Anda di halaman 1dari 17

PESANTREN SEBAGAI WADAH ISLAM DI INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam
Yang dibimbing oleh Bpk. Dr. Ahmad Khalid, S.Pd. M.Pd.I

Di Susun Oleh

MUH. FAIZUL MUTTAQIN 2003805111002


FAUZAN ANSHORI 2003805111031

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS ISLAM JEMBER
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat
serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalahnya yang berjudul “Pesantren sebagai wadah penyiaran Islam di
Indonesia ” Walaupun melalui jalan yang panjang di sertai dengan berbagai macam
kesulitan, namun syukur Alhamdulillah berkat adanya usaha dan bantuan dari berbagai
pihak, maka kesulitan tersebut dapat terselesaikan.
Makalah ini kami susun dengan maksud untuk memenuhi tugas makalah
“Sejarah Kebudayaan Islam” yang dibimbing oleh Bpk. Dr. Ahmad Khalid, S.Pd.
M.Pd.I
Dalam penyusunan makalah ini, Penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Akhir kata kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat
kekurangan ataupun kesalahan dalam penyusunan makalah ini, namun kami harapkan
mudah-mudahan makalah ini menjadi bermanfaat bagai perkembangan teknologi
khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................................ 2
BAB II .............................................................................................................................. 3
A. Pengertian Pesantren ...................................................................................................... 3
B. Sejarah Pesantren Pertama Kali .................................................................................... 4
C. Model Ajaran Islam Yang Dikembangkan Pesantren................................................ 5
D. Empat fungsi pesantren ( pendidikan, dakwah, perjuangan kemerdekaan, dan
sosial budaya) .......................................................................................................................... 8
BAB III ........................................................................................................................... 13
PENUTUP ...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara yang penduduknya mayoritas beragama


Islam, ternyata memiliki sebuah sistem pendidikan yang khas dan unik bernama
pesantren. Dikatakan khas karena pendidikan model pesantren hanya berkembang
pesat di Indonesia. Sementara di negara lain akan sulit model pendidikan seperti ini.
Selain khas dan unik, pesantren juga merupakan pendidikan Islam asli produk
Indonesia.
Menurut M. Arifin pesantren adalah suatu Lembaga pendidikan agama
Islam tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan system pengajian atau
madrasah yang spenuhnya dibawah kedaulatan leadership seorang atau beberapa
orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independent dalam
segala hal.1
Secara kasat mata ada timbal balik antara pondok pesantren dan masyarakat
(umat) tidak bisa dipisahkan karena keduanya adalah dua sisi yang
bersinambungan, olek karena itu penyusun akan menguraikan peran pesantren
sebagai wadah penyiaran Islam di Indonesia. Dengan latar belakang diatas serta
rumusan masalah yang diambil diharapkan menjadikan titik temu bukti terhadap
adanya judul makalah diatas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pesantren?
2. Bagaimanakah Sejarah Pesantren pertama kali?
3. Bagaimanakah model ajaran Islam yang dikembangkan pesantren?
4. Seperti apa empat fungsi pesantren (pendidikan, dakwah, perjuangan
kemerdekaan, dan sosial budaya)

1
M. Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, (Jakarta: LP3ES, 1985),
hal. 99

1
C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Memahami Pengertian Pesantren


2. Mengetahui Sejarah Pesantren pertama kali
3. Memahami model ajaran Islam yang dikembangkan pesantren
4. Mengetahui empat fungsi pesantren ( pendidikan, dakwah, perjuangan
kemerdekaan, dan sosial budaya)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pesantren

Kehadiran kerajaan Bani Umayah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan,


sehingga anak-anak masyarakat islam tidak hanya belajar dimasjid tetapi juga
pada lembaga-lembaga yaitu “kuttab” (pondok pesantren). Kuttab, dengan
karakteristik khasnya, merupakan wahana dan lembaga pendidikan islam yang
semula sebagai lembaga baca dan tulis dengan sistem halaqah (sistem wetonan).
Pada tahap berikutnya kuttab mengalami perkembangan yang sangat pesat karena
dengan didukung oleh dana dari iuran masyarakat serta adanya rencana-rencana
yang harus dipatuhi oleh pendidik dan peserta didik. Di Indonesia istilah kuttab
lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren”, yaitu suatu lembaga pendidikan
islam yang didalamnya terdapat seorang kiai (pendidik) yang mengajar dan
mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk
menyelenggarakan pendidikan terebut, serta didukung adanya pemondokan atau
asrama sebagai tempat tinggal para santri.2
Pengertian pondok pesantren terdapat berbagai variasi, antara lain:
Secara etimologis, pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan
pesantren. Pondok, berasal dari bahasa Arab funduuk (‫ )ﻓﻧﺩﻭﻕ‬yang berarti hotel,
yang dalam pesantren Indonesia lebih disamakan dengan lingkungan padepokan
yang dipetak-petak dalam bentuk kamar sebagai asrama bagi para santri.
Sedangkan pesatren merupakan gabungan dari kata pe-santri-an yang berarti
tempat santri.3
Zamkhsyari Dhofier mengutip beberapa pendapat para ahli tentang asal-usul
istilah pesantren, seperti pendapat prof. Jhons yang mengatakan bahwa istilah
santri sebenarnya berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji.

2
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Pendala Media, 2006), hal. 234-235
3
Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di tengah Arus
Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 80

3
Sedangkan C.C Breg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari
istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang tau buku-buku suci
agama Hindu, selain itu ada juga yang berpendapat bahwa kata shastri berasal dari
kata shastra yang berarti buku-buku tentang ilmu pengetahuan.4
Dari beberapa pendapat diatas tidak dijumpai perbedaan dengan kata lain
pandangan tokoh-tokoh terhadap pondok pesantren memiliki kesamaan yang
mana persamaan ini merujuk pada pendidikan agama islam yang berciri khas
pengajian kitab kuning, pengajian syariat islam, dan ilmu agama.
Dalam penjelasan lain disebutkan Pesantren adalah tempat para santri belajar
ilmu agama islam. Kata pesantren berasal dari kata “santri” yang artinya murid
yang belajar ilmu agama islam. Disebut pesantrian atau pesantren karena seluruh
murid yang belajar atau thalabul ilmi di pesantren disebut dengan istilah santri.
Tidak dikenal dengan sebutan siswa atau murid. Sebutan santri merupakan konsep
yang sudah baku, meskipun maknanya sama dengan siswa, murid, atau anak
didik.

B. Sejarah Pesantren Pertama Kali

Tentang kehadiran pesantren secara pasti di Indonesia pertama kalinya,


dimana dan siapa pendirinya, tidak dapat diperoleh keterangan yang pasti.
Berdasarkan hasil pendataan yang dilaksanakan oleh Departemen Agama pada
tahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada
tahun 1062 di Pamekasan Madura, dengan nama Pesantren Jan Tampes II. Akan
tetapi hal ini juga diragukan, karena tentunya ada Pesantren Jan Tampes I yang
lebih tua. Kendatipun Islam tertua di Indonesia yang peran sertanya tidak
diragukan lagi, adalah sangat besar bagi perkembangan Islam di nusantara.
Sejarah pondok pesantren tidak lepas dari peran para Wali Sembilan atau
lebih dikenal dengan Walisongo yang menyebarkan Islam di pulau Jawa pada

4
Zamakshari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. (Jakarta: LP3ES, 1982),
hal. 18

4
khususnya. Pada masa Walisongo inilah istilah pondok pesantren mulai dikenal di
Indonesia.5
Ada sebuah pendapat mengatakan bahwa orang yang pertama kali mendirikan
pesantren adalah Raden Rahmat atau yang dikenal sebagai Sunan Ampel. Beliau
mendirikan pesantren di Kembang Kuning, yang pada waktu didirikan hanya
memiliki tiga orang santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairah dan Kyai
Bangkuning. Kemudian ia pindah ke Ampel Denta, Surabaya dan mendirikan
pondok pesantren di sana. Misi keagamaan dan pendidikan Sunan Ampel
mencapai sukses, sehingga beliau dikenal oleh masyarakat Majapahit. Kemudian
bermunculan pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh para santri dan putra
beliau.6
Apabila diteliti mengenai silsilah ilmu para Walisongo, akan ditemukan
bahwa kebanyakan silsilahnya sampai pada Sunan Ampel. Misalnya, Sunan
Kalijaga, beliau adalah santri dari Sunan Bonang yang merupakan putra Sunan
Ampel. Begitu pula Sunan Kudus yang banyak menuntut ilmu dari Sunan
Kalijaga.7

C. Model Ajaran Islam Yang Dikembangkan Pesantren

Sistem pendidikan di pondok pesantren sangat erat hubungannya dengan


tipologi maupun ciri-ciri (karakteristik) pondok pesantren itu sendiri. Dalam
melaksanakan proses pendidikan sebagian besar pondok pesantren di Indonesia
pada umumnya menggunakan sistem pendidikan yang bersifat tradisional, namun
ada juga pondok pesantren yang melakukan inovasi dalam mengembangkan
sistem pendidikannya menjadi sebuah sistem pendidikan yang lebih modern

5
Adnan Mahdi, dkk, Jurnal Islamic Review “J.I.E” Jurnal Riset dan Kajian Keislaman, (Pati: Staimafa
press, 2013), hal. 10
6
Zamakshari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.hal 49.
7
Adnan Mahdi, dkk, Jurnal Islamic Review “J.I.E” Jurnal Riset dan Kajian Keislaman, hal. 11

5
1) Sistem pendidikan tradisional
Sistem tradisional adalah sistem yang berangkat dari pola pengajaran yang
sangat sederhana dalam mengkaji kitab-kitab agama yang ditulis para ulama
zaman abad pertengahan, dan kitab-kitab itu disebut dengan istilah “Kitab
kuning”. Sementara metode-metode yang digunakan dalam sistem pendidikan
tradisional terdiri atas: metode sorogan, metode wetonan atau bandongan, metode
muhawaroh, metode mudzakaroh, dan metode majlis ta’lim.8
a. Metode sorogan
Metode sorogan secara umum adalah metode pengajaran yang bersifat
individual, dimana santri satu persatu datang menghadap kyai dengan membawa
kitab tertentu. Kiai membacakan kitab itu beberapa baris dengan makna yang
lazim dipakai di pesantren. Seusai kiai membaca, santri mengulangi ajaran kiai
itu. Setelah ia dianggap cukup, maju santri yang lain, demikian seterusnya.9
b. Metode wetonan atau bandongan
Metode wetonan atau sering juga disebut bandongan merupakan metode
yang paling utama dalam sistem pengajaran di lingkungan pondok pesantren.
Metode wetonan (bandongan) adalah metode pengajaran dengan cara seorang
guru membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-
buku Islam dalam bahasa Arab, sedangkan murid (santri) memperhatikan bukunya
sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-
kata atau buah pikiran yang sulit.10
c. Metode muhawaroh
Metode muhawaroh atau metode yang dalam bahasa Inggris disebut
dengan conversation ini merupakan latihan bercakap-cakap dalam bahasa Arab
yang diwajibkan bagi semua santri selama mereka tinggal di pondok pesantren.11

8
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta:
Erlangga, tt), hal.16.
9
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, hal. 142
10
Zamakshari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.hal 28.
11
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai dalam Perubahan Manajemen Pondok Pesantren: Kasus Ponpes
Tebuireng. (Yogyakarta: Aditya Media, 2010), hal. 119

6
d. Metode mudzakaroh
Berbeda dengan metode muhawaroh, metode mudzakaroh merupakan
suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti
ibadah (ritual) dan aqidah (theologi) serta masalah agama pada umumnya.12
e. Metode majelis ta’lim
Metode majelis ta’lim adalah suatu metode penyampaian ajaran Islam
yang bersifat umum dan terbuka, yang dihadiri jama’ah yang memiliki berbagai
latar belakang pengetahuan, jenis usia dan jenis kelamin Pengajian melalui
majelis ta’lim hanya dilakukan pada waktu tertentu, tidak setiap hari sebagaimana
pengajian melalui wetonan maupun bandongan, selain itu pengajian ini tidak
hanya diikuti oleh santri mukim dan santri kalong tetapi juga masyarakat sekitar
pondok pesantren yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pengajian
setiap hari, sehingga dengan adanya pengajian ini dapat menjalin hubungan yang
akrab antara pondok pesantren dan masyarakat sekitar.13
2) Sistem pendidikan modern
Dalam perkembangan pondok pesantren tidaklah semata-mata tumbuh pola
lama yang bersifat tradisional, melainkan dilakukan suatu inovasi dalam
pengembangan suatu sistem, yaitu sistem yang modern. Namun bukan berarti
dengan adanya sistem pendidikan pesantren yang modern lantas meniadakan
sistem pendidikan yang tradisional yang selama ini sudah mengakar kuat dalam
diri pondok pesantren. Sistem pendidikan modern merupakan penyempurna dari
sistem pendidikan tradisional yang sudah ada. Atau dengan kata lain, memadukan
antara tradisi dan modernitas untuk mewujudkan sistem pendidikan sinergik.
Dalam gerakan pembaruan tersebut, pondok pesantren kemudian mulai

12
Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai dalam Perubahan Manajemen Pondok Pesantren: Kasus Ponpes
Tebuireng. Hal. 119
13
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, hal. 147

7
mengembangkan metode pengajaran dengan sistem madrasi (sistem klasikal),
sistem kursus (takhasus), dan sistem pelatihan.14
a. Sistem klasikal
Menurut Ghazali sebagaimana dikutip Maunah, sistem klasikal adalah
sistem yang penerapannya dengan mendirikan sekolah-sekolah baik kelompok
yang mengelola pengajaran agama maupun ilmu yang dimasukkan dalam kategori
umum dalam arti termasuk disiplin ilmu-ilmu kauni (“ijtihad”-hasil
perolehan/pemikiran manusia) yang berbeda dengan ajaran yang sifatnya tauqifi
(dalam arti kata langsung ditetapkan bentuk dan wujud ajarannya).
b. Sistem kursus (takhasus)
Sistem kursus (takhasus) adalah sistem yang ditekankan pada
pengembangan keterampilan tangan yang menjurus kepada terbinanya
kemampuan psikomotorik seperti kursus menjahit, mengetik, komputer, dan
sablon. Pengajaran sistem kursus ini mengarah kepada terbentuknya santri- santri
yang mandiri dalam menopang ilmu-ilmu agama yang mereka terima dari kiai
melalui pengajaran sorogan dan wetonan.
c. Sistem pelatihan
Sitem pelatihan adalah sistem yang menekankan pada kemampuan
psikomotorik dengan menumbuhkan kemampuan praktis seperti pelatihan
pertukangan, perkebunan, perikanan, manajemen koperasi dan kerajinan-kerajinan
yang mendukung terciptanya kemandirian integrative.

D. Empat fungsi pesantren ( pendidikan, dakwah, perjuangan kemerdekaan,


dan sosial budaya)

a. Sebagai Lembaga Pendidikan


Sebagai lembaga pendidikan pesantren ikut bertanggung jawab terhadap
proses pencerdasan kehidupan bangsa secara integral. Sedangkan secara khusus
pesantren bertanggung jawab terhadap kelangsungan tradisi keagamaan dalam

14
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, hal. 147-
148

8
kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan dua hal tersebut pesantren
memilih model tersendiri yang dirasa mendukung secara penuh tujuan dan
hakekat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin sejati
yang memiliki kualitas moral dan intelektual secara seimbang.

Untuk mewujudkan hal tersebut pesantren menyelenggarakan pendidikan


formal (madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi), dan pendidikan formal
yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi oleh pikiran
ulama’ fiqih, hadits, tafsir, tauhid, dan tasawwuf, bahasa Arab(nahwu, sharaf,
balaqhod dan tajwid), mantik dan akhlaq. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren
ikut bertanggung jawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan,
sedangkan secara khusus pesantren bertanggung jawab atas tradisi keagamaan
(Islam) dalam arti yang seluas-luasnya.
b. Sebagai Lembaga Dakwah
Sebagaimana kita ketahui bahwa semenjak berdirinya pesantren adalah
merupakan pusat penyebaran agama Islam baik dalam masalah aqidah atau
sari‟ah di Indonesia. Fungsi pesantren sebagai penyiaran agama (lembaga
dakwah) terlihat dari elemen pokok pesantren itu sendiri yakni masjid pesantren,
yang dalam operasionalnya juga berfungsi sebagai masjid umum, yaitu sebagai
tempat belajar agama dan ibadah masyarakat umum. Masjid pesantren sering
dipakai untuik menyelenggarakan majlis ta’lim (pengajian) diskusi-diskusi
keagamaan dan sebagainya oleh masyarakat umum.
Dalam hal ini masyarakat sekaligus menjadi jamaah untuk menimba
ilmu-ilmu agama dalam setiap kegiatannya mengikuti kegiatan yang
diselenggarakan masjid pesantren, ini membuktikan bahwa keberadaan pesantren
secara tidak langsung membawa perbuatan positif terhadap masyarakat, sebab dari
kegiatan yang, diselenggarakan pesantren baik itu shalat jamaah.Pengajian dabn
sebagainya, menjadikan masyarakat dapat mengenal secara lebih dekat ajaran-
ajaran agama (Islam) untuk selanjutnya mereka pegang dan amalkan dalam
kehidupan sehari-hari.

9
c. Sebagai Perjuangan Kemerdekaan
Setelah periodesasi perkembangan pesantren yang cukup maju pada masa
Walisongo, masa-masa suram mulai terlihat ketika Belanda menjajah Indonesia.
Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan yang politik pendidikan dalam
bentuk Ordonansi Sekolah Liaratau Widle School Ordonanti yang sangat
membatasi ruang gerak pesantren. Tujuannya, pihak Belanda ingin membunuh
madrasah dan sekolah yang tidak memiliki izin dan juga bertujuan melarang
pengajaran kitab-kitab Islam yang menurut mereka berpotensi memunculkan
gerakan subversi atau perlawanan di kalangan santri dan muslim pada umumnya.
Hal seperti ini akhirnya membuat pertumbuhan dan perkembangan Islam menjadi
tersendat.15
Sebagai respon penindasan Belanda tersebut, kaum santri mulai
melakukan perlawanan yakni, antar tahun 1820-1880 kaum santri memberontak di
belahan Nusantara. Akhirnya, pada akhir abad ke-19 Belanda mencabut resolusi
tersebut, sehingga mengakibatkan pendidikan pesantren sedikit lebih berkembang.
Setelah penjajahan Belanda berakhir, Indonesia dijajah kembali oleh
Jepang. Pada masa penjajahan Jepang ini, pesantren berhadapan dengan
kebijakan Saikere yang dikeluarkan pemerintahan Jepang. Hal ini ditentang keras
oleh Kyai Hasyim Asy’ari sehingga ditangkap dan dipenjara selama 8 bulan.
Berawal dari sinilah terjadi demonstrasi besar-besaran yang melibatkan ribuan
kaum santri menuntut pembebasan Kyai Hasyim Asy’ari dan menolak
kebijakan Seikere. Sejak itulah pihak Jepang tidak pernah mengusik dunia
pesantren.16
Pada masa awal kemerdekaan, kaum sanri kembali berjuang untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan
fatwa wajib hukumnya mempertahankan kemerdekaan.17

15
Adnan Mahdi, dkk, Jurnal Islamic Review “J.I.E” Jurnal Riset dan Kajian Keislaman, hal. 11
16
Adnan Mahdi, dkk, Jurnal Islamic Review “J.I.E” Jurnal Riset dan Kajian Keislaman, hal. 12
17
Adnan Mahdi, dkk, Jurnal Islamic Review “J.I.E” Jurnal Riset dan Kajian Keislaman, hal. 13

10
Setelah Indonesia dinyatakan merdeka, pondok pesantren kembali diuji,
karena pemerintahan Soekarno yang dinilai sekuler itu telah melakukan
penyeragaman atau pemusatan pendidikan nasional.
Pada masa Orde Baru, bersamaan dengan dinamika politik umat Islam
dan negara, Golongan Karya (Golkar) sebagai kontestan Pemilu selalu
membutuhkan dukungan dari pesantren. Dari sinilah kemudian ada usaha timbal
balik dari pemerintahan dan pesantren. Kondisi nyata seperti itu mengakibatkan
pesantren mengalami pasang surut hingga pada era pembangunan.
d. Sebagai Lembaga Sosial
Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak dari segala lapisan
masyarakat muslim tanpa membedak-bedakan tingkat sosial ekonomi orang
tuanya. Biaya hidup di pesantren relatif lebih mudah daripada di luar pesantren,
sebab biasanya para santri mencukupikebutuhan hidup sehari-hari dengan jalan
patungan atau masak bersama, bahkan ada diantara mereka yang gratis, terutama
bagi anak-anak yang kurang mampu atau yatim piatu.
Sebagai lembaga sosial, pesantren ditandai dengan adanya kesibukan
akan kedatangan para tamu dari masyarakat, kedatangan mereka adalah untuk
bersilaturohim, berkonsultasi, minta nasihat “doa” berobat, dan minta ijazah yaitu
semacam jimat untuk menangkal gangguan. Mereka datang dengan membawa
berbagai macam masalah kehidupan seperti menjodohkan anak, kelahiran,
sekolah, mencari kerja, mengurus rumahtangga, kematian, warisan, karir, jabatan,
maupun masalah yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat dan pelayanan
kepentingan umum.Dari fungsi sosial itu pesantren nampak sebagai sumber
solusi, dan acuan dinamis masyarakat.juga sebagai lembaga inspirato (penggerak)
bagi kemajuan pembangunan masyarakat.
Sistem tradisional adalah sistem yang berangkat dari pola pengajaran
yang sangat sederhana dalam mengkaji kitab-kitab agama yang ditulis para ulama
zaman abad pertengahan, dan kitab-kitab itu disebut dengan istilah “Kitab
kuning”. Sementara metode-metode yang digunakan dalam sistem pendidikan

11
tradisional terdiri atas: metode sorogan, metode wetonan atau bandongan, metode
muhawaroh, metode mudzakaroh, dan metode majlis ta’lim

12
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Secara etimologis, pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan


pesantren. Pondok, berasal dari bahasa Arab funduuk (‫ )ﻓﻧﺩﻭﻕ‬yang berarti hotel,
yang dalam pesantren Indonesia lebih disamakan dengan lingkungan padepokan
yang dipetak-petak dalam bentuk kamar sebagai asrama bagi para santri.
Sedangkan pesatren merupakan gabungan dari kata pe-santri-an yang berarti
tempat santri.
Ada sebuah pendapat mengatakan bahwa orang yang pertama kali
mendirikan pesantren adalah Raden Rahmat atau yang dikenal sebagai Sunan
Ampel. Beliau mendirikan pesantren di Kembang Kuning, yang pada waktu
didirikan hanya memiliki tiga orang santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairah dan
Kyai Bangkuning. Kemudian ia pindah ke Ampel Denta, Surabaya dan
mendirikan pondok pesantren di sana. Misi keagamaan dan pendidikan Sunan
Ampel mencapai sukses, sehingga beliau dikenal oleh masyarakat Majapahit.
Kemudian bermunculan pesantren-pesantren baru yang didirikan oleh para santri
dan putra beliau

13
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Imron. 2010. Kepemimpinan Kyai dalam Perubahan Manajemen Pondok


Pesantren: Kasus Ponpes Tebuireng. (Yogyakarta: Aditya Media)

Dawam Rahardjo, M. 1985. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah,


(Jakarta: LP3ES)

Dhofier, Zamakshari. 1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.
(Jakarta: LP3ES)

Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Pendala Media)

Mahdi, Adnan. Dkk. 2013. Jurnal Islamic Review “J.I.E” Jurnal Riset dan Kajian
Keislaman, (Pati: Staimafa press)

Nasir, Ridwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)

Qomar, Mujamil. Tt. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi


Institusi (Jakarta: Erlangga)

14

Anda mungkin juga menyukai