Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini kita berada pada abad 21 yang ditandai dengan
perkembangan teknologi yang pesat, sehingga sains dan teknologi merupakan
salah satu landasan penting dalam pembangunan bangsa. Pembelajaran sains
diharapkan dapat menghantarkan peserta didik memenuhi kemampuan abad
21, kemampuan yang diperlukan pada abad 21, yaitu: 1) keterampilan belajar
dan berinovasi yang meliputi berpikir kritis dan mampu menyelesaikan
masalah, kreatif dan inovatif, serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi;
2) terampil untuk menggunakan media, teknologi, informasi dan komunikasi
(TIK); 3) kemampuan untuk menjalani kehidupan dan karir, meliputi
kemampuan sosial dan budaya, produktif dan dipercaya memiliki jiwa
kepemimpinan dan tanggunga jawab (Agustin, 2017). Oleh karena itu,
layanan profesionalisme guru harus ditingkatkan demi pelayanan pendidikan
yang efektif dan tepat sesuai dengan perkembangan zaman.
Implementasi kurikulum 2013 mengisyaratkan guru
mengembangkan atau menyusun perangkat pembelajaran dengan
menyesuaikan beberapa komponen dengan pedoman yang dimuat dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor
103 tahun 2014 tentang pembelajaran pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013
pasal 19 ayat 3 yang berkaitan dengan standar proses mengisyaratkan bahwa
pendidik pada setiap satuan pendidikan diharapkan melakukan perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Salah satu perangkat
pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Menurut Muchayat (2011) menjelaskan bahwa dalam rangka
memperbaiki pengajaran dan pembelajaran dikelas diperlukan usaha untuk
2

memperbaiki pemahaman guru, siswa, serta bahan yang digunakan untuk


pembelajaran dan interaksi antara mereka. Agar tujuan pembelajaran
mencapai sasaran dengan baik, disamping perlu adanya pemilihan metode
dan strategi pembelajaran yang sesuai, juga diperlukan adanya pengembangan
perangkat pembelajaran yang sesuai pula dengan metode dan strategi
pembelajaran yang digunakan. Bertolak dari pandangan di atas, maka
diperlukan pengembangan perangkat pembelajaran oleh tenaga pendidik.
Model pembelajaran fisika yang dikembangkan oleh kebanyakan
guru sering tidak menyiapkan siswa untuk terlibat dalam upaya penggunaan
dan pengembangan pola pikir dasar menuju pada pola berpikir tingkat tinggi.
Pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah seharusnya bisa membantu
peserta didik dalam mengembangkan penguasaan konsep dan melatihkan
untuk berpikir kritis (Uminingsih, 2019). Penguasaan konsep dan
keterampilan berpikir kritis siswa terhadap konsep-konsep fisika sebagai
indikator keberhasilan suatu proses belajar mengajar dari berbagai penelitian
secara umum masih kurang. Kurangnya penguasaan konsep-konsep fisika dan
keterampilan berpikir kritis salah satunya disebabkan karena peserta didik
tidak banyak dilibatkan dalam proses pengkontruksian suatu konsep dalam
pikirannya (Husein, 2015). Hal ini juga terjadi di SMA Negeri 1 Lawa
dimana berdasarkan hasil wawancara dengan guru di SMA Negeri 1 Lawa
diperoleh bahwa proses pembelajaran yang dilakukan hanya mengandalkan
buku paket yang ada diperpustakaan, belum ada upaya untuk memulai cara
pembelajaran yang baru agar para peserta didik dapat lebih aktif dalam
lingkup pembelajaran, aktivitas peserta didik dalam pembelajaran di kelas
cenderung lebih pasif karena peran mereka lebih banyak sebagai penerima
informasi apa saja yang disampaikan guru serta tidak pernah melakukan
praktek langsung mereka hanya diajak menghayal sehingga kurang menarik
perhatian mereka untuk belajar fisika hal ini dibuktikan dengan nilai ulangan
harian yang diperoleh peserta didik kelas X MIA3 masih banyak yang
dibawah nilai KKM yang dimana nilai KKM mata pelajaran fisika di SMA
tersebut adalah 75. Apalagi sekarang ini masih dalam pandemi Covid-19.
3

Dimana pada pandemi Covid-19 proses belajar mengajar dilakukan secara


online. Menurut Rizqon (2020) Tenaga pendidik di Indonesia tidak
seluruhnya paham penggunaan teknologi, ini bisa dilihat dari guru-guru yang
lahir tahun sebelum 1980-an. Dari pemaparan tersebut tidak akan mungkin
guru membantu meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan
konsep peserta didik.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, diyakini bahwa
ada salah satu alternatif tindakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir
kritis dan penguasaan konsep peserta didik, maka diperlukan suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikemas sedemikian rupa sehingga mampu
memfasilitasi siswa untuk mendapatkan keterampilan ini secara maksimal.
Salah satunya adalah dengan mengembangkan perangkat pembelajaran model
CinQASE (Collaborative in Questioning, Analyzing, Syntesizing and
Evaluating).
Model pembelajaran CinQASE dikembangkan dengan tujuan utama
untuk meningkatkan keterampilan Individual Critical Thinking dan
Collaborative Critical Thinking. Model pembelajaran ini memiliki lima fase
diantaranya penyajian masalah, kerja individu, kerja tim berpikir kritis
kolaborasi, diskusi kelas dan evaluasi/umpan balik. Model pembelajaran
CinQASE merupakan model yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan mahasiswa sains dalam berpikir kritis individu dan berpikir
kritis kolaboratif di perguruan tinggi (Hunaidah, 2019).
Dari uraian tersebut, maka dipandang perlu untuk dilakukan
penelitian dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika
untuk Meningkatkan Keterampilan Individual Critical Thinking (InCT)
dan Penguasaan Konsep Getaran Harmonis Peserta Didik Tingkat
SMA/MA Berbasis Model Pembelajaran CinQASE ”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, dapat dirumuskan masalah
pada penelitian ini sebagai berikut.
4

1. Bagaimana validitas Perangkat pembelajaran Fisika Model Pembelajaran


CinQASE untuk meningkatkan Keterampilan Individual Critical Thinking
(InCT) dan Penguasaan Konsep peserta didik pada Materi Pokok Getaran
Harmonis Tingkat SMA/MA?
2. Bagaimana kepraktisan Perangkat pembelajaran Fisika Model
Pembelajaran CinQASE untuk meningkatkan Keterampilan Individual
Critical Thinking (InCT) dan Penguasaan Konsep peserta didik pada
Materi Pokok Getaran Harmonis Tingkat SMA/MA?
3. Bagaimana keefektifan Perangkat pembelajaran Fisika Model
Pembelajaran CinQASE untuk meningkatkan Keterampilan Individual
Critical Thinking (InCT) dan Penguasaan Konsep peserta didik pada
Materi Pokok Getaran Harmonis Tingkat SMA/MA?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan Perangkat pembelajaran Fisika Model Pembelajaran


CinQASE untuk meningkatkan Keterampilan Individual Critical Thinking
(InCT) dan Penguasaan Konsep peserta didik pada Materi Pokok Getaran
Harmonis Tingkat SMA/MA yang valid.

2. Menghasilkan Perangkat pembelajaran Fisika Model Pembelajaran


CinQASE untuk meningkatkan Keterampilan Individual Critical Thinking
(InCT) dan Penguasaan Konsep peserta didik pada Materi Pokok Getaran
Harmonis Tingkat SMA/MA yang praktis.

3. Menghasilkan Perangkat pembelajaran Fisika Model Pembelajaran


CinQASE untuk meningkatkan Keterampilan Individual Critical Thinking
(InCT) dan Penguasaan Konsep peserta didik pada Materi Pokok Getaran
Harmonis Tingkat SMA/MA yang efektif.

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut.
5

1. Bagi peserta didik, antara lain sebagai berikut.


a. Menambah ketertarikan dalam mempelajari ilmu fisika.
b. Meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep
fisika.
2. Bagi guru, pengembangan perangkat model pembelajaran CinQASE
diharapkan dapat menjadi beberapa alternatif tindakan yang diterapkan
guru pada konsep-konsep fisika yang lainnya sebagai usaha untuk
meningkatkan pembelajaran fisika.
3. Bagi peneliti, dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dalam
membekali diri sebagai calon guru yang memperoleh pengalaman
penelitian secara ilmiah agar kelak dapat dijadikan modal dalam
mengajar.
4. Bagi sekolah, sebagai sumbangan pemikiran dalam meningkatkan mutu
pendidikan sekolah.

E. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya salah pemaknaan dari setiap istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, secara operasional istilah-istilah tersebut
didefinisikan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran CinQASE (Collaborative in Questioning,
Analyzing, Syntesizing and Evaluating) adalah model pembelajaran
perbaikan dari model pembelajaran Cooperative Learning (CL) dan
Team Based Learning (TBL) yang dapat melibatkan peserta didik
melakukan kegiatan belajar kolaborasi dan individu pada penyajian
masalah dunia nyata peserta didik dimana mereka akan bekerja di dalam
tim sekaligus secara individu untuk memecahkan permasalahan guna
memperoleh pengetahuan.
2. Keterampilan berpikir kritis dalam penelitian ini meliputi proses
memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar,
menyimpulkan, dan menilai yang diukur dengan menggunakan lima
butir soal esai.
6

3. Penguasaan konsep adalah pemahaman dengan menggunakan konsep,


kaidah dan prinsip. Penguasaan konsep merupakan kemampuan
menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu
materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu
memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Pengembangan

Menurut Gay (1991) penelitian pengembangan adalah suatu usaha


untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan disekolah,
dan bukan untuk menguji teori. Borg & Gall (2003), dalam bukunya
“Educational Research” menjelaskan bahwa penelitian pengembangan dalam
pendidikan adalah modal pengembangan berbasis industri dimana temuan
hasil penelitiannya diguakan untuk merancang produk pembelajaran, yang
kemudian secara sistematis diuji cobakan dilapangan, dievaluasi dan
disempurnakan sampai dihasilkan suatu produk pembelajaran yang memenuhi
standarisasi tertentu, yaitu efektif, efisien dan berkualitas. Sedangkan Seals &
Richey (1994) menambahkan validitas dan kepraktisan sebagai standarisasi
dan Plomp (1999) menambahkan “dapat menunjukkan nilai tambah” untuk
standarisasi lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
penelitian pengembangan adalah suatu jenis penelitian yang bertujuan
menghasilkan produk-produk untuk pembelajaran, dimana produk ini harus
memenuhi beberapa kriteria berupa efektif, efisien, berkualitas, valid, praktis
dan dapat menunjukkan nilai tambah.
Menurut Santayasa (2009) ada 4 karateristik penelitian pengembangan
antara lain :
1. Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan
dengan upaya inovatif atau penerapan teknologi dalam pembelajaran
sebagai pertanggung jawaban profesional dan komitmennya terhadap
pemerolehan kualitas pembelajaran.
2. Pengembangan model, pendekatan dan metode pembelajaran serta media
belajar yang menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa.
3. Proses pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji ahli,
dan uji coba lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga produk
8

yang dihasilkan bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran.


Proses pengembangan, validasi, dan uji coba lapangan tersebut
seyogyanya dideskripsikan secara jelas, sehingga dapat dipertanggung
jawabkan secara akademik.
4. Proses pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan media
pembelajaran perlu didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara
sistematis sesuai dengan kaidah penelitian yang mencerminkan
originalitas.
Ada beberapa model penelitian pengembangan sistem
pembelajaran yang dapat digunakan salah satunya, yaitu model 4-D yang
merupakan singkatan dari Define, Design, Develop dan Disseminate yang
dikembangkan oleh Thiagarajan (1974).
1. Tahap pendefenisian (Define)
Pada tahap awal yaitu dengan mendeskripsikan tujuan
pembelajaran dan membatasi materi pembelajaran yang akan disampaikan.
Tahap pendefenisian bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat pembelajaran, mengetahui karakteristik peserta didik, metode
pembelajaran dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru, masalah
yang sering dihadapi dalam pembelajaran, dan mengkaji kurikulum.
2. Tahap perancangan (Design)
Setelah mendapatkan permasalahan dari tahap pendefinisian,
selanjutnya dilakukan tahap perancangan. Tahap perancangan ini bertujuan
untuk merancang perangkat pembelajaran yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran.
3. Tahap pengembangan (Develop)
Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat
pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan ahli dan uji coba
kepada peserta didik.
4. Tahap penyebaran (Disseminate)
Setelah uji coba terbatas dan instrumen telah direvisi, tahap
selanjutnya adalah tahap penyebaran. Tujuan dari tahap ini adalah
9

menyebarluaskan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan. Pada


penelitian ini hanya dilakukan penyebaran terbatas, yaitu dengan
menyebarluaskan dan memperkenalkan perangkat pembelajaran yang telah
dikembangkan secara terbatas hanya kepada guru di SMA yang dituju.

B. Perangkat Pembelajaran

1. Pengertian perangkat pembelajaran


Perangkat pembelajaran adalah salah satu wujud persiapan yang
dilakukan oleh guru sebelum melakukan proses pembelajaran. Persiapan
mengajar merupakan salah satu tolak ukur dari sukses seorang guru.
Kegagalan dalam perencanaan sama saja dengan merencanakan
kegagalan. Hal tersebut menyiratkan betapa pentingnya melakukan
persiapan pembelajaran melalui pengembangan perangkat pembelajaran.
Peraturan pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 20, “Perencanaan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuh pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,
sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Daryanto dan Dwicahyono,
2014).
Proses pembelajaran merupakan aktivitas terencana yang disusun
guru agar peserta didik mampu belajar dan mencapai kompetensi yang
diharapkan. Berkenaan dengan definisi ini, jika guru akan melaksanakan
pembelajaran terlebih dahulu guru tersebut harus menyusun perencanaan
pembelajaran. Perencanaan pembelajaran ini nantinya akan digunakan
sebagai alat pemandu bagi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, perencanaan pembelajaran haruslah
lengkap, Sistematis, mudah diaplikasikan, namun tetap fleksibel dan
akuntabel (Abidin, 2014).
Perangkat pembelajaran merupakan suatu perangkat yang
dipergunakan dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, setiap guru
10

pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun perangkat pembelajaran


yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi
siswa untuk berpatisipasi aktif. Perangkat pembelajaran yang diperlukan
dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa jenis: Silabus,
RPP, media pembelajaran, sumber belajar, instrumen penilaian
(Permendikbud No 65 Tahun 2013).
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
a. Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam standar isi
dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling
luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu)
indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau
lebih. Istilah standar kompetensi tidak lagi dikenal pada kurikulum
2013, muncul istilah baru yaitu kompetensi Inti (Daryanto, 2014).
Dalam Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 dijelaskankan
bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mengacu pada
standar isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar,
perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. RPP
dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran
peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar (KD). Setiap
pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, efisien, memotifasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun
berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih (Abidin, 2014).
11

Hal yang sangat mendasar dari RPP Kurikulum 2013 ini adalah
bahwa pendekatan pembelajaran harus menggambarkan sebuah proses
pembelajaran yang lebih menunjukkan peran aktif peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya. Sementara guru
lebih banyak menampilkan perannya sebagai pembimbing dan
fasilitator belajar peserta didik.
Komponen RPP terdisi atas beberapa elemen dasar
sebagaimana diuraikan dalam Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014
yakni identitas, Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD),
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK), deskripsi materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, serta media/alat, bahan, dan
sumber belajar.
Dalam Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 dijelaskan,
menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip seperti
perbedaan individu peserta didik, partisipasi aktif, kegiatan belajar yang
berpusat pada peserta didik, pengembangan budaya membaca dan
menulis, pemberian umpan balik, dan penerapan teknologi informasi
dan komunikasi.
b. Langkah-langkah pembuatan RPP
Langkah-langkah pembuatan RPP pada kurikulum 2013
dijelaskan oleh Daryanto dan Dwicahyono (2014) seperti dibawah ini.
i. Identitas RPP
Menuliskan identitas RPP yang terdiri dari: Nama sekolah,
Mata Pelajaran, Kelas/Semester, materi pokok, dan alokasi waktu.
Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi
dasar, dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan
(contoh: 2 x 45 menit).
ii. Tujuan RPP
Pada bagian tujuan RPP harus tercantum secara jelas
Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator Pencapaian
Kompetensi. KI, KD dan Indikator merupakan suatu alur pikir yang
12

saling terkait. Berkenaan dengan Indikator Pencapaian, menurut


Abidin (2014) Indikator Pencapaian harus dapat diukur sehingga
disarankan untuk menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diamati dan diukur dan mencakup sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
iii. Materi pembelajaran
Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk
mencapai indikator. Materi dikutip dari materi pokok yang ada
dalam silabus. Materi pokok tersebut kemudian dikembangkan
menjadi beberapa uraian materi. Untuk memudahkan penetapan
uraian materi dapat diacu dari indikator.
iv. Metode pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi
dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran,
bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi yang
dipilih. Pada bagian ini dicantumkan pendekatan pembelajaran dan
metode-metode yang diintegrasikan dalam satu pengalaman belajar
peserta didik:
1) Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan
proses, kontekstual, pembelajaran langsung, pemecahan masalah,
dan sebagainya.
2) Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, inquiri,
observasi, tanya jawab, dan seterusnya.
v. Langkah-langkah pembelajaran
pencapaian satu kompetensi dasar harus dicantumkan
langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya,
langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/
pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Langkah-langkah
standar yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Kegiatan pendahuluan
13

Kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran ialah


sebagai berikut:

a) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk


mengikuti proses pembelajaran;
b) memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual
sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan
sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan
lokal, nasional dan internasional, serta disesuaikan dengan
karakteristik dan jenjang peserta didik;
c) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai; dan
e) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus.
2) Kegiatan inti
Kegiatan inti berisikan langkah-langkah sistematis yang
dilalui peserta didik untuk dapat mengkonstruksi ilmu sesuai
dengan skema (frame work) masing-masing. Langkah-langkah
tersebut disusun sedemikian rupa agar peserta didik dapat
menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada
tujuan pembelajaran dan indikator. Kegiatan inti menggunakan
model pembelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan
pendekatan tematik atau tematik terpadu, saintifik, inkuiri,
penyingkapan (discovery), dan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project
based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi
dan jenjang pendidikan.
14

a) Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu
alternatif yang dipilih adalah proses afeksi mulai dari
menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga
mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran berorientasi
pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik
untuk melakuan aktivitas tersebut.
b) Pengetahuan
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
hingga mencipta. Karakteritik aktivititas belajar dalam
domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan kesamaan
dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk
memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan
tematik sangat disarankan untuk menerapkan belajar berbasis
penyingkapan/penelitian (Discovery/Inquiry learning). Untuk
mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan
kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah
(project based learning).
c) Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh
isi materi (topik dan sub topik) mata pelajaran yang
diturunkan dari keterampilan harus mendorong peserta didik
untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan.
Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan
pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis
penyingkapan/penelitian (Discovery/Inquiry learning) dan
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan
masalah (project based learning).
15

3) Kegiatan penutup
Kegiatan penutup merupakan langkah akhir proses
pembelajaran. Kegiatan penutup dilakukan bertujuan untuk
membuat rangkuman/kesimpulan, menetapkan konsep,
memberikan tes atau tugas. Dapat juga dengan memberikan
arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di luar
kelas, di rumah, atau tugas sebagai remidi/pengayaan.
4) Sumber belajar
Pemilihan sumber belajar mengacu pada silabus yang
dikembangkan oleh satuan pendidikan. Pada sumber harus
dituliskan secara lengkap, seperti buku yang digunakan selama
proses pembelajaran, narasumber, dan sumber belajar lain yang
relevan. Buku yang digunakan harus ditulis secara lengkap
identitas judul, pengarang, penerbit, kota terbit, dan tahun
terbitnya. Jika akan menggunakan narasumber sebagai sumber
belajar, perlu dituliskan profil narasumber yang akan dilibatkan
dalam pembelajaran.
5) Penilaian
Pada bagian penilaian harus dituliskan secara jelas
jenis/ragam/prosedur/bentuk penilaian yang akan digunakan
untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Selain
menuliskan jenis atau bentuk penilaian yang akan digunakan,
pada bagian ini harus dituliskan instrumen serta pedoman
penilaian. Yang mana pada instrumen dan pedoman penilaian
dapat dilampirkan. Penilaian harus meliputi tiga ranah tujuan
yakni sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
c. Prosedur pengembangan RPP
Tahapan pada pengembangan RPP menurut Permendikbud
Nomor 59 Tahun 2014 adalah sebagai berikut.
i. Mengkaji silabus
16

Secara umum, untuk setiap materi pembelajaran pada


setiap silabus terdapat 4 KD sesuai dengan aspek KI (sikap
spiritual, sikap diri, dan terhadap lingkungan, pengetahuan, dan
keterampilan). Untuk mencapai 4 KD tersebut, di dalam silabus
dirumuskan kegiatan peserta didik secara umum dalam
pembelajaran berdasarkan standar proses. Kegiatan peserta didik
merupakan rincian dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni:
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar/
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Kegiatan ini kemudian
dirinci lebih lanjut di dalam RPP, dalam bentuk langkah-langkah
yang dilakukan guru dalam pembelajaran, yang membuat peserta
didik aktif belajar. Pengkajian juga meliputi perumusan indikator,
KD dan penilaian.
ii. Mengidentifikasi materi pembelajaran
Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang
pencapaian KD dengan mempertimbangkan potensi peserta didik,
relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan fisik;
intelektual; emosional; dan spiritual peserta didik, kebermanfaatan
bagi peserta didik, struktur keilmuan, aktualitas; kedalaman; dan
keluasan materi pembebelajaran, relevansi dengan kebutuhan
peserta didik dan tuntutan peserta didik, serta alokasi waktu.
iii. Mengembangkan indikator pencapaian kompetensi
Indikator pencapaian kompetensi adalah tanda-tanda atau
perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk kompetensi
dasar (KD) pada kompetensi inti (KI) 3 (pengetahuan) dan KI-4
(keterampilan); dan perilaku yang dapat diobservasi untuk
disimpulkan sebagai pemenuhan KD pada KI-1 dan KI-2, yang
kedua-duanya menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
iv. Mengembangkan kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik
17

melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru,


lingkungan,dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian
KD. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui
penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat
pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup
yang perlu dikuasai peserta didik.
v. Penjabaran jenis penilaian
Di dalam silabus telah ditentukan jenis penilaiannya.
Penilaian pencapaian KD peserta didik dilakukan berdasarkan
indikator. Penilaian sikap dilakukan dengan pengamatan, penilaian
diri, dan melalui jurnal (catatan pendidik). Untuk menilai
pengetahuan dilakukan dengan tes dan penugasan. Sedangkan untuk
meilai keterampilan dilakukan melalui kinerja (praktik), portfolio,
projek, dan produk. Oleh karena pada setiap pembelajaran peserta
didik didorong untuk menghasilkan karya, maka penyajian
portofolio merupakan cara penilaian yang harus dilakukan untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah.
vi. Menentukan alokasi waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan pada
jumlah minggu efektif dan alokasi waktu matapelajaran per minggu
dengan mempertimbangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman,
tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD. Alokasi waktu yang
dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk
menguasai KD yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
Oleh karena itu, alokasi tersebut dirinci dan disesuaikan lagi di
RPP.
vii. Menentukan sumber belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak
dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial,
dan budaya.
18

3. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)


a. Pengertian lembar kegiatan peserta didik
Sebagaimana diungkap dalam pedoman umum pengembangan
bahan ajar (Diknas, 2004), lembar kegiatan peserta didik (student work
sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan
oleh peserta didik. Lembar kegiata biasanya berupa petunjuk atau
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas tersebut
haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai. Sementara menurut
pandangan lain, LKPD bukan merupakan singkatan dari Lembar
Kegiatan Peserta Didik, akan tetapi Lembar Kerja Peserta Didik, yaitu
materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga peserta
didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri.
Dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa LKPD merupakan
suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi,
ringkasan, dan petunjek-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang
harus dikerjakan oleh peseta didik, yang mengacu pada kompetensi
dasar yang harus dicapai (Prastowo, 2011).
b. Tujuan penyusunan LKPD
Dalam hal ini, paling tidak ada empat poin yang menjadi tujuan
penyusunan LKPD menurut Daryanto dan Dwicahyono (2014), yaitu.
i. Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk
berinteraksi dengan materi yang diberikan;
ii. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta
didik terhadap materi yang diberikan;
iii. Melatih kemandirian belajar peserta didik dalam memberikan tugas
kepada peserta didik; dan
iv. Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta
didik.
c. Prosedur pengembangan LKPD
Terdapat empat langkah dalam pengembangan LKPD menurut
Belawati (2007), yaitu penentuan tujuan instruksional, pengumpulan
19

materi, penyusunan elemen, serta cek dan penyempurnan. Berikut


adalah rincian dari setiap langkah pengembangan LKPD.
i. Menentukan tujuan instruksional yang akan diturunkan dalam
LKPD
Berdasarkan tujuan instruksional, menentukan desain yang
terdapat pada desain LKPD. Memperhatikan variabel ukuran,
kepadatan halaman, dan kejelasan. Untuk mengoptimalkan
penggunaan halaman maka desain LKPD akan dibuat seperti
berikut:

Ukuran: A4
Pengorganisasian:
1. Petunjuk Kerja
2. Uraian Materi
3. Kerja Peserta Didik

ii. Pengumpulan bahan


Pada tahap pengumpulan bahan yang dilakukan adalah
menentukan materi dan tugas yang akan dimuat dalam LKPD.
Kumpulkam bahan/materi dan buat rincian tugas yang harus
dilaksanakan siswa. Bahan yang akan dimuat dalam LKPD dapat
dikembangkan sendiri atau dapat memanfaatkan materi yang sudah
tersedia.
iii. Penyusunan elemen
Pada tahap ini tiba saatnya mengintegrasikan desain (hasil
dari langkah pertama) dengan materi dan tugas (sebagai hasil dari
langkah kedua).
iv. Cek dan penyempurnaan
Jika telah berhasil menyelesaikan langkah ketiga, bukan
berarti LKPD dapat diberikan kepada peserta didik. Sebelum
memberikannya kepada peserta didik, lakukan pengecekan terhadap
LKPD yang sudah dikembangkan. Ada empat variabel yang harus
dilihat sebelum LKPD dapat dibagikan kepada peserta didik.
Keempat variabel tersebut adalah sebagai berikut.
20

1) Kesesuaian desain dengan tujuan instruksional. Pastikan bahwa


desain yang ditentukan dapat mengakomodasi pencapaian
tujuan instruksional.
2) Kesesuaian materi dengan tujuan instruksional. Pastikan bahwa
materi yang dimuat dalam LKPD sesuai dengan tujuan
instruksional yang ditargetkan.
3) Kesesuaian elemen dengan tujuan instruksional. Pastikan bahwa
tugas dan latihan yang diberikan menunjang pencapaian tujuan
instruksional.
4) Kejelasan penyampaian. Apakah LKPD mudah dibaca, apakah
tersedia cukup ruang untuk mengerjakan tugas yang diminta?
d. Struktur LKPD secara umum menurut Widyantini (2013) adalah
sebagai berikut.
i. Judul, mata pelajaran, semester, tempat
ii. Petunjuk belajar
iii. Kompetensi yang akan dicapai
iv. Indikator
v. Informasi pendukung
vi. Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja
vii. Penilaian
C. Keterampilan Berpikir Kritis
1. Pengertian keterampilan berpikir kritis
Berpikir kritis dapat diartikan sebagai proses dan kemampuan
yang digunakan untuk memahami konsep, menerapkan, mensintesis dan
mengevaluasi informasi yang diperoleh atau informasi yang dihasilkan.
Tidak semua informasi yang diperoleh dapat dijadikan pengetahuan yang
diyakini kebenarannya untuk dijadikan panduan dalam tindakan, dan
tidak selalu informasi yang dihasilkan merupakan informasi yang benar.
Berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan telah
diketahui berperan dalam perkembangan moral, perkembangan sosial,
perkembangan mental, perkembangan kognitif, dan perkembangan sains
21

(Zubaidah, 2010). Menurut Yanti (2016)berpikir kritis merupakan


berpikir aktif dalam proses pembelajaran.
Kemampuan dasar berpikir kritis bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa. Kemampuan
berpikir kritis juga bermanfaat bagi siswa untuk menghadapi persoalan di
masa depan. Sehingga penting bagi siswa untuk mempunyai kemampuan
dasar berpikir kritis (Hagi, 2019).
2. Indikator berpikir kritis
Ennis (1985) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kritis
mencakup kemampuan memberikan penjelasan dasar, membangun
keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut
serta mengatur strategi dan taktik, selanjutnya dijelaskan menjadi aspek-
aspek agar lebih terperinci.
Tabel 2.1 Kemampuan dan Indikator Berpikir Kritis
Kelompok Indikator Aspek
Memberikan Memfokuskan a. Mengidentifikasi atau
penjelasan pertanyaan memformulasikan suatu masalah
sederhana b. Mengidentifikasi atau
memformulasikan kriteria
jawaban yang mungkin
c. Menjaga pikiran terhadap situasi
yang sedang dihadapi
Menganalisis a. Mengidentifikasi kesimpulan
argumen b. Mengidentifikasi alasan yang
dinyatakan
c. Mengidentifikasi alasan yang
tidak dinyatakan
d. Mencari persamaan dan
perbedaan
e. Mengidentifikasi dan menangani
ketidak relevanan
f. Mencari struktur dari sebuah
pendapat/argumen
g. Meringkas
Bertanya dan a. Mengapa?
menjawab b. Apa yang menjadi alasan utama?
pertanyaan c. Apa yang kamu maksud dengan?
klarifikasi dan d. Apa yang menjadi contoh?
pertanyaan yang e. Apa yang bukan contoh?
menantang f. Bagaimana mengaplikasikan
kasus tersebut?
g. Apa yang menjadikan
22

Kelompok Indikator Aspek


perbedaannya?
h. Apa faktanya?
i. Apakah ini yang kamu katakan?
j. Apa lagi yang akan kamu
katakan tentang itu?
Membangun Mempertimbangkan a. Keahlian
keterampilan apakah sumber b. Mengurangi konflik interest
dasar dapat dipercaya c. Kesepakatan antar sumber
atau tidak d. Reputasi
e. Menggunakan prosedur yang ada
f. Mengetahui resiko
g. Keterampilan memberikan alasan
h. Kebiasaan berhati-hati
Mengobservasi dan a. Mengurangi praduga/menyangka
mempetimbangkan b. Mempersingkat waktu antara
hasil observasi observasi dengan laporan-laporan
yang dilakukan oleh pengamat
sendiri
c. Mencatat hal-hal yang sangat
diperlukan
d. Penguatan
e. Kemungkinan dalam penguatan
f. Kondisi akses yang baik
g. Kompeten dalam menggunakan
teknologi
h. Kepuasan pengamat atas
kredibilitas kriteria
Menyimpulka Mendedukasikan a. Kelas logika
n dan b. Mengkondisikan logika
mempertimbangkan c. Mengiterpretasikan pertanyaan
dedukasi
Menginduksi dan a. Menggeneralisasi
mempertimbangkan b. Berhipotesis
hasil induksi
Membuat dan a. Latar belakang fakta
mengkaji nilai-nilai b. Konsekuensi
hasil pertimbangan c. Mengaplikasikan konsep (prinsip-
prinsip, hukum dan asas)
d. Mempertimbangkan alternatif
e. Menyeimbangkan, menimbang
dan memutuskan
Membuat Mendefinisikan a. Bentuk: sinonim, klarifikasi,
penjelasan istilah dan rentang ekspresi yang sama,
lebih lanjut mempetimbangkan operasional, contoh dan non
definisi contoh
b. Strategi definisi
c. Konten (isi)
Mengidentifikasi a. Alasan yang tidak dinyatakan
asumsi b. Asumsi yang diperlukan:
23

Kelompok Indikator Aspek


rekontruksi argumen
Strategi dan Memutuskan suatu a. Mengidentifikasi masalah
taktik tindakan b. Memilih kriteria yang mungkin
sebagai solusi permasalahan
c. Merumuskan alternatif-alternatif
untuk solusi
d. Memutuskan hal-hal yang akan
dilakukan
e. Me-review
f. Memonitor implementasi
Berinteraksi dengan a. Memberi label
orang lain b. Strategi logis
c. Strategi retorik
d. Mempresentasikan suatu posisi
baik lisan atau tulisan

D. Penguasaan Konsep
1. Pengertian penguasaan konsep

Menurut Dahar (2006), konsep adalah suatu abstraksi yang


mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang
mempunyai atribut yang sama. Senada dan Sagala (2005) konsep
merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang
dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan
meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta,
peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak, konsep
dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan
baru. Konsep juga merupakan pemberian tanda pada suatu objek untuk
membantu seseorang mengerti dan paham terhadap objek tertentu.
Kemampuan seseorang dalam menguasai tanda–tanda objek mengarah
kepada kemampuan dalam menguasai konsep (Hermawanto, 2013).
Penguasaan konsep adalah kemampuan peserta didik dalam
memahami makna secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari (Astuti, 2017). Penguasaan konsep juga merupakan
kemampuan peserta didik berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran
dimana peserta didik tidak sekedar mengetahui atau mengingat konsep
yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk
24

lain yang mudah dimengerti, memberikan interpretasi data, dan mampu


mengaplikasikan konsep sesuai dengan struktur kognitifnya (Monika,
2018). Menurut Bundu (2006) peserta didik yang dianggap telah
mengusai konsep adalah peserta didik yang dapat memberikan tanggapan
terhadap pertanyaan/rangsangaan yang bervariasi pada kelompok atau
kategori yang sama.
Peserta didik dikatakan menguasai konsep apabila peserta didik
telah mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi
contoh atau bukan contoh dari konsep, sehingga dengan kemampuan ini
peserta didik bisa membawa suatu konsep dalam bentuk lain yang tidak
sama dengan dalam buku teks. Dengan penguasaannya seseorang peserta
didik mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar
dan tidak benar serta mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan untuk
memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana baik secara lisan,
tertulis atau mendemonstrasikan.
Indikator penguasaan konsep menurut Sumaya (2004) yaitu
seseorang dapat dikatakan menguasai suatu konsep jika orang tersebut
benar-benar memahami konsep yang dipelajarinya sehingga mampu
menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya, tetapi tidak mengubah makna yang ada
didalamnya. Indikator penguasaan konsep yang lebih komprehensif
dikemukakan oleh Taksonomi Bloom (dalam Herayanti, 2015) yaitu
sebagai berikut.
i. Mengingat (C1), yakni kemampuan menarik kembali informasi yang
tersimpan.
ii. Memahami (C2), yakni kemampuan mengkonstruk makna atau
pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki;
iii. Mengaplikasikan (C3), yakni kemampuan menggunakan suatu
prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas;
25

iv. Menganalisis (C4), yakni kemampuan menguraikan suatu


permasalahan atau objek ke unsur- unsurnya dan menentukan
bagaimana keterkaitan antar unsur-unsur tersebut;
v. Mengevaluasi (C5), yakni kemampuan membuat suatu pertimbangan
berdasarkan criteria dan standar yang ada serta;
vi. Membuat (C6), yakni kemampuan menggabungkan beberapa unsur
menjadi suatu bentuk kesatuan informasi.
E. Model Pembelajaran CinQASE(Collaborative in Questioning, Analyzing,
Syntesizing and Evaluating)
1. Pengertian model pembelajaran CinQASE (Collaborative in
Questioning, Analyzing, Syntesizing and Evaluating)
Pengembangan model pembelajaran CinQASE sebagai inovasi
dari model pembelajaran CL dan TBL. Pembelajaran collaborative
meningkatkan pengembangan berpikir kritis melalui diskusi, klarifikasi
ide dan evaluasi terhadap ide-ide orang lain. Meskipun demikian kedua
metode tesebut ditemukan bahwa sama-sama efektif dalam
meningkatkan pengetahuan faktual. Agar pembelajaran kolaborative
menjadi lebih efektif guru harus mengawasi proses pembelajran untuk
mengembangkan dan kemampuan siswa belajar. Peran guru tidak hanya
memberikan informasi tetapi menjadi pelaku sebagai fasilitatir di dalam
pembelajaran. Hal ini memungkinkan siswa dapat menciptakan dan
mengatur pengalaman belajar yang lebih bermakna dan serta
mentismulasi pemikiran siswa melalui masalah nyata (Hunaidah, 2019).
Kolaborasi diartikan sebagai bentuk kerja sama, interaksi,
kompromi beberapa elemen terkait baik individu, lembaga atau pihak-
pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima
akibat dan manfaat. Penjelasan tersebut menegaskan bahwa berbagai
bentuk kerja sama, interaksi di pemerintahan, maupun resolusi konflik di
berbagai aktor yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung akan
menerima dampak dari penyelenggaraan pemerintahan (Irawan, 2017).
26

Pembelajaran kolaborasi merupakan suatu proses berpikir saling


berinteraksi, menciptakan pemahaman bersama oleh masing-masing
individu, efektif dijenjang perguruan tinggi dan dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis (Loes C. N and Pascarella, E., 2017).
Mahasiswa yang belajar secara kolaboratif memiliki hubungan positif
dengan prestasi akademik, sikap dan motivasi positif terhadap
keterampilan proses dibidang sains, kemampuan mentransfer informasi
atau berpikir kritis Johson & Smith, 1998; Bowen, 2000; Cabrera, et. al.
1998; Castle, 2014). Keterampilan Individual Critical Thinking dan
Collaborative Critical Thinking didukung oleh teori belajar
konstruktivisme individu dan sosial yang berfokus pada kolaborasi
dengan orang lain untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman
(Santrock, 2013). Dalam mengembangkan keterampilan Individual
Critical Thinking (InCT) dan Collaborative Critical Thinking (CCT)
mahasiswa yang lebih optimal, diperlukan suatu model pembelajaran
yang berbasis pada pembelajaran kolaborasi dalam berpikir kritis
(Hunaidah, 2019).
Pentingnya berpikir kritis sesuai dengan amanat kurikulum,
sehingga dapat dijadikan dasar dalam proses pembelajaran untuk
mencapai hasil belajaran yang diharapkan. Pengembangan keterampilan
berpikir kritis dalam pembelajaran fisika menjadi sangat penting, karena
pembelajaran fisika memberikan keterlibatan mental yang kuat dengan
melibatkan proses berpikir dalam melakukan kegiatan sains (Pizzini,
1989). Berpikir kritis sesuatu yang perlu pembiasaan, dilatih secara
bertahap dan berkesinambungan. Pembelajaran dengan pembiasaan
berpikir kritis dapat dilakukan dengan menggunakan suatu permasalahan
yang ada disekitarnya, pembelajaran yang mengkondisikan mahasiswa
untuk berpartisipasi aktif, baik secara individu maupun kelompok
kolaborasi dengan menggunakan suatu permasalahan sebagai titik awal
disetiap pertemuan. Melihat pentingnya keterampilan berpikir kritis
27

tersebut, maka selayaknya proses pembelajaran mengintergarasikan


keterampilan berpikir kritis (Hunaidah, 2019).
Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat yang dikemukan para
ahli, maka model pembelajaran CinQASE diharapkan dapat menjadi
pedoman dan memberi inspirasi bagi pendidik dalam mengembangkan
keterampilan Individual Critical Thinking dan Collaborative Critical
Thinking melalui konsep kolaborasi. Pada model pembelajaran
CinQASE, diharapkan kesetimbangan kognitif oleh peserta didik terjadi
sebagai akibat konflik kognitif yang muncul ketika individu bekerja sama
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
kolaboratif konstruksi pengetahuan baru dibangun di atas pengalaman
peserta didik ketika bekerja dengan orang lain. Belajar secara
berkolaborasi memungkinkan peserta didik untuk terlibat dalam diskusi,
sehingga dapat mengklarifikasi dan mengevaluasi idenya dan ide-ide
orang lain, serta mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka
sendiri, yang dengan demikian akan mendorong mereka untuk menjadi
pemikir kritis kolaboratif (Gokhale, 1995).
2. Sintaks model pembelajaran CinQASE (Collaborative in Questioning,
Analyzing, Syntesizing and Evaluating)
Model pembelajaran CinQASE memiliki sintaks dengan lima fase,
yaitu 1) penyajian masalah, 2) kerja individu, 3) kerja tim berpikir kritis
kolaborasi, 4) diskusi kelas, 5) evaluasi & umpan balik.
Model pembelajaran yang dikembangkan terdiri dari lima fase.
Setiap fase dalam pembelajaran saling mendukung dan sama pentingnya
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Fase pertama adalah penyajian
masalah, fase kedua kerja individu, fase ketiga kerja tim berpikir krits
kolaborasi, fase keempat adalah diskusi kelas, fase kelima adalah
evaluasi dan umpan balik. Gambaran alur lima fase pada sintaks model
pembelajaran CinQASE yang akan dikembangkan dalam penelitian ini
adalah dapat dilihat pada Gambar 2.1
28

Fase 1: Orientasi Masalah

Fase 2: Kerja Individu

Fase 3: Kerja Tim Berpikir Kritis Kolaborasi KolaborasiKolaborasi

Fase 4: Diskusi Kelas

Fase 5: Evaluasi dan Umpan Balik


Gambar 2.1Gambar Fase-fase Model Pembelajaran CinQASE

Fase 1: Orientasi Masalah.


Fase ini bertujuan untuk memfasilitasi mahasiswa untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep dari materi kuliah dengan
menyajikan masalah dunia nyata untuk dipecahkan sebagai suatu
konteks bagi mahasiswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis
kolaborasi. Sebelum masalah disajikan, dosen menyiapkan mahasiswa
untuk belajardengan memotivasi dan menyampaikan tujuan
pembelajaran, memberikan, pengarahan tentang proses
pembelajaran.
Fase 2: Kerja Individu.
Pada fase kedua, mahasiswa dituntut dapat belajar secara
mandiri, tanpa adanya kerjasama dengan orang lain. Hal ini
diharapkan terbangunya rasa percaya diri siswa, siswa menjadi
mandiri dalam melaksanakan pembelajaran, siswa tidak memiliki
ketergantungan pada orang lain. Pengajar berperan besar mendorong
keberhasilan mahasiswa secara individual, lebih menekankan interaksi
antara mahasiswa dengan objek yang dipelajari. Pada fase ini juga
29

memungkinkan setiap mahasiswa dapat belajar sesuai dengan


kemampuan potensinya, juga memungkinkan setiap siswa menguasai
seluruh bahan pelajaran secara penuh. “mastery learning“ atau belajar
tuntas. Fase kedua bertujuan untuk melatih kecakapan individu yang
berupa kecakapan dasar (potensial ability) sehingga mahasiswa
mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri,
mengenal emosi orang lain, dan mampu membina hubungan. Pada
fase kerja individu, diharapkan pada saat proses belajar mengajar di
kelas, siswa mampu mengassimilasi kemampuan dirinya sendiri, dan
mampu merefleksikan hasil yang telah dicapaianya dalam kerja tim
secara kolaboratif.
Fase 3 :Kerja Tim Berpikir Kritis Kolaborasi
Pada fase ini akan terjadi pergeseran pola belajar (dari fase
kerja individu ke fase kerja tim secara kolaboratif). MacGregor
(2005), menyatakan bahwa pergeseran peran dari kerja individu
menjadi kerja tim secara kolaborasi adalah 1) dari pendengar,
pengamat dan pencatat menjadi pemecah masalah yang aktif; pemberi
masukan dan suka diskusi; 2) dari kehadiran pribadi atau individu
dengan sedikit resiko atau permasalahan menjadi kehadiran publik
dengan banyak resiko dan permasalahan; 3) dari pilihan pribadi
menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan kelompok; 4) dari
kompetesi antar teman sejawat menjadi kolaborasi antar teman
sejawat; 5) dari tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi
tanggung jawab kelompok dan belajar saling ketergantungan; 6) dari
melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang memiliki otoritas
dan sumber pengetahuan, sekarang guru dan teks bukanlah satu-
satunya sumber belajar, tetapi sumber belajar lainnya dapat digali dari
komunitas kelompoknya.
Fase 4 : Diskusi Kelas
Fase diskusi kelas menggambarkan prosedur yang digunakan
oleh dosen untuk mendorong antara para mahasiswa saling tukar
30

pendapat secara lisan dalam kelas. Tujuan khusus dari fase ini adalah:
1) meningkatkan cara berpikir mahasiswa dan membantu mereka
membangun sendiri pemahaman materi. Dengan mendiskusikan suatu
topik akan membantu mahasiswa memantapkan dan memperluas
pengetahuan mereka tentang topik yang dibahas dan meningkatkan
kemampuan berpikir mahasiswa tentang topik; 2) menumbuhkan
keterlibatan dan keikutsertaan mahasiswa dalam bertanggung jawab
untuk belajar sendiri dan tidak hanya bergantung pada dosen.
Demikian pula diskusi kelas memberikan kesempatan terbuka kepada
mahasiswa untuk berbicara dan mengutarakan gagasan sendiri dan
mendorong motivasi untuk terlibat percakapan dalam kelas. Hasil
penelitian Adi,et al., (2012), pada mahasiswa teknik kimia, dengan
menerapkan Cooperative Problem Based Learning (CPBL)
menemukan bahwa diskusi terbuka dalam kelas sangat membantu
menciptakan pemahaman yang lebih baik dan kesalahan dapat
diperbaiki.
Fase 5. Evaluasi dan Umpan Balik
Fase ini bertujuan untuk pengumpulan data atau informasi
dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran untuk
materi sajian berkenaan dengan satu kompetensi dasar dengan maksud
dosen dan mahasiswa memperoleh gambaran menyeluruh dan
kebulatan tentang pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan
untuk pencapaian penguasaan kompetensi dasar (Hunaidah, 2019).
3. Tujuan model pembelajaran CinQASE
Model pembelajaran CinQASE dikembangkan dengan tujuan
utama untuk meningkatkan keterampilanIndividual Critical Thinking
dan Collaborative Critical Thinking. Tujuan Model pembelajaran
CinQASE secara garis besar dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2
31

Gambar 2.2 Tujuan Model Pembelajaran CinQASE

(Hunaidah, 2019)

F. Penelitian yang Relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati tahun 2014 berjudul
“Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Model 4-D pada
Materi Getaran Gelombang dan Bunyi dalam Meningkatkan Pemahaman
Konsep Siswa SMP Negeri 6 Palu” menyimpulkan bahwa telah dihasilkan
perangkat pembelajaran IPA Fisika materi getaran gelombang dan bunyi
yang valid, efektif dan efisien dengan model 4-D pada siswa kelas VIII A
SMP Negeri 6 Palu. Hal ini diperoleh berdasarkan hasil uji ahli isi,
persentase perangkat pembelajaran untuk bahan ajar sebesar 80%, LKS
dan RPP diperoleh sebesar 81% atau kualifikasi baik, uji ahli media/desain
pembelajaran diperoleh persentase bahan ajar dan RPP sebesar 81%, LKS
sebesar 79% atau perangkat dalam kualifikasi baik. Maka dapat dikatakan
bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan merupakan perangkat
pembelajaran yang valid, efisiensi dan efektif serta dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hunaidah, dkk tahun 2019 berjudul
“Validitas Model Pembelajaran CinQASE untuk Meningkatkan
Keterampilan Individual Critical Thinking (InCT) dan Collaborative
Critical Thinking (CCT)” menyimpulkan bahwa model pembelajaran
CinQASE layak digunakan untuk diterapkan pada uji coba karena
memenuhi kriteria validitas model yang dikembangkan. Hal ini
ditunjukkan melalui hasil ringkasan validasi model yakni melalui validitas
32

isi dan validitas konstruk yang dinilai oleh pakar pendidikan. Hasil juga
menunjukkan bahwa model CinQASE valid karena memenuhi beberapa
karakteristik, yaitu adanya kesesuaian dengan kebutuhan (need), kebaruan
(state-of- the art), memiliki landasan teori yang kuat, dan terdapat
konsistensi antar komponen model yang dikembangkan.
33

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Tahap studi pendahuluan dari penelitian dan pengembangan ini


adalah observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Lawa penyebaran angket
ke peserta didik dan pendidik di sekolah tersebut. Penelitian dilaksanakan
setelah selesai validasi produk pengembangan Perangkat berbasis Model
CinQASE pada materi Getaran Harmonis oleh validator.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian dan pengembangan


(Research and Development) yang bertujuan untuk mengembangkan
perangkat pembelajaran fisika untuk meningkatkan keterampilan berpikir
kritis dan penguasaan konsep getaran harmonis peserta didik tingkat SMA
berbasis model pembelajaran CinQASE. Perangkat pembelajaran yang akan
dikembangkan terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), Bahan Ajar, Tes Keterampilan Berpikir
Kritis Peserta Didik dan Tes Penguasaan Konsep Peserta Didik.

C. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah perangkat pembelajaran Fisika SMA


menggunakan model pembelajaran CinQASE pada konsep Getaran
Harmonis, sedangkan pada tahap implementasi yang menjadi subjeknya
adalah peserta didik kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Lawa.

D. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian dan pengembangan


(Research and Development) dengan mengadaptasi model 4-D yang
dikemukakan oleh Sivasailam Thiagarajan, Doroty S. Semmel dan Melvyn I.
Semmel (1974). Adapun tahapan model pengembangan 4-D yang terdiri dari
beberapa tahap yaitu tahap pendefinisian (Define), perancangan (Design),
34

pengembangan (Develop) dan penyebaran (Disseminate). Karena hasil


penelitian ini tidak disebarkan pada kelas lain atau sekolah lain (selain tempat
penelitian), sehingga hanya digunakan tiga tahap, yaitu tahap pendefinisian
(Define), perancangan (Design) dan pengembangan (Develop). Adapun
tahapan-tahapan dalam penelitian ini secara singkat disajikan pada Gambar
3.1 sebagai berikut.

Analisis Awal-Akhir

Pendefenisian
Analisis Peserta Didik

(Define)
Analisis Konsep Analisis Tugas

Perumusan Tujuan Pembelajaran

Perancangan
(Design)
Menyusun Perangkat Pembelajaran dan
Instrumen Penelitian

Draf 2
hjdjjjraf 2 Pengembangan
(Develop)

Draf 1 Valid? Revisi 1

Uji Coba 1

Analisis

Ujian Komprehensif

Gambar 3.1 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D


(Diadaptasi dari Tiagarajan, 1974)
35

1. Tahap pendefenisian (Define)


Pada tahap awal yaitu dengan mendeskripsikan tujuan
pembelajaran dan membatasi materi pembelajaran yang akan disampaikan.
Tahap pendefenisian bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat pembelajaran, mengetahui karakteristik peserta didik, metode
pembelajaran dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru, masalah
yang sering dihadapi dalam pembelajaran, dan mengkaji kurikulum.
Menurut Thiagarajan (1974), tahap pendefisikan (define) meliputi
5 langkah pokok yaitu:
a. Analisis awal-akhir (Front-End Analysis)
Analisis awal ini bertujuan untuk menetapkan masalah dasar
yang dihadapi dalam pembelajaran fisika di SMA yang meliputi
kurikulum dan permasalahan lapangan sehingga dalam hal ini
dibutuhkan pengembangan perangkat pembelajaran.
b. Analisis peserta didik (Learner analysis)
Analisis peserta didik memiliki tujuan untuk menganalisis
tentang karakteristik peserta didik, mengetahui tingkah laku awal
peserta didik yang meliputi kemampuan dan tingkat perkembangan
kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan).
Hal ini sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran.
Pada penelitian ini yang ditinjau adalah karakteristik peserta didik SMA
berupa usia dan tingkat kemampuan peserta didik.
c. Analisis tugas (Task analysis)
Analisis tugas menurut Thiagarajan (1974) bertujuan untuk
mengidentifikasi keterampilan-keterampilan utama yang akan dikaji
oleh peneliti dan menganalisisnya ke dalam himpunan keterampilan
tambahan yang mungkin diperlukan. Analisis ini memastikan ulasan
yang menyeluruh tentang tugas dalam materi pembelajaran.
d. Analisis konsep (Concept analysis)
36

Analisis konsep dilakukan untuk mengidentifikasi konsep


utama yang akan diajarkan secara sistematis. Hasil dari Analisis konsep
dibuat dalam peta konsep pembelajaran yang nantinya digunakan
sebagai sarana pencapaian kompetensi tertentu, dengan cara
mengidentifikasi dan menyusun secara sistematis bagian-bagian utama
materi pembelajaran.
e. Perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectivies)
Perumusan tujuan pembelajaran menurut Thiagarajan (1974)
berguna untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas
untuk menentukan perilaku objek penelitian. Kumpulan objek tersebut
menjadi dasar untuk menyusun tes dan merancang perangkat
pembelajaran yang kemudian di integrasikan ke dalam materi perangkat
pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti.
2. Tahap perancangan (Design)
Setelah mendapatkan permasalahan dari tahap pendefinisian,
selanjutnya dilakukan tahap perancangan. Tahap perancangan ini
bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran yang dapat digunakan
dalam proses pembelajaran. Tahap perancangan ini meliputi:
a. Penyusunan tes (criterion-test construction)
Penyusunan tes instrumen berdasarkan penyusunan tujuan
pembelajaran yang menjadi tolak ukur kemampuan peserta didik berupa
proses, psikomotor selama dan setelah kegiatan pembelajaran.
b. Pemilihan media (media selection)
Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media
pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi dan sesuai
dengan kebutuhan peserta didik. Media dipilih untuk menyesuaikan
analisis peserta didik, analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik
target pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang
bervariasi dari media yang berbeda-beda. Hal ini berguna untuk
membantu peserta didik dalam pencapaian kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang diharapkan.
37

c. Pemilihan format (format selection)


Pemilihan format dilakukan pada langkah awal. Pemilihan
format dilakukan agar format yang dipilih sesuai dengan materi
pembelajaran. Pemilihan bentuk penyajian disesuaikan dengan media
pembelajaran yang digunakan. Pemilihan format dalam pengembangan
dimaksudkan dengan mendesain isi pembelajaran, pemilihan
pendekatan, dan sumber belajar.
d. Desain awal (initial design)
Desain awal (initial design) yaitu rancangan perangkat
pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti kemudian diberi masukan
oleh para ahli pendidikan (dosen), Masukan dari para ahli pendidikan
(dosen) akan digunakan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran
sebelum ujicoba dilaksanakan. Kemudian melakukan revisi setelah
mendapatkan saran perbaikan perangkat pembelajaran dari para ahli
pendidikan (dosen) dan nantinya rancangan ini akan dilakukan tahap
validasi. Rancangan ini berupa Draft I dari perangkat pembelajaran
yang dikembangkan.
3. Tahap pengembangan (Develop)
Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat
pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan ahli dan uji coba
kepada peserta didik. Terdapat dua langkah dalam tahapan ini yaitu
sebagai berikut.
a. Validasi ahli (Expert appraisal)
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh saran dari pakar ahli
yang berkompeten bagi peningkatan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan melalui kegiatan validasi terhadap perangkat
pembelajaran yang telah dihasilkan pada tahap perancangan (Draf 1)
akan digunakan pada uji coba 1 (uji coba terbatas). Sedangkan, jika
perangkat pembelajaran dikembangkan dinyatakan tidak valid, maka
38

akan dilakukan Revisi 1 untuk memperbaiki perangkat yang divalidasi


sebelumnya sehingga menghasilkan Draf 2. Draf 2 hasil Revisi 1
selanjutnya akan divalidasi kembali agar dapat digunakan pada uji
coba terbatas.
b. Uji coba (Development testing)
Pada tahap pengembangan akan dilaksanakan 2 kali uji coba
yaitu uji coba terbatas (uji coba 1) dan uji coba sebenarnya (uji coba
2). Pada uji coba 1 ini dilakukan untuk memperoleh masukan langsung
dari lapangan untuk merevisi perangkat pembelajaran yang telah
dikembangkan. Pada uji coba 1 ini peneliti bertindak sebagai pengajar.
Uji coba 1 ini terbatas pada sampel 15 orang peserta didik SMA
Negeri 1 Lawa. Hasil uji coba 1 ini akan dijadikan sebagai bahan
untuk dianalisis. Kemudian peneliti akan melakukan perbaikan
perangkat pembelajaran melalui Revisi 2 sehingga menghasilkan Draf
3 yang akan digunakan dalam implementasi atau uji coba 2.
Perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan (Draf 3)
akan digunakan dalam uji coba 2, dalam hal ini pelaksanaan dilakukan
didalam kelas dengan jumlah yang sebenarnya. Rancangan penelitian
akan menggunakan rancangan one-group pretest-posttest design.
Rancangan peneliti ini melibatkan satu kelompok yang diobservasi
pada tahap pretest (O1) yang kemudian dilanjutkan dengan perlakuan
tertentu (X) dan posttest (O2) (Sugiyono, 2016). Rancangan one-group
pretest-posttest design dapat ditulis dengan bentuk:

O1 X O2
Dengan:
O1 = Uji awal (pretest) untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis
dan penguasaan konsep peserta didik
O2 = Uji akhir (posttest) untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis
dan penguasaan konsep peserta didik
X = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan perangkat
pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan model
39

pembelajaran CinQASE

4. Tahap penyebaran (Disseminate)


Setelah uji coba terbatas dan instrumen telah direvisi, tahap
selanjutnya adalah tahap penyebaran. Tujuan dari tahap ini adalah
menyebarluaskan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan. Pada
penelitian ini hanya dilakukan penyebaran terbatas, yaitu dengan
menyebarluaskan dan memperkenalkan perangkat pembelajaran yang telah
dikembangkan secara terbatas hanya kepada guru Fisika di SMA Negeri 1
Lawa.

D. Validasi

Instrumen penilaian yang digunakan dalam penelitian ini berupa


angket, yaitu lembar validasi yang digunakan untuk memperoleh data
mengenai validasi perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Lembar
validasi yang dimaksud meliputi lembar validasi RPP, LKPD, Bahan Ajar dan
instrumen penilaian. Lembar validasi memuat petunjuk dan kediaan validator
untuk memberikan penilaian. Penilaian yang diberikan oleh validator pada
lembar validasi berupa tanda centang (√) pada kolom nilai yang disediakan.
Lembar validasi yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan
oleh peneliti sendiri. Sebelum digunakan dalam penelitian, lembar validasi
yang dikembangkan terlebih dahulu dikonsultasikan pada dosen pembimbing
kemudian direvisi berdasarkan saran-saran yang diberikan.
E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dikembangkan untuk mengumpulkan data sebagai


berikut.
1. Instrumen validitas perangkat pembelajaran
Instrumen yang digunakan pada tahap pengembangan perangkat
pembelajaran yang dikembangkan adalah lembar validasi. Lembar validasi
perangkat pembelajaran model pembelajaran CinQASE digunakan untuk
memperoleh data mengenai validitas perangkat pembelajaran yang
40

dikembangkan. Lembar validasi memuat petunjuk dan ketersediaan


kepada validator untuk memberikan penilaiannya. Lembar validasi yang
dimaksud terdiri dari lembar validasi RPP, lembar validasi bahan ajar,
lembar validasi instrumen kepraktisan dan lembar validasi instrumen
keefektifan.
2. Instrumen kepraktisan perangkat pembelajaran
a. Lembar pengamatan keterlaksanaan pembelajaran
Keterlaksanaan pembelajaran dinilai dangan menggunakan
lembar keterlaksanaan pembelajaran yang diamati oleh dua orang
pengamat selama proses belajar mengajar yang menerapkan RPP yang
telah dikembangkan. Lembar pengataman keterlaksanaan pembelajaran
yang digunakan terdiri dari identitas instrumen, petunjuk penilaian, aspek
yang diamati, dan hasil penilaian. Hasil penilaian dengan menggunakan
instrumen ini akan menjadi acuan bahwa perangkat pembelajaran
dikatakan praktis jika keterlaksanaan pembelajarannya mencapai skor
dengan kategori baik.
b. Lembar pengamatan aktivitas peserta didik
Instrumen ini digunakan untuk mengamati aktivitas peserta didik
selama kegiatan pembelajaran. Lembar pengataman ini akan diisi oleh
dua orang pengamat untuk melihat aktivitas peserta didik pada saat proses
pembelajaran yang menerapkan RPP yang dikembangkan. Lembar
pengamatan aktivitas peserta didik terdiri atas empat komponen yaitu
identitas instrumen, petunjuk penilaian, aktivitas peserta didik yang
diamati, dan hasil penilaian. Hasil penilaian dengan menggunakan
instrumen ini akan menjadi acuan bahwa perangkat pembelajaran
dikatakan praktis jika keterlaksanaan pembelajarannya mencapai skor
dengan kategori baik.
c. Lembar catatan kendala-kendala pembelajaran
Data kendala selama pembelajaran diperoleh melalui
catatan-catatan peneliti dan pengamat selama berlangsungnya proses
pembelajaran model pembelajaran CinQASE serta solusi yang
41

digunakan untuk mengatasi berbagai kendala tersebut. Lembar catatan


kendala-kendala pembelajaran terdiri atas empat komponen yaitu
identitas instrumen, petunjuk penilaian, jenis kendala dan solusi alternatif
yang dapat diberikan.
3. Instrumen keefektifan perangkat pembelajaran
Instrumen keefektifan RPP berupa lembar angket respon peserta didik
dan Guru, tes ketuntasan indikator dan tes keterampilan berpikir kritis ilmiah.
Instrumen-instrumen tersebut digunakan untuk menilai keefektifan perangkat
pembelajaran yang telah dikembangkan.
a. Tes keterampilan berpikir kritis
Tes keterampilan berpikir kritis digunakan untuk mengetahui
keterampilan berpikir kritis peserta didik yang disusun oleh peneliti
dalam bentuk tes essai yang berjumlah sebanyak 5 butir soal yang
mengacu pada indikator keterampilan berpikir kritis yaitu memberikan
penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun
keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (interfence),
membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarificatiom). Tes
keterampilan berpikir kritis terdiri dari dua macam yaitu lembar pre-
test dan lembar post-test terkait konsep Getaran Harmonis. Hasil
penilaian tes keterampilan berpikir kritis peserta didik selama pretest dan
posttest akan digunakan untuk memperoleh data sensitivitas tiap butir
soal yang dikembangkan.
b. Tes penguasaan konsep
Tes penguasaan konsep digunakan untuk mengetahuai
penguasaan konsep peserta didik yang disusun oleh peneliti dalam
bentuk tes pilihan ganda yang berjumlah 10 butir soal dengan lima
pilihan jawaban yang mengacu pada indikator penguasaan konsep yaitu
mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi
dan membuat. Tes penguasaan konsep terdiri dari dua macam yaitu
lembar pretest dan lembar posttest terkait konsep Getaran Harmonis.
Hasil penilaian tes keterampilan berpikir kritis peserta didik selama
42

pretest dan posttest akan digunakan untuk memperoleh data


sensitivitas tiap butir soal yang dikembangkan.
c. Lembar angket respon peserta didik
Angket digunakan untuk memperoleh data respon peserta didik
terhadap proses pembelajaran dengan menerapkan RPP fisika model
pembelajaran CinQASE pada konsep Getaran Harmonis. Angket yang
disediakan berupa angket berskla pengukuran menggunakan skala Likert
dengan kisaran 1-4 dengan pernyataan positif yang akan dijawab oleh
peserta didik dengan alternatif jawaban dengan skor jawaban: Sangat
Setuju (SS) = 4, Setuju (S) = 3, Tidak Setuju (ST) = 2, Sangat Tidak
Setuju (STS) = 1.
d. Lembar angket respon guru
Angket digunakan untuk memperoleh data respon guru terhadap
RPP fisika model pembelajaran CinQASE untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan penguasaan konsep pada konsep Getaran
Harmonis. Angket yang disediakan berupa angket berskla pengukuran
menggunakan skala Likert dengan kisaran 1-4 dengan pernyataan positif
yang akan dijawab oleh peserta didik dengan alternatif jawaban dengan
skor jawaban: Sangat Setuju (SS) = 4, Setuju (S) = 3, Tidak Setuju
(ST) = 2, Sangat Tidak Setuju (STS) = 1.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini berupa dokumentasi,


pengamatan, tes, angket dan wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi yang relevan dan akurat.
1. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk mencari data-data mengenai
peserta didik sebagai subyek penelitian, foto peserta didik saat uji coba
produk, serta data pendukung lain yang diperlukan.
2. Pengamatan
43

Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data penelitian tentang


keterlaksanaan pembelajaran dan aktivitas peserta didik sekaligus
mengamati kendala yang ditemuai selama proses belajar mengajar yang
menerapkan RPP fisika model pembelajaran CinQASE pada materi
Getaran Harmonis. Penilaian dan pengamatan dilakukan terhadap kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, penutup, pengelolaan waktu dan suasana kelas.
3. Tes
Pemberian tes meliputi pretest dan posttest sesuai dengan
indikator dan tujuan yang dikembangkan oleh peneliti. Tes digunakan
untuk mengukur atau mengetahui adanya kontribusi model pembelajaran
CinQASE dalam melatihkan keterampilan berpikir kritis dan penguasaan
konsep peserta didik setelah kegiatan belajar. Tes yang digunakan pada
penelitian ini adalah tes keterampilan berpikir kritis secara tertulis dalam
bentuk soal-soal essai, sedangkan tes penguasaan konsep akan diberikan
dalam bentuk pilihan ganda.
4. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui respon peserta didik
terhadap pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran
CinQASE meliputi: RPP, LKPD, bahan ajar, tes keterampilan berpikir
kritis dan tes penguasaan konsep Getaran Harmonis tingkat SMA yang
dikembangkan.

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu data


kuntitatif dan data kualitatif. Analisis data kuantitatif yang berbentuk
angka-angka dideskripsikan menjadi informasi, artinya penelitian ini hanya
menggambarkan objek permasalahan untuk mencapai kejelasan masalah yg
akan dibahas. Analisis data kualitatif yang berbentuk kata-kata atau
pernyataan bertujuan untuk menemukan makna dibalik berbagai peristiwa atau
masalah yang tampak. Data yang diperoleh dari uji ahli pendidikan, guru dan
peserta didik di analisis menggunakan teknik kuantitatif untuk mengetahui
44

validitas, kepraktisan dan keefektifan perangkat pembelajaran fisika model


pembelajaran CinQASE pada konsep getaran harmonis tingkat SMA yang
dikembangkan. Untuk data yang diperoleh dari lembar catatan kendala-
kendala selama uji coba dianalisis dengan deskriptif kualitatif.
Adapun analisis data instrumen penilaian validitas, kepraktisan,
keefektifan perangkat pembelajaran dan kendala-kendala penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Analisis validitas
untuk menguji validitas perangkat pembelajaran, pemerolehan
keputusan dan komentar dari ahli Pendidikan dan ahli evaluasi, yaitu
dengan memberikan lembar validasi yang berisikan beberapa indikator
sesuai dengan aspek yang akan diukur dalam perangkat pembelajaran.
Aspek-aspek yang akan dianalisis oleh para ahli meliputi aspek
kurikulum/pembelajaran, aspek isi/materi, aspek tampilan, aspek program
dan aspek penyajian pembelajaran. Penentuan tingkat kevalidan perangkat
pembelajaran yang dikembangkan untuk uji terbatas, kategorisasi hasil
pengukuran menggunakan skala Likert. Tiap butir dibagi lima skala
ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Butir Instrumen oleh Validator
Skor Keterangan
5 Jika sangat sesuai/sangat jelas/tepat guna/operasional
4 Jika sesuai/ jelas/tepat guna/kurang operasional
3 Jika sesuai/jelas/tidak tepat guna/kurang operasional
2 Jika tidak sangat sesuai/tidak jelas/tidak tepat guna/tidak operasional
Jika sangat tidak sesuai/sangat tidak jelas/sangan tidak tepat
1
guna/sangat tidak operasional
(Diadopsi dari Windarti, 2007)
Analisis data validitas berupa validitas perangkat pembelajaran
Fisika model pembelajaran CinQASE pada konsep Getaran Harmonis oleh
ahli pendidikan, lembar pengamatan keterlaksanaan pembelajaran, lembar
pengamatan aktivitas peserta didik, tes keterampilan berpikir kritis dan tes
penguasaan konsep. Untuk a nalisis validitas digunakan indeks validitas
yang diusulkan oleh Aiken dan pengkategoriannya pada Tabel 3.2 sebagai
berikut.
45

V=
∑S ,
n ( c − 1) dimana S = r− l
(3.1)
Keterangan:
V = Indeks kesepakatan validator
S = Skor yang diberikan validator dikurangi skor terendah dalam kategori
yang digunakan
n = Banyaknya validator
c = Banyak kategori yang dapat dipilih oleh validator
r = Angka yang diberikan oleh validator
l = Nilai terendah dari skala yang digunakan
Tabel 3.2 Kriteria Validitas Ahli
Interval Skor Kategori Validitas
0,80<V≤1,00 Sangat Tinggi
0,60<V≤0,80 Tinggi
0,40<V≤0,60 Sedang
0,20<V≤0,40 Rendah
0,00<V≤0,20 Sangat Rendah
(Diadopsi dari Retmawati, 2016)
2. Analisis kepraktisan perangkat pembelajaran
Analisis kepraktisan perangkat pembelajaran diperoleh dari lembar
penilaian keterlaksanaan pembelajaran dan lembar aktivitas peserta didik
selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian dan pengamatan
dilakukan setiap kali tatap muka oleh dua pengamat yang sudah dilatih
sehingga dapat mengoperasikan lembar pengamatan secara benar. Skor
penilaian yang diberikan pengamat pada saat mengamati keterlaksanaan
pembelajaran dan aktivitas peserta didik adalah dengan rentang 1 hingga 5.
Kriteria hasil keterlaksanaan pembelajaran dan aktivitas peserta didik
berdasarkan skor rata-rata penilaian yang diberikan dua pengamat dengan
kriteria yang ditunjukkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kriteria Kepraktisan
Interval Skor Kategori
0,80<V≤1,00 Sangat Tinggi
0,60<V≤0,80 Tinggi
46

0,40<V≤0,60 Sedang
0,20<V≤0,40 Rendah
0,00<V≤0,20 Sangat Rendah
(Diadaptasi Retmawati, 2016)

3. Analisis keefektifan perangkat pembelajaran


a. Analisis hasil tes keterampilan berpikir kritis dan tes penguasaan
konsep
Analisis hasil belajar dan keterampilan berpikir ktitis peserta
didik menggunakan butir soal pretest dan posttest. Peningkatan dari
hasil pembelajaran diperoleh dengan menggunakan kriteria N-gain.
Pencapaian kompetensi ditentukan sesuai dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) mata pelajaran Fisika di SMA Negeri 1 Lawa.
Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai peserta
didik secara individu adalah sebagai berikut.

jumlah skor yang diperoleh


Nilai= x 100 (3.2)
jumla h skor total

Kriteria peningkatan keterampilan berpikir kritis dan


penguasaan konsep peserta didik dapat dilihat melalui gain score
(Meltzer, 2002) dengan perhitungan:
posttes score − pretest score
g=
max imum possible score − pretest score (3.3)
Dengan kategori perolehan terbagi atas 3 yaitu sebagai berikut.
Tabel 3.4 Kriteria N-Gain
Skor N-gain Kriteria Normalized Gain
0,70 < <g> Tinggi
0,30 ≤ <g> ≤ 0,70 Sedang
<g> < 0,3 Rendah
(Hake, 1999)
b. Angket respon peserta didik
47

Data mengenai keefektifan RPP diperoleh dari angket respon


peserta didik. Penilaian peserta didik menggunakan skala Likert
dengan rentang 1-4 dengan pengkategorian Sangat Setuju (SS) = 4,
Setuju (S) = 3, Tidak Setuju (ST) = 2, Sangat Tidak Setuju (STS) = 1.
Persentase respon peserta didik terhadap perangkat pembelajaran Fisika
model pembelajaran CinQASE pada konsep Getaran Harmonis tingkat
SMA yang dikembangkan adalah sebagai berikut.

jumla h skor jawaban peserta didik


P= x 100 %
skor maksimal respon
(3.4)

Persentase respon peserta didik dikonversi dengan kriteria


seperti pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Kriteria Pengkategorian Penilaian Keefektifan Perangkat
Pembelajaran
Interval Skor Kategori Penilaian
81% - 100% Sangat Baik
61% - 80% Baik
41% - 60% Cukup Baik
21% - 40% Kurang Baik
0% - 20% Tidak Baik
(Sugiyono, 2014)

c. Angket respon guru


Selain menggunakan respon peserta didik, keefektifan juga
dapat dilihat dengan menggunakan respon guru mengenai perangkat
pembelajaran yang telah dikembangkan dan penerapannya selama
proses belajar mengajar. Adapun persamaan matematis yang
digunakan untuk menghitung skor penilaian guru terhadap perangkat
pembelajaran yang telah dikembangkan adalah sebagai berikut.

P=
∑ Pn
n (3.5)
Keterangan :
P = Rata-rata perolehan skor
48

∑ Pn = Jumlah keseluruhan skor


n = Jumlah pertanyaan

Tabel 3.6 Kriteria Pengkategorian Respon Guru


Interval Skor Kategori
4,22 – 5,00 Sangat Baik
3,41 – 4,21 Baik
2,61 – 2,40 Cukup Baik
1,80 – 2,60 Kurang Baik
0,00 – 1,79 Sangat Kurang Baik
(Diadopsi dari Melati, 2016)
4. Analisis kendala-kendala penelitian
Hambatan selama pelaksanaan pembelajaran dianalisis dengan
deskriptif kualitatif yaitu pengamat dan peneliti memberikan catatan
tentang hambatan atau kendala yang terjadi pada saat pelaksanaan
pembelajaran model pembelajaran CinQASE.

H. Syarat Kelayakan Perangkat Pembelajaran

Menurut Santi dan Santosa (2016) perangkat pembelajaran dikatakan


valid dan praktis jika penilaian berada pada kriteria baik. Sedangkan perangkat
pembelajaran dikatakan efektif jika paling sedikit 80% nilai peserta didik pada
aspek pengetahuan dan keterampilan mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Syarat kelayakan perangkat pembelajaran menggunakan analisis
kuantitatif dan deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan kualitas perangkat
pembelajaran berdasarkaan penilaian ahli pendidikan, guru mata pelajaran
fisika dan angket respon peserta didik. Perangkat pembelajaran dikatakan
layak digunakan sebagai perangkat pembelajaran apabila validator ahli
menunjukkan valid atau sangat valid untuk digunakan sebagai perangkat
pembelajaran atau nilai indeks kesepakatan akhir (Indeks Aiken) diantara
0,6-0,8, hasil analisis kepraktisan perangkat pembelajaran yang diukur melalui
lembar keterlaksanaan pembelajaran dan lembar aktivitas peserta didik serta
49

analisis keefektifan perangkat pembelajaran yang diukur melalui instrumen


tes keterampilan berpikir kritis, tes penguasaan konsep, angket respon guru
dan angket respon peserta didik mencapai skor dalam kategori baik atau
sangat baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adophus, T., Alamina, J., & Aderonmu. 2013. The Effects of Collaborative
Learning on Problem Solving Abilities among Senior Secondary School
Physics Students in Simple Harmonic Motion. Journal Educations and
Practice, 25(4),95-100.

Aji, Rizqon Halal Syah. 2020. Dampak Covid-19 pada Pendidikan di Indonesia:
Sekolah, Keterampilan, dan Proses Pembelajaran. Jurnal sosial &
Budaya Syar-i. Vol.7, No.5.

Astuti, Lin Suciani. 2017. Penguasaan Konsep IPA Ditinjau Dari Konsep Diri
dan Minat Belajar Siswa. Vol. 7. No. 1. Hal. 40-48. ISSN: 2088-351X.

Bailin,S.2002.Critical thinking and science education. Science &Education,11(4).


Budiharti, Rini dan Nur Ulfah Citra Devi. 2016. Efektivitas Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe The Power Of Two dalam Pembelajaran Fisika. Jurnal
Materi dan Pembelajaran Fisika (JMPF )Vol. 6. No. 1.

Ennis, R.H. 1985. Developing Mind: Goal for Critical Thingking Curriculum.
Arethur L. Costa Editor.

Ernawati. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Model 4-D


Pada Materi Getaran Gelombang dan Bunyi Dalam Meningkatkan
Pemahaman Konsep Siswa SMP Negeri 6 Palu. Jurnal Sains dan
Teknologi Tadulako. Vol.3, No. 1

Gokhale, Anuradha A.199. l. 7 No. 1,Collaborative Learning EnhancesCritical


Thinking. Jurnal Of Technology Educatio.

Hadma, Yuliani. 2012. Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan


Proses dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari Sikap
Ilmiah dan Kemampuan Analisis. Jurnal Inkuiri. 1(3):206-207. (Online).
http://jurnal.pasca.uns.ac.id . (diakses 7 Maret 2017).

Hagi, Nanda Afrita dkk. 2019. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis melalui
Model Problem Based Learning pada Muatan Matematika Kelas V SDN
Salatiga 01. Jurnal Basicedu. No. 1,Vol. 3, Hal. 53 – 59.
50

Hake, Richard R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Dept. of Physics, Indiana


University:USA.

Hanna, Daryl dkk. 2016. Model Pembelajaran Tema Konsep Disertai Media
Gambar Pada Pembelajaran Fisika Di SMA. Jurnal Pembelajaran Fisika.
Vol. 5. No. 1.

Hunaidah ,Endang, Susantini Wasis.2019. Validitas Model Pembelajaran


CinQASE Untuk Meningkatkan Keterampilan Individual Critical
Thinking (INCT) Dan Collaborative Critical Thinking(CCT). Jurnal
Desertasi Tesis. Pendidikan Fisika Universitas Halu Oleo, Kendari.

Muhfahroyin. 2009. Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui


Pembelajaran Konstruktivistik. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran,
Volume 16, Nomor 1,ISSN, 2235.Universitas Muhammadiyah Metro
Lampung, Lampung.

Noprianda, Melia. 2016. Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Model Pembelajaran


Problem Based Learning dan Sains Teknologi Masyarakat pada Konsep
Virus. EDUSAINS. Vol. 8, Hal. 182-191.

Nurachmandani, Setya. 2009. Fisika 2 untuk SMA/MA Kelas XI. Grahadi. Jakarta.

Parnafes, O. 2010. When Simple Harmonic Motion is not That Simple Managing
Epistemological Complexity by Using Computer-based Representation.
Journal of Science Education and Technology, 19:565-579.

Pizzini E, L., Spepadson D. P., Abel A. S. K., (1989). A rationale for and
development of problem solving models of instruction in science
education.

Redecker, C.,et al. 2011. Te Future of Learning: Preparing for


Change.Luxembourg: Publications Ofce of the European Union.

Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan


nomor 103 tahun 2014 tentang pembelajaran pada pendidikan dasar
dan pendidikan menenga

Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 pasal 19


ayat 3 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Retnawati, Heri. 2016. Analisis Kuantitatif Instrumen Penelitian. Parama


Publishing. Yogyakarta.

Santrock, J.W. (2011). Educational psychology (5thedition). New York: Mc Graw


Hill.
51

Sugara, Yeyehn Dwi dkk. 2016. Kesulitan Siswa SMA dalam Memahami Gerak
Harmonis Sederhana. Pros, Semnas Pend. IPA Pascasarjana UM. Vol. 1.
ISBN:978-602-9286-21-2.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methonds). Bandung:


Alfabeta,cv.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian & Pengembangan (Research and


Development/ R & D). Bandung: Alfabeta,cv.

Sunardi dkk. 2017. Fisika untuk Siswa SMA/MA Kelas X. Yrama Widya.
Bandung.

Syarqiy, Dibyaratna dan Setyo Admoko. 2017. Model Pembelajaran Inkuiri untuk
Melatihkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Peserta Didik pada
Materi Getaran Harmonik di SMA Negeri 1 Bangil. Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika (JIPF). No. 03, Vol. 06.

Thiagarajan, S.,dkk. 1974. Instructional development for Training teacher of


exceptional. Minnesota: Indiana University.

Zakiyatun, Chairunisa, Cawang dan Rizmahardian Ashari Kurniawan. 2017.


Pengaruh Media Peta Konsep Dalam Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (Nht) Terhadap Hasil
Belajar dan Daya Ingat Siswa Pada Materi Hidrolisis Garam Kelas Xi
Mipa SMA Negeri 7 Pontianak. Jurnal Ilmiah. Vol. 5, No. 2, Ar-Razi
ISSN.2503-4448,159 Prodi Pendidikan Kimia Fkip Universitas
Muhammadiyah Pontianak, Pontianak.

Zubaidah, Siti. 2010. Berpikir Kritis: Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi yang
dapat dikembangkan melalui Pembelajaran Sains. Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai