Anda di halaman 1dari 34

Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Kegawatdaruratan
Analisis Jurnal Keperawatan

Nama :
Elsa Susanti (12201045)

UNIVERSITAS BOROBUDUR
2021
No. Judul Jurnal Metode Hasil
1 Pengalaman Caring • Design : kualitatif dengan Hasil penelitian
Perawat Pada pendekatan fenomologi menunjukan pasien trauma
Pasien Trauma interpretif yang menekankan dengan kondisi kritis
Dengan Kondisi pada interpretasi dan memiliki perubahan emosi.
Kritis (P1) di IGD memahami makna Hal ini membuat perawat
Tarakan – • Sample : 8 orang perawat yang harus dapat mengelola
Klimantan Utara diambil melalui purposive emosinya dengan baik dan
(merry, dkk 2017) sampling. bersikap professional
• Variabel : mengidentifikasi selama merawat pasien.
makna caring, fungsi perawat perbaikan kualitas caring
igd pada saat memberikan keperawatan dapat
pelayanan . mingkatkan kenyamanan
• Intrumen : wawancara pasien, menurunkan
mendalam ( indepth interview), kecemasan dan membangun
pencatatan (field notes) rasa percaya antara perawat
• Analisis satik: Analisa dan pasien. sehingga dapat
hermeunetik berdasarkan meningkatkan kepuasan
tahapan Analisa diekelman. pelayanan.

2 Gambaran Status • Design : rancangan penelitian Hasil penelitian


Fisiologis pasien deskritif. Megunakan menunjukan bahwa
nonprobability sampling jenis gambaran status fisiologis
Cedera Kepala
proposive sampling pada pasien cedara kepala di
RSUD Ulin
• Sample : 80 orang pasien IGD RSUD Ulin
Banjarmasin dengan cedera kepala Banjarmasin sebagai besar
(Hanura, Aprilia • Variable : penilaian status adalah ringan yaitu 65 orang
2016) fisiologis yaitu dengan responden sebanyak
menggunakan (revised trauma (81,2%)
score)
• Instrument : intervensi dan
dokumentasi data
• Analisis statik : nalisis statistik
(statistical
analysis), penalaran kuantitatif
(quantitative reasoning)
Analisis Jurnal
Dari jurnal “Pengalaman Caring Perawat Pada Pasien Trauma Dengan
Kondisi Kritis (P1) di IGD Tarakan” dan jurnal “Gambaran Status Fisiologis pasien
Cedera Kepala RSUD Ulin Banjarmasin” memiliki kelebihan dan kekurangan dari
masing masing jurnal tersebut.
Pada jurnal pertama menggunakan proposive sampling dimana memiliki
kelebihan Teknik yang dilakukan cukup mudah untuk dilakukan dalam proses
penelitian. Namun jumlah sample tidak selalu menjamin bisa menjadi representati
populasi yang diteliti. Jurnal ini pun tidak menggabarkan secara rinci faktor
prediposisi terhadap prilaku caring perawat dalam menangani pasien trauma.
Pada Jurnal kedua menggunakan nonprobability sampling dimana memiliki
kelebihan lebih kondusif dan praktis dalam menyebarkan survei dan lebih sesuai
untuk penelitian kualitatif, namun selain itu penggunaan Teknik ini memiliki
kekurangan yaitu kurangnya representasu dari seluruh populasi. Dari hasilpenelitian
pada jurnal dua hanya menggabarkan status fisiologinya saja dan faktor-faktor
predisposisinya hanya mengambil faktor umum saja.
JURNAL ILMU KEPERAWATAN
Volume 5 No. 1, Mei 2017

SUSUNAN REDAKSI
DAFTAR ISI
JURNAL ILMU KEPERAWATAN
PENGARUH TERAPI MUSIK MOZART TERHADAP PERUBAHAN POTENSI
KREATIVITAS ANAK AUTIS USIA 5-6 TAHUN DI KLINIK TERAPI WICARA
FASTABIKUL KHOIROT BEDALI LAWANG
Penanggung Jawab
Ari Damayanti Wahyuningrum..........................................................1-5
Ns. Setyoadi, M.Kep., Sp.Kep.Kom
PENINGKATAN KENYAMANAN LANSIA DENGAN NYERI RHEUMATOID
Editor Kepala ARTHRITIS MELALUI MODEL Comfort Food For The Soul
Ns. Bintari Ratih K, M.Kep Dhina Widayati, Farida Hayati........................................................6-15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG YANG BERHUBUNGAN DENGAN


Penyunting/Editor RESILIENSI ORANG TUA ANAK RETARDASI MENTAL (DOWN SYNDROME)
Ns. Tina Handayani, M.Kep STUDI DI SDLB-C YAYASAN BHAKTI LUHUR KOTA MALANG
Dian Pitaloka Priasmoro, Nunung Ernawati...................................16-24
Desain Grafis
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN POLISI LALU LINTAS
Ns. Ahmad Hasyim W., M.Kep, MN
TENTANG BASIC LIFE SUPPORT (BLS) DI KABUPATEN PONOROGO
Filia Icha Sukamto...........................................................................25-33
Sekretariat
Ns. Annisa Wuri Kartika., M.Kep FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSEPSI GEJALA
NYERI DADA KARDIAKISKEMIK PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT
DI RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Ika Setyo Rini, Dini Widya Ayuningtyas, Retty Ratnawati..............34-41

FENOMENOLOGI : PENGALAMAN CARING PERAWAT PADA PASIEN


TRAUMA DENGAN KONDISI KRITIS (P1) DI IGD RSUD TARAKAN-
KALIMANTAN UTARA
Alamat Redaksi Merry Januar F., Retty Ratnawati, Retno Lestari............................42-56
Gedung Biomedik Lt. 2
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN
Fakultas Kedokteran Universitas PADA PASIEN PRE OPERASI TERENCANA DI RSU DR. SAIFUL ANWAR
Brawijaya MALANG
Jalan Veteran Malang 65145 Miftakhul Ulfa..................................................................................57-60
Telepon (0341) 551611, 569117,
567192 ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANDIRIAN PADA PASIEN
Pesawat 126; CEDERA KEPALA YANG PERNAH DIRAWAT DI IGD RSUD DR. R. KOESMA
TUBAN
Fax (62) (0341) 564755
Moh. Ubaidillah Faqih, Ahsan, Tina Handayani Nasution..............61-73
Email: jik@ub.ac.id
Website: www.jik.ub.ac.id GAMBARAN PENGETAHUAN SAYUR ANAK USIA 5-12 TAHUN DI
YAYASAN ELEOS INDONESIA DESA SUKODADI KECAMATAN WAGIR
KABUPATEN MALANG
Ronasari Mahaji Putri, Susmini, Hari Sukamto Hadi.......................74-80

STUDI FENOMENOLOGI: POST TRAUMATIC GROWTH PADA ORANG


TUA ANAK PENDERITA KANKER
Zidni Nuris Yuhbaba, Indah Winarni, Retno Lestari.......................81-95

PERBEDAAN KEBERHASILAN TERAPI FIBRINOLITIK PADA PENDERITA


ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) DENGAN DIABETES
DAN TIDAK DIABETES BERDASARKAN PENURUNAN ST-ELEVASI
Ni Made Dewi W., Djanggan Sargowo, Tony Suharsono..............96-102

www.jik.ub.ac.id
1
Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017
2
FENOMENOLOGI : PENGALAMAN CARING PERAWAT PADA PASIEN TRAUMA
DENGAN KONDISI KRITIS (P1) DI IGD RSUD TARAKAN-KALIMANTAN UTARA

Merry Januar F1., Retty Ratnawati2, Retno Lestari2


¹Mahasiswa Program Magister Keperawatan Peminatan Gawat Darurat
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
² Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Kondisi pasien yang mengalami trauma berat secara umum berada dalam kondisi kritis dan memerlukan
pertolongan segera. Sehingga caring menjadi tanggung jawab setiap perawat dalam melakukan tindakan
keperawatan kepada pasien.Tujuan penelitian ini mengidentifikasi makna caring perawat pada pasien
trauma dengan kondisi kritis (P1) di IGD RSUD Tarakan-Kalimantan Utara. Penelitian ini menggunakan
desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretifyang menekankan pada interpretasi
dan memahami makna.Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam (indepth
interview)berdasarkan pertanyaan semi terstrukturyang bersifat terbuka (open ended question). Analisa
data pada penelitian ini menggunakan analisa hermeunetik dari Diecklemann. Partisipanpenelitian ini ada
delapan orang perawat yang diambil melalui purposive sampling dan menghasilkan sembilan tema
meliputi: niat menolong dari hati, komunikasi sebagai kunci kepercayaan, penjelasan berkaitan segala hal
tentang pasien agar keluarga siap, dukungan spiritual kepada keluarga menurunkan kecemasan, peduli
mendengar keluh kesah pasien dan keluarga, mengalami perubahan emosi, cepat merespon dan memilah
kondisi pasien, upaya maksimal perawat melakukan tindakan yang terbaik, dan mementingkan kehadiran
keluarga agar bisa memberikan semangat pasien. Pemahaman terhadap nilai caring yang diterapkan
perawat pada pasien trauma dapat memberikan pengaruh besar terhadap kondisi selanjutnya.Oleh karena
itu perawat harus dapat bersikap profesional dengan segala hal yang terjadi selama merawat pasien.Perawat
harus memiliki niat kuat yang ditanamkan dalam dirinya untuk memberikan pertolongan sebagai upaya
untuk menghasilkan perawatan yang terbaik dan berkualitas kepada pasien.Sehingga pihak rumah sakit
harus memaksimalkan peran dan fungsi perawat IGD pada saat memberikan pelayanan kepada pasien.
Kata kunci: fenomenologi, caring, perawat, trauma, kondisi kritis.

ABSTRACT
The condition of patients who experienced severe trauma in general are in critical condition and require
urgent assistance. So caring is the responsibility of each nurse in a nursing action to the patient. The
purpose of this study identifies the meaning of caring nurses in trauma patients with critical conditions (P1)
in ER Tarakan Hospital North Borneo. This study used a qualitative research design with interpretive
phenomenological approach that emphasizes the interpretation and understanding of meaning. Collecting
data using indepth interviewsbased on semistructured questions that are open (opene ended
question).Analysis of the data in this study using analysis of Diecklemann hermeunetik. Participants of this
study were eight nurses who were taken through purposive sampling and produced nine themes include:
intention of helping from the heart, communication as the key beliefs, explanations relating everything
about the patient so that the family is ready, spiritual support to the families reduce anxiety, care to hear
complaints of patients and family, emotional changes, quick to respond and sort out the condition of the
patient, the nurse utmost efforts do best course of action, and the importance of the presence of the
family in order to give the spirit of the patient. Understanding of the value caring appliednurses in trauma
patients may provide a major influence on subsequent conditions. Therefore, nurses should be able to
behave professionally with all the things that occur during patient care. Nurses must have a strong
intention that instilled in him to deliver aid in an effort to produce the best quality of care to patients.
So that the hospitals should maximize the role and function of the ER nurses in providing services to
patients.
Keywords: phenomenology, caring,nurse, trauma, critical condition.

Jurnal Ilmu Keperawatan Vol. 5, No. 1, Mei 2017. Korespondensi: Merry Januar F. RSUD Tarakan-
Kalimantan Utara. Alamat: Jl. P. Irian No.1 Skip, Tarakan Tengah, Kota Tarakan. Kalimantan Utara.
Kode pos 77100. Email: merryfirstiana@gmail.com. No.Hp. 081334433767

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017


42
PENDAHULUAN yang tidak seimbang juga dapat
berpengaruh pada proses caring yang
Ruang instalasi gawat darurat merupakan
dilakukan perawat. Perawat di IGD RSUD
tempat atau unit di rumah sakit yang
Tarakan pada saat ini harus bekerja ekstra
memiliki tim kerja dengan kemampuan
keras karena jumlah kunjungan pasien yang
khusus dan peralatan yang digunakan untuk
bertambah dua kali lipat dalam sehari
memberikan pelayanan pasien gawat
dibandingkan sebelumnya membuat
darurat. Perawat harus bertindak cepat
mereka sedikit kesulitan untuk menerapkan
dalam melakukan pengkajian dan
caring kepada pasien secara optimal.
penanganan pasien. Oleh karena itu,
Alasan lain diungkapkan karena perawat
perawat harus memiliki skill dan
yang merawat pasien trauma memiliki
pengetahuan yang baik saat merawat pasien
pengalaman untuk memberikan bantuan
trauma (Alzghoul, 2014). Perawat di ruangan
kepada pasien pada saat mereka
gawat darurat juga harus memiliki
membutuhkan (Alzghoul, 2014).
kepedulian yang lebih terhadap kondisi
pasien yang berbahaya dan mengancam Fenomena yang sering terjadi di IGD
kehidupan.Pada kondisi ini diperlukan RSUD Tarakan bahwa caring yang dilakukan
caring perawat ketika memberikan perawat masih belum bisa maksimal karena
perawatan kepada pasien karena mereka perawatan di IGD tidak seperti di ruangan
memerlukan perawatan total. Oleh sebab rawat inap.Sehingga pengkajian sering
itu, perawat harus mampu memberikan terfokus pada kebutuhan fisik dan jarang
perawatan secara menyeluruh kepada pasien menyentuh kebutuhan psikologis pasien
untuk mencapai kehidupan yang berkualitas dan keluarga. Oleh karena itu peneliti
(Jones & Bartlett, 2013). tergerak untuk mencari tahu dan ingin
menggali lebih dalam lagi tentang fenomena
Caring merupakan perilaku manusia
yang terjadi di RSUD Tarakan tentang
berupa kepedulian fisik, emosi, sosial, spiritual
pengalaman caring perawat pada pasien
dan moral (Hunter, 2006). Perawat harus
trauma dengan kondisi kritis (P1) di ruang
selalu menerapkan perilaku caring karena
IGD RSUD Tarakan.
merupakan ideal moral perawat dan bagian
dari bentuk kinerja perawat dalam merawat METODE
pasien.Perawat harus tetap mengutamakan Penelitian ini menggunakan pendekatan
nilai etik keperawatan dalam setiap fenomenologi interpretif dengan melibatkan
pelayanan yang diberikan. Sehingga delapan orang partisipan perawat IGD RSUD
keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), Tarakan yang diambil melalui purposive
rasa simpati dan empati, rasa tanggung sampling sesuai dengan kriteria inklusi.
jawab, motivasi moral dan sikap (attitude) Pengumpulan data dilakukan dengan
perawat terhadap lingkungan tetap terjaga wawancara mendalam (indepth interview)
keharmonisannya (Lachman, 2012; Watson, 2010). menggunakan pedoman wawancara semi
Kuantitas pasien yang masuk ke ruang terstruktur bersifat terbuka (open ended
IGD dengan perbandingan jumlah perawat question). Selain wawancara, peneliti juga

www.jik.ub.ac.id
43
melakukan pencatatan (field notes) tentang Sub tema keinginan kuat untuk
kondisi selama proses wawancara menolong pasien diungkapkan oleh
berlangsung. Setelah data terkumpul partisipan berupa keinginan untuk
kemudian dianalisa menggunakan analisa memberikan pertolongan kepada pasien
hermeunetik berdasarkan tahapan analisa berasal dari dalam diri perawat karena
Diekelmann. adanya dorongan dan keinginan untuk
menyelamatkan nyawa pasien. Hal ini
diungkapkan oleh partisipan melalui
HASIL
wawancara sebagai berikut:
Hasil penelitian berdasarkan tujuan
“...niatnya menolong aja..supaya
penelitian mengidentifikasi makna caring
mereka itu kondisinya bisa lebih baik
perawat pada pasien trauma dengan kondisi
lagi seperti semula..” (P02)
kritis (P1) di ruang IGD RSUD Tarakan-
Kalimantan Utara didapatkan Sembilan tema Sub tema membayangkan keluarga
meliputi: Hasil penelitian ini didapatkan 9 sendiri dengan memikirkan kejadian yang
(sembilan) tema yang meliputi : (1) niat dialami pasien seolah-olah dialami oleh
menolong dari hati, (2) komunikasi sebagai keluarga. Partisipan mengungkapkan bahwa
kunci kepercayaan, (3) penjelasan berkaitan pada saat memberikan pertolongan, perawat
segala hal tentang pasien agar keluarga memperlakukan pasien seperti memberikan
siap, (4) dukungan spiritual dan semangat perawatan kepada keluarganya sendiri.
untuk kesembuhan pasien, (5) peduli Kutipan wawancara dengan partisipan
mendengar keluh kesah pasien dan keluarga, menyatakan sebagai berikut:
(6) mengalami perubahan emosi, (7) cepat
“jadi kita harus melayani dengan
merespon dan memilah kondisi pasien, (8)
sebaik mungkin, dan memperla-
upaya maksimal perawat melakukan
kukan mereka sebagaimana mereka
tindakan yang terbaik, (9) mementingkan
itu seandainya keluarga kita...” (P01)
kehadiran keluarga agar bisa memberikan
semangat pasien. Adapun tema-tema Sub tema ketiga penerapan nilai untuk

tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. menolong pasien didasari adanya nilai yang
dianut oleh perawat dalam memberikan
Niat Menolong Dari Hati pelayanan terhadap pasien. Pernyataan dari
Tema niat menolong dari hati menjawab partisipan dapat dilihat dari kutipan hasil
tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi wawancara sebagai berikut:
sumber nilai caring dan mengeksplorasi
“...ketika merawat pasien itu
perasaan caring perawat yang diterapkan
ya..sosialnya sih... Karena itu yang
perawat pada pasien trauma dengan kondisi
lebih penting menurut saya sosialnya
kritis. Partisipan mengungkapkan bahwa
itu...Kadang pasien kita usahain...
adanya niat menolong tersebut berasal dari
e..misalnya tidak ada biaya, kan kita
hati yang diungkapkan melalui kepedulian
tanya, kerjaannya apa? kalau gak
perawat terhadap kondisi pasien.
ada, kalau misalnya sekiranya kurang

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017


44
mampu, nanti kita hubungi dinas “tapi kalau untuk pasien tidak sadar
sosial atau BAZ...” (P07) kan..kita anu....kalau pasiennya tidak
sadar kan otomatis kan masih bisa
Pernyataan partisipan tersebut
mendengar...kita sapa pasiennya..”
mengandung makna bahwa perawat
(P05)
melakukan pertolongan kepada pasien
karena adanya nilai kemanusiaan dan nilai Bahkan perawat pernah melakukan
sosial yang telah ditanamkan dalam dirinya komunikasi dengan pasien dalam kondisi
agar dapat memberikan pelayanan terbaik tidak sadar, pada saat itu pasien sampai
bagi pasien. mengeluarkan air mata.

“saya ingat betul..pasien itu tidak


Komunikasi Menjadi Kunci Kepercayaan
sadar....koma...tapi saya ajak
Tema ini menjawab pertanyaan penelitian
ngobrol.. saya ajak ngobrol...
mengeksplorasi persepsi caring perawat sesuai
mungkin dia mendengar... pasien itu
dengan pengalamannya pada saat merawat
sampai mengeluarkan air mata..
pasien trauma dengan kondisi kritis.
makanya saya sedih (mata berkaca-
Komunikasi menjadi kunci utama dalam
kaca saat mengingat peristiwa
berinteraksi dengan pasien saat pertemuan
tersebut, suaranya pun agak parau)”
pertama kali untuk menumbuhkan kepercayaan.
(P03)
Pada sub tema pertama didukung oleh
sub-sub tema memberitahukan siapa dirinya Penjelasan Berkaitan Segala Hal Tentang
yang tersusun dari beberapa kategori dari Pasien Agar Keluarga Siap
hasil wawancara dengan partisipan sebagai Tema penjelasan berkaitan segala hal
berikut: tentang pasien agar keluarga siap ini
“yang pertama..dari mulai menjawab tujuan penelitian dalam
perkenalan nama, menjelaskan mengeksplorasipersepsicaring perawat pada
nama..seperti biasalah...kita jelaskan pasien trauma dengan kondisi kritis.
nama, disini kita petugas di Sub tema memberikan laporan ulang
sini...perkenalan nama pasien, nama tentang pasien ini berarti bahwa perawat
saya juga...”(P04) sering memberikan penjelasan berulang

Pada saat memberikan pelayanan pada keluarga pasien yang sama. Uraian

keperawatan kepada pasien langkah utama hasil wawancara dengan pasrtisipan dapat

yang harus dilakukan perawat adalah dilihat sebagai berikut:

membangun kepercayaan kepada pasien dan “...disini tuh rata2 keluarga yang
keluarga. Pada sub tema yang kedua yaitu satu dijelaskan, untuk kondisi pasien
melakukan kontak dengan pasien yang saat ini dan penanganan..kadang
didukung oleh sub-sub tema mengajak bicara keluarga lain yang baru datang itu
pasien tidak sadar yang tersusun dari tidak mau menerima penjelasan dari
beberapa kategori dari hasil wawancara keluarga yang udah dijelasin... kadang
sebagai berikut: minta penjelasan berulang” (P04)

www.jik.ub.ac.id
45
Sub tema memberikan penjelasan Sub tema memberikan keterangan
tindakan yang akan dilakukan ini berkaitan pengobatan dengan cara memberitahukan
dengan sub tema mencegah adanya jenis obat yang akan diberikan pasien. Hasil
tuntutan hukum dengan informed consent. wawancara dari partisipan yang berkaitan
Berikut ini adalah pernyataan partisipan: dengan memberikan penjelasan tentang
pengobatan dapat terlihat dari hasil
“tetap ditolong...tapi kalau untuk
wawancara dengan partisipan sebagai berikut:
tindakan besar, kita harus jelaskan
dulu ke keluarganya, biasanya di TTO “ya sudah kita mau masukkan obat-
kan..”(P02) obatan kan harus konfirmasi dulu
sama keluarga kalau dia..obatnya
Sub tema mencegah adanya tuntutan
beresiko gitu lo” (P01)
hukum dengan informed consent dilakukan
oleh perawat untuk menghindari adanya Pada sub tema memberitahu perkiraan
tuntutan. Pernyataan partisipan yang biaya yang diperlukan dengan cara
mendukung untuk mencegah adanya tuntutan memberikan perkiraan pengeluaran dan
hukum dengan informed consent terlihat pada memberikan solusi pencarian dana. Hasil
hasil wawancara sebagai berikut: kutipan wawancara tentang memberitahukan
perkiraan biaya dapat dilihat dari wawancara
“kita kasih inform consent ke
dengan partisipan sebagai berikut:
keluarga..Bu ini kondisinya
begini..kita akan lakukan tindakan “...karena untuk tindakan
ini..kira2 keluarga setuju apa penunjang...seperti rontgen, CT
nggak..kalau setuju ya mereka kita scan..kan...e..pemasangan kateter....
minta tanda tangan..kalau belum kita tetap butuh persetujuan
setuju ya sementara kita minta tanda keluarga...karena itu kan mahal
tangan penolakan, kalau nanti biayanya..”(P06)
keluarga semua setuju bisa tanda Perawat juga sering memberikan solusi
tangan lagi persetujuan untuk kepada keluarga untuk mencari dana melalui
dilakukan tindakan..”(P08) lembaga sosial. Hal ini dapat terlihat dari
Penjelasan yang diberikan kepada pernyataan partisipan sebagai berikut:
keluarga pasien terkadang menimbulkan “biasanya kita sarankan ngurus
hambatan ketika perawat akan melakukan jaminan, kalau umpamanya dia itu
tindakan. warga jauh..maksudnya dari luar
“kadang-kadang pasien keluarganya tarakan ya kita anjurkan diurus biar
ndak ada Mba..kadang-kadang nanti bisa ringan..atau kita suruh ke
kayak gitu..jadi kadang kita tuh mau BAZ...kasihan kan Mba kalau dia
tindakan susahnya disitu..baru kan nggak mampu..trus sakitnya perlu
karena pasien baru kita harus minta banyak biaya..”(P02)
soalnya mau ada persetujuan ini dan Sub tema menceritakan segala hal
lain-lain” (P01) tentang pasien sesuai kenyataan yang ada.

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017


46
Sub tema ini menjelaskan kondisi pasien mengeksplorasi persepsi caring perawat
dan mengatakan kondisi terakhir pasien. sesuai dengan pengalamannya pada saat
Partisipan mengatakan bahwa menjelaskan merawat pasien trauma dengan kondisi
kondisi pasien yang paling sering dilakukan kritis. Tema ini terbentuk dari dua sub tema
oleh dokter karena memiliki wewenang yang saling mendukung.
lebih besar terhadap pasien. Pernyataan Sub tema menganjurkan keluarga untuk
partisipan dapat dilihat dari hasil wawancara mendo’akan pasien diungkapkan oleh
berikut: partisipan sebagai upaya untuk menguatkan
“kalau untuk bantuan penjelasan keluarga ketika melihat pasien mengalami
kita minta dokternya untuk kondisi kritis. Sebagaimana dapat diihat dari
menjelaskan penyakit atau prognosis kutipan wawancara sebagai berikut:
penyakit pasiennya...karena mereka “...Ibu tenang dulu...Bapaknya
kan lebih berwenang kan..”(P08)
sementara kita tangani...tenang
Penyampaian informasi mengenai dulu...bawa berdo’a..bantu kita
kondisi terakhir pasien dilakukan secara jujur. dalam do’a untuk kita tangani
Penyampaian pernyataan partisipan dari sub keluarganya...”(P08)
tema ini dapat dilihat pada kutipan
Pernyataan partisipan tersebut
wawancara sebagai berikut:
mengandung makna bahwa perawat selalu
“Kalau saya sih Mba…saya harus menganjurkan keluarga untuk memberikan
kasih tau…dan dia harus tau..gak dukungan spiritual berupa do’a untuk
boleh ditutup-tutupi…”(P02) kebaikan pasien.

Apabila informasi yang disampaikan Sub tema mengurangi kecemasan


berupa perburukan kondisi pasien, maka dengan mengurangi kegelisahan yang
menjadi kabar duka bagi keluarga. Namun dirasakan keluarga pasien sebagai cara
secara professional perawat tetap untuk menenangkan kondisi keluarga ketika
menjelaskan kondisi pasien secara terus melihat pasien mengalami kondisi kritis. Hasil
terang. Berikut ini kutipan wawancara wawancara dengan partisipan didapatkan
dengan pasrtisipan yang mendukung kondisi pernyataan sebagai berikut:
tersebut:
“berusaha menenangkan kali Mba...
“tetep kita jelaskan...jujur...yang ya menenangkan dulu…” (P02)
penting keluarga pasien itu paham
Ketika keluarga mengalami kepanikan
kondisi saat ini...kondisinya buruk..”
menghadapi pasien yang sedang mengalami
(P04)
trauma, perawat selalu berusaha untuk

Dukungan Spiritual Kepada Keluarga menenangkan pasien.

Menurunkan Kecemasan “....jangan panik, ini sudah di RS


Tema dukungan spiritual menurunkan sudah ditangani sama tim medis-
kecemasan ini menjawab tujuan penelitian nya...” (P02)

www.jik.ub.ac.id
47
Perawat berusaha meyakinkan keluarga ini...kalau untuk asuransi kesehatan
pasien dengan memberikan penjelasan nih ya.. nggak ditanggung... jadinya
kepada keluarganya bahwa pasien sudah rata-rata mengeluh tentang
diberikan penanganan oleh tenaga medis di finansial...” (P04)
rumah sakit.
Sub tema tabah menghadapi karakteristik
“pasti mereka cemas juga kan sama pasien dan keluarga diungkapkan oleh
kondisi keluarganya...jadi kita lebih partisipan dengan sabar meghadapi pasien
menenangkan mereka aja...”(P05) dan keluarganya. Hal ini terlihat dari kutipan

Pernyataan partisipan di atas wawancara dengan partisipan sebagai berikut:

mengandung makna bahwa perawat “kadang dalam hati hanya bisa


memberikan kesempatan keluarga untuk bilang...sabaar.. jadi saya jelaskan lagi
lebih banyak berdo’a sebagai upaya untuk dengan hati2 supaya tidak terlihat
mengurangi kecemasan yang dihadapi. emosi saya kan...”(P02)

Peduli Mendengarkan Keluh Kesah Ungkapan partisipan tersebut berarti

Pasien Dan Keluarga bahwa perawat sering berhadapan dengan


berbagai macam permasalahan yang
Tema ini menjawab tujuan mengeks-
dihadapi dengan pasien dan keluarganya.
plorasi persepsi caring perawat pada pasien
trauma dengan kondisi kritis. Sub tema Sub tema penerimaan kondisi pasca
menjadi pendengar yang baik bagi pasien trauma ini didukung oleh sub-sub tema
diungkapkan oleh partisipan yang dapat nasehat perawat kepada pasien untuk dapat
dilihat dari kutipan wawancara berikut: menerima kondisinya pasca trauma yang
tersusun dari beberapa kategori yang
“minimal kalau pasiennya sadar.. ya
didapatkan dari hasil wawancara dengan
saya tanya bagaimana kondisinya
partisipan sebagai berikut:
saat ini.. apakah dia masih ada
keluhan..seperti itu sih..”(P02) “...ya, berharap kalau pasien trauma
itu kehidupannya akan lebih baik
Pernyataan partisipan tersebut berarti
lagi..bisa menerima kondisinya...jadi
bahwa perawat menanyakan kondisi pasien
dengan caring yang diberikan
untuk mengevaluasi tindakan yang telah
perawat pasien trauma ini bisa
dilakukan apakah ada perbaikan atau
selamatlah..gitu..”(P06)
bahkan terjadi perburukan kondisi. Keluhan
tentang masalah finansial untuk biaya Perawat harus dapat memberikan
perawatan pasien juga pernah diungkapkan semangat kepada pasien supaya dapat
oleh keluarga pasien kepada perawat, menerima kondisinya tersebut setelah
sebagaimana telah diungkapkan oleh kejadian trauma. Sehingga perawat perlu
pernyataan partisipan sebagai berikut: menanamkan rasa percaya diri kepada
pasien agar dapat menjalani kehidupan
“...kadang untuk pasien pasien
selanjutnya.
trauma itu kalau di...mohon maaf ya

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017


48
“kalau misalnya pasien ini lanjutan. Kutipan hasil wawancara yang
mengalami kecacatan ya kita menyatakan hal tersebut adalah sebagai
motivasi supaya dia bisa menerima berikut:
kondisinya saat ini..”(P07)
“kita anjurkan control, ke fisioterapi
Sub tema membangkitkan keinginan mungkin..biasanya kalau pasien
untuk sembuh ini diungkapkan oleh perawat trauma kan habis kejadian tuh ada
dengan cara memberikan dorongan untuk rasa nyeri, atau bahkan lumpuh gitu
sembuh. Ungkapan perawat yang menyata- bisa jadi...jadi kita anjurkan untuk
kan hal tersebut dapat terlihat dari kutipan fisioterapi supaya kondisinya
wawancara sebagai berikut: membaik...bisa beraktivitas lagi”
“tetep harus motivasi..karena supaya (P07)
untuk kesembuhan perawatan Berdasarkan pengalaman perawat selalu
selanjutnya.. di ruangan gitu..” (P04) memberikan motivasi kepada pasien untuk
“memberi motivasi untuk melakukan terapi lanjutan setelah keluar
kesembuhan pasien...maksudnya, dari rumah sakit.
supaya dia bisa kembali seperti Sub tema mengetahui kondisi pasien
semula..” (P06) dengan sebenarnya didukung oleh dua sub-
Memotivasi untuk kesembuhan pasien sub tema yang saling berkaitan yaitu
selalu dilakukan oleh perawat supaya pasien memiliki ketertarikan untuk mengetahui
memiliki semangat dalam menjalani kondisi pasien dan mengenali kondisi pasien
kehidupan selanjutnya setelah kejadian secara menyeluruh. Berikut ini kutipan hasil
trauma. wawancara dengan partisipan:

“kita memberi semangat.. umpama- “ caring itu kepedulian.... kepedulian


nya, pasiennya diajak ngobrol...dan kita sebagai perawat..dengan kita
apa namanya...diajak berkomuni- memperhatikan pasien...” (P06)
kasi.. kalau bisa kita e..membantu...
Partisipan juga mengungkapkan bahwa
memotivasinya” (P04)
kepedulian perawat terhadap pasien
Memotivasi pasien dengan selalu dinyatakan dengan mengerti dan memahami
mengajak pasien berkomunikasi dan kondisi pasien. Hal tersebut diungkapkan
memberikan nasehat berkaitan dengan oleh partisipan pada hasil wawancara sebaai
kondisi kesehatannya dapat memberikan berikut:
wawasan tambahan bagi pasien agar dapat
“ bisamemahami kondisi pasien dan
menjalani aktivitasnya dengan baik setelah
keluarga..jadi kita lebih mudah kasih
mengalami trauma.
perawatan” (P02)
Sub tema menganjurkan melakukan
terapi lanjutan yang disampaikan oleh Perawat seharusnya memahami kondisi

partisipan dengan caramemberikan saran pasien lebih dalam baik secara fisik maupun

kepada pasien untuk menjalani terapi psikologis.

www.jik.ub.ac.id
49
Mengalami Perubahan Emosi Sub tema dorongan perasaan untuk
Tema ini menjawab tujuan penelitian menolong pasien diungkapkan melalui
mengeksplorasi perasaan caring perawat berbagai macam perasaan yang timbul saat
sesuai dengan pengalamannya pada saat memberikan pertolongan kepada pasien.
merawat pasien trauma dengan kondisi Partisipan mengungkapkan bahwa dorongan
kritis. Ungkapan sub tema merasa bahagia perasaan tersebut karena adanya rasa iba,
jika pasien membaik ini diungkapkan oleh rasa kasihan, rasa prihatin, rasa simpati dan
partisipan sebagai berikut: ikut merasakan sakit yang dialami pasien.
Ungkapan partisipan dapat dilihat dari
“senangnya kalau pasien itu bisa
kutipan wawancara berikut ini:
membaik kondisinya saat kita
rawat..”(P08) “..jadi perasaaan prihatin...kadang
kita tolong, kadang masalahnya
Perasaan senang yang diungkapkan oleh
kalau misalkan nggak ada biaya itu
partisipan tersebut menyatakan kepuasaan
gimana...” (P07)
karena melihat kondisi pasien yang membaik
setelah dilakukan perawatan. Perawat berusaha bersikap professional
dalam menghadapi kondisi psikologis yang
Sub tema merasakan kegelisahan yang
dihadapi selama bertugas.
diungkapkan oleh partisipan saat merawat
pasien karena setelah dilakukan tindakan
Cepat Merespon dan Memilah Kondisi
ternyata kondisi pasien tidak dapat
Pasien
diselamatkan. Hal ini menimbulkan kesedihan
Tema ini menjawab tujuan penelitian
bagi perawat ketika memberikan pertolong-
mengidentifikasi perilaku caring perawat
an. Ungkapan partisipan dapat dilihat dari
pada pasien trauma dengan kondisi kritis.
kutipan hasil wawancara sebagai berikut:
Terdiri dari tiga sub tema yaitu melakukan
“pasien trauma itu yang bikin sedih penilaian awal pada kondisi pasien,
itu kalau sampai lewat (meninggal) kesegeraan dalam bertindak, dan bergegas
padahal kita sudah berusaha menolong. Berikut ini pernyataan partisipan
maksimal..”(P08) yang mendukung sub tema tersebut adalah:
Perburukan kondisi yang dialami pasien “kalau pasien datang itu pasti kita
bahkan mengarah pada kematian membuat cek responnya dulu...cek respon
perawat ada yang merasa bersalah ketika kesadaran...ya kita liat ABCnya
memberikan pertolongan. Ungkapan itu dulu...kalau tahun berapa itu CAB
dapat dilihat dari pernyataan partisipan sudah ya...nah, kalau ada gangguan
sebagai berikut: di 3 itu pasti kita...ya kita tangani
“ya merasa bersalah, mungkin dulu...” (P08)
ngoreksi tindakan yang telah Sub tema kesegeraan dalam bertindak
dilakukan..sesuai prosedur apa gak, dilakukan oleh perawat melalui penilaian
sesuai instruksi apa nggak..”(P04) kegawatan pasien dengan akurat dengan

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017


50
cara melakukan pemilahan kondisi pasien berusaha semaksimal mungkin..”
gawat secara cepat dan tepat untuk (P01)
menempatkan posisi pasien gawat pada Perawat selalu berusaha melakukan
prioritas pertama. Kutipan wawancara tindakan semaksimal mungkin dengan
partisipan sebagai berikut: mengerahkan segala kemampuannya untuk
“di ruang triase itu memang kita menyelamatkan nyawa pasien.
seleksi dulu sampai di prioritas Sub tema memberikan perawatan
apakah masuk ke prioritas yang terbaik yang dilakukan oleh perawat dengan
emang betul-betul masuk di prioritas cara melakukan tindakan pertolongan
1 atau 2...kalau traumanya masuk pertama dengan tujuan agar pasien dapat
prioritas 1 atau betul-betul gawat diselamatkan. Berikut hasil wawancara
darurat” (P04) dengan partisipan:

Sub tema ketiga yang mendukung tema “..kalau bisa tuh saya tolong yang
ini adalah bergegas menolong yang terbaik nih…terbaiknya tuh…harus

diungkapkan oleh partisipan dengan cara setidaknya tuh mengurangi rasa

peka terhadap keadaan pasien. Hal tersebut sakitnya itu na Mba” (P02)

dapat terlihat dari ungkapan partisipan dari Pernyataan lain dari partisipan yang
hasil wawancara sebagai berikut: mendukung untuk memberikan yang terbaik
berupa upaya menyelamatkan pasien
“..karena dengan cepat kita
terlebih dulu yang disampaikan oleh
merespon pasien, kita bisa cepat
partisipan sebagai berikut:
memberikan penanganan sesuai
kondisinya...” (P05) “...gimana caranya supaya bisa
diselamatkan dululah..gitu tok
Sub tema tersebut dapat dimaknai
aja...”(P01)
bahwa perawat segera merespon pasien
“...jadi kami...tindak dulu saja lah
untuk memberikan pertolongan ketika
yang penting itu pasien bisa
pasien datang ke IGD.
stabil..”(P08)
Upaya Maksimal Perawat Melakukan Pernyataan partisipan tersebut berarti
Tindakan Yang Terbaik niat perawat untuk memberikan
Tema ini menjawab tujuan penelitian pertolongan kepada pasien trauma dalam
mengidentifikasi perilaku caring perawat kondisi kritis untuk menyelamatkan nyawa
sesuai dengan pengalamannya pada saat pasien dan berharap kondisi pasien akan
merawat pasien trauma dengan kondisi membaik seperti sebelum kejadian trauma,
kritis. Pada sub tema totalitas dalam bahkan dapat terhindar dari kematian.
bertindakdapat dilihat dari pernyataan
Mementingkan Kehadiran Keluarga Agar
sebagai berikut:
Bisa Memberikan Semangat Pasien
“..kita juga berusaha..hasil akhirnya
Tema ini menjawab tujuan penelitian
kita nggak tau, setidaknya kita sudah
dari mengidentifikasi perilaku caring

www.jik.ub.ac.id
51
perawat sesuai dengan pengalamannya pada apalagi saat kondisi begitu ya..jadi
saat merawat pasien trauma dengan kondisi menurut saya...mereka itu penting
kritis. Sub tema melibatkan keluarga pada sekali ada saat itu...ya paling tidak
kondisi tertentu dapat dilihat dari hasil menenangkan hati pasiennya..” (P02)
wawancara dengan partisipan sebagai
Pernyataan partisipan tersebut berarti
berikut:
bahwa keberadaan keluarga pasien memang
“pasien penurunan kesadaran...ya, sangat diperlukan untuk memberikan
kadang mereka mau bantu...kita ketenangan secara psikologis.
fungsikan keluarganya...misalnya kita
kurang tenaganya..kita bisa minta
PEMBAHASAN
bantuan mereka..”(P03)
Keinginan perawat untuk memberikan
Berdasarkan pengalaman perawat di IGD
pertolongan kepada pasien didasari adanya
RSUD Tarakan bahwa keterlibatan keluarga
niat menolong yang berasal dari hati.
dalam proses perawatan sebagai salah satu
Keinginan atau niat yang dimiliki perawat
cara untuk melatih kemandirian keluarga
merupakan bentuk perilaku caring yang
pada saat merawat pasien selanjutnya di
berupa dorongan dalam dirinya untuk peduli
rumah.
terhadap kondisi pasien, memliki rasa ingin
“ada tipe keluarga yang berusaha menolong secara alamiah, adanya rasa
mengurus pasiennya sendiri...jadi kita kemanusiaan yang tinggi, memiliki keinginan
fasilitasi...kita libatkan keluarganya... untuk selalu berkorban, memiliki rasa
supaya mereka juga puas kan... tanggung jawab, melakukan tindakan
setidaknya sudah merawat keperawatan sebagai panggilan Tuhan, serta
keluarganya saat kondisi kritis itu” memiliki keinginan untuk menolong karena
(P06) adanya nilai moral yang dianut serta rasa
Pernyataan partisipan tersebut berarti cinta terhadap sesama manusia (Green,
bahwa ada beberapa keluarga pasien yang 2012;Runqvist et al, 2011; Watson, 2008;
memang menginginkan untuk membantu 2010).
merawat pasien saat kondisi kritis tersebut. Dalam berinteraksi dengan pasien dan
Sehingga perawat memfasilitasi apa yang keluarganya diperlukan keterampilan
diperlukan oleh keluarga pasien. berkomunikasi. Alzghoul (2014) menyatakan
Sub tema kehadiran keluarga bagi pasien bahwa komunikasi sebagai pendukung
yang diungkapkan oleh partisipan dengan dalam melakukan interaksi dengan orang
cara mengijinkan keluarga untuk lain dan selama proses tersebut diperlukan
mendampingi pasien selama proses keterampilan berkomunikasi yang baik
perawatan. Hasil wawancara dengan dengan pasien sebagai upaya untuk
partisipan sebagai berikut: melakukan proses pembelajaran. Pemberian

“kalau keluarga sih Mba..ya pastinya informasi terhadap hal ini harus selalu
pasien kan butuh mereka juga, diberikan baik oleh perawat ataupun dokter

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017


52
kepada pasien dan keluarganya. pasien dan keluarga supaya mereka merasa
Sebagaimana diungkapkan oleh Okoye nyaman dengan keberadaan perawat.
(2012) bahwa pengaruh pemberian informasi Kepedulian kepada pasien yang diterapkan
(pembelajaran) akan berdampak besar perawat di IGD RSUD Tarakan tersebut
tehadap pasien dan keluarganya. Oleh sesuai dengan carative factor ketiga yang
karena itu, diperlukan lingkungan yang dicetuskan oleh Jean Watson yaitu
kondusif untuk memberikan pendidikan menumbuhkan sensitivitas pada diri sendiri
kesehatan dan menjelaskan informasi yang dan orang lain melalui kepedulian yang
diperlukan pasien terkait dengan diberikan kepada pasien.
penyakitnya secara ilmiah dan rasional Kepedulian terhadap pasien menimbul-
dengan bahasa yang mudah dipahami pasien kan rasa ingintahu, keinginan untuk
dan keluarga. mengerti, dan memahami kondisi pasien
Pada umumnya keluarga akan lebih mendalam. Sensitivitas yang dimiliki
mengalami kepanikan saat melihat pasien perawat didasari dari nilai spiritual yang
mengalami trauma meskipun kemungkinan dianut oleh perawat tersebut. Penanaman
hidup pasien lebih besar, dan dapat nilai spiritual yang kuat pada diri seseorang
melakukan fungsi kehidupan secara normal dapat memberikan kepekaan dalam
atau bahkan tidak mengalami komplikasi melakukan interaksi dengan orang lain,
setelah mengalami trauma. Namun hal itu selain itu dapat mengontrol ego dalam diri

perlu informasi yang jelas kepada keluarga dan membuka diri agar lebih peka terhadap

pasien untuk dapat menenangkan orang lain yang dapat membentuk

kondisinya (Bostrom et al, 2012). Doa diyakini kepedulian terhadap sesama (Watson, 2010).

sebagai kekuatan yang luar biasa dan Selama memberikan pelayanan kepada
memberikan pengaruh besar terhadap pasien, perawat sering mengalami
pasien.Hal ini merupakan bentuk caring perubahan emosi. Sebagai perawat harus
perawat sesuai dengan carative factor yang dapat mengelola emosinya dengan baik
ke sepuluh (Opening and attending to untuk menciptakan lingkungan yang
spiritual-mysterious and existential kondusif dan mendukung untuk proses
dimensions of one’s own life-death; soul perawatan pasien. Namun ternyata, secara
care for self and the one-being-cared-for). umum perasaan yang dialami tersebut

Bentuk dukungan kepada pasien dan sebenarnya tidak terlalu berpengaruh pada

keluarga untuk menghadapi kenyataan yang aktivitas keperawatan selanjutnya. Perawat

harus dihadapi agar dapat mencapai menyadari dalam hal ini mereka harus

kehidupan yang lebih berkualitas (Watson, bersikap professional menghadapi segala

2010; 2009). Kepedulian perawat terhadap kondisi yang terjadi selama bertugas.

pasien berupa kesiapan untuk mendengar Sebagaimana Alzghoul (2012) menyatakan

segala keluhan pasien dan keluarga. Hal ini bahwa perawat akan mengalami perubahan
dimaknai bahwa perawat harus lebih emosi selama menjalankan tugas dan harus
bersikap terbuka, bersikap hangat kepada dapat mengatasi kondisi emosi yang terjadi

www.jik.ub.ac.id
53
tersebut sebagai tantangan perawat dalam tindakan yang akan dilakukan terhadap
menghadapi pasien. pasien (Watson, 2010).
Kesegeraan perawat dalam merespon
kedatangan pasien dengan melakukan KESIMPULAN
penilaian awal terhadap kondisi dan Pengalaman saat merawat pasien trauma
melakukan pemilahan (triage) untuk dengan kondisi kritis dengan melakukan
menempatkan pasien sesuai kegawatannya. segala tindakan kepada pasien secara total
Sebagaimana Brabrand et al (2010) dan selalu memberikan dukungan moral,
menyatakan bahwa tujuan utama dilakukan spiritual, motivasi untuk kesembuhan dan
triage pada saat perawat bertemu dengan kebaikan pasien serta memberikan
pasien untuk menentukan dan mengelom- kesempatan keluarga untuk mendampingi
pokkan pasien dengan cepat sesuai tingkat pasien selama masa perawatan dapat
kegawatannya berdasarkan kebutuhan menciptakan kenyamanan serta ketenangan
perawatan pasien. bagi pasien. Selain itu selama masa merawat
pasien, perawat merasakan adanya
Perawat berusaha untuk memberikan
perubahan emosi baik itu sedih dan senang
bantuan kepada pasien secara maksimal
dalam memberikan perawatan.Hal ini
dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa
membuat perawat untuk dapat mengelola
pasien. Secara umum totalitas pelayanan yang
emosinya dengan baik dan bersikap
dilakukan perawat kepada pasien sebagai
professional dengan segala hal yang terjadi
cara untuk memberikan pelayanan yang
selama merawat pasien. Oleh karena perawat
maksimal sehingga dapat memberikan
harus memiliki niat kuat dari dalam dirinya
kepuasan kepada pasien dan keluarganya
untuk memberikan pertolongan kepada
(Fini et al, 2012). Upaya maksimal perawat
pasien sebagai upaya untuk menghasilkan
dalam memberikan tindakan terbaik bagi
perawatan yang terbaik dan berkualitas.
pasien dapat memberikan kepuasan
Saran yang diberikan yaitu Rumah sakit
pelayanan kepada pasien dan keluarganya.
sebaiknya memaksimalkan peran dan fungsi
Sebagaimana dinyatakan oleh Fini et al (2012)
perawat IGD pada saat memberikan
bahwa perbaikan kualitas caring keperawatan
pelayanan kepada pasien. Diperlukan
dapat dilakukan dengan meningkatkan
tambahan staf perawat untuk meningkatkan
kenyamanan pasien, menurunkan kecemasan
peran dan fungsinya secara maksimal agar
dan membangun rasa percaya antara perawat
dapat mewujudkan perilaku caring secara
dan pasien sehingga dapat meningkatkan
maksimal kepada pasien. Penelitian
kepuasan pelayanan.
selanjutnya dapat menggali pengalaman
Keberadaan keluarga pasien memang caring perawat pada pasien dengan kasus
sangat diperlukan terutama pada saat pasien trauma khusus (misalnya trauma abdomen,
tersebut berada dalam kondisi kritis. trauma pada anak) disertai dengan observasi
keterlibatan keluarga dalam proses secara langsung supaya dapat mengetahui
perawatan pasien ini dapat membantu secara pasti penerapan caring yang
perawat dalam mengambil keputusan dilakukan oleh perawat.

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017


54
DAFTAR PUSTAKA Ghony, M.D. & Almanshur F. (2012).

Adams, L. Y.& Maykut, C.A. 2015. Bullying: Metodologi Kualitatif. Yogyakarta: Ar

The Antithesis Of Caring Acknowledging Ruzz Media

The Dark Side If The Nursing Profession. Hunter LP. (2006) Women give birth and pizzas
International journal of caring sciences. are delivered: language and western
Vol.8 (3). 765 childbirth paradigms. Journal of Midwifery
Alzghoul, Manal M. (2014). The experience and Women’s Health 51(2): 119-24.
of nurses working with trauma patients Lachman, V.D.2012. Applying the ethics of
in critical care and emergency settings: A care to your nursing practice. Medsurg
qualitative study from Scottish nurses’ Nursing.21:122-116
perspective. International Journal of Merrill, A. S., Hayes, J. H., Loryclukey, D., &
Orthopaedic and Trauma Nursing, 18(1), Curtis, D. 2012. Do they really care? How
13-22.doi:http://dx.doi.org/10.1016/ trauma patients perceive nurses’ caring
j.ijotn.2013.04.004 behaviors. Journal of Trauma Nursing
Brabrand, M., Folkestad, L., Clausen, N., 19(1). p. 33-37.
Knudsen, T., Hallas, J., 2010. Risk scoring Okoye, N. 2012. Jean Watson’s Theory of
systems for adults admitted to the Human Caring: An Analysis of Nurses
emergency department: a systematic Caring About Themselves in Addition to
review. Scand. J. Trauma Resusc. Emerg.
Their Patients. University of Virginia
Med. 18, 8.
Polit D.F.& Beck, C. T. (2010). Essential of
Chan, K. (2012). Interpretive Phenomenologi
nursing Research Appraising evidence for
in Health Care Research. Sigma Theta
nursing practice. Philadelphia, Lippincot
Tau International, website @
William & Wilkins.
www.nursingknowledge.org.
___________________. 2012. Nursing Research;
Creswell, J. W. (2010). Research Design
Generating and Assessing Evidence for
Qualitative &Quantitative, and Mix
Nursing Practice. Wolter Kluwer.Lippincot
Methods Approaches. 3rd edition. Sage
William&Wikins
Publication, Inc. University of Nebraska,
Al-Obaid, Y. F., Bangash, F.N., Bangash,
Lincoln.
T. 2007. Trauma – An Engineering
_______. 2013. Research Design Qualitative
analysis with medical case study
& Quantitative, and Mix Methods
investigation. Springer. 843. ISBN: 978-3-
Approaches. 4th edition. Sage Publication,
540-36305-7
Inc. University of Nebraska, Lincoln.
Sumner, J. (2010) Reflection and moral
Fini, A. I., Mousavi Sadat, M.,Sabdani M. A,
maturity in a nurse’s caring practice: A
Hajbaghery M.A. 2012. Correlation
critical perspective. Nursing philosophy
between Nurse’s Caring behaviours and
[Online] 11(3). p. 159 -169.
patients satisfaction. Nursing and
midwifery studies journal.(1); 36-40. DOI: Unterschuetz, C., Hughes, P., Nienhauser, D.,
10.5812/nms.7901 Weberg, D., & Jackson, L. (2008).

www.jik.ub.ac.id
55
Caringfor innovation and caring for the Watson, J. 2010. Caring science and the next
innovator. Nursing Administration decade of holistic healing: transforming
Quarterly, 32(2), 133-141. self and system from the inside out.
Vatnøy, T.K., Fossum M., Smith, N., Slettebø Beginning spring
A°., 2013. Triage assessment of Wagner, D& Bear, M. 2008. Patietns Satisfaction
registered nurses in the emergency With Nursing Care: A Concept Analysis
department. International Emergency Within A Nursing Framework. Journal of
Nursing. 21, 89-96 advance nursing. Blackwell publishing Ltd.

Jurnal Ilmu Keperawatan - Volume 5, No. 1 Mei 2017


56
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

GAMBARAN STATUS FISIOLOGIS PASIEN CEDERA KEPALA DI IGD


RSUD ULIN BANJARMASIN
TAHUN 2016

Hanura Aprilia1

1
Fak. Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Univ. Muhammadiyah Banjarmasin
*Korespondensi Penulis. hanura.ns@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Cedera kepala merupakan masalah yang sering ditemukan di masyarakat
dengan tingkat disabilitas tinggi. Instalasi gawat darurat merupakan gerbang utama yang berperan
penting sebagai pintu pertama dalam menyelamatkan kondisi pasien. Kondisi spesifik di IGD
yaitu harus cepat dalam memberikan pelayanan, cepat dalam mengambil keputusan untuk bisa
memberika tindakan medis dan keperawatan secara tepat, cepat, aman dan efektif. Untuk
mengetahui kondisi status fisiologis pasien cedera kepala dilakukan dengan penilaian status
fisiologis yaitu dengan menggunakan (Revised Trauma Score).
Tujuan : Mengetahui gambaran status fisiologis pasien cedera kepala di IGD RSUD Ulin
Banjarmasin.
Metode : Rancangan Deskriptif. Jumlah populasi 559 orang dan 80 sampel menggunakan
nonprobability sampling jenis purposive sampling.
Hasil : Karakteristik berdasarkan cedera kepala di IGD RSUD Ulin Banjarmasin sebagian besar
adalah ringan yaitu 62 responden (77,5%). Gambaran status fisiologis pada pasien cedera kepala
di IGD RSUD Ulin Banjarmasin sebagian besar adalah Ringan yaitu 65 orang responden sebanyak
(81,2%).
Saran : Untuk penelitian lebih lanjut terkait dengan status fisiologis cedera kepala dihubungkan
dengan variabel lain seperti angka mortalitas pasien cedera kepala.

Kata Kunci : Status Fisiologis, cedera kepala.

237
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

PENDAHULUAN kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan


Kecelakaan lalu lintas merupakan salah kematian serta kerugian lainnya. Tercatat di
satu penyebab terbanyak terjadinya cedera data kepolisian Republik Indonesia tahun 2011
kepala. Korban umumnya berusia muda atau mencapai 108.696 jumlah kecelakaan dengan
dalam usia produktif dan merupakan masalah 31.195 korban meninggal dan 35.285
kesehatan masyarakat di seluruh dunia, mengalami luka berat, dan 55,1% dari data
khususnya di negara berkembang. Menurut tersebut mengalami cedera kepala.
World Health Organization (WHO) pada tahun Cedera kepala merupakan masalah yang
2006 kecelakaan lalu lintas merupakan sering ditemukan dimasyarakat dengan tingkat
penyebab kematian urutan kesebelas di seluruh disabilitas tinggi. Cedera kepala merupakan
dunia, menelan korban jiwa sekitar 1,2 juta salah satu masalah kesehatan yang dapat
manusia setiap tahun (Depkes RI, 2007). menyebabkan gangguan fisik dan mental yang
Silent disaster istilah yang merujuk kompleks. Gangguan yang ditimbulkan bersifat
kepada tingginya angka kecelakaan lalu lintas sementara maupun menetap, seperti defisit
sebagai “mesin pembunuh” nomor satu di kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan
indonesia. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya fisiologis lainnya (Kadek, 2014).
tidak didahului dengan gejala atau pertanda Cedera kepala adalah suatu gangguan
apapun, setiap saat, setiap waktu, kecacatan traumatik dari fungsi otak yang disertai adanya
maupun terenggutnya nyawa akibat kecelakaan perdarahan intertisial dalam substansi otak,
lalu lintas ini bisa terjadi. Kecelakaan dapat saja sedangkan trauma serebral adalah suatu bentuk
terjadi pada setiap saat dan di mana saja. trauma yang dapat mengubah kemampuan otak
Namun kecelakaan itu lebih sering terjadi pada dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas
keadaan manusia bergerak atau berlalu lintas. fisik, intelektual, emosional, sosial dan
Dan lalu lintas itu terjadi hampir pada setiap pekerjaan (Krisanty, 2009).
detik kehidupan manusia dan terjadi dimana- Diperkirakan 100.000 orang meninggal
mana (Bustan, M.N,2007). setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih
Menurut World Health Organization dari 700.000 mengalami cedera cukup berat
tahun (WHO) tahun 2004, Case Rate (CFR) yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
cedera akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi di Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30
jumpai di beberapa Negara Amerika Latin tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari
(41,7%), Korea Selatan (21,9%). Dari seluruh wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien
kecelakaan yang ada WHO mencatat bahwa, cedera kepala berat mempunyai signifikasi
90% kecelakaan lalu lintas dengan cedera terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer,
kepala banyak terjadi di negara berkembang 2002).
seperti Indonesia.Kecelakaan lalu lintas dengan Berdasarkan berat-ringannya cedera
cedera kepala penting diketahui, karena kepala dibagi menjadi tiga bagian yaitu cedera

238
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

kepala ringan adalah Glasgow Coma Scale 13- Instalasi Gawat Darurat sebagai gerbang
15, amnesia kurang dari 30 menit, Cedera utama penanganan kasus gawat darurat di
kepala sedang adalah Glasgow Coma Scale 9- rumah sakit memegang peranan penting dalam
12, penurunan kesadaran 30 menit - 24 jam, dan dalam upaya penyelamatan hidup pasien
cedera kepala berat adalah Glasgow Coma khususnya cidera kepala (Yulius, 2010). Unit
Scale 3-8, penurunan kesadaran lebih dari 24 tersebut berperan penting sebagai pintu pertama
jam sampai berhari-hari. (Krisanty, 2009). dalam menyelamatkan kondisi pasien. Kondisi
Cedera kepala ini menimbulkan resiko spesifik di IGD yaitu harus cepat dalam
yang tidak ringan. Resiko utama pasien yang memberikan pelayanan, cepat dalam mengambil
mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak keputusan untuk bisa memberika tindakan
akibat perdarahan atau pembengkakan otak medis dan keperawatan secara tepat, cepat,
sebagai respon terhadap cedera dan aman dan efektif (Kadek Artwan, 2013).
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Terdapat tiga tipe sistem penilaian trauma.
Peningkatan tekanan intrakranial akan Tipe pertama berdasarkan anatomi, tergantung
mempengaruhi perfusi serebral dan diskripsi cedera. Tipe kedua berdasarkan
menimbulkan distorsi dan herniasi otak. fisiologi di dapat dari observasi dan pengukuran
Manifestasi klinis cedera kepala meliputi tanda-tanda vital untuk menentukan tingkat
gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas penurunan fisiologi akibat cedera. Tipe ketiga
pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, dan adalah kombinasi sistem penilaian anatomis dan
perubahan tanda - tanda vital. Gangguan fisiologis (Carolina Salim, 2015).
penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensori, Untuk itu akan dikenal istilah Glasgow
kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan Koma Scale (GCS) dan Resived Trauma Score
pergerakan, kejang dan banyak efek lainnya (RTS). Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan
juga mungkin terjadi pada pasien cedera kepala instrumen standar yang dapat digunakan untuk
(Smeltzer & Bare, 2006). mengukur tingkat kesadaran pasien. Revised
Berdasarkan laporan sensus harian Trauma Score (RTS) menilai sistem fisiologis
penyakit di Instalasi Gawat Darurat (IGD) manusia secara keseluruhan. Instrumen RTS
Rumah Sakit Umum daerah Ulin Banjarmasin merupakan hasil penyempurnaan instrumen
dalam periode 3 tahun terakhir data tahun 2014 GCS untuk menilai kondisi awal pasien trauma
kasus terbanyak cedera kepala menempati kepala (Kadek Artawan, 2013).
peringkat pertama dengan jumlah pasien 1.188 Penilaian awal pasien trauma kepala dapat
orang. Data tahun 2015 masih menempati dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya
urutan 10 besar penyakit, cedera kepala jumlah adalah Glasgow Coma Scale (GCS) dan
pasien 1.012 orang dan data tahun 2016 jumlah Revised Trauma Score (RTS). Penilaian GCS
pasien cedera kepala dari bulan Januari-Juni berdasarkan respon mata, verbal, dan motorik,
berjumlah 559 orang. sedangkan penilaian RTS berdasarkan GCS,

239
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

tekanan darah sistolik, dan frekuensi pernafasan Kondisi kritis mengharuskan melakukan
pasien. tindakan cepat, tepat, dan akurat, dalam
Penilaian RTS dilakukan segera setelah penanganan untuk meminimalisir terjadinya
pasien cedera, umumnya saat sebelum masuk angka mortalitas yang terjadi dalam trauma
rumah sakit atau ketika berada di unit gawat otak. Kondisi stabil pada pasien, apabila
darurat. Revised trauma score telah divalidasi menunda dalam penanganan terhadap pasien
sebagai metode penilaian untuk membedakan baik dalam kategori sedang dan ringan untuk
pasien memiliki prognosis baik atau buruk. hal ini bisa dapat meningkatkan status kondisi
Penilaian RTS dapat mengidentifikasi lebih dari pasien dari kondisi sedang ke berat apabila
97% orang yang akan meninggal jika tidak penanganan kurang tepat.
dilakukan perawatan (Fedakar, Aydiner, & Berdasarkan nilai GCS, SBP, RR setelah
Ercan, 2007). di kali dengan nilai konstantanya. Lalu di
Revised Trauma Score adalah sistem jumlah dan menemukan hasil Revised Trauma
penilaian fisiologis, dengan tinggi realibilitas Score. Dari hasil penjumlahan akan menemukan
antar penilai dan akurasi ditunjukkan dalam resiko terjadi keburukan seseorang (Jin, Shao,
memprediksi kematian. RTS ini mencetak He, et al, 2006).
tujuan dari pengaturan data pertama yang Hasil penelitian dari Khayat, Sharifipoor,
diperoleh pada pasien, dan terdiri dari Glasgow Rezaei, et al; (2014), Revised Trauma score
Coma Scale, Tekanan darah sistolik dan memiliki aplikasi universal di bidang pra-rumah
Respiratory Rate (Francis, Erin, & Benedict, sakit dan memberikan gambaran tentang
2010). keadaan fisiologis pasien trauma, beberapa studi
Revised trauma score (RTS) adalah satu menunjukan keandalan Revised Trauma Score
skor fisiologis yang lebih umum. Menggunakan prediksi konsekuensi berikutnya kecelakaan.
3 paremeter sebagai berikut : (1) Skala Glasgow Salah satu penting dari aplikasi seperti skala
Koma (GCS), (2) Tekanan darah sistolik (SBP) adalah memprediksi angka kematian pada
dan (3) frekuensi pernafasan (RR). Skor bernilai pasien trauma dan pilihan lebih kritis untuk
dari 0-4. Semakin rendah nilai RTS maka akan pengobatan dan perawatan pasien trauma yang
semakin memperburuk keadaan pasien. Adapun khusus.
tingkat keparahan RTS dapat di kategorikan Penelitian dari Fedakar, Aydiner & Ercan,
dengan nilai (1) Serius (<6), (2) Berat (7-8), (3) (2007) mendapatkan hasil cedera yang
Sedang (9-10) dan (4) Ringan (11-12) (Padila, mengacam jiwa dengan proporsi 35,2% kasus
2013). yang diperiksa. Penilaian menggunakan GCS,
Kondisi serius dari hasil RTS maka RTS, ISS, NISS, dan TRISS untuk mengetahui
kondisi perlu diperhatikan untuk melakukan keparahan cidera yang mengancam nyawa
tindakan intensif, Semakin rendah RTS maka dengan presentase GCS ( 74,8%) dan RTS (
akan semakin memperburuk keadaan pasien.

240
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

76,9%), ISS (88,7%), NISS (86,6%), dan 2 Perempuan 28 35


Jumlah 80 100
TRISS (68,8%).
Penelitian ini lebih mengutamakan nilai
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa
cedera menggunakan TRISS lebih akurat.
dari 80 responden, yang berjenis kelamin laki –
Revised Trauma Score digunakan dalam
laki sebanyak 52 orang (65%), sedangkan yang
penelitian untuk menilai tingkat kesadaran,
berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang
tekanan darah sistolik, dan pernafasan terhadap
(35%)
pasien, sehingga Revised Trauma Score juga
b. Karakteristik responden berdasarkan umur
dapat menilai trauma dengan resiko mengancam
di IGD RSUD Ulin Banjarmasin.
jiwa. Tabel 2 Distribusi Frekuensi berdasarkan umur
Berdasarkan latar belakang di atas karena No Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)
1 Kanak-kanak (5-11) 9 11,2
banyaknya pasien dengan kasus cedera kepala
2 Remaja ( 12-25) 34 42,5
maka diperlukan gambaran status fisiologis 3 Dewasa (26-45) 28 35
4 Lansia (46-65) 7 8,8
cidera kepala yang beresiko mengancam jiwa,
5 Manula (≥65) 2 2,5
sehingga peneliti tertarik untuk melakukan Jumlah 80 100
penelitian yang berjudul : “Gambaran status
fisiologis pada pasien cedera kepala di IGD Dari 2 dapat di lihat dari 80 responden,
RSUD Ulin Banjarmasin”. yang berumur 5-11 tahun sebanyak 9 orang
(11,2%), yang berumur 12-25 tahun sebanyak
BAHAN DAN METODE 34 orang (42,5%), yang berumur 26-45 tahun
Peneliti menggunakan rancangan sebanyak 7 oramg sebanyak (8,8%) ,dan yang
penelitian deskriftif. Metode penelitian berumur ≥ 65 tahun sebanyak 2 orang (2,5%).
nonprobability sampling dengan jenis c. Karakteristik responden berdasarkan
purposive Sampling. Populasi dalam penelitian pendidikan di IGD RSUD Ulin
ini adalah pasien cedera kepala yang datang ke Banjarmasin.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi berdasarkan pendidikan
IGD RSUD Ulin Banjarmasin dengan jumlah
Persentase
559 orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini No Pendidikan Jumlah
(%)
sebanyak 80 orang. Tidak lulus
1 2 2,5
sekolah
2 SD/sederajat 15 18,8
HASIL 3 SMP/ Sederajat 17 21,2
4 SMA/Sederajat 41 51,2
1. Karakteristik Responden
Perguruaan
5 5 6,2
a. Karakteristik responden berdasarkan jenis Tinggi
Jumlah 80 100
kelamin di IGD RSUD Ulin
Dari tabel 3 dapat di lihat dari 80
Banjarmasin.
responden, yang berpendidikan TK sebanyak 2
Tabel 1 Distribusi Frekuensi berdasarkan jenis kelamin
orang (2,5%), yang berpendidikan SD sebanyak
No Jenis kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Laki – laki 52 65 15 orang (18,8%), yang berpendidikan SMP
241
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

sebanyak 17 orang (21,2%), yang berpendidikan orang responden (81,2%), Status Fisiologis
SMA sebanyak 41 orang (51,2%) dan yang sedang 6 orang responden (7,5%), status
berpendidikan DIII sebanyak 4 orang (6,2%). fisiologis berat 3 orang responden (3,8%), dan
2. Analisis Univariat status fisiologis serius 6 orang responden
a. Cedera Kepala (7,5%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Cedera Kepala di IGD RSUD Ulin Status fisiologis adalah menilai kondisi
Banjarmasin
dinamis yang akut yang didapat dari observasi
No Cedera Kepala Jumlah Persentase (%)
1 Ringan 62 77,5 dan pengukuran tanda-tanda vital. Untuk itu
2 Sedang 9 11,2 dikenal istilah Revised Trauma Score (RTS)
3 Berat 9 11,2
Jumlah 80 100 menilai sistem fisiologis manusia secara
Pada tabel 4 berdasarkan hasil penelitian keseluruhan. Instrumen RTS merupakan hasil
menunjukkan bahwa terbanyak responden penyempurnaan instrumen GCS untuk menilai
mempunyai nilai Cedera Kepala ringan adalah kondisi awal pasien trauma kepala (Kadek
berjumlah 62 orang (77,5%) dari total Artawan, 2013).
responden. Revised trauma score (RTS) adalah sistem
penilaian fisiologis, dengan tinggi reabilitas
antara penilai dan akurasi ditunjukkan dalam
memprediksi kematian. (Francis, Erin, 2010).
b. Status Fisiologis Penilaian status fisiologis Menggunakan 3
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Status Fisiologis di IGD RSUD paremeter sebagai berikut : (1) Skala Glasgow
Ulin Banjarmasin
Koma (GCS), (2) Tekanan darah sistolik (SBP)
No Status Fisiologis Jumlah Persentase (%)
1 Ringan 65 81,2 dan (3) frekuensi pernafasan (RR). Skor bernilai
2 Sedang 6 7,5 dari 0-4. Semakin rendah nilai RTS maka akan
3 Berat 3 3,8
4 Serius 6 7,5 semakin memperburuk keadaan pasien. Adapun
Jumlah 80 100 tingkat keparahan RTS dapat di kategorikan
Pada tabel 5 berdasarkan hasil penelitian dengan nilai (1) Serius (<6), (2) Berat (7-8), (3)
menunjukkan bahwa terbanyak responden Sedang (9-10) dan (4) Ringan (11-12) (Padila,
mempunyai nilai status fisiologis ringan adalah 2013).
berjumlah 65 orang (81,2%) dari total Status Fisiologis pasien dengan cedera
responden. kepala harus segera mungkin diperhatikan untuk
dapat menentukan tindakan yang akurat demi
PEMBAHASAN pemulihan pasien cedera kepala.
a. Status Fisiologis Berdasarkan hasil penelitian di IGD
Berdasarkan tabel didapatkan hasil RSUD Ulin Banjarmasin didapatkan Hasil
penelitian bahwa nilai status fisiologis pada terbanyak dari status fisiologis adalah dalam
pasien cedera kepala di IGD RSUD Ulin kondisi ringan. Dimana penilaian status
Banjarmasin adalah status Fisiologis ringan 65
242
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

fisiologis ini dilakukan segera setelah pasien Status Fisiologis dalam nilai persentasi
cedera ketika berada di unit gawat darurat. dalam kondisi serius maka kondisi ini dalam
Status fisiologis dalam kondisi ringan keadaan yang perlu diperhatikan untuk
dipengaruhi oleh nilai dari GCS yang berkisar melakukan tindakan yang intensif, hal ini
antara 13-15, SBP >89 Dan RR 10-29. Dalam menunjukan semakin rendah nilai status
kondisi status fisiologis ringan dapat dikatakan fisiologis maka akan semakin memperburuk
pasien dalam kondisi yang stabil. Dari keadaan pasien.
pengamatan responden skor status fisiologis b. Cedera Kepala
ringan dikarenakan akibat benturan yang ringan Berdasarkan tabel hasil penelitian cedera
dan tidak mengalami penurunan kesadaran, kepala di IGD RSUD Ulin Banjarmasin adalah
pusing, serta dapat mengalami luka lecet atau cedera kepala ringan 62 orang responden
laserasi kulit kepala. (77,5%%), cedera kepala sedang 9 orang
Walaupun status fisiologis dalam kondisi responden (11,2%), dan cedera kepala berat 9
ringan tetapi jangan menunda dalam orang responden (11,2%).
penanganan terhadap pasien, dimana dalam Brain Injury Association of Amerika
kategori ini apabila penanganaan kurang tepat (2006), mengemukakan bahwa cedera kepala
maka dapat meningkatkan status kondisi pasien adalah suatu kerusakan pada kepala yang bukan
dari ringan ke sedang. bersifat kongenital maupun degeneratif, tetapi
Penelitian ini didukung oleh penelitian disebabkan serangan atau benturan fisik dari
dari Moore, Lavoie, Abdous et al (2006) luar yang dapat mengurangi atau mengubah
menyatakan status fisiologis dalam nilai kesadaran yang menimbulkan kerusakan
persentasi dalam kondisi ringan atau sedang kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
dapat dikatakan kondisi yang stabil pada pasien, Cedera kepala dapat terjadi akibat
akan tetapi jangan menunda penanganan benturan pada kepala yang terjadi pada 3 jenis
terhadap pasien dalam kategori ringan dan keadaan yaitu kepala diam dibentur oleh benda
sedang karena dapat meningkatkan status yang bergerak, kepala bergerak dibentur oleh
kondisi pasien dari kondisi sedang ke berat benda yang diam, dan kepala yang tidak dapat
apabila penanganan kurang tepat terhadap bergerak kaarena bersandar pada benda yang
pasien. lain dibentur oleh benda yang bergerak.
Status fisiologis kondisi berat yaitu sama Berdasarkan berat-ringannya cedera
dengan status Fisiologis serius di mana kepala dibagi menjadi tiga bagian yaitu cedera
dikatakan dalam keadaan kritis terhadap pasien kepala ringan adalah Glasgow Coma Scale 13-
sehingga sehingga mengharuskan tindakan 15, amnesia kurang dari 30 menit, Cedera
cepat, tepat, dan akurat dalam penanganan kepala sedang adalah Glasgow Coma Scale 9-
untuk meminimalisir terjadinya angka 12, penurunan kesadaran 30 menit - 24 jam, dan
mortalitas yang tinggi dalam traumatik. cidera kepala berat adalah Glasgow Coma Scale

243
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

3-8, penurunan kesadaran lebih dari 24 jam Mekanisme penyebab utama cedera
sampai berhari-hari. (Krisanty, 2009). kepala pada penelitian ini adalah kecelakaan
Manifestasi klinis cedera kepala meliputi lalu lintas, yang terjadi salah satunya karena
gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas tidak menghargai pengguna jalan yang lain
pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, dan yang hanya menuruti keegoisan diri sendiri
perubahan tanda - tanda vital. Gangguan seperti memotong jalan kendaraan tanpa haluan,
penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensori, memacu kecepatan kendaraan tanpa terkendali,
kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan melanggarrambu-rambu lalu lintas, hal ini
pergerakan, kejang dan banyak efek lainnya merupakan kelalaian pengemudi yang dapat
juga mungkin terjadi pada pasien cedera kepala merugikan orang lain maupun dirinya sendiri.
(Smeltzer & Bare, 2006). Kecelakaan adalah suatu kejadian tak
Cedera kepala ringan Jika GCS (Skala terduga dan tidak dikehendaki yang
Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi mengacaukan proses suatu aktifitas yang telah
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, diatur (Sulaksmono 2007). Kecelakaan terjadi
tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau tanpa disangka-sangka dalam sekejap mata, dan
hematoma. tidak kehilangan kesadaran, Satu setiap kejadian terdapat empat faktor dalam satu
kali atau tidak ada muntah, Stabil dan sadar, kesatuan berantai, yakni ; lingkungan, bahaya,
Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di peralatan dan manusia (Bennett, 2015).
kulit kepala, dan Pemeriksaan lainnya normal Kecelakaan dapat saja terjadi pada setiap
(Mansjoer Arif, 2002). saat dan di mana saja. Namun kecelakaan itu
Berdasarkan penelitian ini jumlah lebih sering terjadi pada keadaan manusia
sebagian besar responden menunjukan dalam bergerak dan berlalu lintas dan lalu lintas itu
keadaan cedera kepala ringan yaitu dengan nilai terjadi hampir pada setiap detik kehidupan
GCS (15-13) yaitu dari 80 responden, 65 orang manusia dan terjadi dimana-mana.
(77,5%) mengalami cedera kepala ringan. Hasil Menurut penelitian Smeltzer (2002), dua
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian pertiga dari kasus cedera kepala lebih banyak
yang dilakukan oleh Agustriana (2010), jumlah laki-laki dan perempuan dan dalam usia
menyatakan bahwa di Rumah Sakit Cipto produktif.
Mangunkusomo Jakarta pada tahun 2014 terjadi Hasil penelitian Mariana (2014),
750 kasus cedera kepala dengan presentase menunjukkan bahwa jumlah jenis kelamin laki-
CKR (80%), (CKS 10%), dan CKB (10%). laki yang terlibat kecelakaan cenderung
Berdasarkan penelitian Nurfaise (2012), mengalami peningkatan kasus tiap tahunnya.
penyebab cedera kepala dipengaruhi oleh Jumlah korban laki-laki yang mengalami
mekanisme cedera kepala antara lain kecelakaan kecelakaan dari tahun 2005-2006 meningkat
lalu lintas, kecelakaan kerja, jatuh dan tindaan sebesar 83.6% (33 korban menjadi 46 korban),
kekerasan. tapi pada tahun 2007 mengalami penurunan

244
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

menjadi 35 korban (81.4%), pada tahun 2008 pertimbangan terhadap interpretasi tingginya
kembali mengalami peningkatan dengan 81 kejadian kecelakaan lalu lintas terutama dijalan
korban (75.7%), hingga tahun 2009 meningkat raya. Hal ini disebabkan karena pada induvidu-
sebanyak 89 korban (78.8%). individu pengguna jalan raya cenderung lebih
Berdasarkan penelitian ini penderita banyak yang memanfaatkan kendaraan dalam
korban cedera kepala yang terbanyak adalah hal ini pengendara adalah pada laki-laki
laki-laki yaitu 53 orang responden (65%) dan dibandingkan perempuan sehingga kejadian
perempuan 28 orang responden (28%). Hasil kecelakaan lalu lintas sendiri pun lebih
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian cenderung pada laki-laki dibandingkan
yang dilakukan oleh Pratiwi Amin (2008) di perempuan.
Makassar yang menunjukkan bahwa Hasil penelitian ini korban cedera kepala
korban/pelaku kecelakaan lalu lintas yang terbanyak yaitu remaja usia 12-25 tahun 34
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak orang (42,5%), dewasa usia 26-45 tahun 28
dibanding jenis kelamin perempuan yaitu laki- orang (35%), kanak-kanak usia 5-11 tahun 9
laki dengan jumlah kasus sebanyak 252 kasus orang (11,2%), lansia usia 46-65 tahun 7
(88%) sedangkan perempuan 36 kasus (13%). orang(8,8%), dan manula usia ≥65 tahun 2
Hal ini disebabkan karena kaum laki-laki orang (2,5%).
pada usia produktif ini notabene memiliki peran Berdasarkan hasil penelitian, bahwa umur
aktif dalam melakukan aksi di jalan raya 20-29 dan 30-39 tahun lebih banyak mengalami
termasuk mengendarai kendaraannya terutama kecelakaan lalu lintas, dikarenakan pada umur
sepeda motor yang paling banyak dikendarai ini lebih banyak melakukan aktifitas diluar
oleh pengemudi laki-laki dan hal ini disebabkan rumah, selain itu mereka juga memiliki
karena mobilitas yang tinggi dikalangan usia pengalaman yang masih kurang terhadap sistem
produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga jalan, sehingga kurang mampu untuk
keselamatan di jalan raya rendah. memperkirakan atau bereaksi terhadap situasi
Jenis kelamin sehubungan dengan yang berbahaya mendapat kecelakaan.
kejadian suatu masalah kesehatan juga Kemudian pada kelompok umur 10-19
berhubungan dengan aktifitas yang dilakoni tahun juga rentan mengalami kecelakaan lalu
berbeda dengan antara laki-laki dan perempuan, lintas dengan alasan selain memiliki
dimana pada laki-laki memiliki aktifitas yang pengalaman yang kurang tentang sistem jalan
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan juga disebabkan karena faktor perilaku.
sehingga kontaminasi denga berbagai faktor Biasanya remaja mengendarai kendaraannya
resiko penyebab penyakit pun lebih tinggi pada secara sembrono atau ugal-ugalan, apalagi jika
laki-laki. mengendarai kendaraan sepeda motor biasanya
Pada kejadian kecelakaan lalu lintas, cenderung terlibat aksi kebut-kebutan di jalan,
aspek jenis kelamin juga menjadi bahan bisa saja hal ini merupakan salah satu situasi

245
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

yang sangat berbahaya untuk mendapatkan Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh


kecelakaan. terhadap program peningkatan pengetahuan
Sedangkan umur 50-99 dan 60 tahun secara langsung dan secara tidak langsung
keatas lebih sedikit mengalami kecelakaan lalu terhadap perilaku. Pada umumnya yang
lintas dikarenakan oleh makin menuanya berpendidikan rendah mempunyai ciri sulit
seseorang maka lebih lambat reaksi-reaksinya untuk diajak bekerjasama dan kurang terbuka
dan penglihatannya akan rusak, akan tetapi terhadap pembaruan. Pengetahuan dan kognitif
mereka akan cenderung untuk mengemudikan merupakan dominan yang sangat penting untuk
kendaraannya lebih lambat sebagai kompensasi terbentunya tindakan seseorang. Karena dari
dari keadaan tersebut. Selain itu, mereka juga pengalaman dan penelitian ternyata prilaku
mempunyai pengalaman yang lebih banyak yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng
dalam mengemudikan kendaraan. dari pada prilaku yang tidak didasari oleh
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil pengetahuan (Ariwibowo, 2013).
penelitian yang didapatkan oleh Icawati (2003) Hasil penelitian yang dilakukan oleh
di Makassar, yang melakukan penelitian tentang Ariwibowo menyatakan bahwa semakin tinggi
karakteristik pasien korban kecelakaan lalu tingkat pendidikan seseorang maka semakin
lintas yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat baik pula pola pikirnya dalam mencerna
RSU Labuang Baji Makassar periode Januari- informasi-informasi yang dapat mendasari pola
Desember 2002. Hasil penelitian tersebut perilaku orang tersebut. Walaupun tingkat
mendapatkan bahwa dari 327 kasus kecelakaan pendidikan bukan merupakan satu-satunya
lalu lintas sebanyak 204 kasus terjadi pada faktor yang mendukung pola pikir seseorang
golongan umur 15-49 tahun, 31 kasus namun dengan tingginya tingkat pendidikan
kecelakaan menimpa golongan umur diatas 50 seseorang maka seseorang tersebut cenderung
tahun dan 81 kasus terjadi pada golongan di lebih mudah menerima perubahan yang bersifat
bawah umur 15 tahun. baik sedangkan seseorang yang tidak memiliki
Hal yang sama juga didapatkan oleh hasil dasar tingkat pendidikan yang berkelanjutan
penelitian Pratiwi Amin (2008) yang melakukan akan bersifat tertutup dan sulit untuk menerima
penelitian tentang gambaran epidemiologi perubahan perilaku tersebut.
kecelakaan lalu lintas di Polwiltabes Makassar Dari hasil penelitian didapatkan ini
tahun 2003-2007. Hasil penelitian tersebut korban cedera kepala terbanyak yaitu
menunjukkan bahwa, kelompok umur tertinggi pendidikan SMA sebanyak 41 orang (51,2%),
terdapat pada usia 20-28 tahun (37%). yang berpendidikan SMP sebanyak 17 orang
Sedangkan yang terendah adalah kelompok (21,2%), yang berpendidikan SD sebanyak 15
umur 4-12 tahun dan 68-76 tahun masing- orang (18,8%), dan yang berpendidikan DIII
masing sebesar 1,7% (5 kasus). sebanyak 4 orang (6,2%).

246
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

Korps daerah Jawa Tengah resor kota khususnya penilaian status fisiologis pada
Surakarta mencatat terdapat 1416 kasus pasien cedera kepala.

kecelakaan lalu lintas ditinjau dari tingkat 3. Peneliti selanjutnya


Penelitian ini dapat memberikan informasi
pendidikan, menunjukan pendidikan SMA lebih
dan data dasar untuk melaksanakan
banyak mengalami kecelakaan lalu lintas.
penelitian lebih lanjut yang terkait dengan
Sepanjang tahun 2011 terdapat 550 kasus
gambaran status fisiologis cedera kepala.
kecelakaan lalu lintas yaitu tingkat pendidikan
Dihubungkan dengan variabel lain seperti
SMA 325 orang, SMP 150 orang, dan angka mortalitas pasien cedera kepala.
perguruaan tinggi 75 orang. 4. Akademis
Sebagai literatur dan tambahan informasi
KESIMPULAN tentang ilmu keperawatan kegawatdaruratan
1. Gambaran status fisiologis pada pasien cedera khususnya gambaran status fisiologis cedera
kepala di IGD RSUD Ulin Banjarmasin sebagian kepala dalam penilaian status fisiologis.
besar adalah Ringan yaitu 65 orang responden 5. Perawatan
sebanyak (81,2%). Menambah pengetahuan perawat tentang
2. Karakteristik berdasarkan cedera kepala sebagian gambaran status fisiologis pasien cedera
besar adalah ringan yaitu 62 orang responden kepala dan dapat di aplikasikan di masing-
(77,5%), berdasarkan jenis kelamin sebagian masing rumah sakit terutama di IGD.
besar adalah laki-laki yaitu 52 orang responden
(65%), berdasarkan umur sebagian besar adalah
DAFTAR PUSTAKA
Remaja usia 12-25 tahun yaitu 34 orang
responden (66,2%), dan berdasarkan tingkat
Arifin MZ. (2013). Cedera Kepala: Sagung
pendidikan sebagian besar adalah SMA yaitu 41
Seto.
orang responden sebanyak (51,2%)
Artawan Kadek. (2013). Perbandingan Glasgow
Coma Scale (GCS) dan Revised
SARAN
1. Teoritis Trauma Score (RTS) dalam Memprediksi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi Disabilitas pasien trauma kepala di
Ruang Unit Gawat Darurat RSUP
referensi atau masukan bagi perkembangan Sanglah. Tesis Naskah Publikasi.
ilmu kesehatan dan dapat menambah Magister/S2 Keperawatan Gawat
Darurat Fakultas Kedokteran Universitas
pengetahuan tentang gambaran status
Brawijaya.
fisiologis cedera kepala.
Ari wibowo. (2013 ). Ilmu Psikologi. Jakarta;
PT. Rineka cipta.
2. Rumah sakit
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi Aziz Alimul Hidayat. (2014). Metode Penelitian
acuan untuk meningkatkan profesionalisme Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Salemba Medika; Jakarta.
dalam upaya memberikan pelayanan dan
intervensi keperawatan kasus cedera kepala Asrul. ( 2009). Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Geriya insani.

247
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

Brain Injury Association Of America. (2006). Jin JF, Shao JF, He XJ.(2006). Application Of
To the housecommite on energy and Resived Trauma Evaluation program in
commerce subcommittee on health. emergency treatment of multiple
America: CDC, 1-3 (accessed 10 Juni injuries.
2016). Http://www.nashia.org/pdf.
Khayat , N.H. Sharifipoor, H Rezei M.A.
Bustan. M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit (2014). Correllation Of Revised Trauma
Tidak Menular. Jakarta; PT. Rineka Score With Mortality Rate Of Traumatic
cipta. Patients Within The First 24 Hours Of
Hospitalization. ZJRMS, 16(11), 33-36.
Departemen Dalam Negeri Undang-Undang
Republik Indonesia. (2007). Tentang Krisanty P, M, W. (2009). Asuhan Keperawatan
Kesehatan no 36 tahun 2007. Gawat Darurat. Jakarta; Trans Info
(Homepage on the internet). Available Media.
from: http://www.depdagri.go.id.
Mansjoer Arif. (2002). Kapita Selekta
Didik Pamungkas. (2015). Hubungan Antara Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: EGC.
Revised Trauma Score Dengan Angka
Mortalita Pada Pasien Cedera Kepala Di Moore, L. Lavoie, A. Abdous, B (2006).
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi Unification Of The Revised Trauma
Naskah Publikasi. STIKES Surakarta Score. J Trauma, 61, 718-722.
Kusuma Husada.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Muttaqin Arif. ( 2012). Asuhan Keperawatan
Keperawatan Edisi 4 (terjemahan). Klien Dengan Gangguan Sistem
Jakarta: EGC. Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Darma (2012). Metodelogi Penelitian Nileshwar Anitha. (2014). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. Bedah Edisi 2. Tanggerang Selatan:
Karisma Publishing Group.
Dr Risdianto Ajid. (2013). Cedera Kepala.
Jakarta: Sagung Seto. Notoatmodjo. (2012). Metodelogi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.
Fedakar R, Aydiner AH, Ercan I. (2007). A
Comparison of “ life threatening injury” Nurarif Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2013).
concept in the Turkish Penal code and Aplikasi Asuhan Keperawatan
trauma s. Turkish Journal of trauma& Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda
Emergency Surgery, 13(3), 192-198. NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.

Francis A , Erin A, Benedict. (2010). Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan


CHAPTER 26: Pediatric Injury Scoring Metodelogi Penelitian Ilmu
and Trauma Registry. 164-171. Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis,
(accessed 23 juni 2016). dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Hemigway, H, croft, P., et al. (2013). Prognosis
Research Strategy (PROGRESS): A Padila. ( 2012). Keperawatan Medikal Bedah.
framework for reserching clinical Yogyakarta: Nuhamedika.
outcome. BMJ, 346, 1-11.
Rezaei Ali Mohammad, et.al. (2014). Correltion
Japardi, I. (2007). Cedera Kepala: Memahami Of Revised Trauma Score With
aspek-aspek penting dalam pengelolaan Mortality Rate Of Ttrumatic Patients
penderita cedera kepala. Jakarta; PT Within the First 24 Hours Of
Bhuana Ilmu Populer. Hospitalization: Zahedan Journal of
Research in medical Sciences.

248
Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Aprilia, Gambaran Status Fisiologis..

http://www.zjrms.ir. Diakses Pada


Tanggal 24 Juni 2016.

Riyanto Agus. (2013). Statistik Deskriptif


untuk kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Salim Carolina. (2015). Sistem Penilaian


Trauma score. J Trauma, 61, 718-722:
Jurnal Http://ejounal.unsrat.ac.id.
Diakses pada tanggal 16 juni 2016.

Shenoy Rajgopal K. (2014). Buku Ajar Ilmu


Bedah. Tanggerang: Karisma
Publishing Group.

Smeltzer. S. Barre.(2002). Medical Surgical


Nursing. Philadelphia; Davis plus.

Sumarno Makam et.,al. (2012). Cidera Kepala.


Balai Penerbit FK UI Jakarta.

Suriadi. (2013). Asuhan Keperawatan pada


anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto.

Williams Lippincott. (2009). Kapita Selekta


Penyakit Dengan Implikasi
Keperawatan. Jakarta: EGC.

World Health Organization. (2004). Motorcyce-


releted road traffic crashes in kenya
facts& figures.

249

Anda mungkin juga menyukai