Anda di halaman 1dari 29

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. “M” (70 tahun)


DENGAN ASMA BRONKIAL DI RUANG ALAMANDA II RSUD
SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:
Nama : Vera Wati Din
NPM : 183203032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. “M” (70 tahun)


DENGAN ASMA BRONKIAL DI RUANG ALAMANDA II RSUD
SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Dwi Kartika Rukmi, M.Kep., Sp.Kep.MB) (Dwi Nursiyati, Amd.Kep)

LAPORAN PENDAHULUAN

2
ASMA
A. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran
udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus,
dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012). Asma adalah suatu
keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan
ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul
disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008).
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah”
dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson
(1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda
dan gejala wheezing(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai
berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam
hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya
aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan. Batasan asma yang lengkap
yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) (2006)
didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak
sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang

3
yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada
tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi,
yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan. Asma adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai
rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang
berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara
menyeluruh (Abidin, 2002).

B. Klasifikasi Asma
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi:
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan
saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat
berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan.
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis
umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising
ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia,
respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir
dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka

4
suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya
gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian.

2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)


a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres,
infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu,
polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1) Asma Intermiten (asma jarang)
 Gejala tidak lebih 1 kali dalam seminggu
 Serangan singkat
 Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 (Forced Expiratory Volume in one second) atau PEV >
80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 Gejala lebih dari sekali seminggu
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%

5
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 Gejala setiap hari
 Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
 Gejala setiap hari
 Serangan terus menerus
 Gejala pada malam hari setiap hari
 Terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara
satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang
hanya pada akhir ekspirasi.
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat
inspirasi.
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan
mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop.
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan,
sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan
asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami
serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan

6
asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas
yang dapat menyebabkan kematian

C. Etiologi Asma
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi
maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang.
b. Faktor intrinsik (non-alergik): tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.     
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma:
a. Pemicu Asma (Trigger) 
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan
akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis
intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan
relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan
akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau

7
sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga
yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang
sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui
kontak dengan kulit (VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara
spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

8
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti
buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium
metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin,
ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig
E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk
tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E
pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus
alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi
sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon
alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan
fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced
Asthma (EIA) yang biasanya terjadi  beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik
tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya peningkatan oksigen,
bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum
latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan
perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah
mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.

9
4) Stres
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah
pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua
gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau.

D. Patofisiologi Asma
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara,
dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan
frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-
gas darah terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi. Pada respon alergi
di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon

10
histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga
merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler,
maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah
mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan
tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema
dan obstruksi aliran udara.

11
E. Manifestasi Klinis Asma
Gambaran klasik penderita asma berupa:
1. Sesak nafas (dyspnea)
2. Batuk-batuk
3. Mengi (whezzing)
Tanda gejala serangan asma adalah:
1. Sering kali terjadi pada malam hari
2. Mulai secara mendadak dengan batuk dan sensasi sesak dada
3. Pernafasan mulai lambat, mengi
4. Ekspirasi lebih kuat dan lama dari inspirasi
5. Obstruksi jalan nafas membuat sensasi dyspnea
6. Batuk sulit dan kering pada awal; diikuti batuk yang lebih kuat dengan
sputum yang berbeda dari lendir encer

12
7. Total serangan dapat berlangsung selama 30 menit sampai beberapa jam
dan dapat menghilang secara spontan
Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan
demikian pula rasa sesak dan berat di dada. Tetapi untuk melihat tanda dan
gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi:
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan
gejala asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun
fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus
atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan
dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada
serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain:
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

13
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapaserangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal.

F. Komplikasi Asma
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
Gagal napas dapat terjadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
Bronchitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan
bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lender (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan,
atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit
oleh adanya lendir.
4. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan (pembengkakan) pada jaringan yang
ada pada salah satu atau kedua paru-paru Anda yang biasanya disebabkan
oleh infeksi.
5. Pneumonia mediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara
hadir di mediastinum. Kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau
situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara
atau usus ke dalam rongga dada.

14
6. Pneumothorakas
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan
ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat
menyebabkan kegagalan napas.
7. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernapasan yang sangat dangkal.
8. Emphysema
9. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus.
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil pada sputum, umumnya bersifat
mucoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus
plug.

15
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma. Adapun jenis pemeriksaan darah meliputi:
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
b. penurunan PaCO2 maupun peningkatan pH menunjukkan
prognosis yang buruk, hipoksemia, hiperkapnia.
c. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi.
d. Hiponatremi dan kadar leukosit kadang-kadang <15.000/mm3 di
mana menandakan terdapatnya infeksi.
e. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
3. Pemeriksaan tes kulit
Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
4. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal.
Pada  serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta
diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan
yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi emfisema / COPD (Chronic Obstructive
Pulmo Disease), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
c. Dapat pula menimbulkan gambaran atelectasis local.

16
d. Bila terjadi komplikasi pneumonia mediastinum, pneumothoraks,
dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada patu-paru.
5. Pemeriksaan faal paru
a. Bila Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) / FEV1 lebih kecil dari
40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan
bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV (Resudal
Volume / Volume Residu) hampi terjadi pada seluruh asma, FRC
(Functional Residual Capacity / Volume Residu Fungsional) selalu
menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang
berat.
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat
dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru,
yakni:
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
(Right Bundle Branch Block).
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES
(Superventrikel Takikardi), dan VES (Ventrikel Extra Systole) atau
terjadinya relatif ST depresi.
7. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

8. Spirometry

17
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spinometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergic. Peningkatan FEV1 atau PVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometry tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis terapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spinometrinya menunjukkan obstruksi.

H. Penatalaksanaan Medis Asma
Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
(beclometason dipropinate) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari.
Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang
mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

18
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan
dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

19
PROSES KEPERAWATAN ASMA

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan.
 Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing.
b. Breathing
 Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan.
 Kesulitan bernafas: diaforesis, sianosis.
c. Circulation
 Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardi.
 Sakit kepala.
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah.
 Edema.
 Urin output menurun.
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status
umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi
pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak

20
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah: napas berbunyi, sesak, batuk yang timbul secara
tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang
mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit
lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin
menyertai asma, meliputi pemeriksaan:
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan
kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior,
retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta
frekwensi peranfasan.

21
b) Palpasi
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi
Terdapat otot bantu pernapasan hipertrofi, diikuti
dengan frekuensi pernapasan meningkat dan bunyi pernafasan
Wheezing.

c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian
menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa
kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat.
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi

22
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar (silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat.
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Takikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN  ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan takipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penyempitan bronkus.
3. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan.
4. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.

23
C. RENCANA KEPERAWATAN  ASMA 

N DIAGNOSA
NOC
O KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Airway
nafas tidak efektif selama 1 x 2 jam, bersihan jalan nafas pasien
berhubungan dengan efektif dengan kriteria hasil: chin
tachipnea, peningkatan  Respiratory status: Ventilation
produksi mukus,  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara mem
kekentalan sekresi dan nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
bronchospasme. dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, pem
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
 Respiratory status: Airway patency perlu
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi atau
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal) adan
 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
faktor yang dapat menghambat jalan nafas
basa

men

2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Airway


pertukaran gas selama 1 x 2 jam, gangguan pertukaran gas pasien
berhubungan dengan berkurang dengan kriteria hasil: chin
perubahan membran  Respiratory Status: Gas exchange
kapiler-alveolar  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas mem
dari tanda tanda distress pernafasan
 Respiratory Status: Ventilation pem
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara perlu
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, atau
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips) adan
 Vital Sign Status
 Tanda tanda vital dalam rentang normal

24
TD: 110-120/70-80 mmHg basa
N: 60-100 x/menit
RR: 12-24 x/menit men
S: 36-37℃
 Respira

iram

kesi
otot

deng

takip
stok

(ger

penu
tamb

deng
jalan

tinda
3 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Airway
efektif berhubungan selama 1 x 2 jam, pola napas pasien kembali efektif
dengan penyempitan dengan kriteria hasil: chin
bronkus
 Respiratory status: Ventilation mem
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan pem
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips) perlu
 Respiratory status: Airway patency
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien atau
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada adan
suara nafas abnormal)
 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah
faktor yang dapat menghambat jalan nafas basa
 Vital Sign Status
 Tanda tanda vital dalam rentang normal men
TD: 110-120/70-80 mmHg

25
N: 60-100 x/menit  Oxygen
RR: 12-24 x/menit
S: 36-37℃ secr

pate

hipo

terha
 Vital sig

dara

dudu

dan

selam

pern

abno

kele

(teka
peni

peru
4 Cemas Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Anxiety
. berhubungan dengan selama 1 x 2 jam, cemas pasien dapat teratasi
kesulitan bernafas dan dengan kriteria hasil: men
rasa takut sufokasi  Anxiety control
 Klien mampu mengidentifikasi dan terha
mengungkapkan gejala cemas
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan yang
menunjukkan tehnik untuk mengontol
cemas situa
 Vital sign dalam batas normal

26
TD: 110-120/70-80 mmHg keam
N: 60-100 x/menit
RR: 12-24 x/menit men
S: 36-37℃
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh anak
dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
perh

yang

men

tekn

kece
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Mechan
. ventilasi spontan selama 1 x 2 jam, pernapasan pasien kembali
berhubungan dengan normal dengan kriteria hasil:
keletihan otot pernapasan  Respiratory Status: Airway Patency kese
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien vent
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada seda
suara nafas abnormal)
 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah pern
faktor yang dapat menghambat jalan nafas
 Mechanical Ventilation Wearing Response eksh
 Respon ventilasi mekanis: pertukaran pasi
alveolar dan perfusi jaringan di dukung oleh
ventilasi mekanik penu
 Respiratory status: Gas Exchange suar
 Status pernapapsan pertukaran gas:
pertukaran CO2 atau O2 di alveolus untuk deng
mempertahankan konsentrasi gas darah dan
arteri dalam rentang normal  Oxygen

 Breathing Pattern Ineffective secr


 Respon alergi sistemik: tingkat keparahan
respon hipersensitivitas imun sistemik pate
terhadap antigen lingkungan (eksogen)

hipo

27
terha

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Amin, Handhi. (2013). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


NANDA. Jakarta : MediAction.

Bulechek. G. M, et all. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi


ke – 6. UK : Elsevier.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma


Management and Prevension In Children. www. Dimuat
dalam www.Ginaasthma.org

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Moorhead. S, et all. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi ke –


5. UK : Elsevier.

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian


Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

28
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu


Penyakit Dalam, FKUI/RSCM

Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung


Seto

29

Anda mungkin juga menyukai