PENDAHULUAN
Dispepsia adalah keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami
seseorang.1 Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum
dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini. Istilah
dari dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak tahun 80-an yang menggambarkan
keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri ataupun rasa tidak
nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,
sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada.1,2,3.4 Secara umum,
dispepsia terdiri dari dispepsia organik (40%), dimana sindrom ini dapat didasari
berbagai penyakit diantaranya esofago-gastroduodenal, hepato-pankreato-bilier,
dan gangguan kardiak, dan dispepsia fungsional (60%), biasanya tidak ditemukan
lesi struktural mukosa gastroduodenum.2
Berdasarkan penelitian pada populasi yang umum didapatkan hasil bahwa
15-30% orang dewasa pernah mengalami hal tersebut dalam beberapa hari. Hanya
sebagian kecil dari dispepsia yang terdokumentasi penyebab organiknya, sehingga
diasumsikan sebagian besar adalah dispepsia fungsional. Data pada negara barat
menunjukkan angka prevalensi dari dispepsia berkisar 7-41%, tapi hanya 10-20%
yang mencari pertolongan medis. Angka insidens dispepsia diperkirakan antara 1-
8%.1 Pada dispepsia fungsional, umur dari pasien dijadikan pertimbangan sering
ditemukan pada usia diatas 20 tahun sedangkan dispepsia organik seperti kasus
keganasan sering ditemukan di usia diatas 45 tahun. Wanita lebih sering daripada
laki-laki.2
Sindrom dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, bisa berlokasi
dari dalam lambung, luar lambung maupun penyakit sistemik yang bermanifestasi
sekunder. Penyebab timbulnya sindrom dispepsia diantaranya adalah faktor pola
makan (diet), sekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, fungsi motoric
lambung, dan persepsi visceral lambung. Penelitian yang dilakukan oleh Afifah N
(2018) yang meneliti tentang hubungan stress dan pola makan dengan kejadian
sindrom dispepsia didapatkan hasil bahwa pola makan yang rendah ataupun tidak
1
2
teratur dapat mengalami sindrom dispepsia yaitu sebanyak 20,4%. 3 Begitu juga
dengan Nasution dkk (2015) yang meneliti mengenai dispepsia didapatkan hasil
bahwa terdapat sekitar 84% pada pelajar yang memiliki pola makan tidak teratur
cenderung mengalami sindrom dispepsia lebih besar dibandingkan pelajar yang
memiliki pola makan teratur.4 Secara umum pola makan memiliki tiga komponen
yang utama yaitu jenis, frekuensi, dan jumlah makanan. Seseorang dengan pola
makan yang tidak teratur akan mempengaruhi proses kerja lambung. Kebiasaan
mengkonsumsi makanan dan minuman, misalnya makan pedas ataupun asam,
minum teh atau kopi dan juga minuman berkarbonasi lainnya dapat meningkatkan
risiko munculnya sindrom dispepsia.3,4,5 Berdasarkan data tersebut, maka peneliti
tertarik untuk menilai hubungan pola makan dengan kejadian sindrom dispepsia di
SMA Darma Patra.