Disusun Oleh :
Nuraini 21003221
2021
1. Lingkup Pengalaman Visual Secara Langsung Anak Awas dan Anak
Tunanetra
A. Anak Awas
Mengenali suatu objek
Senang bermain dengan benda benda baru
Suka mengeksplorasi ruangan
Senang dengan dunia baru
B. Anak Tunanetra
Menggunak bantuan orang lain untuk meeksplorasi ruangan
Menggunakan indra lainnya untuk menambah pengalaman visual
Mengingat benda yang dikenal kan
Untuk Anak Awas pengalaman visual secara lagsung sangatlah banyak mereka
mengatahui secara langsung hal-hal yang ingin mereka lakukan sehingga banyak
pengalam visual secara langsung. Sedangkan, Anak tunanetra pengalaman visual secara
langsung sangatlah terbantas bahkan tidak ada. Untuk mengetahui pengalamannya anak
tunanetra menggunakan indra lainnya dengan sebaik mungkin, seperti orang yang
memiliki pengelihatan utuh memberi tahu didalam rumah terdapat beberapa benda
( meja, kursi, rak buku,dll ) dan diajak meng eksplorasi rumah ersebut. Maka orang tua
dan orang sekitarnya dituntut untuk mengembangkan pembelajaran dan pemahaman
dengan indra lain.
A. Anak Normal
Bisa berdiri dengan koordinasi yang lebih baik, sehingga ia jarang terjatuh
Penglihatan sangat berperan penting Dalam mengenal lingkungan dan memperoleh informasi
pada lingkungan tersebut. Apabila seseorang memiliki hambatan penglihatan, maka akan
terjadi keterbatasan dalam memperoleh informasi pada lingkungannya. Karena keterbatsan
penglihatan tersebut anak tunanetra mengandalkan indera lain yang ada pada dirinya, seperti
indra penciuman, pendengaran, perabaan, dan pengecapan. Apabila anak tunanetra
mendengar suara, maka suara itu berlalu tanpa kesan. Pendengaran hanya sekedar
memberikan petunjuk. mengenai jarak dan arah, apabila obyek tersebut bersuara. Namun,
pendengaran tidak dapat memberikan gambaran yang konkret tentang obyek tersebut.
Penciuman hanya memberikan suatu petunjuk arah apabila obyek tersebut memiliki bau.
Namun, penciuman tidak dapat memberikan gambaran yang konkret tentang obyek tersebut.
Keterbatasan tersebut mengakibatkan terjadinya keterbatasan pengalaman yang beragam.
Hilangnya penglihatan/rangsangan visual mengakibatkan hilangnya rangsangan untuk
mendekatkan diri dengan lingkungan. Yang pada akhirnya mengakibatkan hilangnya suatu
keinginan untuk melakukan interaksi dengan lingkungan. Berinteraksi dengan lingkungan
membutuhkan suatu pengalaman yang kongkrit. Kumpulan-kumpulan pengalaman yang
konkrit tersebut tersimpan sebagai konsep-konsep yang dapat memberikan kemudahan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan hambatan penglihatan, anak tunanetra miskin dengan konsep
tersebut. Hal tersebut mengakibatkan anak tunanetra mengalami kesulitan untuk berinteraksi
dengan lingkungannya.
Perkembangan metorik anak awas selalu melakukan hal-hal yang baru mereka pandai dan
selalu aktif dalam bergerak. Dan anak awas mereka pandai dalam menjaga keseimbangan
pada dirinya.
2. Dampak kognitif anak umur 2 tahun
A. Anak Normal
Anak dapat mengenali barangnya sendiri di cermin
Anak dapat mengatakan namanya sendiri
Anak dapat mengkomunikasikan apa yang mereka lakukan dengan menggunakan
kata dasar
Anak dapat menirukan tindakan orang dewasa
B. Anak Tunanetra
Meskipun usia 2 tahun kemampuan sama dengan usia anak dengan anak umur 1 tahun
baru belajar, mengetahui dan lainnya sebab anak tersebut belum memasuki masa
sekolah
Salinan orang lain, terutama orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua
Menjadi bersemangat ketika bersama anak-anak lain
Semakin menunjukkan kemandirian
Menunjukkan perilaku menantang (melakukan apa yang diperintahkan untuk tidak
dilakukan)
Bermain terutama di samping anak-anak lain, tetapi mulai melibatkan anak-anak
lain, seperti dalam permainan kejar-kejaran
Pada perkembangan emosi, anak tunanetra mengalami hambatan dibandingkan anak yang
awas lainnya. Hambatan tersebut disebabkan karena anak tunanetra memiliki kemampuan
terbatas dalam proses belajarnya. Perkembangan emosi anak tunanetra semakin
terhambat apabila anak tersebut mengalami deprivasi emosi, yaitu keadaan dimana anak
tunanetra tersebut kurang kesempatan untuk menghayati pengalaman emosional yang
menyenangkan, seperti kegembiraan, kasih sayang, kesenangan, dan perhatian.
Perkembangan deprivasi emosi akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya,
seperti keterlambatan dalam perkembangan motorik, fisik, intelektual, bicara, dan
sosialnya. Selain itu adanya kecenderungan anak tunanetra dalam masa awal
perkembangannya mengalami deprivasi emosi, akan mementingkan diri sendiri, bersikap
menarik diri, serta menuntut pertolongan dan perhatian, serta kasih syang dari orang
yang berada di sekitarnya
Pada anak tunanetra penguasaan kemampuan bertingkah laku tidaklah mudah
dibandingkan dengan anak awas pada umumnya. anak tunanetra banyak menghadapi
masalah dalam perkembangan sosialnya. Hambatan tersebut muncul sebagai akibat
langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan
menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas dan baru, perasaan rendah diri, malu, dan
sikap masyarakat yang sering tidak menguntungkan seperti penghinaan penolakan, dan
sikap tak acuh, tidak jelasnya tuntutan sosial, dan terbatasnya kesempatan bagi anak
tunanetra untuk belajar pola tingkah laku yang diterimanya, kecenderungan anak
tunanetra tersebut dapat mengakibatkan perkembangan sosialnya menjadi terhambat.
Secara bahasa anak awas bahasa dan komunikasinya sangat lancar, jika mereka
menginginkan suat benda tetapi tidak mengetahui nama benda tersebut mereka bisa
menujuk benda tersebut kepada orang disekitarnya, begitu juga sebaliknya jika anak
tersebut menginginakan sesuatu mereka tinggall menyebut barang tersebut.
Sedangkan anak tunanetra bahasa da komunikasinya tidak begitu lancar, karena mereka
diusia 2 thn sedang mengingat suatu benda. Jika mereka menginginkan sesuatu tetapi
tidak ingat dengan nama benda tersebut, anak tunanetra akan menyebut ukuran dan
identifikasi benda tersebut, sehingga orang yang disekitarnya akan terasa sulit untuk
memahami apa yang diinginkan anak tersebut.