DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
Puji syukur kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan nikmatnya yang telah
dilimpahkan kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Aspek Hukum
Dalam Pelaksanaan Proyek ini dengan baik.
Tak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan
dukungannya kepada saya. Juga kepada Ibu Rahma Ramadhani, S.Sd.,M.Pd yang selaku
dosen pengampu telah membimbing saya menyelesaikan makalah ini. Dan kepada teman-
teman teknik sipil serta kepada orang tua yang selalu mendoakan saya yang terbaik.
Kami sadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, namun saya harap makalah
ini dapat menjadi bahan pembelajaran kedepannya tentang mata kuliah Aspek Hukum Dalam
Pelaksanaan Proyek. Mohon maaf bila ada salah penulisan dan salah kata dalam penulisan
makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat saya butuhkan sebagai pembelajaran
ke depan, terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................2
2.1 Pengadilan.....................................................................................................2
2.2 Arbitrase........................................................................................................7
2.3 Keterkaitan Antara Arbitrase Dan Pengadilan..............................................10
BAB III
PENUTUP............................................................................................................14
3.1 Kesimpulan....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan penyelesaian sengketea proyek dengan pengadilan
2. Untuk mengetahui pengertian dan penyelesaian sengketa proyek dengan arbitrase
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengadilan
2
Setelah mempersiapkan hal tersebut diatas kita harus segera menyiapkan
surat gugatan yang dapat disimpulkan secara sederhana oleh penulis adalah satu
dari permohonan yang ditujukan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang,
isinya memuat tanggal surat gugatan, nama dan alamat penggugat dan tergugat,
dalil yang mendasari gugatan, hal hal yang dimintakan oleh penggugat untuk
dikabulkan pengadilan, dimaterai secukupnya dan ditandatangani oleh penggugat
atau kuasanya (Modul 7, 2/38 ”Fasilitas Penyelesaian Sengketa Kontrak
Konstruksi).
Dalam mempersiapkan suatu tuntutan atau gugatan melalui pengadilan negeri
untuk perkara tuntutan atas pembayaran sejumlah uang ada baiknya dalam surat
gugatan kita menyampaikan permohonan sita jaminan terhadap harta benda dari
tergugat untuk menjamin gugatan yang kita ajukan tidak menjadi sia sia dan hanya
menang di atas kertas dan apabila permohonan sita jaminan yang kita ajukan
dikabulkan maka akan keluar sutu penetapan tertulis dari pengadilan negeri;
Adakalanya sita jaminan ini merupakan hal yang dapat menjadi daya tekan yang
cukup bagus untuk memaksa pihak tergugat melaksanakan kewajibannya karena
bisaanya sita jaminan ini memiliki efek yang panjang atau serius bagi tergugat.
3
menghadiri persidangan dimaksud namun apabila salah satu pihak tidak
menghadiri persidangan maka tetap dapat diambil keputusan oleh majelis hakim
dengan jenis putusan Verstek atau putusan yang diambil akibat dari tidak hadirnya
salah satu pihak dan upaya hukum atas putusan verstek adalah upaya
hukum verzet dan upaya hukum luar biasanya adalah Derden Verzet.
Setelah putusan dibacakan apabila salah satu pihak tidak menerima hasil
keputusan dimaksud dapat melakukan upaya hukum yaitu upaya hukum banding
dalam jangka waktu 14 ( empat belas hari sejak keputusan tingkat pertama
dibacakan atau diterima oleh para pihak secara resmi ) dan kasasi dalam jangka
waktu 14 (empat belas hari setelah putusan pada tingkat pengadilan tinggi diterima
oleh para pihak secara resmi) serta upaya hukum luar bisaa yaitu peninjauan
kembali apabila ditemukan bukti baru setelah upaya kasasi ditempuh.
Apabila salah satu pihak yang dikalahkan dalam suatu sengketa di pengadilan
negeri menerima putusan dimaksud dengan tidak melakukan upaya hukum apapun
maka putusan dimaksud telah memiliki kekuatan hukum tetap atau INKRACHT
dan acara selanjutnya berlanjut pada prosedur Eksekusi setelah putusan memiliki
kekuatan hukum yang tetap.
Eksekusi tidak sama dengan tindakan main hakim sendiri, seperti penarikan
barang barang yang dijual dengan sewa beli oleh kreditur kepada debiturnya yang
kemudian ditarik dengan berbagai cara seperti ancaman kekerasan, menakut nakuti
atau merampas barang itu dari debiturnya. Cara ini bisaa juga dilakukan dengan
menggunakan Debt Collector. Perbuatan demikian bukanlah eksekusi, tetapi
tindakan metha legal dan dapat dikategorikan melawan hukum. Eksekusi diatur
dalam pasal 195 HIR/206 R.Bg. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
eksekusi adalah menjalankan keputusan pengadilan atas perintah dan dengan
4
dipimpin oleh ketua pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa
perkara itu, menurut cara yang diatur oleh hukum.
Tahapan selanjutnya adalah tahapan awal proses eksekusi yaitu teguran atau
AANMANING yang dilakukan oleh ketua pengadilan negeri secara tertulis pada
tereksekusi atau pihak yang dinyatakan kalah dengan memberikan batas waktu
pemenuhan keputusan yang disebut masa peringatan dan maa peringatan tidak
boleh lebih dari delapan hari sebagaimana yang ditentukan dalam HIR pasal
197/207 RBG. Apabila tereksekusi memenuhi apa yang disampaikan dalam
peringatan oleh ketua pengadilan maka proses eksekusi maka proses eksekusi
berhenti disini sehingga timbullah pemenuhan eksekusi secara sukarela namun
apabila tereksekusi tidak memenuhi peringatan pelaksanaan eksekusi maka
dilanjutkan dengan proses SITA EKSEKUSI atau EXECUTRIALE BESLAG.
Disamping itu sering pula ditemui bahwa eksekusi itu dihambat oleh adanya
intervensi dari lembaga peradilan itu sendiri misalnya adanya surat perintah
penghentian dari ketua pengadilan negeri, ketua pengadilan tinggi atau ketua/wakil
5
ketua Mahkama Agung. Bahkan di lapangan sering dijumpai pelaksanaan eksekusi
yang dihalangi atau mendpat perlawanan dengan kekerasan dari pihak tereksekusi
atau preman preman sewaannya (megha legal tactic).
Kelebihan Pengadilan:
1. Mutlak terikat pada hukum acara yang berlaku (HIR, Rv)
2. Yang berlaku mutlak adalah system hukum dari Negara tempat sengketa
diperiksa
3. Majelis hakim pengadilan ditentukan oleh administrasi pengadilan
4. Putusan pengadilan ditentukan administrasi pengadilan
5. Terbuka untuk umum (kecuali kasus cerai)
6. Pola pertimbangan pengadilan dan putusan hakim adalah win loose
Kelemahan pengadilan:
1. Biaya perkara relative murah dan telah ditentukan oleh MARI
2. Tidak adanya hambatan berarti dalam pembentukan majelis hakim yang
memeriksa perkara
3. Memiliki juru sita dan atau sarana pelaksanaan prosedur hukum acara
4. Pelaksanaan putusan dapat dipaksakan secara efektif terhadap pihak yang
kalah dalam perkara
5. Eksekusi putusan yang telah memiliki kekuatan hukum yang pasti dapat
dilaksanakan meskipun kemudian ada bantahan atau verzet
6
2.2 Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan
umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk,
yaitu:
1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat
para pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo)
2. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa (Akta Kompromis).
Sebelum UU Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur dalam pasal
615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada penjelasan pasal 3 ayat(1)
Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar Pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan (Budhy Budiman, 2013)
7
misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rules. Pada umumnya
arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan
penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh
para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah
klausul arbitrase (Gatot Soemartono, hal.27, 2006).
8
2.2.3 Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase
Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum
Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, keunggulan itu adalah:
1. Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin
2. Keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan
administratif dapat dihindari
3. Para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki latar
belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta
jujur dan adil
4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian
masalahnya
5. Para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase
6. Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak
melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga
memiliki kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia,
kelemahan arbitrase adalah masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan
arbitrase, padahal pengaturan untuk eksekusi putusan arbitrase nasional
maupun internasional sudah cukup jelas. Berikut merupakan kelemahan
Arbitrase:
1. Honorarium arbiter, panitera dan administrasi relative mahal, tolok
ukur jumlah umumnya ditentukan oleh nilai klaim (sengketa).
Apabila biaya ditolak atau dibayar oleh salah satu pihak, pihak yang
lain wajib membayarnya lebih dulu agar sengketa diperiksa oleh
arbiter
2. Relative sulit untuk membentuk majelis arbitrase lembaga Arbitrase
Ad hoc
3. Tidak memiliki juru sita sendiri sehinggga menghambat penetapan
prosedur dan mekanisme apabila Arbitrase secara efektif
9
4. Putusan arbitrase tidak memiliki daya paksa yang efektif dan sangat
bergantung kepada pengadilan jika putusan tidak dijalankan dengan
sukarela
5. Eksekusi putusan Arbitrase cenderung mudah untuk diintervansi
pihak yang kalah melalui lembaga peradilan (Bantahan, verzet)
sehingga waktu realisasi pembayaran ganti rugi menjadi relative
bertambah lama.
6. Untuk mempertemukan kehendak para pihak yang bersengeta untuk
membawanya ke badan Arbitrase tidaklah mudah, kedua pihak harus
sepakat.
7. Tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing, saat
ini di banyak Negara masalah pengakuan dan pelaksanaan keputusan
arbitrase asing masih menjadi persoalan yang sulit.
11
di Indonesia seharusnya bisa diatasi. Tapi dalam prakteknya kesulitan-
kesulitan masih ditemui dalam eksekusi putusan arbitrase asing (Gatot
Soemartono, 2006).
ARBITRASE PENGADILAN
Honorarium arbiter, panitera, dan Biaya perkara relatif murah dan
administrasi relatif mahal. Tolok ukur telah ditentukan oleh MARI
jumlah umumnya ditentukan oleh nilai
klaim (sengketa). Apabila biaya ditolak
atau tidak dibayar oleh salah satu pihak,
pihak yang lain wajib membayarnya
lebih dulu agar sengketa diperiksa
oleh arbitrase
Relatif sulit untuk membentuk Majelis Tidak ada hambatan berarti dalam
Arbitrase Ad Hoc pembentukan Majelis Hakim yang
memiksa perkara
Tidak memiliki juru sita sendiri Majelis juru sita dan atau sarana
sehingga menghambat penerapan pelaksanaan prosedur hukum acara
prosedur dan mekanisme Arbitrase
secara efektif
Putusan arbitrase tidak memiliki daya Pelaksanaan putusan dapat
paksa yang efektif, dan sangat dipaksakan secara efektif terhadap
bergantung kepada Pengadilan jika pihak yang kalah dalam perkara
putusan tidak dijalankan dengan
sukarela
Eksekusi Putusan Arbitrase cenderung Eksekusi Putusan yang telah
mudah dan diintervensi pihak yang memiliki kekuatan hukum yang
kalah melalui lembaga peradilan pasti, dapat dilaksanakan meskipun
(Bantahan, Verzet) sehingga waktu kemudian ada bantahan atau Verzet
realisasi pembayaran ganti rugi menjadi
relative bertambah lama
BAB III
PENUTUP
13
3.1 Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Yasin Nazarkhan, “Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi”,
Gramedia Pustaka Utama, 2004
Harahap Yahya, “Hukum Perseroan Terbatas”, Sinar Grafika, 2013
Modul 7/2017 ”Fasilitas Penyelesaian Sengketa Kontrak Konstruksi”
Budhy Budhiman, “Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik
Peradilan Perdata Dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1000”. Diakses 15 Juni 2013
Gatot Soemartono, “Arbitrase dan Mediasi di Indonesia”. Gramedia Pustaka Utama, 2006
Ir. H. Nazarkhan Yasin, “Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa
Konstruksi”. Gramedia Pustaka Utama, 2004
15