Anda di halaman 1dari 108

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

ketidaknyamanan yang berpusat di perut bagian atas. Rasa tidak nyaman secara

spesifik meliputi rasa cepat kenyang, rasa penuh, rasa terbakar, kembung di perut

bagian atas dan mual. Gejala tersebut bersifat umum dan merupakan 30% sampai

40% dari semua keluhan lambung yang disampaikan kepada dokter ahli

Gastroenterologi (O’Mahony dkk, 2006 ). Gejala–gejala yang timbul disebabkan

berbagai faktor seperti gaya hidup merokok, alkohol, berat badan berlebih, stres,

kecemasan, dan depresi yang relevan dengan terjadinya dispepsia (Abdullah &

Gunawan, 2012).

Berdasarkan penyebab dan keluhan gejala yang timbul maka dispepsia

dibagi 2 yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik

apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum,

karsinoma lambung, dan cholelithiasis yang bisa ditemukan secara mudah

melalui pemeriksaan klinis, radiologi, biokimia, laboratorium, maupun

gastroentrologi konvensional (endoskopi). Sedangkan dispepsia fungsional

apabila penyebabnya tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada

pemeriksaan gastroenterologi konvensional atau tidak ditemukan adanya

kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Djojoningrat, 2006).

1
2

Interaksi faktor psikis dan emosi seperti kecemasan atau depresi dapat

mempengaruhi fungsi saluran cerna melalui mekanisme brain – gut – axis.

Adanya stimulasi atau stresor psikis menimbulkan gangguan keseimbangan saraf

otonom simpatis dan parasimpatis secara bergantian (vegetatif imbalance).

Stimulasi stresor juga mempengaruhi fungsi hormonal, sistem imun ( psiko–

neuro-imun-endokrin ), serta HPA Axis melalui pelepasan CRH dari hipotalamus

dan menyebabkan penurunan regulasi reseptor CRH hipofisis. Akibatnya hipofisis

tidak berespons lagi atau responnya terhadap stresor menjadi datar.

Ketidakseimbangan jalur-jalur tersebut secara langsung atau tidak langsung,

terpisah atau bersamaan dapat mempengaruhi saluran cerna, yaitu :

mempengaruhi sekresi asam lambung, motilitas, vaskularisasi dan menurunkan

ambang rasa nyeri (Andre dkk, 2013 ).

Suatu studi dilakukan kepada 38 pasien dengan dispepsia fungsional,

diperoleh sebanyak 26 orang (68%) mengalami kejadian hidup yang tidak

diinginkan, 35 orang (92%) mengalami kecemasan, dan sebanyak 38 orang

(100%) mengalami depresi. Secara statistik peristiwa hidup yang tidak diinginkan

dan depresi tidak berhubungan dengan dispepsia fungsional. Namun kasus

kecemasan secara statistik berhubungan dengan dispepsia fungsional (Tack dkk,

2006 ).

Prevalensi dispepsia di seluruh dunia cenderung mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. Populasi orang dewasa di negara barat yang dipengaruhi

oleh dispepsia berkisar antara 14-38%. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia

2007, dispepsia rawat inap di rumah sakit tahun 2006 dengan jumlah pasien
3

34.029 atau sekitar sudah menempati peringkat ke-10 untuk kategori penyakit

terbanyak pasien 1,59%. Sedangkan insiden kasus dispepsia kategori non-ulcer

(dispepsia fungsional ) di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2011 sebanyak

231 orang (Widya dkk, 2015).

Dalam penelitian tertutup yang dilakukan di RSCM disebutkan dari 100

pasien dengan keluhan dispepsia, 80 % mengalami keluhan dispepsia fungsional

(Ambarwati, 2005). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar kunjungan pasien

rawat jalan yang mengalami keluhan dispepsia terjadi peningkatan yang signifikan

dari tahun ke tahun hal ini disebabkan RSUP Sanglah merupakan rumah sakit

negeri kelas A, mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan

subspesialis, sebagai pusat rujukan tertinggi atau disebut pula sebagai rumah sakit

pusat untuk seluruh wilayah kabupaten di Bali, termasuk Nusa Tenggara Barat

dan Nusa Tenggara Timur, serta melayani rujukan bagi peserta BPJS Mandiri dan

BPJS Non Mandiri (RSUP Sanglah, 2013).

Dispepsia fungsional merupakan penyakit psikosomatis yang erat

hubungannya dengan kepribadian seseorang dalam merespon penyakit (Andre

dkk, 2013). Suatu studi penelitian oleh Widyasari (2011), tentang hubungan antara

kecemasan dan tipe kepribadian introvert dengan dispepsia fungsional

menemukan bahwa ada hubungan antara kecemasan dan tipe kepribadian

introvert dengan dispepsia fungsional. Kepribadian dalam penelitian ini dilihat

berdasarkan the big five personality yang dikembangkan oleh McCrae. Big five

personality meliputi extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticsm

serta openness to experience (Pervin dkk, 2005).


4

Penelitian tentang pengaruh big five personality dengan dispepsia

fungsional belum banyak dijelaskan. Penelitian Grantika (2015), menyebutkan

extraversion memiliki pengaruh terhadap nyeri kepala primer sedangkan

neuroticism, openness, agreeableness dan conscientiousness tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap terjadinya nyeri kepala primer, dan traits ini berperan

sebagai prediktor penyakit psikosomatis.

Data 2014, menunjukan peningkatan pasien rawat jalan yang datang

berobat ke poliklinik Penyakit Dalam Rumah Umum Sakit Umum Pusat Sanglah

khususnya bagian Gastroenterohepatologi selama periode Januari sampai

Desember tahun 2014 yaitu sebesar 647 pasien, dimana 370 pasien yang datang

dengan keluhan dispepsia, dan sebanyak 39,21 % yaitu 120 pasien didiagnosis

dengan dispepsia fungsional setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi, sehingga

dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian untuk

mengetahui pengaruh Big Five personality traits dengan dispepsia fungsional

terutama pada pasien rawat jalan di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah

Denpasar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian

sebagai berikut “apakah ada pengaruh Neuroticism trait, Extraversion trait,

Openness trait, Agreeableness trait, dan Conscientiousness trait dengan dispepsia

fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar?


5

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh Big Five Personality Traits dengan dispepsia

fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh Neuroticism trait dengan dispepsia

fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah

Denpasar.

b. Untuk mengetahui pengaruh Extraversion trait dengan dispepsia

fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah

Denpasar.

c. Untuk mengetahui pengaruh Openness to Experience trait dengan

dispepsia fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di

RSUP Sanglah Denpasar.

d. Untuk mengetahui pengaruh Agreeableness trait dengan dispepsia

fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah

Denpasar.

e. Untuk mengetahui pengaruh Conscientiousness trait dengan dispepsia

fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah

Denpasar.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Akademik

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:


6

a. Menambah pengetahuan dalam upaya penatalaksanaan pasien dengan

dispepsia fungsional

b. Mendapatkan informasi tentang pengaruh Big Five personality traits pada

pasien dispepsia fungsional

c. Menambah literatur mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

dispepsia fungsional

1.4.2. Manfaat Klinis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang aktual tentang

pengaruh big five personality dengan dispepsia fungsional sehingga keluhan atau

gejala yang muncul serta penatalaksanaannya melibatkan berbagai disiplin

khususnya Ilmu Penyakit Dalam, dan Ilmu Kesehatan Jiwa atau yang lebih

dikenal dengan CLP (Consultation-Liaison Psychiatry ) yang akan menjembatani

ilmu kedokteran medik dengan aspek biopsikososiobudaya dan spiritual dengan

tujuan akhir terapi yaitu memulihkan kualitas hidup pasien.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Dispepsia

Kata dispepsia berasal dari Bahasa Yunani dys (bad = buruk) dan peptein

(digestion= pencernaan). Jika digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion

yang berarti sulit atau ketidaksanggupan dalam mencerna. Jadi dispepsia

didefinisikan sebagai kesulitan dalam mencerna yang ditandai oleh rasa nyeri

atau terbakar di epigastrium yang persisten atau berulang atau rasa tidak nyaman

dari gejala yang berhubungan dengan makan (rasa penuh setelah makan atau

cepat kenyang – tidak mampu menghabiskan makanan dalam porsi normal)

(Talley & Holtmann, 2008). Pada dispepsia organik ditemukan adanya suatu

kelainan struktural setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi, Sedangkan definisi

dispepsia fungsional berdasarkan konsensus kriteria Roma III, harus memenuhi

satu atau lebih gejala tersebut, serta tidak ada bukti kelainan struktural melalui

pemeriksaan endoskopi, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir,

dengan awal gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis (Brun & Kuo,

2010). Definisi lain dari dispepsia fungsional adalah penyakit yang bersifat

kronik, gejala yang berubah-ubah, mempunyai riwayat gangguan psikiatrik, nyeri

yang tidak responsif dengan obat-obatan, dapat ditunjukkan letaknya oleh pasien,

serta secara klinis pasien tampak sehat, berbeda dengan dispepsia organik yang

gejala cenderung menetap, jarang mempunyai riwayat gangguan psikiatri, serta

secara klinis pasien tampak kesakitan (Abdullah & Gunawan, 2012).

7
8

Menurut Kriteria Roma III dispepsia fungsional dibagi menjadi 2

klasifikasi, yakni postprandial distres syndrome dan epigastric pain syndrome.

Postprandial distres syndrome mewakili kelompok dengan perasaan “begah”

setelah makan dan perasaan cepat kenyang sedangkan epigastric pain syndrome

merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu terkait

dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrome.

Klasifikasi dispepsia fungsional seperti disajikan pada table 2.1 dibawah ini

: Tabel 2.1. Klasifikasi Dispepsia Fungsional menurut Roma III

Dispepsia Fungsional

Postprandial Distres Syndrome


Kriteria diagnostik terpenuhi bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan dengan
porsi biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu
2. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan porsi
makan biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan
terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang
1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan
atau bersendawa yang berlebihan
2. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium.
Epigastric Pain Syndrome
Kriteria diagnostik terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium dengan
tingkat keparahan moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali dalam
seminggu
9

2. Nyeri timbul berulang


3. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah perut
bagian atas/epigastrium
4. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin
5. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung
empedu dan sfingter Oddi
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan
terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Kriteria penunjang
1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke
daerah retrosternal
2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun mungkin
timbul saat puasa
3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah
makan. (Diambil dari Appendix B: Roma III. 2010)

2.2. Epidemiologi

Dispepsia merupakan masalah umum yang sering ditemukan pada klinik

pengobatan. Ketika pasien selama pengobatan mempunyai gejala tanpa penyebab

yang jelas sering didiagnosa non-ulcer dispepsia. Beberapa laporan menyebutkan

presentase dispepsia karena kelainan organik sekitar 25%-33% dan 67%-75%

tanpa penyebab yang jelas. Di seluruh dunia mempunyai prevalensi sekitar 10%-

40%. Hal itu menunjukan bahwa diagnosis dan evaluasi harus segera dilakukan.

Keterlambatan diagnosis akan menyebabkan pasien dalam penderitaan dan

peningkatan biaya pemeliharaan kesehatan (Randall dkk, 2014).

Prevalensi dispepsia fungsional bervariasi mulai 7%-45% di seluruh dunia

dan semua penelitian epidemiologi selalu mengacu pada klasifikasi kriteria

Roma III. Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007, ditemukan
10

peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9% pada tahun 1988 menjadi

3,3% pada tahun 2003. Sedangkan pada tahun 2010, dispepsia fungsional

dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan ke

sarana layanan kesehatan primer (Lee dkk, 2014).

Beberapa penelitian yang dilakukan dalam beberapa populasi hasilnya

menunjukkan perbandingan wanita lebih banyak menderita dispepsia fungsional

daripada laki-laki yaitu 1,4 : 1 di Hongkong, 1,12 : 1,04 di Korea, 1,35 : 1,15 di

Malaysia dan 1,16 : 1,01 di Singapura. Sedangkan pada ulkus peptikum

perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Insiden ulkus meningkat pada usia

pertengahan (Pulanic, 2011). Namun, suatu penelitian di Jepang menunjukkan

perbandingan prevalensi lebih besar pada laki-laki daripada wanita yaitu 2:1

(Kumar dkk, 2012).

Prevalensi dispepsia fungsional berdasarkan kriteria umur ditemukan

meningkat secara signifikan yaitu : 7,7% pada umur 15-17 tahun, 17,6% pada

umur 18-24 tahun, 18,3% pada umur 25-34 tahun, 19,7% pada umur 35-44 tahun,

22,8% pada umur 45-54 tahun, 23,7% pada umur 55-64 tahun, dan 24,4% pada

umur di atas 65 tahun (Brun & Kuo, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan

oleh Ambarwati (2005), di FKUI-RSCM ditemukan bahwa rentang umur

kunjungan pasien ke Poliklinik Penyakit Dalam adalah 15 sampai 70 tahun.

Variabel demografik seperti tingkat sosial atau derajat urbanisasi tidak

mempengaruhi prevalensi dispepsia . Berdasarkan data dari berbagai rumah sakit

di Indonesia frekwensi dispepsia fungsional sekitar 60%-70% dari seluruh pasien

yang masuk ke Bagian Gastroenterology-hepatology (Cahyanto dkk, 2014).


11

2.3. Patofisiologi Dispepsia Fungsional

Mekanisme patofisiologi timbulnya dispepsia fungsional atau ulkus

peptikium masih belum seluruhnya dapat diterangkan secara pasti. Hal ini

menunjukan bahwa dispepsia fungsional merupakan sekelompok gangguan yang

heterogen, namun sudah terdapat banyak bukti dari hasil penelitian para ahli yang

dapat dijadikan pegangan. Beberapa studi menghubungkan mekanisme

patofisiologi dispepsia fungsional dengan terjadinya infeksi H. Pylori,

ketidaknormalan motilitas, gangguan sensori visceral, faktor psikososial, dan

perubahan-perubahan fisiologi tubuh yang meliputi gangguan pada sistem saraf

otonom vegetatif, sistem neuroendokrin, serta sistem imun tubuh. Sedangkan

Patofisiologi ulkus peptikum diperkirakan akibat ketidak seimbangan antara

tekanan agresif (HCL dan pepsin) yang menyebabkan ulserasi dan tekanan

defensif yang melindungi lambung ( barier mukosa lambung, barier mukus

lambung, sekresi HCO3) (Yehuda, 2010).

Patofisiologi dispepsia fungsional dapat diterangkan melalui beberapa teori

dibawah ini (Yehuda, 2010) :

2.3.1. Infeksi H. Pylori

Peranan infeksi H. Pylori dengan timbulnya dispepsia fungsional sampai

saat ini masih terus diselidiki dan menjadi perdebatan dikalangan para ahli

Gastrohepatologi. Studi populasi yang besar telah menunjukan peningkatan

insiden infeksi H. Pylori pada pasien dengan dispepsia fungsional. Beberapa ahli

berpendapat H. Pylori akan menginfeksi lambung jika lambung dalam keadaan

kosong pada jangka waktu yang cukup lama. Infeksi H. Pylori menyebabkan
12

penebalan otot dinding lambung yang selanjutnya meningkatkan massa otot

sehingga kontraksi otot bertambah dan pengosongan lambung akan semakin

cepat. Pengosongan lambung yang cepat akan membuat lambung kosong lebih

lama dari biasanya dan H. Pylori akan semakin menginfeksi lambung tersebut,

dan bisa sebagai predictor timbulnya ulkus peptikum.

2.3.2. Ketidaknormalan Motilitas

Dengan studi Scintigraphic Nuclear dibuktikan lebih dari 50% pasien

dispepsia fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam

lambung. Demikian pula pada studi Monometrik didapatkan gangguan motilitas

antrum postprandial. Penelitian terakhir menunjukan bahwa fundus lambung yang

“kaku” bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal

seharusnya fundus lambung relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila

terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus lambung

menuju ke bagian fundus lambung dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada

beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak berfungsi dengan baik

sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat. Bila berlangsung lama bisa

sebagai predictor ulkus peptikum.

2.3.3. Gangguan Sensori Visceral

Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukan sensitifitas terhadap

distensi lambung atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat : makanan yang

sedikit mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi

lambung intestinum atau distensi dini bagian antrum postprandial dapat

menginduksi nyeri pada bagian ini.


13

2.3.4. Faktor Psikososial

Faktor psikis dan stresor seperti depresi, cemas, dan stres ternyata memang

dapat menimbulkan peningkatan hormon kortisol yang berakibat kepada

gangguan keseimbangan sistem saluran cerna, sehingga terlihat bahwa pada

hormon kortisol yang tinggi ternyata memberikan manifestasi klinik dispepsia

yang lebih berat. Jadi semakin tinggi nilai kortisol akan menyebabkan semakin

beratnya klinis dispepsia. Begitu juga dengan perubahan gaya hidup seperti

kurang olahraga, merokok, dan gangguan tidur juga memiliki efek terhadap

peningkatan asam lambung dan perubahan aktivitas otot dinding lambung yang

meningkatkan kemungkinan terjadinya dyspepsia (Micut, 2012).

2.3.5. Gangguan Keseimbangan Neuroendokrin

Gangguan sekresi pada lambung dapat terjadi karena gangguan jalur

endokrin melalui poros hipotalamus – pituitary – adrenal ( HPA axis). Pada

keadaan ini terjadi peningkatan kortisol dari korteks adrenal akibat rangsangan

dari korteks serebri diteruskan ke hipofisis anterior sehingga terjadi pengeluaran

hormone kortikotropin. Peningkatan kortisol ini akan merangsang produksi asam

lambung (Gene, 2012).

2.3.6. Gangguan Keseimbangan Sistem Saraf Otonom Vegetatif

Pada keadaan ini konflik emosi yang timbul diteruskan melalui korteks

serebri ke sistem limbik kemudian ke hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf

otonom vegetatif. Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem

saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Konflik emosi akan meningkatkan

pelepasan neurotransmitter acetylcholine oleh Sistem saraf simpatis yang


14

mengakibatkan peningkatan peristaltik dan sekresi asam lambung. Sedangkan

sistem saraf parasimpatis hampir 75% dari seluruh serabut sarafnya didominasi

oleh nervus vagus (saraf kranial X). saraf dari parasimpatik meninggalkan sistem

saraf pusat melalui nervus vagus menuju organ yang dipersarafi secara langsung

yaitu : mempersarafi lambung dengan cara merangsang sekresi asetilkolin,

gastrin, dan histamine yang akhirnya memunculkan keluhan dispepsia bila terjadi

difungsi persarafan vagal. Disfungsi nervus vagal akan menimbulkan kegagalan

relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga

menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang. Serat-serat

saraf simpatis maupun parasimpatis juga mensekresikan neurotransmiter sinaps

yaitu asetilkolin atau norepinefrin. Kedua neurotransmitter tersebut akan

mengaktivasi atau menginhibisi presinap maupun postsinap saraf simpatik dan

parasimpatik sehingga menimbulkan efek eksitasi pada beberapa organ tetapi

menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya salah satunya adalah organ

lambung. Terjadinya ketidakseimbangan eksitasi maupun inhibisi pada kedua

neurotransmitter menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ

lambung yang dipersarafinya baik peningkatan maupun penurunan aktivitas,

sehingga bisa memunculkan keluhan dispepsia (New & Siever, 2008).

2.3.7. Perubahan Dalam Sistem Imun

Faktor psikis dan stresor akan mempengaruhi sistem imun dengan

menerima berbagai input, termasuk input dari stresor yang mempengaruhi neuron

bagian Medial Paraventriculer Hypothalamus melalui pengaktifan sistem

endokrin hypothalamus-pituitary axis (HPA), bila terjadi stres yang berulang atau
15

kronis, maka akan terjadi disregulasi dari sistem endokrin hypothalamus-pituitary

axis (HPA ) melalui kegagalan dari mekanisme umpan balik negative. Faktor

psikis dan stres juga mempengaruhi sistem imun melalui mengaktivasi sistem

noradrenergik di otak, tepatnya di locus cereleus yang menyebabkan peningkatan

pelepasan ketekolamin dari sistem saraf otonom. Selain itu akibat pelepasan

neuropeptida dan adanya reseptor neuropeptida pada limfosit B dan Limfosit T,

dan terjadi ketidakcocokan neuropeptida dan reseptornya akan menyebabkan stres

dan dapat mempengaruhi kualitas sistem imun seseorang, yang pada akhirnya

akan muncul keluhan-keluhan psikosomatik salah satunya pada organ lambung

dengan manifestasi klinis berupa keluhan dispepsia. Bila keluhan somatik ini

berlangsung lama, bisa juga sebagai prediktor timbulnya dispepsia organik berupa

ulkus peptikum atau duodenum (Gene, 2012).

2.4. Manifestasi Klinis Dispepsia Fungsional

Manifestasi klinis pada sindrom dispepsia antara lain rasa nyeri atau

ketidaknyamanan di perut, rasa penuh di perut setelah makan, kembung, rasa

kenyang lebih awal, mual, muntah, atau bersendawa. Pada dispepsia organik,

kecenderungkan keluhan tersebut menentap, disertai rasa kesakitan dan jarang

memiliki riwayat psikiatri sebelumnya. Sedangkan pada dispepsia fungsional

terdapat dua pola yang telah ditentukan adalah: a) postprandial distres syndrome,

dan b) epigastric pain syndrome (Drug & Stanciu, 2007).

Kriteria Roma III menjelaskan dua pola dispepsia yang berbeda tergantung

pada apakah gejala tersebut terutama berkaitan dengan asupan makanan dan atau

berkaitan dengan ketidakmampuan untuk menyelesaikan makan (postprandial


16

distres syndrome) atau lebih didominasi oleh rasa sakit (epigastric pain

syndrome) (Abdullah & Gunawan, 2012).

Sementara pola ini dikembangkan lebih berdasarkan kepada pendapat ahli

daripada bukti klinis, beberapa data yang mendukung relevansi klinis untuk

perbedaan ini mulai muncul dengan satu penelitian misalnya, menunjukkan bahwa

kecemasan berhubungan dengan postprandial distres syndrome tetapi tidak

berhubungan dengan epigastric pain syndrome dan yang lain menunjukkan bahwa

genetik berhubungan dengan epigastric pain syndrome dan tidak berhubungan

dengan postprandial distres syndrome (Abdullah & Gunawan, 2012).

2.5. Kriteria Diagnosis Dispepsia Fungsional

Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah

adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila

ditemukan adanya kelainan organik atau struktural organ lambung, perlu

dipikirkan kemungkinan diagnosis dispepsia organik, sedangkan bila tidak

ditemukan kelainan organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke arah dispepsia

fungsional. Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan diagnosis by

exclusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar dipastikan tidak

ada kelainan yang bersifat organik pada pemeriksaan endoskopi (Abdullah &

Gunawan, 2012). Roma III memberikan kriteria diagnostik untuk dispepsia

fungsional seperti table 2.2 berikut:


17

Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Roma III untuk Dispepsia Fungsional


Dispepsia Fungsional

Memenuhi salah satu gejala atau lebih dari:


 Rasa penuh setelah makan yang mengganggu.
 Rasa cepat kenyang.
 Nyeri epigastrium.
 Rasa terbakar di
epigastrium. dan
 Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk hasil endoskopi saluran
cerna bagian atas) yang mungkin dapat menjelaskan timbulnya gejala.
Kriteria terpenuhi selama minimal 3 bulan, dengan onset gejala minimal 6
bulan sebelum diagnosis.
(Diterjemahkan dari Chang, 2006).
2.6. Penatalaksanaan Dispepsia Fungsional

Penatalaksanaan dispepsia awal terdiri dari pengkajian riwayat penyakit

untuk mengetahui semua gejala dispepsia sangat penting untuk mengetahui apa

masalah utama dari pasien. Hal ini penting karena penatalaksanaan dispepsia

bertujuan untuk mengendalikan gejala daripada pengobatan permanen

penyakitnya. Pemeriksaan fisik yang lengkap untuk menyingkirkan adanya

gangguan struktural seperti pemeriksaan endoskopi sangatlah diperlukan.

Langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan dari terapi. Langkah ini harus

memperhatikan tujuan dasar dilakukannya pengobatan yaitu tidak hanya

mencegah kematian, tetapi juga menolong kehidupan. Tujuan terapi pada pasien

dispepsia fungsional adalah bagaimana pasien mampu mengelola kekhawatiran

terhadap penyakitnya dan mampu meningkatkan kualitas kesehatannya (Loyd &

McClelan, 2011). Dalam Ilmu Kesehatan Jiwa atau Ilmu Psikiatri terdapat
18

subspesialisasi Consultation Liaison Psychiatry (CLP) yang mempunyai peranan

menjembatani Bagian Psikiatri dengan Bagian Spesialisasi lainnya atau

sebaliknya. CLP bertujuan memberikan pelayanan yang holistik, tidak hanya

kesembuhan penyakit secara fisik namun juga meliputi kesehatan mental serta

kualitas hidup pasien (Musana dkk, 2006). Secara umum pengobatan gangguan

dispepsia fungsional dengan pendekatan CLP dibagi menjadi 3 golongan besar,

yaitu : somatoterapi, psikoterapi, manipulasi lingkungan dan sosioterapi.

Pembagian tersebut hanyalah merupakan bentuk karya ilmu yang dipergunakan

untuk mempermudah pemikiran. Manusia sebagai makhluk Bio-Psiko-Sosial-

Spiritual yang tidak dapat terpisahkan menuntut ketiga golongan penatalaksanaan

tersebut untuk dilakukan secara bersamaan dan komprehensif (Loyd & McClelan,

2011).

2.6.1 Consultation Liaison Psychiatry (CLP)

Consultation Liaison Psychiatry (CLP) merupakan subspesialis dari

psikiatri yang berperan sebagai penghubung yang memungkinkan kerja sama

antara psikiater dengan spesialis medis lain. Dalam CLP seorang psikiater

berperan sebagai penyalur keahlian psikiatri dengan disiplin ilmu lainnya yaitu :

Ilmu Penyakit Dalam untuk membantu penanganan komorbiditas psikologik,

psikiatrik, dan psikofisiologik pada pasien yang mengalami keluhan dispepsia.

Jadi CLP meliputi pelajaran, pelatihan, pengajaran komorbiditas medik (Aksis III)

dan Psikiatrik (Aksis I dan II). Seorang psikiater Consultation Liaison harus

mempunyai tehnik komunikasi yang baik, ilmu pengetahuan yang luas dalam hal

interaksi antara obat psikotropik dan medis lainnya (Loyd & McClelan, 2011).
19

CLP didasarkan pada enam prinsip dalam penanganan dispepsia fungsional

(Loyd & McClelan, 2011). :

 Hubungan kerja yang erat antara psikiater dan internist. Hubungan ini

menjadi lebih penting dari pada permintaan konsultasi tertulis dan bentuk

dasar dari laporan pribadi antara dokter selama proses konsultasi.

 Keterlibatan psikiater sejak awal perjalanan terapi pasien, terutama setelah

dilakukan pemeriksaan endoskopi dan tidak ditemukan adanya suatu

kelainan structural.

 Keterlibatan dalam seluruh team medis pada terapi pasien

dispepsia.melalui kerjasama yang erat dengan tenaga kesehatan sosial dan

keperawatan, psikiater dapat memperluas perannya termasuk pengawasan

terhadap orang yang terlibat dalam perjalanan diagnosis dan perawatan

dari pasien dispepsia

 Komitmen untuk mengikuti perjalanan dari pasien dispepsia. Konsultasi

yang sederhana tidak cukup. Setelah saran untuk terapi diberikan, CLP

harus mengikuti seluruh perjalanan di rumah sakit, bahkan setelah

pemutusan hubungan dilakukan.

 Pemahaman terhadap konflik utama intrapsikis dan intrakeluarga.

Hubungan psikoterapi antara pasien dan psikiater dapat

mempertimbangkan keuntungan bagi pasien dan keluarga.

 Perhatian terhadap fungsi dari “medical ombudsman.” Psikiater liaison

dapat menolong penerimaan terhadap teknologi dan badan pelayanan

kesehatan mutakhir
20

2.6.2. Penanganan Secara Farmakologi

Setelah penerapan CLP dapat dijalankan dengan baik, penanganan

gangguan dispepsia fungsional dapat diberikan secara farmakologi berdasarkan

disiplin Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Psikiatri. Beberapa terapi farmakologi

yang bisa diberikan pada pasien dispepsia fungsional : antasida, Histamine H2

receptor antagonists (H2RA), Proton pump inhibitors (PPI), Cytoprotective or

mucoprotective agents, Prokinetic agents, obat-obat anti H. Pylori, dan obat-obat

psikotropik antara lain : antipsikotik, antidepressant, antianxiety, mood stablizer.

Walaupun pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan adanya suatu kelainan

struktural, tetapi pemberian farmakologi masih termasuk didalam penanganan

gangguan dispepsia fungsional. Penanganan ini lebih dikenal dengan nama

Somatoterapi(Kandulski dkk, 2011).

2.6.3. Penanganan Secara Psikoterapi

Penanganan selanjutnya sebagai bagian dari CLP adalah psikoterapi, ada

beberapa langkah yang bisa ditempuh. Pertama, terangkan pasien, yakinkan

bahwa tidak terdapat gangguan organik pada diri pasien, bila perlu lakukan

pemeriksaan fisik yang teliti disertai tes laboratorium. Beri kesempatan pasien

untuk bertanya dan terangkan mekanisme fisiologi serta keterangan tentang

gejala-gejala. Kedua, beri penjelasan kepada pasien bahwa keluhannya dapat

dimengerti dan gejala tersebut juga dijumpai pada orang lain yang pernah berobat.

Bantu pasien mengenali permasalahannya dan arahkan ke pola yang lebih sehat

yang akan bermanfaat. Beritahu bahwa gejala tersebut timbul karena kecemasan

dan ketegangan psikis namun dapat diobati setelah beberapa waktu. Terapi
21

cognitive-Behavior terbukti efektif pada pasien dengan dispepsia fungsional.

Terapi ini membantu pasien secara sadar mengenali gejala nyeri pada daerah

episgastrium dan keluhan cepat kenyang, mengubah cara berpikir mengenai ide-

ide penyebab nyeri dengan pola pikir yang lebih realitas, memberikan tehnik

relaksasi dan melakukan pengalihan perhatian (Soo dkk, 2004).

2.6.4. Penanganan Secara Manipulasi Lingkungan dan Sosioterapi

Terapi selanjutnya dalam penanganan dispepsia fungsional sebagai bagian

dari CLP adalah manipulasi lingkungan dan sosioterapi. Pada terapi ini akan

melibatkan orang-orang terdekat yang berpengaruh kepada pasien seperti

pasangan, keluarga dan kerabat untuk membantu mewujudkan pola therapeutic

community (Soo dkk, 2004).

2.7. Kepribadian

Kepribadian berasal dari kata latin yaitu persona yang berarti sebuah

topeng yang biasa digunakan dalam sebuah petunjukan drama atau teaterikal,

yang digunakan para aktor romawi kuno dalam menjalankan perannya. Namun

seiring berjalannya waktu, kepribadian adalah pola sifat yang relatif permanen dan

mempunyai karakteristik yang unik yang secara konsisten mempengaruhi

perilakunya (Feist & Feist, 2009).

Larsen dan Buss mendefinisikan kepribadian adalah seperangkat sifat-sifat

psikologikal dan mekanisme di dalam diri individu yang diatur yang relatif

menetap dan dapat mempengaruhi interaksi individu dengan yang lain serta untuk

beradaptasi dengan lingkungan baik intrafisik, fisik, dan lingkungan sosial. Trait

digambarkan sebagai karakteristik yang mendiskripskan kebiasaan dimana setiap


22

orang berbeda dengan yang lain (Larsen & Buss, 2002) Penelitian lainnya,

mendefinisikan kepribadian sebagai jumlah total dari cara seseorang untuk

bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain.

2.7.1. Big Five Personality

Big Five personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam

psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam

lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis

faktor. Lima dimensi trait kepribadian tersebut adalah neuoriticism, extraversion,

agreeableness, openness dan conscientiousnes (Friedman & Schustack, 2008).

Big Five merupakan model dari struktur trait kepribadian. Trait

kepribadian didefinisikan sebagai dimensi dari perbedaan individual yang

cenderung menunjukkan pola pikiran, perasaan, dan perbuatan yang konsisten.

Ketika mendeskripsikan individu dengan trait yang baik ini berarti bahwa

individu tersebut cenderung berbuat baik setiap waktu dan pada setiap situasi.

Definisi yang luas ini menyatakan bahwa traits dapat dibagi menjadi tiga fungsi

utama: traits dapat digunakan untuk meringkas, memprediksi dan menjelaskan

tingkah laku seseorang, sehingga salah satu alasan terkenalnya konsep traits

adalah bahwa traits menyediakan jalan yang ekonomis untuk meringkas

bagaimana seseorang dapat berbeda dengan yang lainnya. Traits

memperkenankan seseorang untuk membuat prediksi mengenai perilaku

seseorang selanjutnya (Feist & Feist, 2009).


23

2.7.2. Dimensi Big Five Personality

Dimensi-dimensi Big Five personality menurut Costa & McCrae adalah

sebagai berikut (Feist & Feist, 2009) :

a. Neuroticism (N)

Individu dengan skor tinggi pada dimensi neuroticism, memiliki

kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri

sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stres. Seseorang yang

memiliki tingkat neuroticism yang rendah akan lebih gembira dan puas terhadap

hidup jika dibandingkan dengan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi,

sedangkan individu dengan skor yang rendah pada N, biasanya tenang,

bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional.

b. Extraversion (E)

Extraversion juga sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor

tinggi pada dimensi extraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang,

periang, banyak bicara, suka berkumpul, dan menyukai kesenangan. Selain itu,

individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi dengan

lebih banyak orang jika dibandingkan dengan individu yang memiliki skor E

rendah. Dimensi extraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif seperti

memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan banyak hal,

mempunyai emosi positif, ambisius, workaholic serta ramah terhadap orang lain.

Extraversion juga memiliki motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin

hubungan dengan sesama serta dominan dalam lingkungannya. Sebaliknya,


24

individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai berdiam diri, tenang,

pasif, dan kurang mampu mengungkapkan perasaannya.

c. Openness (O)

Dimensi openness membedakan antara individu yang memilih variasi

dibandingkan dengan individu yang menutup diri serta individu yang

mendapatkan kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orang-

orang yang mereka kenal. Individu yang terus menerus mencari perbedaan dan

pengalaman yang bervariasi akan memiliki skor tinggi pada dimensi (O).

Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk melakukan

penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki

ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan

mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas.

Individu dengan tingkat openness yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang

berpikiran sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.

d. Agreeableness (A)

Dimensi agreeableness membedakan antara individu yang berhati lembut

dengan yang tidak mengenal belas kasihan. Individu dengan skor yang lebih

mengarah pada dimensi ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kepercayaan

yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima, dan baik hati. Dimensi A ini

juga disebut dengan social adaptibility atau likability, yaitu mencirikan seseorang

yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah dan menghindari konflik.

Sedangkan pada individu dengan tingkat agreeableness yang rendah, suka


25

mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif

dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif.

e. Conscientiousness (C)

Conscientiouness digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol,

teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian, dan disiplin diri. Dimensi

conscientiouness ini dapat juga disebut dengan dependability, impulse control dan

will to achive. Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini

adalah pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu

yang berskor rendah dalam dimensi ini cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan

tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam

tugas-tugasnya.

Tabel 2.3. Dimensi Big Five Personality(Pervin dkk, 2005).


Skor Tinggi Skala Dimensi Skor Rendah
Mudah khawatir, gugup, Neuroticism Tenang, rileks, tidak
emosional, merasa tidak emosional,
aman, tidak mampu, memiliki daya tahan
mudah panik terhadap stres, merasa aman,
puas atas diri sendiri

Suka bergaul, aktif, banyak Extraversion Suka menyendiri, sederhana,


bicara, orientasi pada orang tidak berlebihan dalam
lain, optimis, terbuka kesenangan, menjauhkan
terhadap perasaannya, diri, orientasi pada tugas,
penuh kasih sayang pemalu, serius

Memiliki rasa ingin tahu Openness Sederhana, minat yang


yang besar, minat yang menetap, tidak artistik, tidak
26

luas, kreatif dan modern analitis, rendah hati dan


menjaga tradisi

Bersifat lembut, baik hati, Agreeableness Suka mengejek, tidak sopan,


mudah percaya, penolong, curiga, kasar, tidak
pemaaf, penurut, jujur kooperatif, pendendam,
cepat marah, suka
memerintah dan manipulatif

Orang yang suka mengatur, Conscientiousness Tidak memiliki tujuan, tidak


dapat diandalkan, pekerja bisa diandalkan, lalai,
keras, disiplin, rapi, pemalas, tidak perhatian,
ambisius dan tekun ceroboh, memiliki kemauan
yang lemah

2.7.3. Pengukuran Big Five Personality

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Big Five personality,

diantaranya NEO-PI-R, CPI, 16-PF, Big Five Factor Maker dan lain-lain

(Mastuti, 2005). Sedangkan menurut Pervin dkk, 2005 terdapat dua instrumen

untuk mengukur Big Five personality, yaitu:

a. NEO-PI-R yang di kembangkan oleh Costa dan McCrae (1992).

b. International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO) yang dibuat oleh Lewis

Goldberg pada tahun 1992. Skala ini dibuat berdasarkan teori Big Five yang

digunakan oleh Costa dan McCrae dalam membuat NEO PI-R. Skala ini

terdiri dari 50 transparent bipolar adjective dan 100 unipolar adjective

markers.
27

2.8. Big Five Personality dan Dispepsia Fungsional

Faktor emosi, memori, dan self esteem merupakan komponen yang

membentuk kepribadian manusia (Martens dkk, 2008). Kepribadian merupakan

pola kompleks perilaku yang dihasilkan dari interaksi antara ciri kepribadian

dengan neurobehaviour (Lenzenweger & Clarkin, 2005). S. Freud pada teori

psikoanalitik klasik berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi

struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu : consciousness (alam sadar),

preconsciousness (ambang sadar) dan unconsciousness (alam bawah sadar). Dari

ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling

penting dalam menentukan perilaku manusia Di dalam unsconscious tersimpan

ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness

berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau

ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari

mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas

(Koenigsberg dkk, 2009). Konflik yang terjadi pada masa awal-awal kehidupan,

terutama pada usia 0 sampai 6 tahun yaitu pada fase oral, anal, dan phalik, sangat

berperan terbentuknya kepribadian seseorang setelah dewasa. Semua konflik-

konflik yang terjadi pada fase tersebut akan terrepresi atau tersimpan ke alam

bawah sadar atau unconscious. Saat dewasa, energi negatif yang tersimpan di

alam bawah sadar pada awal kehidupan (fase oral, anal dan phalik) akan muncul

dalam bentuk suatu demensi kepribadian tertentu atau personality traits

misalnya terfiksasi fase oral akan bisa membentuk suatu kepribadian skizoid atau

paranoid, bila terfiksasi di fase anal atau phalik akan membentuk kepribadian
28

histrionik, dependen atau cemas menghindar. Khususnya pada kepribadian

histrionik dan cemas menghindar konflik-konflik yang tersimpan di alam bawah

sadar akan dimunculkan ke alam sadar dalam bentuk gejala-gejala konversi

sebagai bentuk mekanisme pembelaan diri. Gejala-gejala konversi bila

berlangsung berulang kali akan muncul keluhan-keluhan fisik dalam wujud

Somatisasi, salah satunya dispepsia fungsional (Oldham dkk, 2009; Kaplan dkk,

2010). Teori Psikoanalisis dari S. Freud lainnya mengembangkan suatu konsep

struktur kepribadian, yaitu id, ego dan super ego. Id adalah struktur paling

mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip

kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego berkembang dari

id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan

atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti

nilai baik buruk dan moral. Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan

menyadarkan individu atas tuntuta moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai,

superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu

menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini

tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan

(anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi

defensif atau pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang

jenisnya bisa bermacam-macam, salah satunya: konversi, represi yang bila

berlangsung lama, akan muncul keluhan-keluhan somatik salah satunya adalah

mengenai organ lambung yang dikenal dengan istilah sindrom dispepsia (Kaplan

dkk,2010;Krueger& Tackett, 2006).


29

Memori merupakan inti dari kepribadian. Memori individu didapat dari

kognitif atau dari trauma yang dialami saat masa perkembangan. Kepribadian

dipengaruhi oleh derajat trauma, tahap perkembangan saat terjadi trauma,

keluarga meliputi dinamika interpersonal, genetik, dan neurobiologi (Magnavita,

2004). Kepribadian juga ditentukan oleh mekanisme koping yang dilakukan

individu tersebut akibat suatu stresor. Stresor atau stimulus asing yang

berlangsung lama akan menyebabkan respon neurobiologi sebagai berikut: 1)

adanya perasaan negatif dari kecemasan karena merasa tidak aman dan tidak

yakin, 2) peningkatan gejala otonomik untuk cadangan energi dalam potensial

aksi sel, 3) selektif dalam perhatian untuk memaksimalkan input sensorik pada

lokasi tertentu, 4) peran kognitif untuk menerapkan strategi tertentu. Daerah

hipotalamus dan amigdala terangsang dan terjadi peningkatan CRH sebagai

respon terhadap stimulus yang ada. Jalur CRH di sistem peripheral yang berlokasi

di nukleus paraventrikular dari hipotalamus akan teraktivasi dan menyebabkan

pengeluaran kortisol dari kelenjar adrenal. Kortisol akan masuk ke pembuluh

darah dan meningkatkan glukoneogenesis dan jika kadarnya berlebihan akan

mempengaruhi keseimbangan neurotransmiter yang mengatur emosi, memori, dan

kemauan. Amigdala sentral dan amigdala basolateral mengaktifkan neuron CRH

di lateral hipotalamus. CRH di lateral hipotalamus akan memodulasi kerja dari

sistem saraf otonomik. Proyeksi neuron ke intermediolateral cell coloumn ke

spinal cord akan mengaktifkan sistem otonom simpatik preganglion. Jalur CRH

juga mengaktifkan Locus coeruleus sehingga norepinephrine dikeluarkan ke


30

reseptor beta adrenergik yang menciptakan emosi yang tidak spesifik

(Lenzenweger & Clarkin, 2005).

Neurotransmiter yang juga terpengaruh adalah dopamin. Peningkatan

aktivasi amigdala menyebabkan kadar metabolit dopamin di CSF rendah, ikatan

dopamin transporter juga rendah, dan jumlah reseptor D2 berkurang sehingga

menyebabkan perubahan perilaku yang terjadi dan jika berlangsung lama maka

perilaku tersebut bisa menetap dan membentuk kepribadian individu tersebut

(Oldham dd, 2009). Genetik berhubungan erat dengan terbentuknya struktur

kepribadian. Genetik berhubungan erat dengan extravertion dan neuroticism,

sedangkan pengaruh genetik pada concientiousness, agreeableness, dan openness

masih diragukan. Extraversion dan neuroticism berhubungan dengan proses

psikologi seperti perhatian, persepsi, memori, dan emosi. Neuroticism berkaitan

dengan peningkatan aktivasi amigdala dan subgenual Anterior Cingulate Cortex

pada saat menghadapi konflik emosional (John dkk, 2008). Aktivasi saraf simpatis

akan menyebabkan berbagai respon tubuh salah satunya di lambung. Kadar

kortisol yang tinggi dalam darah juga akan menyebabkan seseorang menjadi

rentan terhadap stimulus dan stresor dari luar dirinya. Gangguan lambung yang

bersifat fungsional merupakan manifestasi dari sensitivitas menyeluruh terhadap

adanya rangsangan yang baru atau stimulus yang dianggap bersifat ancaman.

Gangguan lambung fungsional yang paling sering terjadi adalah dispepsia

fungsional ( Ammerman, 2006).


31

BAB III

KERANGKA BERFIKIR, KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN


HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berfikir

Gangguan dispepsia fungsional dan dispepsia organik merupakan bagian

dari gangguan gastrointestinal dan memiliki karakteristik umum yang ditandai

oleh adanya gejala gastrointestinal dan tidak adanya kelainan struktural melalui

pemeriksaan klinik, laboratorium dan pemeriksaan endoskopi. Patogenesis

dispepsia meliputi beberapa mekanisme yang mungkin, antara lain: Infeksi

Helicobacter pylori (H. pylori), ketidaknormalan motilitas, gangguan sensori

visceral, perubahan sistem saraf otonom vegetatif, sistem neuroendokrin, sistem

imun dan faktor psikososial. Faktor lain yang juga berpengaruh timbulnya

dispepsia fungsional antara lain: depresi, kecemasan, stress, jenis kelamin, umur,

pendidikan, pekerjaan. Kaitan antara kepribadian seseorang dengan dispepsia

merupakan suatu mekanisme yang kompleks antara faktor organobiologi dengan

faktor psikososial. Kepribadian adalah pola sifat yang relatif permanen dan

mempunyai karakteristik yang unik yang secara konsisten mempengaruhi

perilakunya. Kepribadian mempengaruhi kognitif, emosi dan motivasi seseorang

dalam menghayati health awareness. Big five Personality traits model dapat

digunakan sebagai teori kepribadian yang dikaitkan dengan penyakit dispepsia

fungsional. Big five Personality traits model merupakan dimensi kepribadian ke

dalam lima dimensi yaitu Neuroticism (N) Extraversion (E), Openness to

Experience (O), Agreeableness (A) dan Conscientiousness (C). Model personality

31
32

traits yang dikembangkan secara leksikal ini dikenal dengan Big Five model.

Berdasarkan teori Psikoanalisis dari S. Freud mengembangkan suatu konsep

struktur kepribadian, yaitu id, ego dan super ego. Struktur kepribadian ego yang

paling memegang peranan penting terhadap terbentuknya kepribadian dan

munculnya dispepsia fungsional. Ego berkembang dari id, struktur kepribadian

yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia.

Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan

menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id

dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik dan

berlangsung lama, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety) yang

selanjutnya akan membentuk suatu Neurotism Personality Trait, atau apabila

tuntutan berasil diatasi dengan baik maka ego tidak terancam dan muncullah

sikap sabar, mengalah, menerima, yang pada akhirnya membentuk suatu

Agreeableness Personality Trait. Pada dimensi trait kepribadian Big Five model

yang memiliki skor yang rendah, dimana ego merasa terancam maka ego akan

melakukan reaksi defensif atau pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense

mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, salah satunya yang imatur

adalah : konversi, dan represi. Bila gejala koversi dan represi terus berlangsung

lama, akan memunculkan keluhan-keluhan somatik salah satunya adalah

mengenai organ lambung yang dikenal dengan istilah sindrom dispepsia.


33

Bagan di bawah ini menunjukkan hubungan antara Big five Personality traits

model dengan gangguan dispepsia

Faktor Penyebab : Big Five personality traits:

Infeksi H. Pylori
Extraversion
Ketidaknormalan motilitas
Gangguan sensori visceral Openness
Faktor psikososial Agreeableness
Faktor sistem saraf otonom, neuroendokrin, Conscientiesness
sistem imun
Kecemasan,Depresi,Stres, jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan, status pernikahan

Diagnosis setelah
endoskopi : fungsional dan
organik

Gejala Dispepsia :

Rasa penuh setelah makan yang


mengganggu.
Rasa terbakar di epigastrium
Nyeri epigastrium
Rasa cepat kenyang.

Gambar 3.1. Kerangka Berpikir


34

3.2. Kerangka Konsep

Depresi
Kecemasan
Stres
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Umur
Status pernikahan

Dependent Variables:

Independent Variables Dispepsia Fungsional

Big Five personality traits:


Neuroticism
Extraversion
Openness
Agreeableness
Conscientiesness

Keterangan :------------(garis putus-putus) : variabel yang diteliti

Gambar 3.2 kerangka konsep penelitian

3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka kerangka berpikir dan konsep yang telah

diuraikan di atas, maka dapatlah dikemukakan rumusan hipotesis sebagai berikut

1. Terdapat pengaruh antara Neuroticism trait dengan dispepsia fungsional pada

pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar.

2. Terdapat pengaruh antara Extraversion trait dengan dyspepsia fungsional

pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar.


35

3. Terdapat pengaruh antara Openness trait dengan dispepsia fungsional pada

pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar.

4. Terdapat pengaruh antara Agreeableness trait dengan dispepsia fungsional

pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar.

5. Terdapat pengaruh antara Conscientiousness trait dengan dyspepsia

fungsional pada pasien di poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Sanglah

Denpasar.
36

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di poliklinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum

Pusat Sanglah Denpasar.

4.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dimulai pada Agustus sampai September 2015

4.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi dengan menggunakan rancangan

penelitian observasional analitik dengan rancangan yang digunakan potong

lintang (cross sectional analytic) untuk mengetahui pengaruh Big Five

Personality Traits dengan dispepsia fungsional pada pasien rawat jalan poliklinik

Penyakit Dalam di RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dimulai dengan

identifikasi kasus, yaitu individu yang mengalami keluhan dispepsia dan sudah

terdiagnosis dengan dispepsia fungsional dan dispepsia organik setelah dilakukan

pemeriksaan endoskopi, kemudian dilakukan wawancara dan kuesioner pada

pasien dispepsia fungsional dan dispepsia organik yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi. Hasil evaluasi ini berupa hasil wawancara dan kuesioner dengan

responden.

36
37

Rancangan penelitian dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

Populasi

Dispepsia Fungsional Eligible Dispepsia Organik


sampling:
Dispepsia

Big Five personality traits:


 Openness
 Conscientiesness
 Extraversion
 Agreeableness
 Neuroticism

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi Target

Populasi target (target population) adalah semua pasien dengan dispepsia

4.3.2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau (accessible population) adalah semua pasien dengan

dispepsia yang pernah rawat jalan di poliklinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit
38

Umum Pusat Sanglah Denpasar yang tercatat di buku register selama periode

tahun 2014.

4.3.3. Sampel (intended sample)

Sampel yang dipilih dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi. Subyek yang diteliti (actual study subjects) adalah sampel

yang benar-benar mau ikut serta dalam penelitian dengan mengisi formulir

informed consent.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu:

1. Seluruh penderita yang menderita dispepsia fungsional dan dispepsia

organik yang tercatat di register rawat jalan poliklinik Penyakit Dalam

di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dari bulan Januari 2014 sampai

Desember 2014, yang telah dilakukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang ( endoskopi ) sesuai standar medik yang

berlaku dan didiagnosis dispepsia fungsional dan dispepsia organik

oleh dokter Spesialis Penyakit Dalam di RSUP Sanglah.

2. Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani formulir informed

consent.

3. Mampu membaca dan berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia

b. Kriteria Ekslusi

1. Penderita dengan dispepsia fungsional atau dispepsia organik yang

yang tinggal di luar Bali, atau sudah meninggal


39

2. Penderita dispepsia yang mengalami gangguan jiwa berat seperti

Skizofrenia, Retardasi Mental Berat

3. Penderita dengan penyakit kronik seperti Diabetes Melitus, Hipertensi,

Gagal Ginjal, Sirosis Hepatis, dan penyakit keganasan

4. Penderita dispepsia yang terganggu fungsi panca indra terutama

pengeliatan dan pendengaran

5. Penderita yang tidak tercatat no HP atau telepon rumah pada komputer

registrasi RSUP

6. Menolak ikut dalam penelitian

c. Besar Sampel

Penghitungan besar sampel pada penelitian ini memakai rumus besar

sampel untuk penelitian analitik korelatif sebagai berikut (Dahlan, 2009):


2
(nn) n (1,96)2× 0,20 × (1 ' 0,20)
n n
=
= n2 0,1
2

2 3,84× 0,20 × 0,8


(nn) n n =
n n2 2
= 0,1

0,614
n=
0,01
n = 61,4 dibulatkan menjadi

62orang Keterangan:

Zα =Kesalahan tipe I ditetapkan 5% = 1, 96

d =Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki ditetapkan sebesar

10%

Q =1 – P

P =Proporsi dispepsia sebesar 20 % (Harahap, 2010)


40

d. Penentuan Sampel

Pasien rawat jalan yang tercatat di register poliklinik Penyakit Dalam di

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah dari 1 Januari 2014 sampai dengan 31

Desember 2014. Sampel penelitian memenuhi syarat berdasarkan kriteria inklusi,

dan dipilih secara simple random sampling: dimulai dengan membuat daftar

identitas pasien yang memenuhi syarat sebagai sampel, kemudian pemilihan

diawali dengan menjatuhkan pensil untuk menentukan sampel pertama, sedangkan

untuk sampel berikutnya dengan kelipatan tiga, sampai besar sampel terpenuhi.

Sampelnya adalah yang telah dilakukan pemeriksaan endoskopi oleh dokter

Penyakit Dalam dan didiagnosis dispepsia fungsional dan dispepsia organik

3.4. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini variabel merupakan karakteristik sampel penelitian

yang diukur baik secara numerik maupun nominal (Sastroasmoro, 2011). dan

disusun menurut rancangan penelitian cross sectional analytic.

4.4.1. Variabel Bebas

Variabel bebas yang diteliti adalah Big Five Personality Traits terdiri dari :

Neuroticism trait, Extraversion trait, Openness trait, Agreeableness trait, dan

Conscientiousness trait

4.4.2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah dispepsia fungsional

4.4.3. Variabel Perancu

Variabel perancu pada penelitian ini adalah : kecemasan, depresi, stress,

jenis kelamin, umur, pendidikan, status pernikahan, dan pekerjaan


41

4.5. Definisi Operasional Variabel

Untuk keseragaman dan agar tidak terjadi kerancuan maka variabel-

variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan. Definisi

operasional dari variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut.

a. Big five personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam

psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun

dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan

menggunakan analisis faktor. Lima dimensi personality traits tersebut

adalah neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan

conscientiousness (Friedman & Schustack, 2008). Data disajikan dalam

bentuk numerik.

b. Dispepsia fungsional adalah bagian dari gangguan gastrointestinal

fungsional dan memiliki karakteristik umum yang ditandai oleh adanya

gejala gastrointestinal dan tidak adanya kelainan struktural memenuhi

salah satu gejala atau lebih gejala rasa penuh setelah makan yang

mengganggu, rasa cepat kenyang, nyeri epigastrium, rasa terbakar di

epigastrium dan tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk hasil

endoskopi saluran cerna bagian atas) yang mungkin dapat menjelaskan

timbulnya gejala. Kriteria terpenuhi selama minimal 3 bulan, dengan onset

gejala minimal 6 bulan sebelum diagnosis dan didiagnosis oleh Dokter

Penyakit Dalam. Data disajikan dalam bentuk skala kategorikal nominal

dikotomi (Abdullah & Gunawan, 2012 ).


42

c. Dispepsia organik adalah kelainan struktural pada organ gastrointestinal,

dimana penyebabnya sudah jelas setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi

serta didiagnosis oleh Ahli Penyakit Dalam. Misalnya adanya ulkus

peptikum atau duodenum, karsinoma lambung, atau cholelithiasis.

d. Umur adalah umur yang tertera pada kartu tanda penduduk (KTP) pasien

yang juga dikonfirmasi melalui wawancara saat dilakukan penelitian dan

pada rekam medis. Data disajikan dalam bentuk skala non kategorikal.

e. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang tertera di kartu tanda penduduk

(KTP) dan tertera di catatan medik responden. Data disajikan dalam

bentuk skala kategorikal nominal.

f. Pendidikan adalah pendidikan yang dapat diklasifikasi kedalam kelompok

: Tidak Sekolah, SD, SMP, SMA atau sederajat, Diploma atau Sarjana

g. Pekerjaan adalah dapat diklasifikasi kedalam kelompok : Bekerja, dan

Tidak Bekerja

h. Status pernikahan meliputi : tidak menikah, menikah, duda, dan janda

i. Stres adalah tekanan psikis akibat adanya tuntutan dalam diri dan

lingkungan, misalnya tuntutan belajar menjelang ujian, menghadapi

masalah keluarga atau hubungan antar teman dengan menggunakan

kuesioner DASS 42 (Rathus & Nevid, 2007).

j. Depresi adalah suasana hati (afek) atau hilang minat atau kesenangan

dalam semua aktifitas selama sekurang-kurangnya dua minggu, disertai

beberapa gejala berhubungan (Maslim, 2001).


43

k. Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan

ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang

hiperaktif (Maslim, 2001). Depresi, kecemasan, dan stres diukur dengan

Depression Anxiety Stres Scale (DASS) 42 (Lovibond, 1995; Crawford &

Henry, 2003; Kholifah, 2013 ).

 Depresi (ada) : bila skor DASS 42 untuk depresi >

9 Tidak ada : bila skor DASS untuk depresi 0-9

 Kecemasan (ada) : bila skor DASS 42 untuk kecemasan >

7 Tidak ada : bila skor DASS 42 untuk kecemasan 0-7

 Stres (ada) : bila skor DASS 42 untuk stres >

14 Tidak ada : bila skor DASS 42 untuk stres 0-

14

Data disajikan dalam bentuk skala kategorikal nominal.

4.6. Bahan dan Instrument Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: formulir kuesioner

yang digunakan untuk mengeksplorasi faktor demografi (umur, jenis kelamin,

pendidikan, status pernikahan dan pekerjaan). Instrumen pengumpulan data yang

digunakan adalah berbentuk kuesioner yang berbentuk skala Likert. Kuesioner

adalah salah satu jenis alat pengumpulan data berupa daftar pertanyaan. Instrumen

pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua alat ukur. Adapun dua alat

ukur tersebut adalah:

a. Alat ukur Big Five personality

Big Five personality akan diukur dengan IPIP-FFI (International

Personality Item Pool-Five Factor Inventory). Alat ukur ini merupakan


44

alat ukur kepribadian yang dibuat oleh Lewis Goldberg. Skala ini

berjumlah 50 item yang memilki rentang diri sangat tidak sesuai (skala

1) sampai sangat sesuai (skala 5), dimana setiap variabelnya terdiri dari

10 item (5 favorable dan 5 unfavorable) yaitu openness to experience,

conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism.

Instrumen ini telah melalui uji reliabilitas dan validitas berdasarkan

penilaian Cronbach’s alpha dengan nilai di atas 0,6 (Donnellan dkk,

2006).

b. Alat ukur depresi, kecemasan dan stres

Instrumen lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah DASS 42

menilai ada tidaknya depresi, kecemasan, dan stres. Instrumen DASS 42

terdiri dari 42 item pertanyaan yang terdiri dari 3 subvariabel yaitu fisik,

psikologi dan perilaku. Nilai depresi, kecemasan, dan stres ditentukan

oleh nilai dari komponen DASS yang relevan untuk masing-masing

kriteria. Komponen DASS untuk depresi adalah 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21,

24, 26, 31, 34, 37, 38, 42. Kecemasan diukur oleh komponen nomor 2, 4,

7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30, 36, 40, 41. Sedangkan stres ditunjukkan

oleh komponen 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39.

Instrumen ini telah melalui uji reliabilitas dan validitas berdasarkan

penilaian Cronbach’s alpha sebesar 0,91 (Lovibond & Lovibond, 1995;

Crawford & Henry, 2003; Kholifah, 2013).


45

4.7. Analisis Statistik

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pemeriksaan mengenai

kelengkapan data tersebut. Data hasil penelitian dilakukan perhitungan dan

dianalisis secara statistik dengan bantuan komputer menggunakan perangkat lunak

komputer. Jika ada data yang belum lengkap akan dilengkapi kemudian dilakukan

serangkaian analisis statistik menggunakan SPSS.20 sebagai berikut:

4.7.1. Statistik Deskritif

Analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik data

sampel variabel usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan,

kecemasan, depresi, dan stres

4.7.2. Uji normalitas data

Data mengenai umur dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Data

dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 dan tidak apabila nilai p <

0,05. Levene’s test digunakan untuk mengetahui homogenitas kedua kelompok.

4.7.3. Uji parametrik t tidak berpasangan.

Uji parametrik t-test tidak berpasangan digunakan untuk uji hipotesis pada

data numerik yang berdistribusi normal. Uji non-parametrik Mann-Whitney

digunakan untuk uji perbandingan pada data yang tidak berdistribusi normal,

sedangkan uji Chi-Square digunakan untuk uji perbandingan pada data kategorik

(Dahlan, 2009). Dalam penelitian ini ditentukan derajat kemaknaan α = 0,05 (p <

0,05)
46

4.7.4.Statistik Bivariat

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas dengan variabel tergantung

dilakukan analisis multivariat, dengan terlebih dahulu melakukan analisis bivariat

menggunakan regresi logistik terhadap masing-masing variabel Big Five

personality traits (neuroticism, openness, extraversion, agreeableness, dan

conscientiousness) sebagai variabel bebas dengan dyspepsia fungsional sebagai

variabel tergantung dengan metode enter. Variabel yang dimasukkan ke dalam

analisis multivariat apabila nilai p < 0,5.

4.7.5. Statistik Multivariat

Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi logistik

terhadap masing-masing variabel Big Five personality traits (neuroticism,

openness, extraversion, agreeableness, dan conscientiousness) sebagai variabel

bebas dihubungkan dengan dispepsia sebagai variabel tergantung setelah dikontrol

dengan variabel depresi, kecemasan, stress. Pendidikan, pekerjaan, status

pernikahan, jenis kelamin, umur dengan metode enter.

4.8. Alur Penelitian

4.8.1. Tahap Persiapan

Sampel penderita yang didiagnosis dispepsia fungsional dan dispepsia

organik dipilih secara simple random sampling. Instrument kuesioner dan

wawancara terpimpin disiapkan.

4.8.2. Pelaksanaan Penelitian

Sebelum pelaksanaan penelitian semua yang menyangkut etika penelitian

dikonsultasikan dengan Komisi Etika Penelitian Unit penelitian dan


47

Pengembangan Rumah Sakit Pusat Sanglah Denpasar guna mendapatkan surat

kelaikan etika. Semua penderita yang didiagnosis dispepsia fungsional dan

dispepsia organik diberikan penjelasan rinci tentang tujuan penelitian dan setelah

memahami barulah dilanjutkan dengan penandatanganan informed consent.

4.8.3. Alur Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan setelah mendapatkan kelaikan etik

(ethical clearence) dari RSUP Sanglah. Alur adalah sebagai berikut :

Pasien Dispepsia Fungsional dan dispepsia organik yang sudah tegak


diagnosa yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak kriteria eksklusi dan
tercatat di buku register poliklinik

Informed Consent

Sampling Simpel random sampling

Dispepsia fungsional Dispepsia organik

Wawancara
Kuesioner IPIP-FFI untuk Big five personality traits
Kuesioner DASS 42 untuk cemas, depresi, stres

Pengumpulan data

Analisis statistik Data

Laporan Hasil Penelitian

Gambar 4.3 Bagan Alur Penelitian


48

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Dasar

Berdasarkan data register kunjungan pasien yang melakukan pemeriksaan

endoskopi di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah selama tahun 2014 adalah

sebanyak 647 orang, 370 orang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian ini.

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Sebanyak 13

orang tidak dimasukan sebagai sampel karena alasan menolak, alamat tidak jelas (

tidak tercantum nomor HP atau telepon rumah di komputer registrasi), atau alamat

tidak ditemukan. Pada akhir penelitian ini didapatkan total sampel sebesar 62

orang, dan mereka bersedia mengisi kuesioner Big Five Personality Traits dan

DASS 42. Hasil yang didapat dari kuesioner yang diisi oleh sampel, didapatkan

62 kuesioner yang terisi secara lengkap. Karakteristik dasar subjek penelitian

dapat dilihat pada Tabel 5.1.

48
49

Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian


Karakteristik Jumlah
N %
Umur 51,31 ± 14,830
Jenis kelamin
Laki-laki 35 56,50
Perempuan 27 43,50
Pekerjaan
Bekerja 24 38,70
Tidak bekerja 38 61,30
Pendidikan
Tidak sekolah 8 12,90
SD 14 22,60
SMP 4 6,50
SMA 30 48,40
Diploma/sarjana 6 9,70
Pernikahan
Tidak menikah 12 19,40
Menikah 32 51,60
Duda 11 17,70
Janda 7 11,30
Dispepsia
Fungsional 27 43,50
Organik 35 56,50
Depresi
Tidak Depresi 54 87,10
Depresi 8 12,90
Cemas
Tidak Cemas 49 79,00
Cemas 13 21,00
Stres
Tidak Stres 55 88,70
Stres 7 11,30
Data umur ditampilkan dalam rerata ± SD

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat dilihat bahwa karakteristik umur didapatkan rerata

51,31 ± 14,830. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki lebih tinggi yaitu

sebesar 56,50%, sedangkan proporsi perempuan sebesar 43,50%. Berdasarkan

karakteristik pekerjaan yang tercatat, proporsi tertinggi adalah tidak bekerja

sebesar 61,30%, dan terendah bekerja sebesar 38,70%. Proporsi tertinggi


59

berdasarkan tingkat pendidikan adalah SMA sebesar 48,40%, dan terendah adalah

SMP sebesar 6,50%. Berdasarkan status pernikahan yang tercatat, proporsi

tertinggi adalah menikah sebesar 51,60% dan terendah adalah janda sebesar

11,30%. Sedangkan responden yang mengalami depresi didapatkan pada 12 orang

(12,90%), kecemasan didapatkan pada 13 orang (21,00%) dan stres didapatkan

pada 7 orang (11,30%).

Dari 62 responden yang menjadi sampel penelitian, 27 orang (43,50%)

termasuk dalam kategori dispepsia fungsional dan sisanya sejumlah 35 orang

(56,50%) dispepsia organik. Data variabel umur akan diuji normalitas data dengan

uji Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p >

0,05 dan tidak apabila nilai p < 0,05. Selanjutnya dilakukan uji beda pada kedua

rerata umur tersebut dengan menggunakan uji t tidak berpasangan bila data

berdistribusi normal. Bila distribusi data tidak normal maka kedua rerata umur

dilakukan analisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Uji beda karakteristik

subjek pada kelompok dispepsia fungsional dan dispepsia organik dapat dilihat

pada Tabel 5.2.


51

Tabel 5.2 Uji beda karakteristik subjek pada kelompok dispepsia fungsional dan
dispepsia organik
Dispepsia Dispepsia
Fungsional Organik
Variabel Nilai p
N (%) N (%)
Total = 27 Total = 35
Umur 48,29 ± 14,525 53,66 ± 14,838 0,134**
Jenis kelamin
Laki-laki 12 (44,40%) 23 (65,70%)
0,094*** Perempuan 15 (55,60%) 12 (34,30%)
Pekerjaan
Bekerja 14(51,90%) 10 (28,60%) 0,062***
Tidak bekerja 13 (48,10%) 25(71,40%)
Pendidikan
Tidak sekolah 3 (11,10%) 5 (14,30%)
SD 3 (11,10%) 11 (31,40%)
SMP 3 (11,10%) 1 (2,90%) 0,121*
SMA 14 (51,90%) 16 (45,70%)
Diploma/Sarjana 4 (14,80%) 2 (5,70%)
Pernikahan
Tidak Menikah 8 (29,60%) 4 (11,40%)
Menikah 14 (51,90%) 18 (51,40%) 0,059*
Duda 2 (7,40%) 9 (25,70%)
Janda 3 (11,10%) 4 (11,40%)
Depresi
Tidak Ada 26 (96,30%) 28(80,00%)
0,123* **
Ada 1 (3,70%)
Kecemasan 7 (20,00%)

Tidak Ada 15 (55,60%) 34(97,10%)


Ada 12 (44,40%) 1 (2,90%) 0,000* **
Stres
Tidak Ada 25 (92,60%) 30 (85,70%)
0,455* **
Ada 2 (7,40%)
5 (14,30%)
Data umur ditampilkan dalam rerata ± SD
* Uji Mann-Whitney
** Independent sampel test
*** Uji Pearson Chi-Square
**** Uji Fisher’s exact
Pada kelompok dispepsia fungsional kami dapatkan umur dengan rerata

48,29 ± 14,525, dan rerata umur untuk kelompok dispepsia organik adalah 53,66

± 14,838. Kedua data tersebut didapatkan berdistribusi normal dengan nilai p

adalah 0,200 (p ˃ 0,05), dan homogen pada levene test dengan nilai p adalah 0,69
52

( p ˃ 0,05). Selanjutnya dilakukan uji beda pada kedua rerata umur tersebut

menggunakan uji t tidak berpasangan. Uji beda kedua rerata umur tersebut

didapatkan hasil tidak ada perbedaan bermakna dengan nilai p adalah 0,134 ( -5,9

± SE 3,906; CI 95%: -13,754 sampai 1,872; t = -1,521; p = 0,134). Pada variabel

jenis kelamin, dan pekerjaan yang merupakan variabel katagorikal, uji beda

menggunakan pearson chi-square test. Pada uji beda tersebut didapatkan tidak ada

perbedaan bermakna pada variabel jenis kelamin dan pekerjaan (nilai p > 0,05).

Pada variabel pendidikan dan variabel pernikahan, uji beda menggunakan uji

Mann-Whitney. Pada uji beda tersebut didapatkan tidak ada perbedaan bermakna

pada variabel pendidikan, dan variabel pernikahan (nilai p > 0,05). Pada variabel

depresi, kecemasan, dan stress yang merupakan variabel katagorikal uji beda tidak

dapat menggunakan pearson chi-square test karena terdapat sel yang bernilai

kurang dari 5 sehingga digunakan uji alternatif fisher’s exact test, pada uji beda

tersebut didapatkan perbedaan bermakna pada variabel kecemasan (nilai p <

0,05).

Secara statistik didapatkan bahwa variabel kecemasan pada kedua

kelompok ada perbedaan secara signifikan (p ˂ 0,05). Sedangkan variabel umur,

jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pernikahan, depresi, dan stres pada kedua

kelompok secara statistik tidak didapatkan perbedaan secara signifikan (p ˃ 0,05).

5.2 Uji Hipotesis

Permasalahan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah apakah ada

pengaruh antara masing-masing variabel pada Big Five personality traits dengan

dispepsia fungsional Peneliti ingin menguji lima hipotesis tentang pengaruh


53

kelima variabel pada Big Five personality traits dengan dispepsia fungsional.

Sebagai langkah awal dilakukan analisis bivariat masing-masing variabel pada

Big Five personality traits (Openess, Concienstiousness, Extraversion,

Agreeableness dan Neuroticism) sebagai variabel bebas dengan dispepsia

fungsional sebagai variabel tergantung. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Analisis Bivariat Pengaruh Antara Big Five Personality Traits Sebagai
Variabel Bebas dan Dispepsia fungsional Sebagai Variabel Tergantung
Variabel Big Five Unadjusted CI 95% OR
B p Value
personality traits Odd Ratio Low High
Neuroticism 0,576 0,562 0,416 0,760 0,000
Extraversion 0,290 1,337 1,108 1,612 0,002
Openness -0,182 1,200 1,025 1,404 0,023
Agreeableness 0,267 1,306 1,135 1,504 0,000
Conscientiousness -0,743 0,476 0,323 0,701 0,000

Sesuai kesepakatan, variabel personality traits pada analisis bivariat yang

akan dimasukkan kembali pada analisis multivariat menggunakan regresi logistik

apabila memiliki nilai p < 0,25. Sehingga ada lima variabel personality traits yang

bisa dimasukkan ke dalam analisis multivariat, yaitu Openess, Concienstiousness,

Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism. Dari hasil analisis bivariat, dapat

dikatakan bahwa dispepsia fungsional berpengaruh dengan Openess,

Concienstiousness, Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism.

Dari analisis multivariat antara personality traits sebagai variabel bebas

dengan dispepsia fungsional sebagai variabel tergantung setelah dikontrol dengan

variabel kecemasan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.4.


54

Tabel 5.4 Analisis Multivariat Pengaruh Antara Big Five Personality Traits
sebagai Variabel Bebas dengan Dispepsia Fungsional sebagai Variabel
Tergantung setelah dikontrol dengan variabel kecemasan
Big Five Adjusted CI 95% OR
B p value
Personality Traits OR Low High
Neuroticism 0,515 0,598 0,396 0,901 0,014
Extraversion -0,144 0,866 0,395 1,898 0,719
Openness -0,347 1,415 0,741 2,700 0,293
Agreeableness -0,090 0,914 0,580 1,441 0,699
Conscientiousness -0,435 0,647 0,404 1,035 0,070
Anxiety_nominal 0,313 1,367 0,025 75,859 0,879

Pada tabel di atas dapat kita lihat ada satu trait yang memiliki nilai p <

0,05 dan nilai CI 95% yang tidak bersinggungan dengan nilai satu yaitu

Neuroticism (p=0,014; CI 95% 0,396-0,901). Neuroticism menunjukkan Adjusted

OR sebesar 0,598 dan nilai B yang positif yang berarti setiap kenaikan 1 unit

skala Neuroticism akan meningkatkan kemungkinan terjadinya dispepsia

fungsional sebesar 0,515 kali. Dengan kata lain setiap kenaikan 10 unit skala

Neuroticism akan meningkatkan risiko terjadinya dispepsia fungsional sebesar

5,15 kali. Dengan demikian hipotesis pertama yaitu Neuroticism memiliki

pengaruh terhadap dispepsia fungsional terbukti.

Sedangkan untuk openness walaupun memiliki nilai OR > 1 namun secara

statistik tidak signifikan (nilai p > 0,05). Begitu pula untuk extraversion,

agreeableness, dan conscientiousness secara statistik tidak signifikan (p > 0,05).

Ini berarti extraversion, openness, agreeableness dan conscientiousness tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya dispepsia fungsional. Dengan

demikian hipotesis kedua yang menyatakan adanya pengaruh extraversion dengan

dispepsia fungsional tidak terbukti. Hipotesis ketiga yang menyatakan adanya

pengaruh openness dengan dispepsia fungsional tidak terbukti. Hipotesis keempat


55

yang menyatakan adanya pengaruh agreeableness dengan dispepsia fungsional

tidak terbukti. Hipotesis kelima yang menyatakan adanya pengaruh

conscientiousness dengan dispepsia fungsional juga tidak terbukti.


56

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Karakteristik Dasar

Data deskriptif pada penelitian ini dapat digambarkan dari data yang

diperoleh diantaranya yaitu: 62 orang sampel yang dipilih secara simple random

sampling ditemukan perbedaan angka prevalensi antara dispepsia fungsional

dengan dispepsia organik pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam

RSUP Sanglah Denpasar yaitu sebesar 43,50% pada dispepsia fungsional dan

56,50% pada dispepsia organik. Angka ini serupa dengan data penelitian yang

dilakukan oleh Kumar dkk, yang menemukan perbedaan prevalensi dispepsia

fungsional dengan dispepsia organik di Mumbai India sebesar 34,2% dan 65,80%

(Kumar dkk, 2012), bahkan penelitian yang dilakukan oleh Nwokediuko dkk, di

Nigeria menemukan angka prevalensi dispepsia fungsional lebih tinggi

dibandingkan dengan dispepsia organik yaitu sebesar 64,90% (Nwokediuko dkk,

2012). Meningkatkan angka prevalensi dispepsia fungsional pada beberapa

penelitian mungkin berkaitan dengan stresor psikososial. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Cheng dkk, didapatkan derajat stresor psikososial berhubungan

bermakna pada penderita dispepsia fungsional. Semakin banyak stresor

psikososial yang dialami, semakin tinggi sindrom dispepsia yang menyertai

penderita dispepsia fungsional. Adapun stresor psikososial pada dispepsia

fungsional terbanyak ditemukan berturut – turut adalah masalah pekerjaan (47,5


57

%), masalah hubungan suami/istri (22,5 %), masalah anak (17,5 %) dan masalah

hubungan antar manusia (12,5 %) (Cheng dkk, 2005).

Dilihat dari proporsi umur dengan menggunakan rerata ± SD, didapatkan

pada dispepsia fungsional yaitu: 48,29 ± 14,525, dan 53,66 ± 14,838 pada

dispepsia organik. Angka yang diperoleh ini mirip dengan penelitian yang

dilakukan oleh Mahadeva & Lee di Mumbai India, didapatkan angka prevalensi

menurut umur pada dispepsia fungsional maupun organik ˃ 40 tahun,

kemungkinan hal ini disebabkan oleh pengaruh faktor ketahanan tubuh itu sendiri,

bertambahnya umur seseorang maka semakin rentan terhadap kejadian penyakit

(Mahadeva & Lee, 2006).

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, pada dispepsia fungsional jenis

kelamin perempuan mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis

kelamin laki-laki yaitu sebesar 55,60%, berbanding terbalik dengan dispepsia

organik dimana prevalensi jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan

dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 71,40%. Angka ini mirip dengan

angka yang diperoleh oleh Widya dkk, dimana perbandingan jenis kelamin

perempuan : laki-laki pada dispepsia fungsional adalah 2 : 1, sedangkan pada

dispepsia organik perbandingan jenis kelamin perempuan : laki-laki adalah 1 : 2

(Widya dkk, 2015) atau data yang diperoleh pada tahun 2009 pada pemeriksaan

endoskopi yang dilakukan di bagian Endoskopi RS Wahidin Sudiro Husodo,

ditemukan dispepsia organik lebih banyak pada laki-laki sedangkan dispepsia

fungsional lebih banyak pada wanita (Tenri dkk, 2011). Tingginya prevalensi

dispepsia fungsional pada perempuan, hal ini karena pada perempuan lebih rentan
58

untuk mengalami stres, pola makan sering tidak teratur dan pada wanita sering

menjalankan program diit yang salah, menggunakan obat-obat pelangsing yang

justru membuat produksi asam lambung terganggu. Diit ketat dengan hanya

mengonsumsi buah-buahan atau sayuran, akan menimbulkan gangguan

pencernaan, atau pada perempuan yang mengalami kehamilan trimester pertama,

sering mengalami gejala yang mirip dispepsia (Widya dkk, 2015), atau penelitian

yang dilakukan oleh Farejo dkk, mengatakan bahwa perempuan memiliki

ekspektasi yang berbeda terhadap perasaan tidak nyaman ketika mengalami gejala

seperti perut kembung atau nyeri perut, hal ini karena penyakit ini dianggap

subjek sensitif dan kondisi memalukan yang mungkin lebih sulit bagi perempuan

untuk mengatasi daripada laki-laki, sehingga perempuan lebih sering datang

kontrol ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan keluhannya ini ( Farejo dkk,

2007). Sedangkan angka prevalensi dispepsia organik lebih tinggi didapatkan

pada laki-laki, hal ini berkaitan dengan pola hidup yang cenderung tidak sehat

dibandingkan dengan perempuan seperti misalnya: kebiasaan merokok, konsumsi

kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi (softdrink),

makanan yang menghasilkan gas (tape, nangka, durian), atau konsumsi obat-obat

tertentu (Nwokediuko dkk, 2012).

Berdasarkan proporsi tertinggi jenis pekerjaan didapatkan 51,90% adalah

bekerja pada kelompok dispepsia fungsional dan sebesar 71,40% tidak bekerja

pada kelompok dispepsia organik. Angka ini mirip dengan penelitian yang

dilakukan oleh Cheng dkk, bahwa dispepsia fungsional lebih banyak ditemukan

pada orang yang bekerja di kantoran. Dalam penelitian tersebut disimpulkan


59

semakin tinggi beban kerja, lama jam kerja, dan posisi jabatan yang semakin

tinggi maka kejadian untuk menderita dispepsia fungsional akan semakin tinggi

(Cheng dkk, 2011). Sedangkan pada dispepsia organik lebih banyak tidak bekerja,

ini sesuai dengan penelitian Tenri dkk, yang mengatakan pada dispepsia organik

lebih banyak berhubungan dengan faktor usia, penyakit yang bersifat kronis atau

berulang dan faktor ketahanan tubuh yang semakin menurun dengan

bertambahnya usia (Tenri dkk, 2011).

Dilihat dari proporsi kecemasan yang dialami oleh kedua kelompok pada

penelitian ini ditemukan secara statistik ada perbedaan secara signifikan (p ˂

0,05). 44,40% pada kelompok dispepsia fungsional mengalami kecemasan, dan

berbeda dengan kelompok dispepsia organik didapatkan sebesar 97,10% tidak

mengalami kecemasan. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan

oleh Daniela dkk, menunjukkan bahwa ada hubungan antara dispepsia organik

dan dispepsia fungsional dengan kecemasan dimana 25% dari penderita ulkus

duodenal, 31,2% pasien dispepsia fungsional ditemukan gangguan jiwa dalam

bentuk kecemasan. Pada Penelitian tersebut disimpulkan bahwa pasien dispepsia

ada hubungannya dengan kecemasan dimana dispepsia fungsional lebih tinggi

tingkat kecemasannya dibandingkan pasien dispepsia organik (Daniela dkk,

2012), ataupun penelitian yang dilakukan oleh Pertti dkk, menemukan bahwa baik

penderita dispepsia fungsional maupun dispepsia organik pernah mengalami

kecemasan dengan tingkatan yang bervariasi dari ringan, sedang dan berat, dan

disimpulkan penderita dispepsia fungsional lebih banyak mengalami kecemasan

daripada dispepsia organik (Pertti dkk, 2011). Sedangkan pada penelitian yang
60

dilakukan oleh Ghoshal dkk, terdapat penemuan yang sangat berarti bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara kejadian dispepsia organik dengan derajat

kecemasan, ini membuktikan bahwa pada dispepsia organik murni penyebabnya

bukan kecemasan tetapi kecemasan yang timbul akibat dari perjalanan

penyakitnya, mungkin karena penderita merasa tidak pernah merasa sembuh dari

penyakitnya, fakta ini menguatkan bila penderita dispepsia organik itu tidak ada

satupun yang terbebas dari rasa cemas oleh karena keluhan atau gejala gastritis

dan ulkus tersebut. Jadi disini faktor fisik dan psikis saling berinteraksi dan dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan (Ghoshal dkk, 2011).

6.2. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis

Pengaruh Neuroticism dengan dispepsia fungsional menunjukkan bahwa

dispepsia fungsional lebih mudah terjadi pada individu dengan kepribadian yang

pencemas, temperamental, mengasihi diri sendiri, emosional, dan retan terhadap

gangguan stres. Sedangkan mereka yang tidak mengalami dispepsia fungsional

merupakan cenderung lebih tenang, rileks, tidak emosional, memiliki daya tahan

terhadap stres, merasa aman, dan puas atas diri sendiri. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa mereka yang mengalami dispepsia fungsional merupakan

orang-orang yang memiliki sifat mudah khawatir, gugup, kemarahan, merasa

tidak aman, tidak mampu dan mudah panik, kurang kontrol diri, kerapuhan,

sedangkan mereka yang tidak mengalami dispepsia fungsional merupakan orang-

orang yang memiliki temparamental datar, puas akan diri sendiri dan tidak

emosional (Feist & Feist, 2009).


61

Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian lain yang dilakukan oleh

Ambarwati pada penelitian kuantitatif dengan sampel 90 orang penderita

dispepsia fungsional dilakukan di RSCM dan beberapa klinik di Jakarta.

Penelitian ini mempergunakan cara penyebaran angket yang diadaptasi dari

NEOP1-R buatan McCrae dan Costa (1990). Hasilnya ternyata trait neuroticism

dan trait extraversion masing-masing memiliki pengaruh yang cukup kuat pada

penderita dispepsia fungsional. Jika dibandingkan per subgrup dispepsia

fungsional terlihat kalau pasien-pasien dari subgrup ulcer-like dyspepsia serta

non-specific dyspepsia cenderung lebih dipengaruhi trait neuroticism. Dan pasien-

pasien pada subgrup dysmotility-like dyspepsia cenderung lebih dipengaruhi trait

extraversion. Selanjutnya dari hasil penelitian kualitatif yang dilakukan dengan

cara depth interview dan observasi terlihat bahwa pengaruh trait neuroticism

membuat penderita menjadi sosok yang selalu worrying, emotional, insecure, dan

inadequate (Ambarwati, 2005).

Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Chun dkk, pada 187

pasien rawat jalan (72,2% pasien wanita, usia rata-rata 42,6 tahun) dengan

dispepsia fungsional berdasarkan kriteria Roma III. Pasien diwawancarai dan

dievaluasi dengan Brief Symptom Rating Scale, dan hasilnya ternyata trait

neuroticism berpengaruh secara signifikan dengan timbulnya dispepsia

fungsional terutama pada sub group postprandial distress syndrome (Chun dkk,

2009).

Penelitian yang berkaitan dengan terapi dilakukan oleh Tanum & Malt

menemukan pengaruh antara kepribadian dan respon terhadap pengobatan dengan


62

tetracyclic antidepressant mianserin atau plasebo pada pasien dengan gangguan

dispepsia fungsional pada 48 pasien dengan mengisi kuesioner Buss-Durkee

Hostility Inventory, Neuroticism Extroversion Openness -Personality Inventory

(NEO-PI), and Eysenck Personality Questionnaire (EPQ), neuroticism + lie

subscales secara komplit. Hasilnya skor level rendah neuroticism dengan

pengobatan dengan obat tetracyclic antidepressant mianserin pada pasien

dispepsia fungsional mempunyai efek terapi yang lebih baik dibandingkan dengan

penderita dispepsia fungsional yang mempunyai skor level sedang sampai tinggi

neuroticism (Tanum & malt, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Branka dkk, mendapatkan bahwa

pemeriksaan yang dilakukan pada 60 pasien dengan dispepsia fungsional

kemudian diberikan kuesioner kepribadian Eysenck mengungkapkan bahwa

kecemasan tetinggi ditemukan pada dispepsia fungsional dan memiliki skor

neuroticism yang tinggi (Branka dkk, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Guowen dkk, menemukan bahwa pasien

dengan dispepsia fungsional memiliki skor neuroticism yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami dispepsia fungsional (Guowen

dkk, 2009). Individu dengan skor tinggi pada neuroticism memiliki

kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri

sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stress sehingga

cenderung mudah mengalami dispepsia fungsional. Sesuai dengan teori S. Freud

pada psikoanalitik klasik yaitu: teori kepribadian yang membagi struktur mind ke

dalam tiga bagian yaitu : consciousness (alam sadar), preconsciousness (ambang


63

sadar) dan unconsciousness (alam bawah sadar). Konflik yang terjadi pada masa

awal-awal kehidupan, sangat berperan terbentuknya kepribadian seseorang setelah

dewasa. Semua konflik-konflik yang terjadi pada fase tersebut akan terrepresi atau

tersimpan ke alam bawah sadar atau unconscious. Apabila timbul konflik saat

dewasa, energi negatif yang tersimpan di alam bawah sadar pada awal kehidupan

akan muncul dalam bentuk suatu demensi kepribadian tertentu. Pada kepribadian

cemas (neuroticism) konflik-konflik yang tersimpan di alam bawah sadar akan

dimunculkan ke alam sadar dalam bentuk gejala-gejala konversi sebagai bentuk

mekanisme pembelaan diri. Gejala-gejala konversi bila berlangsung berulang kali

akan muncul keluhan-keluhan fisik dalam wujud Somatisasi, salah satunya

dispepsia fungsional (Oldham dkk, 2009).

Penelitian lain memperoleh hasil bahwa ditemukan ada pengaruh antara

dimensi extraversion terhadap dispepsia fungsional. Makin rendah skor dimensi

extraversion maka semakin tinggi risiko mengalami dispepsia fungsional.

Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cano dkk, yang

mendapatkan bahwa skor extraversion yang rendah berpengaruh dengan dispepsia

fungsional. Individu dengan extraversion yang rendah tidak bisa menikmati hidup,

tidak bisa fokus pada pekerjaan, merasa tidak bertujuan dalam hidup, kadang-

kadang disebabkan oleh perasaan negatif, seperti suasana hati yang rendah,

kekecewaan, kecemasan, dan depresi. Di sisi lain, dispepsia fungsional

menyebabkan diri ketidakpuasan dan menodai diri. Hal ini disebabkan oleh fakta

bahwa pasien menganggap dispepsia disebabkan karena kegiatan yang dia


64

lakukan. Individu dengan dispepsia memiliki hubungan sosial yang lebih rendah

dibandingkan dengan individu normal (Cano dkk, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Tobon dkk, menemukan bahwa individu

dengan dispepsia fungsional memiliki skor neuroticism yang tinggi, skor

extraversion, openness, agreeableness dan conscientiousness yang rendah.

Penelitian ini mendapatkan conscientiousness yang rendah hanya berpengaruh

secara indirect terhadap dispepsia fungsional (Tobon dkk, 2013). Hal ini mungkin

disebabkan karena individu yang memiliki skor rendah dalam concienstiousness

cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah

menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya sehingga mudah

mengalami stress (Tobon dkk, 2013).

Penelitian ini memperoleh hasil bahwa ditemukan pengaruh yang kurang

signifikan antara dimensi agreeableness terhadap dispepsia fungsional. Makin

rendah skor dimensi agreeableness maka semakin tinggi risiko mengalami

dispepsia fungsional. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang ada,

dimana orang dengan skor agreeableness yang rendah cenderung argumentatif,

tidak kooperatif atau tidak simpatik sehingga diperkirakan lebih mungkin

mengalami dispepsia fungsional. Individu dengan tingkat agreeableness yang

rendah cenderung suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung,

cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif

(Cloninger, 2012).

Pada penelitian ini openness ditemukan berpengaruh yang kecil dengan

terjadinya dispepsia fungsional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Openness


65

digambarkan dengan individu yang bersedia untuk melakukan penyesuaian

terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki ciri mudah

bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan mampu

untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Pada individu

dengan tingkat openness yang rendah digambarkan sebagai pribadi yang

berpikiran sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Individu

seperti ini akan cenderung mengalami dispepsia fungsional (Cloninger, 2012).


66

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dispepsia merupakan sindrom gejala berupa rasa nyeri atau ketidaknyamanan

yang berpusat di perut bagian atas. Dispepsia setelah dilakukan endoskopi tidak

hanya disebabkan oleh adanya kelainan struktural pada organ lambung atau yang

lebih dikenal dengan dispepsia organik, tetapi juga oleh faktor psikis, atau lebih

dikenal dengan dispepsia fungsional. Angka prevalensi dispepsia fungsional yang

berkunjung ke poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah, hampir sepertiga pasien

yang dilakukan pemeriksaan endoskopi didiagnosis dengan dispepsia fungsional.

Dimensi kepribadian merupakan salah faktor yang berpengaruh timbulnya

dispepsia fungsional. Pada penelitian ini didapatkan neuroticism traits memiliki

hubungan yang bermakna dengan dispepsia fungsional. Neuroticism adalah

dimensi kepribadian yang cenderung mengalami kecemasan, temperamental,

mudah khawatir, gugup, mudah panik bagi yang memiliki skor tinggi nuroticism.

7.2 Saran

Tingginya angka prevalensi dispepsia fungsional di poliklinik Penyakit

Dalam RSUP Sanglah dapat digunakan sebagai indikator bahwa sub divisi CLP (

Consultation Liaison Psychiatry) di Ilmu Kesehatan Jiwa bisa menjembatani

berbagai disiplin ilmu di dalam penanganan pasien dispepsia fungsional. Dalam

beberapa penelitian juga prevalensi dispepsia organik yang mengalami gangguan

psikiatri khususnya kecemasan cukup tinggi, maka diharapkan dimasa depan ada

penelitian yang menghubungkan kepribadian neurotism dengan dispepsia organik,

66
67

dan perlunya pasien dispepsia organik mendapat penanganan di bidang psikiatri

selain Ilmu Penyakit Dalam. Di masa depan juga diharapkan ada penelitian yang

bersifat prospektif untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara Big Five

Personality Traits dengan dispepsia fungsional ataupun dispepsia organik.


68

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. dan Gunawan, J. 2012. Dispepsia. Jakarta: Bagian Ilmu


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Divisi
Gastroenterologi, 39(9).
Ambarwati, A. S. 2005. “Gambaran trait kepribadian, kecemasan dan stres,
serta strategi coping pada penderita dispensia fungsional”(Tesis). Jakarta:
Universitas Indonesia. Retreved Mei 19, 2015, Available from
lib.ui.ac.id/opac/themes/green/detail.jsp?id=97051
Ammerman, R. T. 2006. Comprehensive handbook of personality and
psychopathology. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Andre, Y., Machmud, R., Widya, A. M. 2013. Hubungan Pola Makan
dengan Kejadian Depresi pada Penderita Dispepsia Fungsional. Retreved Mei 19,
2015, Availlable from https://ml.scribd.com/doc/210276959/JURNAL-SKRIPSI.
Appendix B: Roma III. 2010. Diagnostic criteria for functional
gastrointestinal disorders. Am J Gastroenterol, 105:798–801.
Branka, F.F., Randjelovic, T., Ille, T., Markovic, O., Milovanovic, B.,
Kovacevic, N. 2013. Anxiety, personality traits and quality of life in functional
dyspepsia-suffering patients. European Journal of Internal Medicine, 24(1): 83-
86.
Brun, R. & Kuo, B. 2010. Functional Dispepsia. Ther Adv Gastroenterol, 3
(3): 145-164.
Cahyanto, M. E., Ratnasari, N., Siswanto, A. 2014. Symptoms of
depression and quality of life in functional dispepsia patients . J Med SSccii, 46(2)
: 88 – 93.
Cano, E., Quiceno, J., Vinaccia, S., Milena, A.G., Toban, S., Sandin, B.
2006. Quality of life and associated psychological factors in patients with
functional dyspepsia. Colombia: Universidad De San Buenaventura. 3(5).
Retreved September 30, 2015, Available from
http://www.scielo.org.co/scielo.php?pid=S165792672006000300007&script=sci_
arttext&tlng=pt
Chang, L. 2006. From Rome to Los Angeles: The Rome III Criteria for the
Functional GI Disorders. Medscape Gastroenterology.
Cheng, C., Hui, W.M., Kum, S.L. 2005. Psychosocial Factors and
Perceived Severity of Functional Dyspeptic Symptoms: A Psychosocial
Interactionist Model. Psychosomatic Medicine, 66:85–91.
Chun, H.Y., Ming, J.L., Cheng, S.L., Huey, T.Y., Tang,H.W. 2009.
Psychopathology and personality trait in subgroups of functional dyspepsia based
on rome III criteria. Am J Gastroenterol, 104:2534-2542. Retreved September 25,
2015, Available from
http://www.nature.com/ajg/journal/v104/n10/abs/ajg2009328a.html
Cloninger, S. C. 2012. Theories of Personality: Understanding Persons.
6 edition. United State: Pearson Prentice Hall.
th
69

Crawford, J., Henry, J. 2003. The Depresson Anxiety Stres Scale (DASS):
Normative Data and Latent Structure in A Large Non-Clinical Sample. Br J Clin
Psychol, 42(2): 111-131.
Dahlan, M. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian kedokteran dan Kesehatan. 2nd edition. Jakarta: Salemba Medika.
Daniela, M.T., Micut, R., Dragos, D. 2012. A review of the
psychoemotional factors in functional dyspepsia. Romania: Internal Medicine
Department, University Emergency Hospital Bucharest. 59(4):278-285.
Djojoningrat, D. 2006. Dispepsia fungsional dalam Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta: pusat penerbitan departemen ilmu
penyakit dalam FKUI.
Donnellan, M. B., Oswald, F. L., Baird, B. M., Lucas, R. E. 2006. The
MINI-IPIP Scales: Tiny-Yet-Effective Measures of The Big Five Factors of
Personality. Journal of Psychological Assesment, 193: 203.
Drug, V., Stanciu, C. 2007. Functional Dispepsia: Recent Advances
(Progresses) in Pathophysiology and Treatment. A Journal of Clinical Medicine,
2(4): 311-315.
Faresjo, A., Welen, K., Tomas F. 2007. Functional dyspepsia affects
woman more than men in daily life: A case-control study in primary care. Gender
Medicine, 1(5): 62-73.
Feist, J. & Feist, J. G. 2009. Theories of Personality. 7th edition. New
York: The McGraw-Hill Companies.
Friedman, H. S. and Schustack, M. W. 2008. Kepribadian: Teori Klasik
dan Riset Modern. 3rd edition. Jakarta: Erlangga.
Gene, N. 2012. Borderline personality disorder : an evaluation of its
connection to the brain and clinical issues. London: Traumatic Stres Service
Clinical Treatment Centre Maudsley Hospital.
Ghoshal,U.C., Singh, R., Young, F.C., Xiaohua, H., Chun, B.Y.,
Kachintorn, U. 2011. Epidemiology of uninvestigated and functional dyspepsia in
asia: facts and fiction. Journal of Neurogastroenterology and Motility, 17(3): 235.
Grantika, P. A. 2015. “Hubungan big five personality traits dengan nyeri
kepala primer pada siswa-siswi sekolah menengah atas di denpasar” (Tesis).
Denpasar: Universitas Udayana.
Guowen, Z., Jiang, Q., Liexin, L. 2004. The influence of personality,
psychological factors on functional dyspepsia. Journal of Guangxi Medical
University. Retreved September 25, 2015, Available from
http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-GXYD200403011.htm
Harahap, H.S. 2010. Karakteristik pasien dispepsia yang rawat inap.
Retreved Mei 15, 2015, Available From
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20335/7/Cover.pdf.
John, O. P., Robins, R.W., Pervin, L. A. 2008. Handbook of personality:
theory and research. New York: The Guilford Press
Kandulski, A., Venerito, M., Malfertheine, P. 2011. Therapeutic
Approach in Functional (Nonulcer) Dispepsia. In: Duvnjak M, editor. Dispepsia in
Clinical Practice. New York: Springer Science+Business Media. p. 143-151.
70

Kholifah, A. 2013. “Gambaran Tingkat Stres pada Anak Usia Sekolah


Menghadapi Menstruasi Pertama (Menarche) di Sekolah Dasar Negeri
Gegerkalong Girang 2” (Skripsi). Jakarta: Universitas Indonesia.
Koenigsberg, H.W., Siever,L. J., Lee, H., Pizzarello, S., New, A. S., &
Goodman, M. 2009. Neural correlates of emotion processing in borderline
personality disorder. Psychiatry Research: Neuroimaging, 172: 192–199.
Krueger, R. F. & Tackett, J. L. 2006. Personality and psychopathology.
New York:The Guilford Press.
Kumar, A., Jignesh, P., Prabha, S. 2012. Epidemiology of functional
dispepsia. J Assoc Physicians India, 60: 9-12.
Kumar, A., Patel, J., Sawant, P. 2012. Epidemiology of functional
dyspepsia. India: Assoctiation of physicians. 60.
Larsen, R., J. & Buss, M., D. 2002. Personality Psychology: Domains of
Knowledge about Human Nature. New York: McGraw-Hill.
Lee, H., Jung, H., Huh, K. B. 2014. Current status of functional dispepsia
in Korea. The Korean Journal of Internal Medicine, 29(2): 156-165. Retreved Mei
15, 2015, Availablle on http://dx.doi.org/10.3904/kjim.2014.29.2.156.
Lenzenweger, M. F. & Clarkin, J. F. 2005. Mayor theories of personality
disorder. New York: The Guilford Press.
Lovibond, S. & Lovibond, P. 1995. Manual for the Depression Anxiety
Stres Scale. 2nd edition. Sydney: Psychology Foundation.
Loyd, R. A. & McClelan, D. A. 2011. Update on the Evaluation and
Management of Functional Dispepsia. American Academy of Family Physicians.
Texas A&M Health Science Center College of Medicine, Bryan, Texas. Retreved
Mei 15, 2015, Availlable from.www.aafp.org/afp.
Magnavita, J. J. 2004. Handbook of personality disorders. New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc.
Mahadeva, S., Lee, K.G. 2006. Epidemiology of functional dyspepsia: A
global perspective. World Journal of Gastroenterology. 12(17): 2661-2666.
Martens, A., Greenberg, A., Allen, J. J. B. 2008. Self-esteem and
autonomic psychology: Parallels between self-esteem and vagal tone as buffers of
threat. Personality and Psychology Review, 12: 370-389.
Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: PT. Nuh Jaya.
Micut, R., Tanasescu, M. D., Dragos, D. 2012. A review of the
psychoemotional factors in functional dispepsia. Educate Medicala Continua,
59(4): 278-286.
Musana, A. K., Yale, S. H., Lang, K. A. 2006. Managing Dispepsia in a
Primary Care Setting. Clin Med and Research, 4(4): 337-342.
New, A. S. & Siever, L. J. 2008. The Neurobiology and Genetics of
Borderline Personality Disorder. London: Traumatic Stres Service Clinical
Treatment Centre Maudsley Hospital.
Nwokediuko, C.S., Ijoma, U., Obienu, O. 2012. Functional dyspepsia:
subtypes, risk factors, and overlap with irritable bowel syndrome in a population
of african patients. Nigeria: University of Nigeria Teaching Hospital.
71

O’Mahony, S., Dinan, T. G., Keeling, P. W., Chua, A. S. B. 2006. Central


Serotonergic and Noradrenergic Receptors in Functional Dispepsia. World J
Gastroenterol, 12(17): 2681-2687.
Oldham, J. M., Skodol, A. E., Bender, D. S. 2009. Essentials of
personality disorders. Washington, DC: American Psychiatric Publishing, Inc.
Pertti, A., Nicholas, J., Agreus,L., Johansson,S.E., Elisabeth, B.S.,
Storskrubb, T., Ronkainen,J. 2011. Functional dyspepsia impares quality of life in
the adult population. Alimentary Pharmacology and Therapeutics, Wiley-
Blackwell. 33(11): 121.
Pervin, L. A., Cervone, D., John, O. P. 2005. Personality: Theory and
Research. 9th edition. New York: John Willey & Sons, Inc.
Pulanic, R. 2011. Epidemiology. In: Duvnjak M, editor. Dispepsia in
Clinical Practice. New York: Springer Science+Business Media. p. 19-27.
Randall, C.W., Zaga-Galante, J., Vergara-Suarez, A. 2014. Non-Ulcer
Dispepsia: A Review of the Pathophysiology, Evaluation, and Current
Management Strategies. Retreved Mei 15, 2015, Availablle on
http://dx.doi.org/10.4172/2165-8048.S1-002.
Rathus, S. and Nevid, J. 2007. Psychology and The Challenge of Life :
Adjustment in The New Millennium.12th edition. Denver: John Wiley&Sons, Inc.
RSUP Sanglah, D.,B. 2013. Bank data RSUP Sanglah tahun 2013.
Retreved Mei 15, 2015, Availlable from
bankdata.denpasarkota.go.id/download.php/?i=467
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. 2010. Teori kepribadian dan
psikopatologi. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara Publisher. p. 372-394.
Sastroasmoro, S. 2011. Dasar-dasar metodologi Penelitian Klinis. CV
Sagung Seto. Jakarta.
Soo, S., Forman, D., Delaney, B.C., Moayyedi, P. 2004. A Sistematic
Review of Psychological Therapies for Nonulcer Dispepsia. Am J Gastroenterol,
99: 1817-1822.
Tack, J., Talley, N. J., Camilleri, M., Holtmann, G. H. P., Malagelada, J.
R., Stanghellini, V. 2006. Functional Gastroduodenal Disorders.
Gastroenterology, 130: 1466-1479.
Talley, N. J. & Holtmann, G. 2008. Approach to the Patient with Dispepsia
and Related Functional Gastrointestinal Complaints. In: Yamada T, Alpers DH,
Kalloo AN, Kaplowitz N, Owyang C, Powel DW, editors. Principles of Clinical
Gastroenterology. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd. p. 38-61.
Tanum, L., Malt, U.F. 2009. Personality traits predict treatment outcome
with an antidepressant in patients with functional gastrointestinal disorder.
Scandinavian Journal of Gastroenterology, 35(9): 935-941. Retreved September
25, 2015, Available from
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/003655200750022986
Tenri, S.U., Jayalangkara, A., Hawaidah, Patellongi, I. 2011. Anxiety
relationship with dyspepsia of organic.1(3): 253-261.
Tobon, S., Vinaccia, S. A., Sandin, B. 2013. Life stress and psychological
factors in functional dyspepsia. Retreved September 30, 2015, Available from
http://revistas.um.es/analesps/article/view/27681/0
72

Widya, A.M., Muya, Y., Herman, B.R. 2015. Karakteristik penderita


dyspepsia fungsional yang mengalami kekambuhan di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat Tahun 2011. Jurnal
Kesehatan Andalas, 4(2). Retreved September 30, 2015, Available from
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Widyasari, I. 2011. “Hubungan antara kecemasan dan tipe kepribadian
introvert dengan dispepsia fungsional” ( Tesis ). Surakarta: Universitas
Muhammadiah. Retreved Mei 15, 2015, Available from
http://eprints.ums.ac.id/15978/1/cover_ika.pdf
Yehuda, R. 2010. Functional dispepsia. Chapel Hill: UNC Center for
functional GI and motility disorders.
73

Lampiran 1

KUESIONER PENGUMPULAN DATA

Hubungan Big Five Personality Traits

dengan Dispepsia pada pasien rawat jalan di poliklinik penyakit Dalam

RSUP Sanglah

1. Nomor urut

2. Tanggal Pemeriksaan

3. Pemeriksa 1.

2.

4. Nama

5. Alamat
6. Pendidikan
7. Status pernikahan

8. Nomor telepon

9. Tanggal lahir

10. Umur

11. Jenis kelamin (1) Laki-laki

(2) Perempuan

12. Pekerjaan
74

Lampiran 2

KUESIONER TENTANG DEPRESI, KECEMASAN DAN

STRES (DASS 42)

Kuesioner ini terdiri dari berbagai pertanyaan yang mungkin sesuai dengan

pengalaman anda dalam menghadapi situasi sehari-hari. Terdapat empat pilihan

jawaban yang disediakan untuk setiap pertanyaan yaitu:

0 : Tidak pernah/tidak sesuai dengan saya sama sekali

1 : Kadang-kadang/sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu

2: Cukup sering/sesuai dengan saya sampai batas yang dapat

dipertimbangkan 3 : Sering sekali/sangat sesuai dengan saya

Nilai
No Pertanyaan
0 1 2 3

1 Saya merasa diri saya menjadi marah karena hal-

hal sepele.

2 Saya merasa bibir saya sering kering.

3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan

positif

4 Saya mengalami kesulitan bernapas (misalnya

seringkali terengah-engah atau tidak dapat

bernapas padahal tidak melakukan aktivitas fisik

sebelumnya).
75

5 Saya sepertinya sudah tidak kuat lagi untuk

melakukan suatu kegiatan.

6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap

suatu situasi.

7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa

terlepas)

8 Saya merasa sulit untuk bersantai.

9 Saya merasa diri saya berada dalam situasi yang

membuat saya merasa sangat cemas dan saya

akan merasa sangat lega jika semua ini berakhir.

10 Saya merasa tidak ada yang bisa diharapkan di

masa depan.

11 Saya mudah merasa kesal.

12 Saya menghabiskan banyak energi karena cemas.

13 Saya merasa sedih dan tertekan.

14 Saya merasa tidak sabar saat mengalami

penundaan (misalnya saat kemacetan lalu lintas,

menunggu sesuatu).

15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.

16 Saya merasa kehilangan minat akan segala hal.

17 Saya merasa tidak berharga sebagai seorang


76

manusia.

18 Saya merasa mudah tersinggung.

19 Saya berkeringat berlebihan (misalnya tangan

berkeringat padahal temperatur tidak panas dan

tidak melakukan aktivitas sebelumnya).

20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.

21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.

22 Saya merasa sulit untuk beristirahat.

23 Saya merasa sulit menelan.

24 Saya merasa tidak bisa mendapatkan kesenangan

dari aktivitas apapun yang saya lakukan.

25 Saya menyadari aktivitas jantung saya walaupun

saya tidak sehabis melakukan aktivitas fisik

(misalnya merasakan detak jantung meningkat).

26 Saya merasa putus asa dan sedih.

27 Saya merasa sangat mudah marah.

28 Saya merasa hampir panik.

29 Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu

membuat saya kesal.

30 Saya takut akan ’terhambat’ oleh tugas-tugas

sepele yang tidak biasa saya lakukan.


77

31 Saya tidak merasa antusias akan apapun.

32 Saya sulit untuk bersabar dalam menghadapi

gangguan terhadap hal yang sedang saya lakukan.

33 Saya sedang merasa gelisah.

34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.

35 Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang

menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang

sedang saya lakukan.

36 Saya merasa sangat ketakutan.

37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa

depan.

38 Saya merasa hidup tidak berarti.

39 Saya merasa mudah gelisah.

40 Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya

mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri

sendiri.

41 Saya merasa gemetar (misalnya pada tangan).

42 Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif

dalam melakukan sesuatu.

(bersumber dari : Lovibond, 1995; Crawford & Henry, 2003; Kholifah, 2013 ).
80

Lampiran 3

Big Five Personality

Petunjuk

Tes kepribadian di bawah ini terdiri dari 50 pernyataan yang menggambarkan ciri-

ciri kepribadian. Anda diminta secara jujur menyatakan seberapa jauh Anda setuju

dengan pernyataan yang menggambarkan bagaimana Anda menilai diri Anda

sendiri.

Untuk tiap pernyataan, Anda diminta memilih satu jawaban dengan memberikan

tanda silang (x) pada kolom:

STS jika Anda merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan

tersebut KS jika Anda merasa kurang setuju dengan pernyataan

tersebut

AST jika Anda merasa antara setuju dan tidak setuju dengan pernyataan

tersebut

AS jika Anda merasa agak setuju dengan pernyataan tersebut

SS jika Anda merasa sangat setuju dengan pernyataan

tersebut

No PERNYATAAN SS AS ASTKS STS


1 Saya mampu menghidupkan suasana
2 Saya merasa sedikit peduli terhadap orang lain
3 Saya merasa siap dalam menjalankan tugas
4 Saya mudah stres
5 Saya memiliki banyak kosakata
6 Saya tidak banyak bicara
7 Saya tertarik pada orang lain
8 Saya meletakkan barang dimana saja
9 Saya tetap tenang dalam situasi apapun
10 Saya kesulitan untuk memahami ide-ide abstrak
11 Saya merasa nyaman di sekitar orang lain
12 Saya merendahkan orang lain
13 Saya mengerjakan tugas dengan teliti
14 Saya mudah khawatir tentang suatu hal
81

15 Saya memiliki imajinasi yang kuat


16 Saya menjaga latar belakang keluarga
17 Saya simpati dengan perasaan orang lain
18 Saya membuat kekacauan
19 Saya tidak mudah merasa sedih
20 Saya tidak tertarik pada ide-ide abstrak
21 Saya senang memulai pembicaraan
22 Saya tidak tertarik pada masalah orang lain
23 Saya melakukan tugas dengan cepat
24 Saya mudah merasa gelisah
25 Saya memiliki ide yang cemerlang
26 Saya lebih suka diam
27 Saya memiliki hati yang lembut
28 Saya mudah lupa untuk meletakkan barang

29 Saya mudah marah


30 Saya tidak memiliki imajinasi yang baik
31 Saya berbicara dengan banyak orang yang

32 Saya tidak tertarik pada orang lain


33 Saya suka memerintah
34 Suasana hati saya mudah berubah
35 Saya cepat memahami sesuatu
36 Saya tidak suka menarik perhatian
37 Saya meluangkan waktu untuk orang lain
38 Saya mengabaikan tugas
39 Saya mudah mengalami perubahan mood
40 Saya menggunakan kalimat yang sukar
41 Saya tidak keberatan menjadi pusat perhatian
42 Saya merasakan emosi orang lain
43 Saya mengikuti jadwal tugas
44 Saya mudah tersinggung
45 Saya meluangkan waktu untuk merefleksikan diri
46 Saya merasa tenang berada disekitar orang lain
47 Saya membuat orang lain merasa nyaman
48 Saya menghabiskan banyak tenaga dalam bekerja
49 Saya mudah merasa sedih
50 Saya memiliki banyak ide
( bersumber dari Donnellan dkk, 2006)
82

Lampiran 7

FREQUENCIES VARIABLES=Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan


Dispepsia Depresi_nominal Anxiety_nominal Stres_nominal
/STATISTICS=MEAN
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet1] D:\ \Data Penelitian Wangsa.sav
Statistics
Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi_ Anxiety_ Stres_
nominal nominal nominal
Valid 62 62 62 62 62 62 62 62
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1,40 2,24 3,19 2,21 1,56 1,13 1,21 1,11

Frequency Table
Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Laki-laki 35 56,5 56,5 56,5
Valid Perempuan 27 43,5 43,5 100,0
Total 62 100,0 100,0

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
bekerja 24 38,7 38,7 38,7
Valid Tidak bekerja 38 61,3 61,3 100,
total 62 100,0 100,0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak sekolah 8 12,9 12,9 12,9
SD 14 22,6 22,6 35,5
SMP 4 6,5 6,5 41,9
Valid
SMA 30 48,4 48,4 90,3
Diploma/ Sarjana 6 9,7 9,7 100,0
Total 62 100,0 100,0
83

Pernikahan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak menikah 12 19,4 19,4 19,4
Menikah 32 51,6 51,6 71,0
Valid Duda 11 17,7 17,7 88,7
Janda 7 11,3 11,3 100,0
Total 62 100,0 100,0

Dispepsia
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Fungsional 27 43,5 43,5 43,5
Valid Organik 35 56,5 56,5 100,0
Total 62 100,0 100,0

Depresi_nominal
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak
54 87,1 87,1 87,1
depresi
Valid Depresi 8 12,9 12,9 100,0
Total 62 100,0 100,0

Anxiety_nominal
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak cemas 49 79,0 79,0 79,0
Valid Cemas 13 21,0 21,0 100,0
Total 62 100,0 100,0
84

Stres_nominal
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak stres 55 88,7 88,7 88,7
Valid Stres 7 11,3 11,3 100,0
Total 62 100,0 100,0

DESCRIPTIVES VARIABLES=Umur
/STATISTICS=MEAN STDDEV.
Descriptives
[DataSet1] D:\ \Data Penelitian Wangsa.sav

Descriptive Statistics
N Mean Std.
Deviation
Umur 62 51,31 14,830
Valid N (listwise) 62

DATASET ACTIVATE Fungsional.


FREQUENCIES VARIABLES=Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan
Dispepsia Depresi_nominal Anxiety_nominal Stres_nominal
/STATISTICS=MEAN
/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies
[Fungsional]
Statistics
Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi_ Anxiety_ Stres_
nominal nominal nominal
Valid 27 27 27 27 27 27 27 27
N
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1,56 2,96 3,48 2,00 1,00 1,04 1,44 1,07

Frequency Table
Kelamin
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Laki-laki 12 44,4 44,4 44,4
Valid Perempuan 15 55,6 55,6 100,0
Total 27 100,0 100,0
85

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
bekerja 14 51,9 51,9 51,9
Valid Tidak bekerja 13 48,1 48,1 100,0
total 100,0 100,0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak sekolah 3 11,1 11,1 11,1
SD 3 11,1 11,1 22,2
SMP 3 11,1 11,1 33,3
Valid
SMA 14 51,9 51,9 85,2
Diploma/ Sarjana 4 14,8 14,8 100,0
Total 27 100,0 100,0

Pernikahan
Frequen Percent Valid Cumulative
cy Percent Percent
Tidak menikah 8 29,6 29,6 29,6
Menikah 14 51,9 51,9 81,5
Valid Duda 2 7,4 7,4 88,9
Janda 3 11,1 11,1 100,0
Total 27 100,0 100,0

Dispepsia
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid Fungsional 27 100,0 100,0 100,0

Depresi_nominal
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak depresi 26 96,3 96,3 96,3
Valid Depresi 1 3,7 3,7 100,0
Total 27 100,0 100,0
86

Anxiety_nominal
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Tidak cemas 15 55,6 55,6 55,6
Valid Cemas 12 44,4 44,4 100,0
Total 27 100,0 100,0

Stres_nominal
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak stres 25 92,6 92,6 92,6
Valid Stres 2 7,4 7,4 100,0
Total 27 100,0 100,0

DESCRIPTIVES VARIABLES=Umur
/STATISTICS=MEAN STDDEV.
Descriptives
[Fungsional]

Descriptive Statistics
N Mean Std.
Deviation
Umur 27 48,26 14,525
Valid N
27
(listwise)

DATASET ACTIVATE Organik.


FREQUENCIES VARIABLES=Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan
Dispepsia Depresi_nominal Anxiety_nominal Stres_nominal
/STATISTICS=MEAN
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[Organik]

Statistics
Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Dispepsia Depresi Anxiety Stres_
_ _ nomin
nominal nominal a
l
Valid 35 35 35 35 35 35 35 35
N Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1,29 1,69 2,97 2,37 2,00 1,20 1,03 1,14
87

Frequency Table

Kelamin
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Laki-laki 23 65,7 65,7 65,7
Valid Perempuan 12 34,3 43,3 100,0
Total 35 100,0 100,0

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
bekerja 10 28,6 28,6 28,6
Valid Tidak bekerja 25 71,4 71,4 100,
total 35 100,0 100,0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak sekolah 5 14,3 14,3 14,3
SD 11 31,4 31,4 45,7
SMP 1 2,9 2,9 48,6
Valid
SMA 16 45,7 45,7 94,3
Diploma/ Sarjana 2 5,7 5,7 100,0
Total 35 100,0 100,0

Pernikahan
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak menikah 4 11,4 11,4 11,4
Menikah 18 51,4 51,4 62,9
Valid Duda 9 25,7 25,7 88,6
Janda 4 11,4 11,4 100,0
Total 35 100,0 100,0

Dispepsia
Frequen Percent Valid Cumulative
cy Percent Percent
Valid Organik 35 100,0 100,0 100,0
90

Depresi_nominal
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak depresi 28 80,0 80,0 80,0
Valid Depresi 7 20,0 20,0 100,0
Total 35 100,0 100,0

Anxiety_nominal
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak
34 97,1 97,1 97,1
cemas
Valid 1 2,9 2,9 100,0
Cemas
Total 35 100,0 100,0

Stres_nominal
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Tidak stres 30 85,7 85,7 85,7
Valid Stres 5 14,3 14,3 100,0
Total 35 100,0 100,0

DESCRIPTIVES VARIABLES=Umur
/STATISTICS=MEAN STDDEV.
Descriptives
[Organik]

Descriptive Statistics
N Mean Std.
Deviation
Umur 35 53,66 14,838
Valid N (listwise) 35

DATASET ACTIVATE
DataSet1. NPAR TESTS
/M-W= Umur Kelamin Pekerjaan Pendidikan Pernikahan Depresi_nominal
Anxiety_nominal Stres_nominal BY Dispepsia(1 2)
/MISSING ANALYSIS.
91

Warning # 849 in column 23. Text: in_ID


The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter.
It could
not be mapped to a valid backend locale.
GET
FILE='C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian
Wangsa.sav'.
DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.
EXAMINE VARIABLES=Umur
/PLOT BOXPLOT HISTOGRAM NPPLOT
/COMPARE GROUPS
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore
[DataSet1] C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian
Wangsa.sav

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total


N Percent N Percent N Percent

Umur 62 100,0% 0 0,0% 62 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 51,61 1,957

95% Confidence Interval for Lower Bound 47,70


Mean Upper Bound 55,53

5% Trimmed Mean 51,65

Median 53,00

Variance 237,553

Umur Std. Deviation 15,413

Minimum 18

Maximum 87

Range 69

Interquartile Range 23

Skewness -,104 ,304

Kurtosis -,557 ,599


92

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Umur ,071 62 ,200* ,987 62 ,776

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Umur
93

T-TEST GROUPS=Dispepsia(1 2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=Umur
/CRITERIA=CI(.95).

T-Test
[DataSet1] C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian
Wangsa.sav

Group Statistics

Dispepsia N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Fungsional 27 48,26 14,525 2,795


Umur
Organik 35 54,20 15,781 2,668
94

Independent Samples Test

Levene's Test t-test for Equality of Means

for Equality of
Variances

F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. 95% Confidence Interval of the

tailed) Differe Error Difference

n ce Differen Lower Upper


ce

Equal

variances ,157 ,694 -1,521 60 ,134 -5,941 3,906 -13,754 1,872

assumed

Umur Equal
variances
-1,538 58,082 ,130 -5,941 3,864 -13,675 1,793
not
assumed

CROSSTABS
/TABLES=Kelamin BY Dispepsia
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kelamin * Dispepsia 62 100,0% 0 0,0% 62 100,0%

Kelamin * Dispepsia Crosstabulation

Dispepsia Total
Fungsional Organik
Count 12 23 35
Laki-laki
% within Dispepsia 44,4% 65,7% 56,5%
Kelamin
Count 15 12 27
Perempuan 55,6% 34,3% 43,5%
% within Dispepsia
27 35 62
Count
Total 100,0% 100,0% 100,0%
% within Dispepsia
95

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 2,805a 1 ,094


Continuity Correction b
2,006 1 ,157
Likelihood Ratio 2,815 1 ,093
Fisher's Exact Test
,124 ,078
Linear-by-Linear
2,760 1 ,097
Association
N of Valid Cases 62

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,76.
b. Computed only for a 2x2 table

DATASET ACTIVATE DataSet1.


SAVE OUTFILE='D:\Data Penelitian Wangsa.sav'
/COMPRESSED.

SAVE OUTFILE='D:\Data_penelitian wangsa.sav'


/COMPRESSED.
CROSSTABS
/TABLES=Kerja_Kat BY Dispepsia
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total


N Percent N Percent N Percent

Pekerjaan * Dispepsia 62 100,0% 0 0,0% 62 100,0%

Pekerjaan * Dispepsia Crosstabulation

Dispepsia Total
Fungsional Organik
Count 13 25 38
Tidak bekerja
% within Dispepsia 48,1% 71,4% 61,3%
Pekerjaan
Count 14 10 24
Bekerja 51,9% 28,6% 38,7%
% within Dispepsia
27 35 62
Count
Total 100,0% 100,0% 100,0%
% within Dispepsia
96

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 3,482a 1 ,062


Continuity Correction b
2,570 1 ,109
Likelihood Ratio 3,490 1 ,062
Fisher's Exact Test
,072 ,054
Linear-by-Linear
3,426 1 ,064
Association
N of Valid Cases 62

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,45.
b. Computed only for a 2x2 table

Warning # 849 in column 23. Text: in_ID


The LOCALE subcommand of the SET command has an invalid parameter.
It could
not be mapped to a valid backend locale.
GET
FILE='C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian
Wangsa.sav'.
DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.
GET
FILE='D:\Data Penelitian Wangsa.sav'.
DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT.
CROSSTABS
/TABLES=Depresi_nominal BY Dispepsia
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
DATASET ACTIVATE DataSet2.
DATASET CLOSE DataSet1.
CROSSTABS
/TABLES=Depresi_nominal BY Dispepsia
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet2] D:\Data Penelitian Wangsa.sav

Case Processing Summary


97

Cases

Valid Missing Total


N Percent N Percent N Percent

Depresi * Dispepsia 62 100,0% 0 0,0% 62 100,0%

Depresi * Dispepsia Crosstabulation

Dispepsia Total
Fungsional Organik
Count 26 28 54
Tidak depresi
% within Dispepsia 96,3% 80,0% 87,1%
Depresi
Count 1 7 8
Depresi 3,7% 20,0% 12,9%
% within Dispepsia
27 35 62
Count
Total 100,0% 100,0% 100,0%
% within Dispepsia

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 3,602a 1 ,058


Continuity Correctionb 2,298 1 ,130
Likelihood Ratio 4,101 1 ,043
Fisher's Exact Test
,123 ,061
Linear-by-Linear
3,544 1 ,060
Association
N of Valid Cases 62

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,48.
b. Computed only for a 2x2 table

CROSSTABS
/TABLES=Anxiety_nominal BY Dispepsia
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] D:\Data Penelitian Wangsa.sav
98

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Cemas * Dispepsia 62 100,0% 0 0,0% 62 100,0%

Cemas * Dispepsia Crosstabulation

Dispepsia Total
Fungsional Organik
Count 15 34 49
Tidak cemas
% within Dispepsia 55,6% 97,1% 79,0%
Cemas
Count 12 1 13
Cemas 44,4% 2,9% 21,0%
% within Dispepsia
27 35 62
Count
Total 100,0% 100,0% 100,0%
% within Dispepsia

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 15,908a 1 ,000


Continuity Correction b
13,497 1 ,000
Likelihood Ratio 17,500 1 ,000
Fisher's Exact Test
,000 ,000
Linear-by-Linear
15,651 1 ,000
Association
N of Valid Cases 62

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,66.
b. Computed only for a 2x2 table

CROSSTABS
/TABLES=Stres_nominal BY Dispepsia
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
[DataSet1] D:\Data Penelitian Wangsa.sav
99

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Stres * Dispepsia 62 100,0% 0 0,0% 62 100,0%

Stres * Dispepsia Crosstabulation

Dispepsia Total
Fungsional Organik
Count 25 30 55
Tidak stres
% within Dispepsia 92,6% 85,7% 88,7%
Stres
Count 2 5 7
Stres 7,4% 14,3% 11,3%
% within Dispepsia
27 35 62
Count
Total 100,0% 100,0% 100,0%
% within Dispepsia

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square ,720a 1 ,396


Continuity Correction b
,197 1 ,657
Likelihood Ratio ,748 1 ,387
Fisher's Exact Test
,455 ,334
Linear-by-Linear
,708 1 ,400
Association
N of Valid Cases 62

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,05.
b. Computed only for a 2x2 table
100

NPar Tests
[DataSet1] D:\ \Data Penelitian Wangsa.sav
Mann-Whitney Test
Ranks
Dispepsia N Mean Sum of
Rank Ranks
Fungsional 27 35,28 952,50
Pendidikan Organik 35 28,59 1000,50
Total 62
Fungsional 27 26,96 728,00
Organik 35 35,00 1225,00
Total 62
Organik 35 33,70 1179,50
Pernikahan Total 62
Organik 35 25,89 906,00
Total 62
Organik 35 32,43 1135,00
Total 62

Test Statisticsa
Pendidikan Pernikahan
Mann-Whitney U 370,500 350,000
Wilcoxon W 1000,500 728,000
Z -1,551 -1,888
Asymp. Sig. (2-tailed) ,121 ,059
a. Grouping Variable: Dispepsia

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Dispepsia


/METHOD=ENTER N
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) ITERATE(20) CUT(.5).

Logistic Regression
[DataSet1] D:\ \Data Penelitian Wangsa.sav
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Included in
62 100,0
Analysis
Selected Cases 0 ,0
Missing Cases 62 100,0
Total
Unselected Cases 0 ,0
Total 62 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for
the total number of cases.
101

Dependent Variable
Encoding
Original Internal
Value Value
Fungsional 0
Organik 1

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea,b
Predicted
Dispepsia Percentage
Observed Fungsiona Organik Correct
l
Fungsional 0 27 ,0
Step 0 Dispepsia Organik 0 35 100,0
Overall Percentage 56,5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,260 ,256 1,026 1 ,311 1,296

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Variables N 44,945 1 ,000
Step 0 Overall Statistics 44,945 1 ,000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square Df Sig.
Step 62,594 1 ,000
Step 1 Block 62,594 1 ,000
Model 62,594 1 ,000

Model Summary
Step -2 Log Cox & Snell Nagelkerke
likelihood R Square R Square
1 22,321 a
,636 ,852
a. Estimation terminated at iteration number 7
because parameter estimates changed by less
than
,001.
102

Classification Tablea
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsiona Organik Correct
l
Fungsional 25 2 92,6
Step 1 Dispepsia Organik 3 32 91,4
Overall Percentage 91,9
a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
N ,576 ,154 14,059 1 ,000 ,562
Step 1a ,416 ,760
Constant 20,690 5,583 13,735 1 ,000 967635430,090
a. Variable(s) entered on step 1: N.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Dispepsia


/METHOD=ENTER E
/PRINT=CI(95)
/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).
Logistic Regression
[DataSet3] C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian Wangsa.sav
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Included in Analysis 62 100,0
Selected Cases Missing Cases 0 ,0
Total 62 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 62 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for
the total number of cases.

Dependent Variable Encoding


Original Value Internal Value
Fungsional 0
Organik 1

Block 0: Beginning Block


103

Classification Tablea,b
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsi Organik Correct
onal
Fungsional 0 27 ,0
Step 0 Dispepsia Organik 0 35 100,0
Overall Percentage 56,5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,260 ,256 1,026 1 ,311 1,296

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Variables E 10,820 1 ,001
Step 0 Overall Statistics 10,820 1 ,001

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square Df Sig.
Step 12,048 1 ,001
Step 1 Block 12,048 1 ,001
Model 12,048 1 ,001

Model Summary
Step -2 Log Cox & Nagelkerke
likelihood Snell R R Square
Square
1 72,867a ,177 ,237
a. Estimation terminated at iteration number 5
because parameter estimates changed by less
than
,001.
104

Classification Tablea
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsiona Organik Correct
l
Fungsional 17 10 63,0
Step 1 Dispepsia Organik 10 25 71,4
Overall Percentage 67,7
a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
E ,290 ,096 9,219 1 ,002 1,337 1,108 1,612
Step 1a
Constant -7,856 2,669 8,663 1 ,003 ,000
a. Variable(s) entered on step 1: E.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Dispepsia


/METHOD=ENTER O
/PRINT=CI(95)
/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression
[DataSet3] C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian Wangsa.sav

Case Processing Summary


Unweighted Casesa N Percent
Included in Analysis 62 100,0
Selected Cases Missing Cases 0 ,0
Total 62 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 62 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for
the total number of cases.

Dependent Variable
Encoding
Original Internal
Value Value
Fungsional 0
Organik 1

Block 0: Beginning Block


105

Classification Tablea,b
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsional Organik Correct
Fungsional 0 27 ,0
Step 0 Dispepsia Organik 0 35 100,0
Overall Percentage 56,5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,260 ,256 1,026 1 ,311 1,296

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Variables O 5,701 1 ,017
Step 0 Overall Statistics 5,701 1 ,017

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square Df Sig.
Step 6,075 1 ,014
Step 1 Block 6,075 1 ,014
Model 6,075 1 ,014

Model Summary
Step -2 Log Cox & Snell Nagelkerke
likelihood R Square R Square
1 78,840 a
,093 ,125
a. Estimation terminated at iteration number
4 because parameter estimates changed by less
than
,001.
106

Classification Tablea
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsiona Organik Correct
l
Fungsional 9 18 33,3
Step 1 Dispepsia Organik 8 27 77,1
Overall Percentage 58,1
a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
O -,182 ,080 5,152 1 ,023 1,200 1,025 1,404
Step 1a
Constant -4,886 2,274 4,615 1 ,032 ,008
a. Variable(s) entered on step 1: O.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Dispepsia


/METHOD=ENTER A
/PRINT=CI(95)
/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).
Logistic Regression
[DataSet3] C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian Wangsa.sav

Case Processing Summary


Unweighted Casesa N Percent
Included in Analysis 62 100,0
Selected Cases Missing Cases 0 ,0
Total 62 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 62 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.

Dependent Variable
Encoding
Original Internal
Value Value
Fungsional 0
Organik 1

Block 0: Beginning Block


107

Classification Tablea,b
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsiona Organik Correct
l
Fungsional 0 27 ,0
Step 0 Dispepsia Organik 0 35 100,0
Overall Percentage 56,5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,260 ,256 1,026 1 ,311 1,296

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Variables A 18,171 1 ,000
Step 0 Overall Statistics 18,171 1 ,000

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square Df Sig.
Step 21,580 1 ,000
Step 1 Block 21,580 1 ,000
Model 21,580 1 ,000

Model Summary
Step -2 Log Cox & Nagelkerke
likelihood Snell R R Square
Square
1 63,335a ,294 ,394
a. Estimation terminated at iteration number 5
because parameter estimates changed by less
than
,001.
Classification Tablea
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsiona Organik Correct
l
Fungsional 18 9 66,7
Step 1 Dispepsia Organik 9 26 74,3
Overall Percentage 71,0
a. The cut value is ,500
108

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
A ,267 ,072 13,854 1 ,000 1,306 1,135 1,504
Step 1a
Constant -7,461 2,045 13,305 1 ,000 ,001
a. Variable(s) entered on step 1: A.

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Dispepsia


/METHOD=ENTER C
/PRINT=CI(95)
/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).
Logistic Regression
[DataSet3] C:\Users\lovemealways\Documents\Data Penelitian Wangsa.sav

Case Processing Summary


Unweighted Casesa N Percent
Included in
62 100,0
Analysis
Selected Cases 0 ,0
Missing Cases 62 100,0
Total
Unselected Cases 0 ,0
Total 62 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for
the total number of cases.

Dependent Variable
Encoding
Original Internal
Value Value
Fungsional 0
Organik 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsiona Organik Correct
l
Fungsional 0 27 ,0
Step 0 Dispepsia Organik 0 35 100,0
Overall Percentage 56,5
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
109

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant ,260 ,256 1,026 1 ,311 1,296

Variables not in the Equation


Score df Sig.
Variables C 37,844 1 ,000
Step 0 Overall Statistics 37,844 1 ,000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square Df Sig.
Step 53,061 1 ,000
Step 1 Block 53,061 1 ,000
Model 53,061 1 ,000

Model Summary
Step -2 Log Cox & Snell Nagelkerke
likelihood R Square R Square
1 31,854 a
,575 ,771
a. Estimation terminated at iteration number 7
because parameter estimates changed by less
than
,001.

Classification Tablea
Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsiona Organik Correct
l
Fungsional 23 4 85,2
Step 1 Dispepsia Organik 2 33 94,3
Overall Percentage 90,3
a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
C -,743 ,198 14,119 1 ,000 ,476 ,323 ,701
Step 1a
Constant 23,949 6,329 14,320 1 ,000 25173013890,493
a. Variable(s) entered on step 1: C.
110

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES Dispepsia


/METHOD=ENTER N E O A C Anxiety_nominal
/PRINT=CI(95)
/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).
Logistic Regression
[DataSet1] D:\ \Data Penelitian Wangsa.sav

Case Processing Summary

Unweighted Cases a
N Percent

Included in Analysis 62 100,0


Selected Cases Missing Cases 0 ,0

Total 62 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 62 100,0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of


cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Fungsional 0
Organik 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsional Organik Correct

Fungsional 0 27 ,0
Dispepsia
Step 0 Organik 0 35 100,0
56,5
Overall Percentage

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant ,260 ,256 1,026 1 ,311 1,296


111

Variables not in the Equation

Score df Sig.

N 44,945 1 ,000

E 10,820 1 ,001
5,701 1 ,017
O
Variables 18,171 1 ,000
Step 0 A
37,844 1 ,000
C
15,908 1 ,000
Anxiety_nominal 46,546 6 ,000
Overall Statistics

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 68,186 6 ,000

Step 1 Block 68,186 6 ,000


68,186 6 ,000
Model

Model Summary

Step -2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R


likelihood Square Square

1 16,729a ,667 ,894

a. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter


estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed Predicted
Dispepsia Percentage
Fungsional Organik Correct

Fungsional 25 2 92,6
Dispepsia
Step 1 Organik 1 34 97,1
95,2
Overall Percentage

a. The cut value is ,500


112

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

N ,515 ,210 6,029 1 ,014 ,598 ,396 ,901

E -,144 ,400 ,129 1 ,719 ,866 ,395 1,898

O -,347 ,330 1,105 1 ,293 1,415 ,741 2,700


-,090 ,232 ,149 1 ,699 ,914 ,580 1,441
A
Step 1a -,435 ,240 3,294 1 ,070 ,647 ,404 1,035
C

Anxiety_ ,313 2,049 ,023 1 ,879 1,367 ,025 75,859

nominal 28,803 11,986 5,774 1 ,016 3227503037249,815


Constant

a. Variable(s) entered on step 1: N, E, O, A, C, Anxiety_nominal.

Anda mungkin juga menyukai