Anda di halaman 1dari 31

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU UNTUK MENINGKATKAN

MUTU LAYANAN PENDIDIKAN DI SLB

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah
Pengelolaan Pendidikan

Dosen Pembina:
Dr. Cepi Triatna, M.Pd.

Disusun oleh:

Hamidah Muniroh
1305084

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., karena berkat rahmat
dan karuniaNya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah berjudul PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU UNTUK


MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN DI SLB ini diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Pengelolaan
Pendidikan semester genap yang diampu oleh Dr. Cepi Triatna, M.Pd.

Makalah ini berisi konsep mutu layanan pendidikan di SLB, posisi guru
dalam layanan pendidikan di SLB, peran guru dalam layanan pendidikan di SLB,
berikut cara meningkatkan kemampuan guru SLB.

Makalah ini dibuat salah satunya untuk memaparkan pentingnya


meningkatkan kualitas guru sebagai salah satu solusi peningkatan mutu layanan
pendidikan di SLB.

Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan


dalam penyusunan laporan ini, baik dalam bentuk materil maupun moril yang tidak
mampu disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak, semoga Allah Swt.,
memberikan ganjaran dengan kebaikan yang berlipat ganda. Aamiin.

Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi


pembaca, dan umumnya bagi era baru dunia pendidikan.

Terdapatnya kesalahan dalam tulisan ini ialah hal yang wajar sebagai
konsekuensi logis dari proses pembelajaran. Karena itu penulis sangat terbuka
untuk menerima kritik yang membangun.

Bandung, April 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan ...................................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................................... 4
A. Konsep Kemampuan Guru .................................................................................... 4
B. Konsep Sekolah Luar Biasa ................................................................................... 5
C. Konsep Mutu Layanan Pendidikan ....................................................................... 8
D. Posisi Guru dalam Layanan Pendidikan............................................................. 10
E. Peran Guru dalam Layanan Pendidikan ............................................................ 11
F. Peningkatan Kemampuan Guru.......................................................................... 13
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................... 16
A. Kemampuan Guru SLB......................................................................................... 16
B. Mutu Layanan Pendidikan di SLB ....................................................................... 18
C. Posisi Guru dalam Layanan Pendidikan di SLB ................................................ 21
D. Peran Guru dalam Layanan Pendidikan di SLB ................................................ 22
E. Cara-cara untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SLB .................................. 23
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ 26
Kesimpulan .................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 27

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis-jenis Tenaga Kependidikan.......................................................6

Tabel 2.2 Deskripsi Tugas Jabatan Tenaga Kependidikan...................................7

Tabel 2.3 Pembinaan dan Pengembangan Keprofesian Guru............................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana dijelaskan dalam UU. No 20 tahun 2003 pasal 3, bahwa
pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut diperlukan adanya pendidikan yang memiliki mutu layanan yang
berkualitas.
Layanan dalam pendidikan mencakup berbagai hal yang terdapat dalam
pendidikan. Diantaranya pembelajaran, administrasi, keuangan, bimbingan dan
konseling, kesehatan, sistem informasi, dan sebagainya. Pelayanan yang baik
pada setiap jenis layanan tersebut sangat dibutuhkan untuk mewujudkan mutu
layanan yang berkualitas dalam pendidikan. Terlebih dalam hal pembelajaran
yang merupakan inti dari layanan yang diberikan oleh penyelenggara pendidikan.
Menurut Asril (2012, hlm. 1) pendapat tradisional menyatakan bahwa
belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan.
Sementara itu ahli pendidikan modern merumuskan bahwa belajar adalah suatu
bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan
dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalam dan latihan. Dalam
proses pembelajaran itu diperlukan adanya guru yang memberikan pengajaran
kepada murid. Bahkan menurut Mulyasa (2011, hlm. 37), guru memiliki peranan
yang lebih dari sekedar pengajar, melainkan juga sebagai pendidik, pembimbing,
pelatih, penasehat, model dan teladan, pendorong kreativitas dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa guru memiliki
peranan yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu
diperlukan adanya guru yang memiliki kompetensi keguruan, yakni kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam UU no. 14 tahun 2005
pasal 10 bahwa Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi

1
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Meskipun begitu dalam kenyataannya masih banyak ditemukan guru yang
belum memenuhi kompetensi keguruan tersebut. Misalnya guru yang memiliki
kompetensi profesi di bidang eksakta tidak mengajar di sekolah umum yang ia
kuasai, melainkan di sekolah luar biasa yang ia tidak kuasai sama sekali. Pada
salah satu SLB di Tabek Panjang ditemukan 30% dari tenaga pendidik bukan
merupakan lulusan Pendidikan Luar Biasa (diakses di www.repository.uin-
suska.ac.id). Hal itu tentu saja sangat berpengaruh terhadap proses
pembelajaran yang berlangsung di sekolah luar biasa tersebut. Karena
sebagaimana dijelaskan di atas guru memiliki peranan yang yang sangat penting
dalam pembelajaran. Apalagi di SLB, yang mana murid-muridnya memerlukan
bimbingan guru secara lebih intensif. Mereka membutuhkan penangan khusus
sesuai dengan jenis hambatannya, pembinaan diri khusus yang ditujukan untuk
kecakapan hidupnya dan sebagainya. Yang mana hal tersebut hanya dapat
dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi di bidang tersebut. Sebab guru
yang memiliki kompetensi di bidang tersebut akan dapat memberikan pelayanan
yang sesuai dan berkualitas, berbeda dengan guru yang tidak memiliki
kompetensi di bidang tersebut.
Setelah mengkaji beberapa hal mengenai mutu layanan pendidikan di SLB
sebagiamana tertulis di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai korelasi
antara peningkatan kemampuan guru dengan mutu layanan pendidikan di SLB.
Oleh karena itu makalah ini diberi judul peningkatan kemampuan guru untuk
meningkatkan mutu layanan pendidikan di SLB.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ni
antara lain:
1. Bagaimana konsep mutu layanan pendidikan di SLB?
2. Bagaimana posisi guru dalam layanan pendidikan di SLB?
3. Bagimana peran guru dalam layanan pendidikan di SLB?
4. Bagaimanan cara untuk meningkatkan kemampuan guru di SLB?
C. Tujuan
Sebagaimana rumusan masalah yang dijukan di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini antara lain:
1. Memahami konsep mutu layanan pendidikan di SLB
2. Memahami posisi guru dalam layanan pendidikan di SLB
3. Memahami peran guru dalam layanan pendidikan di SLB
4. Memahami cara-cara untuk meningkatkan Kemampuan Guru di SLB
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Kemampuan Guru


1. Pengertian Guru
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada
Pasal 1 ayat 1 menyebutkan “guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Guru adalah pengelola pendidikan yang berinteraksi langsung dengan
peserta didik. Oleh sebab itu apa yang dilakukan guru mencerminkan
bagaimana masa depan peserta didiknya, sebagai salah satu penentu
keberhasilan belajar peserta didik.
Maka dapat dismpulkan bahwa guru adalah tenaga pendidik
profesional yang memberikan pengajaran pada peserta didik sehingga
berperan besar sebagai penentu keberhasilan mereka.
2. Pengertian Kemampuan Guru
Salah satu unsur penting yang harus ada setelah siswa adalah guru.
Adalah hal yang wajar bila guru selalu disinggung dengan profesionalisme.
Sebab tanpa profesionalisme, profesi mendidik akan sulit dilakukan. Kunci
yang harus dimiliki oleh setiap pengajar adalah kompetensi. Hal tersebut
sebagaimana tercantum dalam UU no. 14 tahun 2005 pasal 10 bahwa
kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

a. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi ini menyangkut kemampuan seorang guru dalam memahami
karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh murid melalui berbagai
cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami murid melalui
perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan murid.

4
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang
harus dimiliki oleh guru profesional dengan cara mencerminkan
kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif,
bersikap dewasa dan berwibawa serta mempunyai akhlak mulia untuk
menjadi sauri teladan yang baik.
c. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh
guru yaitu dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan
mendalam.
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang pendidik melalui cara yang baik dalam berkomunikasi dengan
murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga dengan orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar.

B. Konsep Sekolah Luar Biasa


Sekolah khusus atau SLB adalah tempat pendidikan ABK yang paling
umum dan paling banyak dijumpai. SLB tidak sama dengan sekolah umum. SLB
atau Sekolah Luar Biasa adalah salah satu bentuk layanan pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK), yaitu sekolah segregasi. Pada konsep SLB, ABK
menempuh pendidikan terpisah dari anak pada umumnya yang tidak memiliki
ketunaan. ABK menempuh pendidikan bersama-sama siswa ABK lainnya
dengan jenis ketunaan sejenis dalam satu sekolah. Karenanya keragaman SLB
di Indonesia menyesuaikan dengan keragaman ABK.
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Istilah anak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah sebutan bagi


anak berkelainan. Ada juga yang menyebutnya abnormal, yaitu tidak normal
atau berbeda dari yang normal (Amin dan Dwidjosumarto, 1979, hlm. 20).

Berbeda dari yang normal pada pengertian ini adalah anak-anak yang
menunjukkan perbedaan pada perkembangan fisik, mental, atau sosial dari
anak pada umumnya, sehingga membutuhkan bantuan khusus dalam
perkembangan jasmani maupun akademik (Amin dan Dwidjosumarto, 1979,
hlm. 20).

Batas perbedaan yang menjadikan seorang anak layak disebut


berkebutuhan khusus adalah jika perbedaannya menyebabkan hambatan
dalam belajar maupun perkembangan sosial. Misalnya, seorang anak tuna
netra, akibat kebutaannya Ia tidak mampu belajar dengan cara yang sama
dengan teman-teman di kelasnya serta tidak mampu merespon stimulus
visual dalam pergaulan sosial, maka anak tersebut tergolong ABK.
Sedangkan perbedaan yang tidak menyebabkan hambatan tidak
menjadikannya dikategorikan ABK seperti anak yang botak atau bergigi
ompong.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Anak


Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki perbedaan dari anak
pada umumnya baik perbedaan dari segi fisik maupun psikologis yang
menyebabkan hambatan dalam perkembangan sosial dan akademik.

2. Pengertian Pendidikan Khusus


Keberadaan ABK sebagai warga negara Indonesia menjadikannya
memiliki hak yang sama dengan warga negara pada umumnya, salah
satunya adalah memperoleh pendidikan yang secara umum dinyatakan
dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1). Lebih spesifik lagi, pada UU No.20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat (2), tertulis “Warga
negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan/atau sosial berhak memperoleh Pendidikan Khusus”. Kemudian
ditegaskan pada UU yang sama di Pasal 23 Ayat (1): “Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam
mengikuti pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.
Meskipun memiliki hak yang sama, pendidikan yang ditempuh oleh ABK
tidak sama dengan anak pada umumnya. Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun
2003, pendidikan bagi ABK dikenal dengan sebutan Pendidikan Khusus.
Menurut Amin dan Dwidjosumarto (1979, hlm. 60) pendidikan khusus lebih
berperan pada cara-cara mendongkrak potensi ABK agar memiliki
penghidupan yang layak, setidaknya dalam hal kemandirian.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan


khusus adalah pendidikan yang diberikan pada Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) untuk mengoptimalkan dan mengaplikasikan potensi ABK untuk
kemandirian hidupnya dalam kegiatan sehari-hari.

3. Pengertian Sekolah Luar Biasa


ABK dapat dididik di berbagai tempat pendidikan, yakni sekolah khusus, kelas
khusus, kelas jauh, dan lain sebagainya.

Pada umumnya setiap SLB diperuntukkan bagi salah satu jenis


ketunaan, seperti sekolah untuk tunanetra, tidak sama dengan sekolah untuk
tunarungu. Ada juga sekolah bagi anak dengan ketunaan ganda, misalnya
anak tunanetra yang memiliki keterbelakangan mental. Jenis SLB
berdasarkan ketunaannya diwakili oleh alfabet A, B, C, dan seterusnya
sebagai berikut:
- SLB A (tunanetra). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan hambatan
penglihatan, baik sebagian ataupun seluruhnya.
- SLB B (tunarungu). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan
hambatan pendengaran.
- SLB C (tunagrahita). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan
hambatan kecerdasan.
- SLB D (tunadaksa). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan
hambatan fisik.
- SLB E (tunalaras). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan hambatan
emosi dan sosial.
- SLB G (tuna ganda). Sekolah ini diperuntukkan bagi anak dengan
ketunaan ganda.
Meskipun banyak jenisnya, tujuan umum pendidikan di SLB sama dengan
tujuan pendidikan umum yang termaktub dalam Undang-Undang. Yang
membedakan adalah tujuan khusus menurut Amin dan Dwidjosumarto (1979,
hlm. 61) sebagai berikut:
- Dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya. Maksud dari
potensi ini adalah berkembangnya kemampuan tersebut menjadi
kelengkapan yang berarti setelah diubah menjadi kecakapan hidup.
- Dapat menolong diri, berdiri sendiri, dan berguna bagi masyarakat. Yang
dimaksud dengan menolong diri adalah ia mampu berbuat untuk
kepentingan dirinya sendiri, seperti makan, mandi, berpakaian, dan lain
sebagainya.
- Kaya akan kehidupan lahir dan batin. ABK dapat dipupuk supaya percaya
pada dirinya sendiri, berteman dengan baik, dan memiliki kehidupan yang
layak.
Selain tujuan khusus, pendidikan di SLB juga memiliki fungsi khusus
sebagaimana yang dikemukakan Amin dan Dwidjosumarto (1979, hlm. 64):

- Dapat merealisasikan diri. Pendidikan harus membantu ABK


merealisasikan potensinya meskipun diliputi berbagai hambatan
- Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi. Layanan pendidikan
harus mengikis hambatan psikis ABK dalam komunikasi
- Dapat bertindak serasi dan efisien
- Dapat ikut bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Kebahagiaan
ABK bukan terletak pada pemanjaan yang berlebihan, melainkan pada
peranannya sebagai anggota masyarakat yang wajar
- Dapat berpartisipasi dalam pembangunan
Tujuan dan fungsi khusus pendidikan di atas menggambarkan bahwa output
SLB yang baik adalah ABK yang mampu merealisasikan potensinya dalam
bentuk partisipasi sebagaimana anggota masyarakat pada umumnya.

C. Konsep Mutu Layanan Pendidikan


1. Pengertian Mutu
Mutu adalah hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-
hari. Tanpa mutu, sesuatu hal akan kehilangan jati dirinya. Menurut Wiyono
(dalam Makawimbang, 2011, hlm. 43) mutu ditentukan oleh pengalaman
nyata pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan dan selalu
menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif.
Sedangkan menurut Garvin dan Davis (dalam Makawimbang, 2011,
hlm. 44) mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Mutu merupakan konsep yang terus mengalami perkembangan, lebih
jauh Garvin (dalam Makawimbang, 2011, hlm. 47) mengemukakan evolusi
konsep mutu dan mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif mutu
yakni:
- Transcendental Approach
Dalam pandangan ini mutu dapat dirasakan atau diketahui, namun sulit
didefinisikan dan dioperasionalkan karena bersifat relatif. Seperti sudut
pandang dalam menilai keindahan seni rupa, seni tari, dan kecantikan
wajah.
- Product-based Approach
Pandangan ini menganggap mutu sebagai karakteristik yang dapat diukur.
Perbedaan dalam kualitas dicerminkan ke dalam kuantitas seperti berapa
jumlah atribut yang dimiliki produk. Objektivitas pandangan ini tak dapat
menjelaskan preferensi individual.
- User-based Approach
Berdasarkan pandangan ini, mutu tergantung penilaian orang yang
memakainya. Produk yang bermutu tinggi adalah produk yang mampu
memuaskan pemakainya.
- Manufacturing-based Approach
Menurut pandangan ini, mutu ditentukan oleh standar-standar yang
ditetapkan perusahaan, bukan pemakai atau konsumennya. Pandangan ini
berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal.
- Value-based Approach
Dalam pandangan ini mutu ditentukan oleh nilai dan harga. Produk dengan
kualitas tinggi belum tentu bernilai tinggi, sebab produk yang bernilai
adalah yang paling tepat beli.
2. Pengertian Layanan Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (diakses di
www.kbbi.web.id), pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain.
Adapun pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang, juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa layanan pendidikan adalah usaha
melayani perubahan tingkah laku ke arah positif melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.
Pada dasarnya lembaga pendidikan bertujuan memberikan layanan
kepada pihak yang telah memberi kepercayaan padanya.
Layanan ini dapat dilihat dalam berbagai bidang, mulai dari layanan
dalam bentuk fisik, maupun yang tidak berwujud langsung yakni mutu
pendidik.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mutu


layanan pendidikan adalah kualitas layanan sebagai produk lembaga pendidikan
yang diharapkan dapat memuaskan pemakainya.

D. Posisi Guru dalam Layanan Pendidikan

Tim Dosen Administrasi Pendidikan (2005, hlm. 106) menggambarkan jenis-


jenis tenaga kependidikan untuk lingkungan departemen pendidikan nasional
pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1
Jenis-jenis Tenaga Kependidikan
Tempat Kerja di Luar
Status Ketenagaan Tempat Kerja di Sekolah
Sekolah
Tenaga Struktural *Kepala Sekolah *Pusat: Menteri, Sekjen,
*Wakil Kepala Sekolah Dirjen
- Urusan Kurikulum *Wilayah: Ka Kanwil,
- Urusan Kesiswaan Kormin, Kepala Bidang
- Urusan Sarana *Daerah:
Prasarana Kakandepdiknas
- Urusan Layanan Kab/Kec.: Kasi (pejabat-
Khusus pejabat eksekutif umum
yang secara tidak
langsung atas
penyelenggaraan satuan
pendidikan)
Tenaga Fungsional *Guru *Penilik
*Pembimbing/Penyuluh *Pengawas
(Guru BP) *Pelatih (Pengelola
*Peneliti Diklat)
*Pengembang *Tutor dan Fasilitator,
*Kurikulum dan misalnya pada Pusat
Teknologi Pendidikan Kegiatan Guru Tingkat
*Pengembang Tes Kerja Bersama
*Pustakawan *Pengembangan
Pendidikan (anggota staf
perencana pengembang
organisasi)
Tenaga Teknis *Laboran *Teknisi Sumber Belajar/
*Teknisi Sumber Belajar Sanggar Belajar
*Pelatih (olahraga); *Petugas Tata Usaha
kesenian dan
keterampilan
*Petugas Tata Usaha

Dalam tabel tersebut, tampak bahwa posisi guru dalam layanan pendidikan
adalah sebagai tenaga fungsional.

E. Peran Guru dalam Layanan Pendidikan

Deskripsi jabatan guru dalam layanan pendidikan diuraikan di tabel 2.2 (Tim
Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan, 2005, hlm. 107)

Tabel 2.2
Deskripsi Tugas Jabatan Tenaga Kependidikan

No Jabatan Deskripsi Tugas


1 Kepala Sekolah Bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan
penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya baik
ke dalam maupun ke luar yakni dengan
melaksanakan segala kebijaksanaan, peraturan,
dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
lembaga yang lebih tinggi
2 Wakil Kepala Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah
Sekolah (Urusan dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang
Kurikulum) berkaitan langsung dengan pelaksanaan
kurikulum dan proses belajar mengajar
3 Wakil Kepala Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah
Sekolah (Urusan dalam penyelenggaraan kegiatan kesiswaan dan
Kesiswaan) ekstrakurikuler
4 Wakil Kepala Bertanggung jawab atas kegatan-kegiatan
Sekolah (Urusan inventarisasi pendayagunaan dan pemeliharaan
Sarana Prasarana) sarana prasarana serta keuangan sekolah
5 Wakil Kepala Bertanggung jawab membantu Kepala Sekolah
Sekolah (Urusan dalam penyelenggaraan layanan-layanan khusus,
Pelayanan Khusus) seperti hubungan masyarakat, bimbingan dan
penyuluhan, usaha kesehatan sekolah, dan
perpustakaan sekolah
6 Guru Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas
mengajar (membelajarkan) peserta didik
7 Guru BP Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program bimbingan dan penyuluhan di sekolah
dengan membantu menanggulangi masalah-
masalah pribadi, kesulitan belajar dan karir masa
depan peserta didik
8 Pengembang Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
Kurikulum dan program-program pengembangan kurikulum dan
Teknologi pengembangan alat bantu pengajaran
Pendidikan
9 Pengembang Tes Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program-program pengembangan alat
pengukuran dan evaluasi kegiatan-kegiatan
belajar dan kepribadian peserta didik
10 Pustakawan Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program kegiatan pengelolaan perpustakaan
sekolah
11 Laboran Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program kegiatan pengelolaan laboratorium
sekolah
12 Teknisi Sumber Bertanggung jawab atas pengelolaan dan
Belajar pemberian bantuan teknis sumber-sumber belajar
bagi kepentingan belajar peserta didik dan
pengajaran guru
13 Pelatih Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
program-program kegiatan latihan seperti lah
raga, kesenian, keterampilan yang
diselenggarakan di sekolah
14 Petugas Tata Bertanggung jawab atas penyelenggaraan
Usaha kegiatan-kegiatan dan pelayanan administratif
atau teknis operasional pendidikan di sekolah

Pada tabel tersebut tampak bahwa peran guru dalam layanan


pendidikan adalah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas mengajar
(membelajarkan) peserta didik.
Peran guru juga dijabarkan dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, pada Bab I membahas tentang definisi guru bahwa
guru merupakan pendidik profesional yang tugas utamanya berat, yaitu
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Maka dapat disimpulkan bahwa peran guru adalah pelaksana tugas
mengajar peserta didik meliputi mendidik, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi.
F. Peningkatan Kemampuan Guru

Menurut Sagala (2009a, hlm. 221) pembinaan guru berarti meningkatkan


kualitas dan pelayanan. Dewasa ini dikenal dua jalur program pengembangan
profesi guru, yakni jalur pendidikan formal dan informal.
Jalur pendidikan formal disebut juga pre service. Menurut Loretta dan
Stein (dalam Sagala, 2009a, hlm. 222) kategori pendidikan profesional pre
service teacher education adalah: (1) suatu studi yang diwajibkan untuk guru,
(2) penataran guru untuk memenuhi kebutuhan pejabat (emloyer) dan pegawai
(empeloyee) daerah tertentu, (3) suatu program pelajaran berkelanjutan yang
ditentukan secara individual atau mata pelajaran yang dipilih untuk memenuhi
minat atau kebutuhan menuju pencapaian spesifik atau gelar, dan (4)
pengembangan kedudukan staf (staf development) suatu program pengalaman
yang didesain untuk memperbaiki kedudukan seluruh anggota staf baik secara
pribadi maupun kelompok (Nurtain, dalam Sagala, 2009a, hlm. 223).
Sedangkan pendidikan bagi tenaga kependidikan jalur non formal disebut
juga program in service. Bentuk kegiatan in service adalah penataran atau
pelatihan. Berbeda dengan kegiatan pre service, kegiatan in service terkesan
kurang sistematis, sebab dilaksanakan atas dasar kebutuhan dan permintaan
guru untuk meningkatkan profesionalnya. Sebagian besar program ini
dilaksanakan karena rendahnya keahlian guru tertentu, sehingga butuh
ditingkatkan melalui kegiatan pelatihan yang diadakan oleh pemerintah.
Apapun jalurnya, pendidikan tenaga kependidikan atau disebut juga
pengembangan profesi guru selalu terkait langsung dengan tugas utamanya,
mulai dari menyusun kurikulum, membimbing siswa dalam kegiatan
ekstrakurikuler, sampai tugas-tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah
sesuai dengan jenjangnya (Danim, 2012, hlm. 89).
Berikut ini ranah pembinaan dan pengembangan keprofesian guru dikutip
dari buku Pengembangan Profesi Guru (Danim, 2012, hlm. 89).
Tabel 2.3
Pembinaan dan Pengembangan Keprofesian Guru
Kegiatan Pembinaan dan
Wadah Kegiatan Persyaratan/Sifat
Pengembangan Keprofesian
Aktivitas kolektif guru yang  KKG  Berfokus pada
meningkatkan kompetensi dan  MGMP kompetensi atau
keprofesian  Wadah lain menjunjung
 Melembaga
 Bukti fisik
Pendidikan dan pelatihan  LPMP  Berfokus pada
 L4TK kompetensi atau
 LPTK/PT menjunjung
 Dinas Pendidikan  Melembaga
 Training provider  Bukti fisik
lain  Terakreditasi/diakui
Pemagangan  Satuan pendidikan  Berfokus pada
 Dunia industri kompetensi atau
 Lembaga pelatihan menjunjung
 Lembaga  Melembaga
internasional  Bukti fisik
 Terakreditasi/diakui
Publikasi ilmiah atas hasil  Jurnal  Berfokus pada
penelititan atau gagasan  Majalah kompetensi atau
inovatif  Media massa menjunjung
 Melembaga
 Bukti fisik
 Terakreditasi atau
legal
Karya inovatif  Individual  Bukti fisik
 Laboratorium  Deskripsi proses
 Dunia kerja lahirnya dan
makna karya
 Berfokus pada
kompetensi atau
menjunjung
Presentasi pada forum ilmiah  Seminar akademik  Berfokus pada
dan sejenisnya kompetensi atau
 Seminar hasil menjunjung
penelitian  Melembaga
 Bukti fisik
 Terakreditasi atau
legal
Publikasi buku teks pelajaran  Penerbit  Berfokus pada
yang lolos penilaian oleh Badan internasional kompetensi atau
Standar Nasional Pendidikan  Penerbit nasional menjunjung
 Penerbit milik  Melembaga
pemerintah  Bukti fisik
 Penerbit  Publikasi nasional
lokal/lembaga  Ber-ISBN
Publikasi buku pengayaan  Penerbit nasional  Berfokus pada
 Penerbit kompetensi atau
lokal/lembaga menjunjung
 Melembaga
 Bukti fisik
 Publikasi nasional
 Ber-ISBN
Publikasi buku pedoman guru  Penerbit nasional  Berfokus pada
 Penerbit kompetensi atau
lokal/lembaga menjunjung
 Melembaga
 Bukti fisik
 Publikasi nasional
 Ber-ISBN
Publikasi pengalaman lapangan  Penerbit nasional  Berfokus pada
pada pendidikan khusus atau  Penerbit kompetensi atau
pendidikan layanan khusus lokal/lembaga menjunjung
 Melembaga
 Bukti fisik
 Publikasi nasional
 Ber-ISBN
Penghargaan atas prestasi atau  Lembaga  Bentuk fisik
dedikasi sebagai guru yang pemerintahan penghargaan
diberikan oleh pemerintah atau  Penyelenggaraan  Tingkat
pemerintah daerah pendidikan penghargaan
 Organisasi
kemasyarakatan
 Organisasi profesi

Pada tabel di atas, jelaslah bahwa kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi
guru terdiri dari berbagai wadah dan sifat yang beragam, tergantung fokus,
penyelenggara, dan sasarannya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kemampuan Guru SLB


Kompetensi guru adalah kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Namun selaiin 4 kompetensi di
atas, guru SLB juga harus memiliki pengetahuan dan menguasai keterampilan
tambahan. Pengetahuan yang harus dimiliki guru SLB, dikutip dari Amin dan
Dwidjosumarto (1979, hlm. 86) adalah:

- Pengetahuan tentang masalah-masalah umum yang dihadapi ABK


- Pengetahuan tentang klasifikasi dan cara-cara mengidentifikasi ABK
- Sebab-sebab anak mengalami hambatan
- Pengetahuan tentang karakteristik atau ciri-ciri ABK
- Aspek prognosis baik yang bersifat tradisional maupun yang modern
- Perkembangan ABK meliputi aspek jasmani, psikologis, sosial, dan moral
- Pengetahuan tentang pengelolaan penyelenggaraan pendidikan khusus dari
berbagai jenis hambatan
- Pengetahuan tentang pendidikan vokasional yang dapat memberi bekal
kepada ABK setelah meninggalkan sekolah
- Pengetahuan tentang pelayanan terhadap ABK yang telah lulus
- Pengetahuan tentang berbagai usaha untuk meningkatkan pelayanan
terhadap ABK baik di sekolah, di lingkungan rumah, maupun masyarakat
- Pengetahuan tentang pendidikan dan rehabilitasi

Adapun keterampilan yang harus dikuasai oleh guru SLB dikutip dari
Amin dan Dwidjosumarto (1979, hlm. 88) adalah:

- Keterampilan dalam menggunakan metode yang tepat sesuai dengan


hambatan anak
- Keterampilan menggunakan sumber belajar yang ada
- Keterampilan membuat alat peraga sederhana dengan bahan yang mudah
diperoleh di lingkungan sekitar
- Keterampilan menciptakan jenis kegiatan yang memungkinkan siswa
memeroleh pekerjaan di masyarakat

16
- Keterampilan mengadakan seleksi dalam menentukan materi, metode,
media, dan cara evaluasi, dengan bertolak pada potensi dan hambatan siswa.

Guru SLB harus memahami dan menguasai seluruhnya, tidak mengetahui


salah satu unsur saja merupakan kekurangan yang berarti karena dapat
menghambat kelancaran dan kesempurnaan pelaksanaan tugas dan kualitas
hasilnya.

Guru SLB yang baik juga harus mampu mengembangkan prinsip-prinsip


pendekatan terhadap siswa, dalam hal ini ABK, yang berbeda dengan
pendekatan terhadap siswa non ABK, dikutip dari Efendi (2005, hlm. 24)
sebagai berikut:
- Prinsip kasih sayang. Upaya yang dilakukan adalah: (a) tidak bersikap
memanjakan, (b) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan
(c) memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak
- Prinsip layanan individual. Upaya yang dilakukan adalah: (a) jumlah siswa
yang dilayani guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam setiap kelasnya, (b)
pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel, (c)
penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat
menjangkau semua siswanya dengan mudah, dan (d) modifikasi alat bantu
pengajaran
- Prinsip kesiapan. Upaya yang dilakukan adalah memastikan anak siap
menerima materi pelajaran yang akan diberikan, terutama pengetahuan
prasyarat, fisik, dan mental yang dibutuhkan untuk menunjang pelajaran
berikutnya
- Prinsip keperagaan. Kelancaran pembelajaran ABK sangat didukung oleh
media pembelajaran. Media pembelajaran yang baik adalah media yang
mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan guru.
- Prinsip motivasi. Hal ini menitikberatkan pada cara mengajar dan pemberian
evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak berkelainan.
- Prinsip belajar dan kerja tim. Arah penekanan prinsip ini adalah sebagai salah
satu dasar mendidik ABK, agar mereka dapat bergaul dengan masyarakat
sekitar tanpa perlu merasa minder.
- Prinsip keterampilan. Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada ABK
harus memiliki fungsi selektif, edukatif, rekreatif, terapi, dan yang paling
penting dapat menjadi bekal dalam kehidupannya di masa mendatang
- Prinsip penyesuaian sikap. Secara fisik dan psikis sikap ABK memang kurang
adaptif, mereka cenderung memiliki perilaku stereotip yang asing bagi
masyarakat pada umumnya, sehingga penting untuk memodifikasi perilaku
tersebut.

Prinsip-prinsip ini direalisasikan dalam pola pengajaran guru SLB terhadap ABK,
serta dikolaborasikan dengan 4 kompetensi guru.

B. Mutu Layanan Pendidikan di SLB


Tujuan pembelajaran di sebagian SLB masih berfokus pada tujuan umum
dan kesetaraan akademik, tanpa mempertimbangkan implikasinya terhadap
kemandirian peserta didik. Padahal layanan pendidikan di SLB dikatakan
bermutu apabila pendidikan tersebut berhasil mencetak ABK yang memiliki
kecakapan hidup bermasyarakat sesuai dengan potensi yang dimilikinya sesuai
tujuan khusus pendidikan di SLB.

Pendidikan khusus yang bermutu adalah yang mampu menghasilkan


kompetensi hidup peserta didik, dalam hal ini Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
agar mampu menjalani kehidupan sebagai manusia yang mandiri, atau paling
tidak dengan bantuan minimum.

Fokus mutu lulusan SLB yang mampu mengaktualisasikan kemandiriannya


bukan dalam artian di SLB hanya diajarkan pendidikan bina diri dan
semacamnya. ABK juga diajarkan materi pelajaran umum, namun setiap materi
pelajaran diadaptasi dari kebutuhan belajar siswa ABK yang aplikatif dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam mata pelajaran matematika, tidak perlu
diajarkan tentang konsep akar bilangan, melainkan tentang penjumlahan dan
pengurangan dalam setting jual beli. Pada proses ini, layanan pendidikan yang
diberikan memerlukan keterampilan mengadaptasi mata pelajaran ke dalam
kompetensi kehidupan sehari-hari yang dirumuskan oleh guru.

Output dengan kecakapan hidup yang memadai tidak serta merta


dihasilkan tanpa kerja sama setiap elemen organisasi. Lulusan yang baik
merupakan buah dari terjalinnya kerja sama yang baik, mulai dari guru, orang
tua, kepala sekolah, dan anggota pengelola SLB lainnya. Lulusan yang bermutu
adalah hasil pengelolaan organisasi pendidikan yang bermutu pula.

Sagala (2009b, hlm. 244) mengkategorikan organisasi pendidikan menjadi


4, yaitu organisasi pendidikan kategori rutin, efektif, unggul, dan berhasil.
Organisasi pendidikan dapat dikatakan mapan apabila telah mencapai dua
kategori terakhir, karena organisasi kategori unggul dan berhasil berarti telah
memenuhi kategori rutin dan efektif. Ciri-ciri organisasi pendidikan yang unggul
adalah sebagai berikut:

1. Tidak terlalu terbebani “suasana hierarkis”. Memiliki komitmen yang tinggi


terhadap mutu, namun tetap memberikan ruang gerak kreativitas, inovasi,
dan improvisasi sebagai prestasi perorangan. Pada SLB, hal ini dapat
diidentifikasi dari sejauh mana sebuah SLB memberikan pendidikan dan
kewenangan kepada guru kelas untuk berkreasi, menciptakan inovasi, dan
mengimprovisasi metode, bahan, serta media pembelajaran agar dapat
dipahami oleh setiap siswanya, yang meskipun dalam satu kelas memiliki
jenis ketunaan yang sama, masing-masing memiliki kemampuan dan
kebutuhan yang berbeda. Terujinya kreativitas guru SLB adalah suatu
keniscayaan, mengingat ABK adalah peserta didik yang masing-masing
memiliki karakteristik yang sangat beragam, mulai dari baseline sampai
prestasi belajar, namun memiliki target yang kurang lebih sama yaitu
menjadi pribadi yang mandiri.
2. Adanya kesesuaian visi dan misi terhadap tujuan yang dicanangkan
pemerintah. Adapun visi SLB yang dicanangkan pemerintah adalah
“terwujudnya pelayanan pendidikan optimal untuk mencapai kemandirian
bagi anak-anak berkebutuhan khusus” (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa, 2009, hlm. 7). Sedangkan misi SLB adalah:
a. Memperluas kesempatan dan pemerataan bagi anak-anak berkebutuhan
khusus dan anak-anak yang mempunyai kecerdasan dan bakat istimewa
b. Meningkatkan mutu dan relevansi dan daya saing pendidikan khusus
dan pendidikan pelayanan khusus
c. Meningkatkan kepedulian dan memperluas jejaring pendidikan khusus
dan pendidikan layanan khsusus
d. Mewujudkan pendidikan inklusif secara baik dan benar di linhkungan
sekolah biasa, maupun keluarga/masyarakat (Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa, 2009, hlm. 7).
3. Mampu berkompetisi mencapai keunggulan. Organisasi yang unggul
mampu mengupayakan seluruh timnya bekerja keras, bermoral,
berlangsung dalam proses yang terus menerus dan dikembangkan dalam
proses pendidikan terutama di sekolah. Kategori unggul ini harus sampai
pada peserta didik, yang dalam tataran SLB, peserta didik dikatakan unggul
apabila menguasai dasar kecakapan akademis yang fungsional dan
kecakapan hidup.

Sedangkan organisasi pendidikan kategori berhasil dipaparkan Sagala (2009b,


hlm. 245) sebagai berikut:

1. Memiliki komitmen yang kuat terhadap tujuan dan siswanya dapat


mendemonstrasikan kemampuan intelektualnya melalui tes yang
terstandar. Pada SLB, selain kemampuan intelektual, kemampuan
vokasional juga harus mampu didemonstrasikan, yang diuji selain melalui
tes baku, juga melalui tes kemandirian yang diamati dari kehidupan sehari-
hari.
2. Menunjukkan struktur kewenangan yang dapat diadaptasikan. Pada SLB,
adaptasi struktur kewenangan ini berlaku tidak hanya internal, tapi juga
eksternal. Demi terwujudnya perkembangan yang optimal, pembelajaran
harus melibatkan orang-orang di luar organisasi, seperti orang tua dan
tenaga ahli pada disiplin ilmu terkait, yaitu psikolog dan tenaga medis jika
memang dibutuhkan. Meskipun bukan bagian dari struktur organisasi, SLB
perlu memberikan porsi pada tenaga-tenaga lain untuk terlibat dalam
penanganan ABK sesuai dengan perannya masing-masing.
3. Tidak ada program menurut keinginan seseorang, tetapi semua program
diputuskan menjadi program dan kegiatan karena telah menjadi kebutuhan.
Karena iru sebelum menyusun rencana kegiatan lebih dulu dilakukan
asesmen, sehingga semuanya tepat sasaran. SLB dibangun serta merta
untuk memenuhi hak pendidikan ABK, maka programnya pun disusun
untuk mencapai tujuan tersebut.
C. Posisi Guru dalam Layanan Pendidikan di SLB
Sebagai tenaga fungsional, posisi guru dalam layanan pendidikan di SLB
setara dengan pembimbing/penyuluh (guru BP), peneliti, psikolog, terapis, dan
pengembang kurikulum dan teknologi pendidikan, yang kesemuanya berperan
langsung dengan peserta didik (ABK).

Guru memiliki posisi yang strategis, karena selain terjun langsung, guru
juga menjadi kunci keberhasilan pembelajaran peserta didik. Dalam
menjalankan fungsinya, guru dapat bekerja sama dengan sesama tenaga
fungsional untuk mengembangkan pembelajaran pada anak melalui dukungan
disiplin ilmu mereka yang serumpun. Contohnya adalah penanganan anak
tunalaras melalui kolaborasi antara orthopedagog dengan psikolog.

Selain dengan sesama tenaga fungsional, dalam melaksanakan layanan


pendidikan di SLB guru juga bisa membangun kerja sama secara vertikal, yakni
dengan tenaga struktural (kepala sekolah dan wakil-wakilnya). Contohnya
adalah kerja sama dengan wakil kepala sekolah di urusan kurikulum untuk
menyusun program pembelajaran individual bagi anak tunagrahita yang
membutuhkan penyelarasan kurikulum sesuai dengan hasil asesmen anak.

Kerja sama yang dijalin dalam rangka memberikan pelayanan pendidikan


di SLB juga dapat dilakukan dengan tenaga teknis, contohnya adalah kerjas
ama antara guru dengan pelatih kesenian untuk merealisasikan potensi seni
ABK.

Selain dalam memberikan layanan pendidikan, guru juga memiliki posisi


strategis dalam peningkatan mutu layanan pendidikan. Standar Nasional
Pendidikan (SNP) menetapkan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum NKRI yang dikutip dari Makawimbang (2011, hlm. 62)
meliputi:

- Standar kompetensi lulusan


- Standar isi
- Standar proses
- Standar pendidik dan tenaga kependidikan
- Standar sarana dan prasarana
- Standar pengelolaan
- Standar pembiayaan
- Standar penilaian pendidikan

Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini guru adalah salah satu
komponen penunjang peningkatan mutu pendidikan. Peranan guru yang besar
diatur dalam UU RI No.14 Th 2007 Tentang Guru dan Dosen bahwa Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. “Kedudukan guru sebagai tenaga profesional dan agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional”
(Makawimbang, 2011, hlm. 66).

D. Peran Guru dalam Layanan Pendidikan di SLB


Mengenali ciri-ciri ABK bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan yang memadai. ABK dengan hambatan fisik
biasanya lebih mudah dikenali dibandingkan ABK dengan hambatan
perkembangan kecerdasan dan psikologis. Karenanya guru selaku pendidik,
sering dianggap sebagai orang yang paling tinggi ilmunya terkait dengan ABK.

Ekspektasi masyarakat yang tinggi terhadap kompetensi guru SLB ini


menguntungkan karena selain mendidik, guru juga memegang peranan penting
dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap ABK. Berikut ini beberapa
peranan guru dalam layanan pendidikan di SLB dikutip dari Amin dan
Dwidjosumarto (1979, hlm. 105):
1. Sebagai pendeteksi dini hambatan dan kemampuan anak. Guru
berkesempatan mendeteksi perkembangan anak sedini mungkin. Apabila
terdapat gejala-gejala hambatan tertentu maka dapat ditangani lebih awal
sehingga masalah yang akan terjadi dapat dicegah atau setidaknya dikurangi
tingkat keparahannya.
2. Sebagai sumber informasi. Orang tua yang anaknya menunjukkan gejala
hambatan yang serius membutuhkan penerangan yang luas tentang kondisi
tersebut Guru harus menjadi yang terdepan, yang paling dipercaya orang
tua, sebab begitu banyak pandangan negatif dari masyarakat yang dapat
mengganggu orang tua. Informasi yang dapat guru berikan antara lain:
- Pengertian, bahwa sebagaimana anak pada umumnya, ABK pun berhak
memeroleh pendidikan, hanya saja dengan cara yang tidak sama dengan
anak pada umumnya
- Pengertian tentang asal usul, jenis, dan sifat hambatan yang disandang,
serta gambaran masa depan anak yang positif
- Pengertian bahwa ABK membutuhkan pendidikan yang layak sehingga
tidak perlu membedakan perlakuan dengan saudara-saudaranya yang
non ABK, karena SLB telah banyak tersedia
- Pengertian tentang perlunya ABK hidup bermasyarakat. Artinya, ABK
perlu bergaul, jangan dikurung dan dimanjakan, sebab pengisolasian dan
pemanjaan yang berlebihan dapat mengganggu perkembangan pribadi
dan sosial anak yang bersangkutan
- Bila orang tua tidak percaya bahwa anaknya tergolong ABK, guru
menganjurkan agar orang tua mendatangi tenaga ahli terkait, seperti
dokter mata (bila tunanetra), psikolog (bila tunagrahita), dan lain
sebagainya
- Jika orang tua memerlukan petunjuk bagaimana mendidik seorang ABK
usia pra sekolah, guru memberi saran untuk membawanya pada guru SLB
atau menunjukkan alamat kepala instansi pendidikan paling dekat

Maka dapat disimpulkan bahwa peran guru dalam layanan pendidikan di SLB
adalah sebagai tenaga profesional dengan tugas utama mendidik dan
menjadi referensi utama bagi orang tua terkait perkembangan maupun
akademik peserta didik, dalam hal ini ABK, untuk mendukung optimalisasi
pembelajaran mereka dalam berbagai situasi pendidikan, baik formal
maupun informal.

E. Cara-cara untuk Meningkatkan Kemampuan Guru SLB


Upaya peningkatan kemampuan guru SLB, lebih banyak dilakukan melalui
jalur in service, yakni berbentuk kepelatihan, misalnya workshop, seminar,
diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, dan lain sebagainya. Contoh
program in service yang telah terlaksana adalah sebagai berikut:

1. Pelatihan di lingkungan Balai Pendidikan Guru Sekolah Luar Biasa, Dinas


Pendidikan Jawa Barat (BPG SLB Disdik Jabar). Pelatihan ini tidak hanya
diikuti oleh guru SLB, melainkan seluruh guru sekolah dasar dan pendidikan
anak usia dini, dalam rangka menciptakan lingkungan sekolah dan
masyarakat yang inklusif.

Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemerataan layanan


pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus secara kuantitas dan
kualitas yang disertai peningkatan dan pengembangan kompetensi, serta
wawasan pendidik dan tenaga kependidikan. Visinya adalah terwujudnya
pendidik dan tenaga kependidikan profesional yang memiliki daya saing
dalam meningkatkan kualitas anak berkebutuhan khusus di Jawa Barat.
Sedangkan misinya adalah melatih dan mendidik guru SLB guna
meningkatkan kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi sosial.

Jenis pelatihannya sendiri meliputi pelatihan program mata pelajaran


umum terdiri dari Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan
Sosial, dan Seni Budaya.

Kemudian pelatihan program khusus meliputi Bina Komuniasi Persepsi


Bunyi dan Irama (BKPB) untuk tuna rungu, Orientasi Mobilitas (tuna netra),
Bina diri (tuna grahita, sistem isyarat bahasa Indonesia (SIBI) untuk tuna
rungu.

Lalu ada pelatihan Program Paket Keterampilan Pilihan terdiri dari


kerumahtanggaan (tata busana, tata boga, tata rias/ kecantikan), seni
pertunjukkan, seni tari, anyaman, menyulam, sablon, dan keramik. Selain itu
ada juga Program Pengembangan Layanan Pendidikan Khusus yang terdiri
dari pendidikan bagi autis, pendidikan inklusi, dan low vision (diakses di
www.pelita.or.id).

2. Pendidikan Kompetensi Guru SLB oleh pemprov Bali. Kegiatan ini


diperuntukkan bagi guru PNS SLB yang belum memiliki dasar-dasar
kompetensi Pendidikan Luar Biasa. Kegiatan ini diikuti oleh 26 orang guru
dari 13 SLB di seluruh Provinsi Bali.

Pendidikan kompetensi ini diselenggarakan di Pusat Pengembangan


Pemberdayaan Pendidik Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan
Pendidikan Luar Biasa (P4TK TK dan PLB) Bandung (diakses di
www.disdikpora.baliprov.go.id).

3. Pelatihan Guru Pembimbing Khusus dari SLB dan Sekolah Model Inklusi,
kerjasama dengan Helen Keller International Indonesia.

Pelatihan ini merupakan agenda rutinan Yayasan Pantara, yakni


memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru Sekolah Pantara untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, kemudian bekerjasama
dengan Direktorat Pendidikan Dasar, PPPG Keguruan, PPPG Kejuruan, dan
Pusdiklat Pegawai Depdikbud Pantara melaksanakan pelatihan untuk guru-
guru sekolah lain. Hingga tahun 2001 Yayasan telah melatih 760 orang guru
dalam 13 kali pelatihan, 6 kali diantaranya guru-guru yang berasal dari 27
propinsi, serta 1 kali penyuluhan guru dari 3 wilayah di DKI Jakarta. Peserta
pelatihan ini adalah guru-guru SD reguler dan SDLB (diakses di
www.yayasanpantara.org).

Sedangkan kegiatan yang dilakukan melalui jalur pre service sebagian


besar diperuntukkan bagi guru secara umum, tidak secara spesifik untuk guru
SLB, namun juga berperan dalam peningkatan kompetensi guru SLB yaitu
penataran KBK/KTSP, penataran PTK, penataran KTI, dan sertifikasi profesi.

Agar peningkatan kemampuan guru SLB mencapai tujuannya, dibutuhkan


peran dan komitmen kepala sekolah selaku pimpinan. Sehingga kebutuhan
pengembangan staf senantiasa menjadi agenda penting yang dapat dijalankan
secara kooperatif antara pimpinan dengan yang dipimpin.
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
1. Mutu layanan pendidikan pada ranah pendidikan khusus di SLB diukur
melalui ketercapaian kompetensi kehidupan siswa-siswa Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) terutama meliputi keterampilan kehidupan sehari-hari.
2. Dalam layanan pendidikan di SLB, posisi guru selaku tenaga fungsional
adalah setara dengan pembimbing/penyuluh (guru BP), peneliti, psikolog,
terapis, dan pengembang kurikulum dan teknologi pendidikan, yang
kesemuanya berperan langsung dengan peserta didik (ABK).
3. Peran guru dalam layanan pendidikan di SLB adalah sebagai tenaga
profesional dengan tugas utama mendidik dan menjadi referansi utama bagi
orang tua terkait perkembangan maupun akademik peserta didik, dalam hal
ini ABK, untuk mendukung optimalisasi pembelajaran mereka dalam
berbagai situasi pendidikan, baik formal maupun informal.
4. Meningkatkan kemampuan guru di SLB lebih sering dilakukan dengan cara
in service, yakni berbentuk kepelatihan, misalnya workshop, seminar, diskusi
panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, dan lain sebagainya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M., & Dwidjosumarto, A. (1979). Pengantar Pendidikan Luar Biasa.


Jakarta: New Aqua Press.

Asril, Z. (2012). Micro Teaching. Jakarta: Rajawali Press.

Barnawi, & Arifin, M. (2012). Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.

Danim, S. (2011). Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi Bali. (2015).


Pendidikan Kompetensi Guru SLB Tahun Anggaran 2015. [Online].
diakses di www.disdikpora.baliprov.go.id

Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2015). [Online]. diakses di www.kbbi.web.id


Makawimbang, J. H. (2011). Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.

Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan. (2008).


Bandung: Alfabeta.

Mulyasa, E. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. (2009). Jakarta: Direktorat


Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Sagala, S. (2009a). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

________. (2009b). Memahami Organisasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Studi Kualitatif terhadap SLB Al-Azra'iyah Tabek Panjang. (2014). [Online].


diakses di www.repository.uin-suska.ac.id

Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2005). Pengelolaan Pendidikan.


Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan.

Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru SLB Melalui Diklat. (2008). [Online].


diakses di www.pelita.or.id

Yayasan Pantara. (2007). Pengembangan Profesi. [Online]. diakses di


www.yayasanpantara.org

27

Anda mungkin juga menyukai