan
yang berhubungan dengan akibat infeksi atau peningkatan tekanan
intrakranial.
Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal
yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat
dan sebagai akibat iritasi meningen. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaiman sifat timbulnya
kejang, stimulasi apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang.
Adanya penurunan kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit.
Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani
perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan invasive yang memungkinkan
masuknya kuman ke meningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
c. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya


hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien perlu ditanyakan kepada
klien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami
pengobatan obat anti tuberculosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi
meningitis tuberkulosa.
d. Pengkajian psikososial-spititual

Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang


memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku klien.
Sebagian besar pengkajian ini didapat diselesaikan melalui interaksi
menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan member
pertanyaan dan tetap melakukan pengawaan sepanjang waktu untuk
menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanime
koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.
e. Pemeriksaan Fisik

 Tanda-tanda vital

Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh


lebih dari normal 38-41oC, dimulai pada fase sistemik, kemerahan,
panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan
dengan proes inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menggangu
pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
 B1 (Breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,


penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi nafas yang
sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya
gangguan sistem pernafasan.
Palpasi thorax hanya dilakuan jika terdapat deformitas pada tulang
dada pada klien dengan efusi pleura massif.
Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti rochi pada klien meningitis
tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
 B2 ( Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien


meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien mengalami renjatan
(syok).
 B3 (Brain)

Pengkajian ini merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap


dibandingkan pengkajian pada sisstem lainnya.
 Pengkajian tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar


dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya
berkisar pada tingkat letergi, stupor, dan semikomatosa.
Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberi asuhan.
 Pengkajian Fungsi Serebral

Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,


ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
 Pengkajian Saraf Kranial

1. Saraf I : biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan funsi


penciuman.
2. Saraf II : Tes ketajaman penglihatan dalam batas normal

3. Saraf III, IV, dan VI : Pemeriksaan funsi dan reaksi pupil pada
klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya
tanpa kelainan.
4. Saraf V : Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan
paralisis pada otot wajah dan reflek kornea biasanya tidak ada
kelainan.
5. Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
6. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif atu tuli
persepsi.
7. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan baik

8. Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokledomastoideus dan


trapezius.
9. Saraf XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
 Pengkajian Sistem Motorik

Kekuatan otot menurun, control keseimbangan, dan koordinasi pada


meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
 Pengkajian Reflek

Pemeriksaan reflek profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum


atau periosteum derajat reflek pada respon normal.
Reflek patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat
kesadaran koma. Adanya reflek Babinski (+) merupakan tanda lesi
UMN.
 Pengkajian Sistem Sensorik

Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensari


raba, nyeri, suhu yang normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh, sensasi propriosefsi, dan diskriminatif normal.
1. Kaku kuduk

2. Tanda Kerniq Positif

3. Tanda Brudzinski

 B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan


berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
 B5 ( Bowel)

Mual sampai muntah disebabkan peningkatan produksi asam lambung.


Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia
dan adanya kejang.
 B6 (Bone)

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut


dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh
ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang berat pada wajah dan ekstremitas.
Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu
ADL.
f. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis, meliputi laboratorium klinik rutin (Hb, leukosit, LED,
trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak.
Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan lainnya diperlukan
sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru dan CT scan kepala.
g. Pengkajian penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar
pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis.
2. Diagonosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak


2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dibuktikan dengan batuk tidak
efektif, ronchi
3. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas dibuktikan dengan pola nafas abnormal.
3. INTERVENSI

No. Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Perfusi serebral Tujuan : Observasi :
tidak efektif Setelah dilakukan intervensi - Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.lesi
berhubungan keperawatan selama 3 jam menempati ruang, gangguan metabolism, edema
dengan infeksi maka ekspetasi membaik serebral, peningkatan tekanan vena, obstruksi cairan
otak dengan kriteria hasil : serebrospinalis, hipertensi intrakranial idiopatik.
- Tingkat kesadaran - Monitor peningkatan tekanan darah
meningkat - Monitor pelebaran tekanan nadi(selisih TDS dan TDD)
- Kognitif meningkat - Monitor penurunan frekuensi jantung
- Tekanan intra cranial - Monitor ireguleritas irama nafas
menurun - Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Sakit kepala menurun - Monitor perlambatan atau kesimetrisan respon pupil
- Gelisah menurun - Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang
- Agitasi menurun yang diindikasikan
- Demam menurun - Monitor tekanan perfusi serebral
- Tekanan darah - Monitor jumlah, kecepatan dan karakteristik dranase
membaik cairan serebrospinalis
- Reflek saraf membaik - Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
- Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
- Monitor CVP (Central Venous Pressure)
- Monitor PAWP, jika perlu
- Monitor PAP, jika perlu
- Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
- Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
- Monitor gelombang ICP
- Monitor status pernafasan
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor cairan serebrospinalis
Terapeutik :
- Ambil sampel drainase cairan serebrospinalis
- Kalibrasi transduser
- Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral
- Bila sistem pemantauan, jika perlu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
- Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
- Berikan posisi semi fowler
- Hindari maneuver Valsava
- Cegah terjadinya kejang
- Hindari penggunaan PEEP
- Hindari menggunakan cairan IV hipotonik
- Atur ventilator agar PaCO2 optimal
- Pertahankan suhu tubuh
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu .
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan
- Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja
2. Bersihan jalan Tujuan : Observasi :
nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
berhubungan keperawatan selama 3 jam - Monitor pola nafas(seperti bradipnea, takipnea,
dengan sekresi maka ekspetasi membaik hiperventilasi, kassmaul, cheyne-stokes, blot, ataksik)
yang tertahan dengan kriteria hasil : - Monitor kemampuan batuk efektif
dibuktikan dengan - Batuk efektif meningkat - Monitor adanya produksi sputum
batuk tidak efektif, - Produksi sputum - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
ronchi menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Mengi menurun - Monitor saturasi oksigen
- Wheezing menurun - Auskultasi bunyi nafas
- Dispnea menurun - Monitor nilai AGD
- Ortopnea menurun - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
- Sulit bicara menurun - Monitor bunyi nafas tambahan
- Ronchi menurun - Monitor sputum
- Sianosis menurun - Identifikasi kemampuan batuk
- Gelisah menurun - Monitor adanya retensi sputum
- Frekuensi nafas - Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
membaik - Monitor input dan output cairan
- Pola nafas membaik Terapeutik :
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi klien
- Dokumentasi pemantauan
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan
chin-lift
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hipokoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan.
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8
detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setela tarik nafas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Pola nafas tidak Tujuan : Observasi :
efektif b.d Setelah dilakukan intervensi - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
hambatan upaya keperawatan selama 3 jam - Monitor bunyi nafas tambahan (mis. gurgling, mengi,
nafas dibuktikan maka ekspetasi membaik wheezing, ronchi)
dengan pola nafas dengan kriteria hasil : - Monitor sputum
abnormal - Ventilasi semenit - Monitor pola nafas
meningkat - Monitor kemampuan batuk efektif
- Kapasitas vital - Monitor adanya produksi sputum
mambaik - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan ekpansi paru
- Tekanan - Auskultasi bunyi nafas
ekspirasi - Monitor saturasi oksigen
membaik - Monitor nilai AGD
- Dispnea menurun - Monitor hasil x-ray
- Penggunaan otot thoraks Terapeutik :
bantu menurun - Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head
- Ortopnea menurun tilt dan chin-lift
- Pernafasan - Posisikan semi fowlwr atau fowler
cuping hidung - Berikan minuman hangat
menurun - Lakukan fisioterapi dada
- Frekuensi - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
nafas - Lakukan hipokoksigenasi sebelum
membaik penghisapan endotrakeal
- Kedalaman - Keluarkan sumbatan benda padat dengan
nafas forsep McGill
membaik - Berikan oksigen, jika perlu
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
- Ajarkan teknik batuk efektif
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Infformasikan hasil pemantauan,
jika perlu Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkadilator,
ekspektoran, mokolitik, jika perlu
EVALUASI

Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dievaluasi
setiap selesai melakukan prasat dan evaluasi hasil berdasarkan rumusan tujuan terutama
kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acuan tentang perencanaan lanjutan terhadap
masalah yang dialami pasien.
Askep anak dengan dypesia akut

Tanggal Pengkajian : 07 Februari 2017


Tanggal masuk : 05 Februari 2017
Ruang kelas : Asy-Syifa/I
Nomer Register : 05.70.23
Diagnosa Medis : Dispepsia

1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : An. Ngatiman
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 7 tahun
Status Perkawinan : blm menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : siswa
Alamat : Reni jaya blok Y rt 004/011 Pamulang Sumber
biaya : Pribadi
Sumber Informasi : Klien
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat kesehatan sekarang.
1) Alasan masuk rumah sakit : mual dan nyeri pada abdomen kiri atas
2) Keluhan utama : mual, muntah, sakit perut, pusing
3) Kronologis keluhan
1. Faktor pencetus : Klien belum makan
2. Timbulnya keluhan : Bertahap
3. Lamanya : Seminggu
4. Upaya mengatasi : Dirawat
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
1) Riwayat alergi ( obat , makanan, binatang, lingkungan) : Tidak ada
2) Riwayat Kecelakaan : Tidak ada
3) Riwayat dirawat di Rumah Sakit (kapan,alasan,berapa lama): Baru pertama kali
4) Riwayat pemakaian obat : Tidak ada
c. Riwayat kesehatan keluarga(genogram)
PENGKAJIAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik Umum
 Berat Badan : 20 kg (sebelum sakit: 22 kg)
 Tinggi Badan : 122 cm
 Tekanan Darah : 140/90 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Frekuensi Napas : 20x/menit
 Suhu Tubuh : 36,2oC
 Keadaan Umum : Sedang (Compos Metis)
 Pembesaran Kelenjar Getah Bening: Tidak ada
2. Sistem Penglihatan
 Posisi Mata : Simetris
 Kelopak Mata : Normal
 Pergerakan bola mata : Normal
 Konjungtiva : merah muda
 Kornea : Keruh/berkerut
 Sklera : Ikterik
 Pupil : Anisokor
 Otot-otot mata : Tidak ada kelainan
 Fungsi penglihatan : Baik
 Tanda-tanda radang : Tidak ada
 Pemakaian kacamata : Tidak
 Pemakaian lensa kontak : Tidak
 Reaksi Terhadap cahaya : Normal
3. Sistem Pendengaran
 Daun Telinga : Normal
 Karakteristik Serumen : Kuning, Cair, Khas
 Kondisi telinga tengah : Normal
 Cairan dari telinga : Tidak ada
 Perasaan penuh di telinga: Tidak
 Tinitus : Tidak
 Fungsi pendengaran : Normal
 Gangguan keseimbangan : Tidak
 Pemakaian alat bantu : Tidak ada
Data Tambahan (Pemahaman tentang penyakit)
Klien mengatakan mual, muntah dan nyeri pada abdomen bagian kiri atas. Awalnya klien
hanya mengira sakit biasa saja.
4. Data Penunjang Hasil Pemeriksaan laboratorium tanggal 03 februari 2017
Hemoglobin : 14,1 gr/dl (normal 14,0-17,0 gr/dl)
Hematokrit : 43% (normal 42-52%)
Leucosit : 13.700 ribu/ul (normal 5-10 ribu/ul)
Trombosit : 341.000ribu/ul (normal 150-400 ribu/ul)
5. Penatalaksanaan
- Terapi cairan : Terpasang infus asering 8 jam/kolf
- Terapi oral : Mogtal 3x1cc ; Ventolin 3x1cc
- Terapi injeksi : Acran 2x1ml; Cefotaxim 2x1ml
- Diet : Makan lunak.
6. Resume An. N datang ke UGD RS. Bhineka Bakti Husada pada tanggal 5 februari 2017.
Dengan Keluhan mual, muntah dan nyeri pada abdomen bagian kiri atas. Setelah di diagnosa,
klien terkena penyakit Dispepsia. Klien mengatakan nyeri di bagian abdomen kiri atas, mual,
dan lemas. Klien di rawat di ruang Asy-Syifa kamar 43 kelas I. Setelah di observasi skala
nyeri 3, keadaan umum sedang, dengan hasil TTV sebagai berikut:
TD : 100/700 mmHg N : 86x/menit Rr : 20x/menit S : 36,2oC
7. Data Fokus
N Data subyektif Data obyektif
o
1. Klien mengatakan tidak nafsu makan Klien tampak lemas dan pucat
dan merasa mual, muntah Klien mual 2x/hari
Mukosa bibir klien tampak kering
KU: Sedang
TTV: TD:100/70 mmHg N: 88x/menit RR:
20x/menit S : 37 oC
2. Klien mengatakan nyeri abdomen o klien tampak meringis kesakitan
bagian kiri atas o KU: Sedang
o TTV TD: 100/70 mmHg N: 86x/menit Rr:
24x/menit S: 36,5 oC
3. Klien mengatakan takut akan - Pasien tampak cemas (skala 3) - KU :
penyakitnya Sedang - TTV TD: 110/80 mmHg N:
84x/menit Rr: 22x/menit S: 36,6 oC

8. Analisa Data
N Data Masalah Etiologi
o
1. DS : Klien mengatakan Gangguan nutrisi kuran dari erosi mukosa lambung
tidak nafsu makan dan kebutuhan tubuh
merasa mual, muntah menurunnya tonus dan
DO : peristaltik lambung
Klien tampak lemas dan
pucat refluksi isi duodenum ke
Klien mual 2x/hari lambung
Mukosa bibir klien
tampak kering perubahan nutrisi kurang
KU: Sedang dari kebutuhan
TTV: TD:100/700
mmHg N: 88x/menit RR:
20x/menit S : 37 oC
2. DS: Klien mengatakan Gangguan rasa nyaman nyeri inflamasi nyeri
nyeri abdomen bagian kiri
atas epigastrium
DO:
o klien tampak meringis gangguan rasa nyaman
kesakitan nyeri
o KU: Sedang
o TTV TD: 100/60
mmHg N: 86x/menit Rr:
24x/menit S: 36,5 oC
3. DS: Klien mengatakan Resiko koping yang Kurangnya pengetahuan
takut akan penyakitnya berlebihan dan informasi iritasi
DO: - Pasien tampak jaringan paru cemas
cemas (skala 3) –
KU : Sedang – TTV
TD: 110/80 mmHg N:
84x/menit Rr: 22x/menit
S: 36,6 oC

Dignosa keperawatan
Diagnosa Tanggal di temukan temukan Tanggal Paraf
keperawatan (P&E) teratasi
Gangguan nutrisi 5/2/2017 8/2/2017
kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
intake yang tidak
adekuat
Gangguan rasa 5/2/2017 6/2/2017
nyaman nyeri b.d
distensi abdomen
Resiko koping yang 5/2/2017 6/2/2017
berlebihan b.d
kurangnya
pengetahuan
Perencanaan
Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Rencana paraf
(PES Hasil Tindakan
5/2/201 Gangguan nutrisi Setelah di lakuakn 1. Kaji status
7 kurang dari kebutuhan tindakkan nutrisi klien
tubuh b.d intake yang keperawatan 2. Berikan
tidak adekuat selama 3x24 jam. makanan
Gangguan nutrisi porsi kecil
kurang tapi sering 3.
darikebutuhan Observasi
tubuh dapat TTV 4. Beri
teratasi/ Tidak penkes
terjadi tentang
pentingnya
nutrisi 5.
Libatkan
keluarga
dalam
pemenuhan
kebutuhan
nutrisi
8/2/201 Gangguan rasa nyaman Setelah di lakukan 1. Anjurkan
7 nyeri b.d distensi tindakkan teknik
abdomen keperawatan relaksasi
selama 1x24 jam. (teknik nafas
Nyeri berkurang/ dalam) 2.
hilang Observasi
TTV 3. Beri
posisi
nyaman
sesuai
kebutuhan
klien
6/2/201 Resiko koping yang Setelah di lakukan 1. Observasi
7 berlebihan b.d tindakkan dan catat
kurangnya pengetahuan keperawatan TTV 2. Kaji
selama 1x24 jam. Rasa cemas
Cemas dapat klien (1-5)
teratasi 3. Berikan
Penkes
tentang
perjalanan
penyakit dan
prosedur
pengobatan
klien
Implementasi
Tanggal/waktu No. DK Tindakkan Keperawatan dan Hasil faraf
5/2/2017 1 1. Mengkaji status nutrisi klien
2. Memberikan makanan porsi kecil tapi
sering
3. Mengobservasi TTV Hasil : KU: Sedang
TD; 110/70 mmHg N: 81x/menit Rr:
24x/menit S: 36,5 oC
4. Memberikan penkes tentang pentingnya
nutrisi
5. Melibatkan keluarga alam pemenuhan
kebutuhan nutrisi
1. Menganjurkan teknik relaksasi (teknik nafas
dalam) 2. Mengobservasi
TTV dan KU Hasil :
TD:120/80 mmHg
N: 84x/menit
RR: 22x/menit
S : 37 oC
3. Memberikan posisi nyaman sesuai
kebutuhan klien 4. Menganjurkan klien
melakukan teknik relaksasi (tarik nafas dalam)
8/2/2017 1 1. Menganjurkan teknik relaksasi (teknik nafas
dalam) 2. Mengobservasi TTV dan KU Hasil :
TD:120/80 mmHg N: 84x/menit RR:
22x/menit S : 37 oC
3. Memberikan posisi nyaman sesuai
kebutuhan klien 4. Menganjurkan klien
melakukan teknik relaksasi (tarik nafas dalam)
6/2/2017 1 1. Mengobservasi dan catat TTVHasil: KU:
Sedang TD: 120/80 mmHg N: 87x/menit Rr:
22x/menit S: 37 oC edang 2. Mengkaji rasa
cemas klien (1-5) 3. Memberikan pendkes
tentang perjalanan penyakit dan prosedur
pengobatan klien

Evaluasi
Hari/tanggal/jam No . dk Evaluasi Hasil (SOAP) Paraf
(Mengacu pada tujuan)
Minggu,5/2/2017 , 1 S: Klien mengatakan tidak mual
23.00 dan muntah lagi
O: Klien sudah tidak terlihat
lemas dan pucat
A: tujuan tercapai dan masalah
sudah teratasi
P: Tindakan di hentikan
2 S: Klien mengatakan sedikit
tidak nyeri abdomen lagi, tetpi
kadang masih suka kambuh
O: Klien tampak segar dan lebih
membaik
A: Tujuan tercapai masalah
sudah teratasi
P: Tindakkan di hentikan
3 S: Klien mengatakan sudah tidak
merasa cemas O: Klien tidak
terlihat cemas A: Tujuan
tercapai, masalah teratasi P:
Tindakkan di hentikan

Anda mungkin juga menyukai