Kelompok 3
Di Susun Oleh :
Deni Amala ( 42010121B007 )
Devi Dwi Septaliani ( 42010121B008 )
Linta Ulinnuha ( 42010121B016 )
FAKULTAS KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan dengan
Apendiksitis “ dengan sebaik – baiknya.
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ilmu
keperawatan serta sebagai syarat menempuh mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB).
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun
duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan
tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan serta bimbingan dari tim kelompok maupun
berbagai pihak.
Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan
terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Dalam penyusunan malalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada
teknik maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul
makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 3
D. Manfaat 4
A. LATAR BELAKANG
Tingkat kejadian appendisitis di negara maju lebih tinggi di bandingkan dengan negara
berkembang. Appendisitis dapat terjadi pada laki – laki dan perempuan pada segala usia tapi
pada umumnya saat usia remaja yaitu sektar usia 20 – 30 tahun. Appendisitis pada umumnya
terjadi pada laki – laki (Kowalak, 2011).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2011). Beberapa literatur menyebutkan bahwa
tindakan apendiktomi ini dapat timbul berbagai masalah keperawatan, salah satu diantaranya
kerusakan intergritas jaringan. Kerusakan intergritas jaringan disebabkan oleh luka operasi atau
insisi yang menyebabkan rusaknya jaringan tubuh dan putusnya ujung-ujung syaraf
(Sjamsuhidajat & De Jong 2011).
Penelitian terbaru menunjukkan 7% penduduk di negara barat menderita apendisitis dan
terdapat lebih dari 200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya (WHO
2014). Badan WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi apendisitis di Asia dan
Afrika pada tahun 2014 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi. Di Indonesia
insiden appendisitis cukup tinggi, terlihat dengan adanya peningkatan jumlah pasien dari tahun
ketahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari (Depkes, 2016), kasus appendisitis pada tahun
2016 sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2017 jumlah pasien appendisitis sebanyak 75.601
orang. Dinkes Jawa Timur menyebutkan pada tahun 2017 jumlah kasus apendisitis di Jawa
Timur sebanyak 5.980 penderita dan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian (Dinas
kesehatan, 2017).
Tindakan pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan cara operasi. Operasi
apendiks dilakukan dengan cara apendiktomy yang merupakan suatu tindakan pembedahan
membuang apendiks. Adapun respon yang timbul setelah tindakan apendiktomy untuk kerusakan
jaringan dan rusaknya ujung – ujung syaraf yang memyebabkan timbul masalah keperawatan
kerusakan intergritas jaringan (Aribowo, H & Andrifiliana, 2011).
Kerusakan intergritas jaringan akibat efek operasi apendiktomy yaitu salah satu masalah
keperawatan yang muncul pada klien post operasi apendisitis dapat diatasi oleh tugas perawat
dengan cara memantau perkembangan kerusakan kulit klien setiap hari dengan mencegah
penggunaan linen bertekstur kasar dan jaga agar linen tetap bersih, tidak lembab, dan tidak
kusut. Melakukan perawatan luka secara aseptik 2 kali sehari dan monitor karakteristik luka
meliputi warna, ukuran, bau dan pengeluaran pada luka. Perawat harus selalu mempertahankan
teknik steril dalam perawatan luka klien (Sjamsuhidajat & De Jong 2011).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian apendisitis?
2. Aoa saja klasifikasi appendiksitis ?
3. Apa etiologi apendisitis?
4. Bagaimana patofisologi apendisitis?
5. Bagaimana manifestasi klinis apendisitis?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik ?
7. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien apendistis?
8. Apa saja komplikasi appendiksitis ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian tentang apendisitis.
2. Untuk mengetahui klasifikasi appendistis
3. Untuk mengetahui etiologi apendisitis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi apendisitis.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis apendisitis.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik
7. Untuk mengetahui pentalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien apendisitis
8. Untuk mengetahui kompilkasi appendikstis
9.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner &
Suddarth, 2014). Apendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis
yang terjadi pada apendiks vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi
pada lumen apendiks. Gejala yang pertama kali dirasakan pada umumnya adalah
berupa nyeri pada perut kuadran kanan bawah. Selain itu mual dan muntah sering
terjadi beberapa jam setelah muncul nyeri, yang berakibat pada penurunan nafsu
makan sehingga dapat menyebabkan anoreksia (Fransisca dkk, 2019).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam
,pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun
usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk
mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami infeksi
akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam Gozali, 2011).
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis merupakan
suatu peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada
obstruksi yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.
B. Klasifikasi Appendiksitis
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), apendisitis diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
1. Appendiksitis akut yaitu radang pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local. . Gajala
appendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2. Apendisitis rekures yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
Gambar 2 Apendik
Sumber : Fransisca, dkk, 2019
a. Anatomi Appendisitis
Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks adalah
organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak
mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi dari 3-5
inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan aspek posteromedial caecum,
2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya bebas. Lumennya melebar di
bagian distal dan menyempit di bagian proksimal (S. H. Sibuea, 2014).
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di
region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada
titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan
umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti Hardiyanti Sibuea, 2014). Hampir
seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks
(mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan peritoneum berjalan kontinue
disepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks. Vaskularisasi dari
apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di ujung dari apendiks dimana
tidak terdapat mesoapendiks. Arteri apendikular, derivate cabang inferior dari
arteri ileocoli yang merupakan trunkus mesentrik superior. Selain arteri
apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat
kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari
vena ileocolic berjalan ke vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke
sirkulasi portal (Eylin, 2009).
b. Fisiologi Appendisitis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan pada patogenesis apendiks.
Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah
IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh (Arifin, 2014).
D. Etiologi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah
erosi mukosa apendiks karena parasite seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
1) Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
2) Tergantung pada bentuk apendiks:
3) Appendik yang terlalu panjang
4) Massa appendiks yang pendek
5) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
E. Patofisiologi
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut meningkat, namun elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Pada saat inilah
terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Sekresi mukus
terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding apendiks.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah. (wijaya & putri, 2013, hal. 89
F. Manifestasi Klinis
Menurut Baughman dan Hackley (2016), manifestasi klinis apendisitis meliputi :
a. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual dan
seringkali muntah.
b. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior
dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian
bawah otot rektus kanan.
c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri
tekan, spasm otot, dan konstipasi atau diare kambuhan.
d. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah).
e. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi
distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
Gambar 3 Apendik
Sumber : Fransisca, dkk, 2019
G. Pathway
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wijaya & Putri (2013, hal. 91) pemeriksaan diagnostik dari apendiksitis
meliputi:
1. Laboratorium
Ditemukannya leukositosis 10.000 s/d 18.000/mm3, semakin tinggi
leukositosis maka semakin hebat pula peradangan yang terjadi.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada 55% kasus apendiksitis stadium awal akan
ditemukan gambaran foto polos abdomen yang abnormal, gambaran yang
lebih spesifik adanya massa jaringan lunak di perut kanan bawah dan
mengandung gelembung-gelembung udara.
3. Pemeriksaan penunjang lain
1) Pada copy fluorossekum dan ileum terminasi tampak irritable
2) Pemeriksaan colok dubur, menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi, bisa
dicapai dengan jari telunjuk
3) Uji psoas dan uji obturator
b. Pasca Operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan, angkat
sonde lambung bila pasien sudah sadar sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah, kemudian baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien
dipuasakan, bila tindakan operasi besar, maka puasa diteruskan sampai fungsi
usus kembali normal. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan duduk tegak
ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua pasien dianjurkan duduk di
luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperoleh pulang
(Wijaya & Putri, 2013, hal. 92)
I. Kompikasi
Komplikasi yang terjadi pasca operasi menurut Mansjoer (2012) :
1) Perforasi Apendisitis
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5 derajat celcius, tampak toksik,
nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
2) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum. Aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, nyeri abdomen, demam dan leukositosis.
3) Abses
Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus. Teraba masa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini
terjadi bila apendisitis gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
konjungtiva anemis.
3) >110/70mmHg; hipertermi.
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
perjalanan penyakit.
9) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan intake
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam
keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
e. Pemeriksaan diagnostic.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada
appendicitis, antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis)
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis).
c. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah).
d. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien
dapat diatasi (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016).
19
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry,
2014).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan,
memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).
Komponen tahap implementasi :
a) Tindakan keperawatan mandiri.
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan tahapan
penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Terdapa dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
23
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :
S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia.
O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji dari
data subjektif dan data objektif.
P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan,
baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang
terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:
Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai
dengan standar yang telah ditentukan.
Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam
proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria
yang telah ditetapkan.
Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.
BAB IV
STUDI KASUS
1
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Mengeluh nyeri perut bagian kanan bawah, dengan keluhan nyeri perih dan seperti
ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 6 (rentang nyeri 0-10), dan nyeri yang dirasakan
hilang timbul, pasien tampak lemah dan meringis kesakitan.
e. Psikososial
Klien dapat berkomunikasi dengan perawat maupun orang lain sangat baik dan lancar
serta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat. Orang yang paling dekat
dengan Klien adalah ayahnya. Ekspresi Klien terhadap penyakitnya yaitu tidak ada
masalah. Klien mengatakan interaksi dengan orang lain baik dan tidak ada masalah.
Reaksi saat interaksi dengan Klien kooperatif dan tidak ada gangguan konsep diri.
2
f. Personal Hygiene dan Kebiasaan
Saat di rumah Klien memiliki kebiasaan mandi sebanyak 3 kali sehari, sikat gigi
sebanyak 3 kali sehari dan keramas sebanyak 1 kali sehari, memotong kuku seminggu
sekali. Selama di rumah sakit klien mengatakan diseka menggunakan tisu basah dan
menyikat gigi 2x sehari dan mengganti baju pada pagi hari.
g. Spiritual
Sebelum sakit Klien sering untuk beribadah selama sakit klien tidak beribadah.
data dari identitas klien. Pada klien bernama Ny. F berusia 32 tahun, berjenis
perempuan, masuk rumah sakit pada tanggal 11 September 2021 dan dilakukan pengkajian
pada tanggal 11 September 2021 dengan diagnosa medis Appendicitis acute.
Pada pengkajian riwayat kesehatan pada klien keluhan utama yaitu ditemukan klien
mengatakan Nyeri pada perut kanan bawah. Pada riwayat penyakit sekarang ditemukan
data klien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak 2 hari sebelum ke rumah
sakit, lalu klien dibawa ke rumah sakit pada tanggal 11 September 2021 dan dirawat di
ruang igd lalu dibawa ke ruang Abu Dzar . Rasa nyeri seperti tertusuk tusuk tusuk menjalar
ke bagian punggung, klien mengatakan mual dan muntah pada saat pertama masuk rumah
sakit.
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ditemukan data klien mengatakan tidak
pernah menderita suatu penyakit yang berat. Pada riwayat penyakit keluarga klien tidak
ditemukan masalah, keluarga tidak ada yang memiliki kelainan / kecacatan dan menderita
suatu penyakit yang berat.
Pada pengkajian data psikososial pada klien tidak ditemukan masalah keperawatan
pola komunikasinya baik, klien dapat berinteraksi dengan kooperatif dan tidak ada
gangguan pada konsep diri. Pada pengkajian data Personal hygiene dan kebiasaan Klien
tidak ditemukan masalah.
3
3. Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Ny. F
1. Keadaan umum Sedang
Tampak terpasang infus RL pada tangan sebelah kiri
b. Mata Mata lengkap dan simetris kanan dan kiri, tidak ada
pembengkakan pada kelopak mata, sclera putih, konjungtiva
tidak anemia, palpebra tidak ada edema, kornea jernih,
reflek +, pupil isokor.
4
tengah, tidak ada secret atau sumbatan pada lubang hidung,
ketajaman penciuman normal, dan tidak ada kelainan.
d. Rongga mulut Bibir berwarna merah muda, lidah berwarna merah muda,
mukosa lembab, tonsil tidak membesar.
5. Pemeriksaan Tidak ada nyeri dada, CRT < 2 detik, ujung jari tidak tabuh.
Jantung: Sistem Bunyi jantung I terdengar lup dan bunyi jantung II terdengar
Kardiovaskuler dup. Tidak ada bunyi jantung tambahan
6. Pemeriksaan BB : 55 kg TB : 150 cm
sistem pencernaan IMT : 24,4 (kategori : berlebih),
dan status nutrisi Klien BAB 1x selama sakit, jenis diet tinggi kalori tinggi
protein
(TKTP),nafsu makan baik dengan frekuensi 3x sehari,
porsi makan habis.
5
bayangan vena, peristaltic usus 8x /menit terdengar lambat,
palpasi abdomen teraba lunak, tidak ada pembesaran hepar,
terdapat nyeri lepas pada Mc.Berney, suara abdomen
tympani, tidak ada asites.
6
8. Sistem Bersih, tidak ada keluhan berkemih. Produksi urine ± 900
Perkemihan ml/hari, warna kuning jernih dan bau khas.
Data dari pemeriksaan fisik pada klien dengan keluhan kenyamanan/ nyeri
setiap saat, nyeri seperti tertusuk tusuk, nyeri dirasa dibagian perut bawah dengan skala
nyer 6, serta adanya nyeri tekan pada titik Mc. Berney .
7
Pemeriksaan Ny. F
Penunjang
Laboratorium Pada tanggal 11 September 2021
Pukul : 18.50 WITA
HbsAg Reaktif
8
6. Penatalaksanaan
Ny. F
Pada tanggal 11 September 2021
- Antasida 3x1 (Oral)
- Ranitidine 150 Mg 2x1 (IV)
B. Diagnosa Keperawatan
Ny. F
Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan (SDKI)
No
1. Senin, Nyeri akut b.d Agen pencedera Fisiologis (inflamasi appendicitis)
11/09/21 (D.0077)
Batasan karakteristik (kriteria mayor dan minor) :
a. Subjektif :
P: klien mengatakan nyeri saat bergerak
Q: klien mengatakan nyeri seperti tertusuk – tusuk
R: klien mengatakan nyeri dibagian perut menjalar ke belakang
S: skala nyeri 6 dilihat dari raut muka klien
T: nyeri di rasa terus - menerus
b. Objektif :
- Klien tampak meringis
- KU : Sedang, kesadaran compos mentis
- TD : 130/90 mmHg
- Nadi :98x/menit
- Suhu : 36,8oC
- RR :22x/menit
9
c. Subjektif :
- Klien mengatakan selalu merasakan mual dan muntah
d. Objektif
- Klien tampak pucat
- Nadi teraba lemah
- Tekanan darah rendah
- Membrane mukosa kering
3. Senin, Hipertermia b.d Proses penyakit (Infeksi)
11/09/21 Batasan Karakteristik (factor resiko) :
a. Subjektif
Klien mengatakan suhu tubuhnya panas
b. Objektif
- Suhu tubuh 39,5 c
- Muka klien terlihat memerah
- Kulit klien terasa hangat
a. Objektif:
- klien tampak gelisah
- klien tampak tegang
- klien sulit tidur
Setelah melakukan pengkajian dan menganalisis data pada Klien ditegakkan 4 diagnosa
keperawatan pada appendicitis . Urutan diagnosa keperawatan yaitu, nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi appendicitis), Hipovolemia berhubungan dengan
kehilangan cairan (mual dan muntah), Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
(Infeksi), dan ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
10
C. Perencanaan
11
Senin, Hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypovolemia
11/09/21 kehilangan cairan keperawatan selama 1x24
Observasi
( mual dan jam maka status cairan
1. Periksa tanda dan gejala
muntah ) membaik, dengan Kriteria
hypovolemia (mis. Frekuensi
Hasil :
nadi meningkat, nadi terba
lemah, tekanan darah
1. Kekuatan nadi menurun, tekanan nadi
meningkat menyempit, turgor kulit
2. Turgor kulit menurun, membrane mukosa
meningkat kering, volume urin menurun,
3. Frekuensi nadi hematocrit meningkat, haus,
membaik lemah)
2. Monitor intake dan output
4. Tekanan darah
cairan
membaik
5. Tekanan nadi Terapeutik
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
12
(Infeksi) hipertermi membaik, kemampuan menerima
dengan Kriteria Hasil : informasi
1. Tidak tampak kulit 2. Sediakan materi dan media
yang memerah pendidikan kesehatan
2. Tidak tampak pucat 3. Jadwalkan pendidikan
3. Suhu tubuh membaik kesehatan sesuai
4. Suhu kulit membaik kesepakatan
4. Dokumentasikan hasil
pengukuran suhu
5. Jelaskan prosedur
pengukuran suhu tubuh
6. Anjurkan terus memegang
bahu dan menahan dada
saat pengukuran aksila
7. Ajarkan memilih lokasi
pengukuran suhu oral dan
aksila
8. Ajarkan cara meletakkan
ujung thermometer
dibawah lidak atau di
bagian tengah aksila
9. Ajarkan cara membaca
hasil thermometer raksa
dan/atau elektronik
Edukasi
1. Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi
2. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
3. Ajarkan cara pengukuran
suhu
4. Anjurkan penggunaan
pakaian yang dapar
13
menyerap keringat
5. Anjurkan tetap
memandikan pasien, jika
memungkinkan
6. Anjurkan pemberian
antipiretik, sesuai indikasi
7. Anjurkan menciptakan
lingkungan yang aman
8. Anjurkan banyak minum
9. Anjurkan minum analgesic
jika merasa pusing
10. Anjurkan melakukan
pemeriksaan darah jika
demam > 3 hari.
14
perlu.
4.8 Anjurkan
Mengungkap kan perasaan
dan persepsi.
4.9 Latih teknik relaksasi.
4.10Kolaborasi
pemberian
Kolaborasi
obat antiansietas jika perlu.
D. Pelaksanaan
15
farmakologis untuk - Klien mencoba mempraktekkan
mengurangi rasa nyeri teknik nafas dalam
- TD : 130/90 mmHg
Nadi : 98x/menit Suhu :
36,8 oC RR : 22x/menit
Mengidentifikasi saat DS :
18.00 tingkat ansietas berubah. - klien merasa khawatir karena akan
1. Memonitor tanda tanda di operasi
ansietas verbal non - klien mengatakan paham atas
verbal. penjelasan mahasiswa
2. Menjelaskan prosedur, - keluarga klien mengatakan selalu
termasuk sensasi yang menjaga klien setiap saat
mungkin dialami. - klien mengatakan
16
3. Menganjurkan keluarga khawatirnya berkurang
untuk tetap bersama DO :
klien, jika perlu. - klien tampak gelisah
4. Melatih teknik relaksasi. - klien tampak tegang
- klien tampak mempraktikkan
teknik nafas dalam
17
tingkat ansietas berubah. - keluarga klien mengatakan selalu
1. Memonitor tanda menjaga klien setiap saat
tanda ansietas verbal - klien mengatakan
non verbal. khawatirnya berkurang
2. Menjelaskan prosedur, DO :
termasuk sensasi - Klien sudah tampak tenang
yang mungkin - klien sudah mempraktikkan teknik
dialami. nafas dalam sesuai yang dianjurkan
3. Menganjurkan oleh perawat
keluarga untuk tetap
bersama klien, jika
perlu.
4. Melatih teknik
relaksasi.
Hari 3 Mengidentifikasi lokasi DS:
Rabu, 13/09/21 nyeri, karakteristik, - Klien mengatakan nyeri
10.10 durasi, frekuensi, berkurang
intensitas nyeri, skala DO:
nyeri. - Klien tampak rilex
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Suhu : 36,6 oC
- RR : 20x/menit
Intervensi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah – masalah yang ditemukan pada
klien sesuai dengan perencanaan tindakan keperawatan masing – masing diagnosa yang telah
disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien selama 3 hari dimana 1 hari perawatan.
18
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ sistem
pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi sebagai
imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan oleh fekalit
(massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi
mukosa , disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks, invasi bakteri dan pola diet yang
tidak baik, seperti makan makanan dengan konsistensi tinggi.
19
Gejala yang sering muncul adalah nyeri hebat pada bagian kiri bawah perut, mual
muntah, anoreksia, dan distensi abdomen. Jika apendisitis berlanjut, maka dapat
mengakibatkan peritonitis karena perforasi apendiks. Penatalaksanaan pada apendiks
adalah dengan pemberian cairan intravena, pemberian antibiotika dan pembedahan
apendiks itu sendiri.
Prioritas keperawatan pada klien apendisitis adalah meningkatkan kenyamanan,
mencegah komplikasi dan memberikan informasi tentang prosedur pembedahan atau
prognosis, kebutuhan pengobatan, dan potensi komplikasi serta nyeri dapat terkontrol.
B. SARAN
1. Sebaiknya seorang perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik dan
sesuai dengan standar asuhan keperawatan dan perawat dapat berkolaborasi dengan
tim kesehatan lain.
2. Perawat membantu klien dengan mempersiapkan prosedur pembedahan jika
dilakukan pembedahan agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
20
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Saferi, Andara & Mariza, Yessie. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Dewasa
eori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Setiadi. (2012b). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha ilmu.
TIM Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPNI
TIM Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPN
Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Mariza. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal
Bedah. Yogjakarta: Nuha Medika.
21