Anda di halaman 1dari 18

PEMBAHASAN

KETUBAN PECAH PREMATUR

Pembimbing:

dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Disusun Oleh:

Keky Afrians 201920401011173

Dhestha Vianty PN 201920401011108

SMF ILMU KESEHATAN KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD JOMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021

1
BAB 1

PENDAHULUAN

Ketuban pecah prematur/ketuban pecah dini atau spontaneous/early/Premature

Rupture of Membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan

pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu

didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang

menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian

tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan

kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida1.

Ketuban pecah prematur dapat terjadi karena berbagai macam faktor. Riwayat

ketuban pecah prematur preterm merupakan faktor resiko utama terjadinya ketuban

pecah prematur preterm atau persalinan preterm pada kehamilan berikutnya. Faktor

resiko utama lainnya yang berkaitan dengan kejadian ketuban pecah prematur preterm

memiliki kesamaan dengan faktor resiko terjadinya persalinan preterm spontan dan

meliputi ukuran serviks yang pendek, perdarahan pada trimester kedua dan ketiga,

indeks massa tubuh yang rendah, status sosioekonomi yang rendah, merokok, dan

penggunaan obat-obat yang dapat memicu terjadinya ketuban pecah prematur.

Walaupun masing-masing faktor risiko diatas berkaitan dengan kejadian ketuban pecah

prematur preterm, tidak jarang pula hal ini timbul tanpa disertai faktor risiko yang jelas

atau penyebab yang pasti 2.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kematian ibu yang

cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011. Diperkirakan

10.500 ibu di Indonesia meninggal saat melahirkan setiap tahunnya. Pada MDGs 2015

Angka Kematian Ibu (AKI) ditargetkan turun menjadi 102 kasus per 100.000 kelahiran

hidup. Diperkirakan setiap tahun 300.000 ibu di dunia meninggal saat melahirkan 3.

2
Berdasarkan data kementrian kesehatan RI 2014, Infeksi merupakan penyebab tertinggi

ke-4 dari 6 penyebab kematian Ibu di Indonesia. Kejadiannya terus meningkat sejak

2010 yaitu 5.8% menurun menjadi 5.5% pada 2011 namun terus meningkat pada 2012

menjadi 5.6% dan 7.3% pada 2013. Hal ini menuntut peran besar dari semua pihak,

termasuk tenaga medis untuk mengurangi angka kematian Ibu agar tidak terus

meningkat dari tahun ke tahunnya 4.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ketuban pecah prematur atau spontaneous/early/Premature Rupture of

Membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat

belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan

sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan

terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul

tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang

dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya

selaput ketuban dapat terjadi kapan saja, baik pada kehamilan aterm maupun

preterm 1.

Ketuban pecah prematur (KPP) atau Premature Rupture of Membrane

(PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.

Namun, apabila ketuban pecah prematur sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka

disebut sebagai ketuban pecah prematur pada kehamilan prematur atau Preterm

Premature Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut

diduga berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen

matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin 5.

Secara klinis ketuban pecah prematur memiliki arti:

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka

kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi

besar.

4
2. Peristiwa KPP yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian

terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan

tanda adanya gangguan keseimbangan foto pelvik.

3. KPP sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat

memicu terjadinya persalinan preterm.

4. Peristiwa KPP yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of

membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.

5. Peristiwa KPP dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka

panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi

pertumbuhan dan perkembangan janin 5.

2.2 Etiologi

Ketuban pecah prematur dapat terjadi karena berbagai macam faktor. Secara

umum, pecahnya ketuban pada usia kehamilan aterm dapat terjadi akibat kombinasi

antara kelemahan fisiologis dari membran dan kekuatan robekan yang diakibatkan

oleh kontraksi uterus, tapi ketuban pecah prematur pada usia kehamilan preterm dapat

juga terjadi akibat berbagai macam mekanisme patologis yang dapat terjadi secara

individu atau bersamaan. Infeksi intraamnion telah menunjukkan hubungan yang

signifikan dengan kejadian ketuban pecah prematur preterm terutama pada usia

kehamilan awal 2.

Telah dihipotesiskan bahwa infeksi intrauterin memicu persalinan kurang

bulan akibat aktivasi sistem imun bawaan. Dalam hipotesis ini, mikroorganisme

menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi, seperti interleukin dan tumor necrosis

factor (TNF), yang kemudian merangsang produksi prostaglandin dan/atau matrix-

degrading enzyme. Prostaglandin merangsang kontraksi rahim sedangkan degradasi

5
matriks ekstraseluler pada membran janin menyebabkan ketuban pecah prematur

kurang bulan 5.

Riwayat ketuban pecah prematur preterm merupakan faktor resiko utama

terjadinya ketuban pecah prematur preterm atau persalinan preterm pada kehamilan

berikutnya. Faktor resiko utama lainnya yang berkaitan dengan kejadian ketuban

pecah prematur preterm memiliki kesamaan dengan faktor resiko terjadinya

persalinan preterm spontan dan meliputi ukuran serviks yang pendek, perdarahan

pada trimester kedua dan ketiga, indeks massa tubuh yang rendah, status

sosioekonomi yang rendah, merokok, dan penggunaan obat-obat yang dapat memicu

terjadinya ketuban pecah prematur. Walaupun masing-masing faktor risiko diatas

berkaitan dengan kejadian ketuban pecah prematur preterm, tidak jarang pula hal ini

timbul tanpa disertai faktor risiko yang jelas atau penyebab yang pasti 2.

Faktor gaya hidup seperti merokok, pertambahan berat badan ibu yang tidak

adekuat, dan penggunaan narkoba berperan penting pada insiden dan hasil akhir

pelahiran neonatus berberat badan lahir rendah yang merupakan faktor terkait

terjadinya ketuban pecah prematur. Faktor maternal lainnya yang terlibat meliputi

usia ibu terlalu muda atau terlalu tua, kemiskinan, bertubuh pendek, kekurangan

vitamin C, dan faktor pekerjaan, seperti berjalan atau berdiri lama, kondisi kerja yang

berat, dan jam kerja mingguan terlalu panjang. Faktor psikologis seperti depresi,

cemas, dan stress kronik telah dilaporkan terkait dengan kejadian kelahiran kurang

bulan 5.

Kelemahan membran korioamnion diduga menjadi dasar patofisiologi

terjadinya ketuban pecah prematur, dimana pada kondisi ini terdapat defisiensi

kolagen tipe III yang menyebabkan perubahan ukuran membran dan mengurangi

kandungan kolagen pada area tertentu dari ketuban 6.

6
Gambar 2.1 Inkompetensi Serviks

Penyebab ketuban pecah prematur mempunyai dimensi multifaktorial yang

dapat dijabarkan sebagai berikut 7 :

 Serviks inkompeten.

 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.

 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.

 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum

masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.

 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.

 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban

dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

2.3 Epidemiologi

Prevalensi KPP berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-

10% wanita hamil datang dengan KPP dan 30-40% dari kasus KPP merupakan

kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. Penelitian lain yang

7
lebih baru menduga rasio berulangnya pada kehamilan selanjutnya sampai 32%. Hal

ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin.

Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 13-60%, endomteritis 2-

13%, sepsis <1% kematian ibu 1-2 kasus per 1000 kasus. Komplikasi pada plasenta

seperti solusio plasenta berkisar antara 4-12% 7.

Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana

80% kasus KPP preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi

meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh

kehamilan, 3-15% pada KPP prolonged, 15-25% pada KPP preterm dan mencapai

40% pada ketuban pecah prematur dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu.

Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPP lebih daripada

24 jam 7.

2.4 Patofisiologi

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu

terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan

karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan

degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme

kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban

pecah 4.

Pada ketuban pecah prematur aterm ditemukan sel-sel yang mengalami

kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan

selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat

dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya

kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi

8
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan

bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini

belum diketahui dengan jelas 1.

Gambar 2.2 Mekanisme Multifaktorial Ketuban Pecah Prematur

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis

dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease

tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen

interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim juga penting

dalam mempertahankan kekuatan membran fetal 1.

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat

dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP – 2, MMP – 3, dan MMP – 9

ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah prematur.

Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease

(TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban

pecah prematur. Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor mendukung

bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal 1.

9
2.5 Diagnosis

Secara umum, kasus KPP dapat ditegakkan diagnosisnya dengan anamnesis

dasar mengenai riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik harus

dilakukan dengan tindakan yang mampu meminimalkan resiko terjadinya infeksi.

Karena pemeriksaan servikal digital dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi,

jadi secara umum pemeriksaan ini sebaiknya dihindari kecuali pada kondisi

persalinan aktif atau persalinan tampaknya iminen (abortus). Pemeriksaan

menggunakan spekulum steril dapat memberikan informasi (inspeksi) mengenai

servisitis, prolapse tali pusat atau prolapse janin, menilai dilatasi dan penipisan

serviks, dan mengambil spesimen untuk dilakukan kultur 2.

Tanda-tanda klinis yang umum digunakan dalam diagnosis ketuban pecah

prematur. Deskripsi aliran cairan vagina khas dalam sejarah medis. Aliran cairan

ketuban dapat diamati melalui vagina tersebut. Diagnosis KPP dapat dibuat dengan

menunjukkan tiga pemeriksaan gold standar temuan konvensional oleh dokter 8:

1. Pengamatan aliran yang jelas air ketuban atau akumulasi cairan di forniks

posterior dengan spekulum steril.

2. Pengamatan transisi dari kuning ke biru dengan kertas indikator pH karena dasar

aliran cairan ketuban (uji nitrazin)dan / atau,

3. Deteksi pola daun-pohon kelapa di cairan ketuban yang kering dengan metode

mikroskopis (uji fern).

Adanya oligohidramnion dapat terdeteksi oleh manuver Leopold dan / atau

ultrasonografi yang dapat membantu penegakan diagnosis. Uji nitrazin, uji fern, tes

10
pewarnaan amnion, tes biokimia (plasenta Alpha mikroglobulin-1 "PAMG-1" dan

insulin-like Growth Factor Binding Protein-1 "IGFBP-1") dievaluasi dalam hal

efektivitas (sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif)

dalam diagnosis KPP 8.

Gambar 2.3 Kinerja Pemeriksaan Penunjang Noninfasif pada Ketuban Pecah

Prematur

2.6 Tatalaksana

11
Gambar 2.4 Manajemen KPD Sesuai Usia Kehamilan 2

Pemberian antibiotik broadspektrum memperpanjang kehamilan, mencegah

infeksi pada ibu dan janin, serta mengurangi angka kecacatan berdasarkan usia

kehamilan. Regimen antibiotik yang optimal, sampai saat ini masih belum jelas

karena banyak (multiple) regimen telah digunakan dan menunjukkan manfaatnya

masing-masing. Berdasarkan informasi yang tersedia, untuk mencegah infeksi pada

ibu dan janin, serta mengurangi angka kecacatan berdasarkan usia kehamilan, durasi

terapi selama 7 hari wajib diberikan dengan kombinasi dari Ampisilin dan Eritromisin

(I.V.) kemudian diikuti dengan Amoksilin dan Eritromisin (P.O.) direkomendasikan

bagi ibu hamil dengan usia kehamilan < 34 minggu selama manajemen ekspektasi.
12
Regimen yang digunakan pada percobaan di Eunice Kennedy Shriver National

Institute of Child Health and Human Development Maternal-Fetal Medicine Units

Network adalah Ampisilin I.V. (2 gr tiap 6 jam) dan Eriromisin I.V. (250 mg tiap 6

jam) selama 48 jam diikuti Amoksilin oral (250 mg tiap 8 jam) dan Eritromisin basal

(333 mg tiap 8 jam) 2.

Gambar 2.5 Regimen Terapi KPP 9

13
Gambar 2.6 Algoritme Penatalaksanaan KPD 9

Berdasarkan data penelitian terbaru, menunjukkan bahwa pemberian

kortikosteroid pada antenatal tidak berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya

14
infeksi pada usia kehamilan berapa pun. Satu paket kortikosteroid direkomendasikan

untuk ibu hamil usia kehamilan 24-34 minggu yang beresiko mengalami persalinan
2,5
preterm . Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,

deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali 4.

2.7 Komplikasi

1. Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten

tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam 24 jam

setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah

ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.

Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu 4.

2. Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah prematur. Pada ibu

terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.

Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah

prematur prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi

sekunder pada ketuban pecah prematur meningkat sebanding dengan lamanya periode

laten 4.

3. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat

hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin

dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat 4.

4. Sindrom Deformitas Janin

15
Ketuban pecah prematur yang terjadi terlalu prematur menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan

janin, serta hipoplasia pulmonal 4.

2.8 Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah prematur sangat bervariatif tergantung pada :

 Usia kehamilan

 Adanya infeksi / sepsis

 Faktor resiko / penyebab

 Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat

kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi

yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari

pada kelahiran prematur 10.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba, IBG, et al. Ketuban Pecah Dini. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan

KB. Jakarta: EGC. 2012. Hal 229-232.

2. ACOG (The American College of Obstetricians and Gynecologists. Premature

Rupture of Membranes. Clinical Management Guidelines for Obstetrician-

Gynecologists – Practice Bulletin 2016. No. 160. Hal : 01-13.

3. Asmawahyunita, Nor’aini, Y., dan Ristiati. Hubungan Berat Badan Bayi Lahir

Dengan Derajat Laserasi Jalan Lahir Pada Ibu Primipara Di RSUD Sunan Kalijaga

Demak. Jurnal Kesehatan dan Budaya – HIKMAH. 2014. Volume 5 No. 1, hal : 08-

12.Kementrian Kesehatan RI, Pusat Data dan Informasi, Situasi Kesehatan Ibu.

Jakarta. 2014. Hal: 1-8

4. Soewarto, S. Ketuban Pecah Dini dalam Wiknjosastro, G. H., Saifuddin A.B., dan

Rachimhadhi, T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Cetakan keempat. 2010. Jakarta : PT.

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Hal : 677-682.

5. Cunningham, F. G., et al. Kelahiran Kurang Bulan dalam Twickler, D. M., dan

Wendel, G. D. (Editor). Williams Obstetrics 23rd Ed. 2013. Jakarta : EGC, hal : 853-

854.

6. Khan, S. dan Khan AA. Study on Preterm Premature Rupture of Membrane with

Special Reference to Maternal and its Outcome. Research Article. International

Journal of Reproduction, Contraception, Obstetric and Gynecology. 2016 Aug:

5(8):2768-2774.

7. Jazayeri, A. 2015. Premature Rupture of Membranes. 2017. Diakses 9 oktober 2018

https://emedicine.medscape.com/article/261137-overview

17
8. Eskicioglu, F., dan Gur, E. B. Diagnostic Modalities in Premature Rupture of

Membranes. International Journal of Women’s Health and Reproduction Sciences,

2015. Vol. 3, No. 2, hal : 89-92.

9. POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia). 2016. Ketuban Pecah Dini.

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Hal: 1-23.

10. Scoza, W. R. Management of Premature Rupture of The Fetal Membranes at Term.

2018. Diakses 10 Oktober 2018 https://www.uptodate.com/contents/management-of-

prelabor-rupture-of-the-fetal-membranes-at-term

18

Anda mungkin juga menyukai